Anda di halaman 1dari 8

F4 (Upaya Perbaikan Gizi Masyarakat)

1. MPASI Guna Mencegah Gangguan Gizi (PKL Kalisari)

LATAR BELAKANG
Kondisi balita pendek atau disebut juga dengan stunting merupakan salah satu masalah gizi pada
balita yang terjadi sekarang. Pada tahun 2017, sekitar 22,2% atau sekitar 150,8 juta balita di
dunia mengalami stunting. Setengah dari jumlah tersebut berasal dari Asia (55%). Stunting
adalah kondisi dimana balita memiliki panjang atau tinggi badan yang kurang jika dibandingkan
dengan umur. Kondisi tersebut diukur dengan panjang atau tinggi badan lebih dari minus dua
standar deviasi median dari kurva standar pertumbuhan anak WHO. Permasalahan ini merupakan
masalah kesehatan kronis yang disebabkan oleh berbagai faktor, salah satunya adalah pemberian
asupan makanan pada 1.000 hari pertama kehidupan.
Pemberian makanan yang benar pada awal kehidupan sangat berperan penting dalam
pertumbuhan dan perkembangan anak. Selain itu, perkembangan kognitif, imunitas, pencegahan
obesitas, serta perlindungan masalah alergi juga dipengaruhi oleh hal tersebut. Salah satu
pemberian asupan yang tepat pada awal kehidupan adalah ASI ekslusif selama 6 bulan disertai
dengan makanan pendamping ASI hingga usia 2 tahun. Makanan pendamping ASI diberikan
guna mencukupi kebutuhan energi dan nutrisi bagi anak. Pemberian makanan pendamping ASI
dimulai dari usia 6 bulan hingga 2 tahun. Pemberian makanan pendamping ASI sangat
bergantung kepada keluarga. Pengetahuan orang tua mengenai makanan pendamping ASI sangat
dibutuhkan, karena jika diberikan dengan jumlah, komposisi, dan waktu yang tidak tepat dapat
menyebabkan anak mengalami permasalahan pada gizi yang berakibat gangguan pada
pertumbuhan dan perkembangan.
Permasalahan
Masalah stunting di Indonesia perlu mendapatkan perhatian khusus. Berdasarkan data
Pemantauan Status Gizi (PSG), terjadi peningkatan prevalensi balita pendek dari tahun 2016
yaitu 27,5% menjadi 29,6% pada tahun 2017. Permasalahan ini merupakan masalah kesehatan
kronis yang disebabkan oleh berbagai faktor, salah satunya adalah pemberian asupan makanan
pada 1.000 hari pertama kehidupan.
Perencanaan dan Pemilihan Intervensi
Berdasarkan permasalahan tersebut, maka diadakan intervensi terkait pengetahuan seputar
makanan pendamping ASI (MPASI). Intervensi dapat dilakukan dengan cara edukasi mandiri
pada setiap pasien yang datang ke poli KIA PKL Kalisari.
Pelaksanaan
Edukasi perorang dilaksanakan pada hari Rabu 28 juli 2021. Edukasi perorang dilakuakn pada
pasien yang datang ke KIA Puskesmas Kalisari. Disela-sela materi yang disampaikan, pemateri
memberikan kesempatan pada peserta untuk bertanya langsung apabila ada materi yang tidak
dimengerti.

Monitoring dan Evaluasi


Pemberian edukasi mandiri dilaksanakan selama kurang lebih 15 menit dalam setiap pasien.
Diharapkan setelah pemberian edukasi orang tua memahami pentingnya pemberian MPASI
terhadap tumbuh kembang anaknya.

2.
Pemberian ASI Eksklusif selama 6 bulan (PKL Kalisari) 5 Ags 2021
Latar Belakang
Kondisi balita pendek atau disebut juga dengan stunting merupakan salah satu masalah gizi pada
balita yang terjadi sekarang. Pada tahun 2017, sekitar 22,2% atau sekitar 150,8 juta balita di
dunia mengalami stunting. Setengah dari jumlah tersebut berasal dari Asia (55%). Stunting
adalah kondisi dimana balita memiliki panjang atau tinggi badan yang kurang jika dibandingkan
dengan umur. Kondisi tersebut diukur dengan panjang atau tinggi badan lebih dari minus dua
standar deviasi median dari kurva standar pertumbuhan anak WHO. Permasalahan ini merupakan
masalah kesehatan kronis yang disebabkan oleh berbagai faktor, salah satunya adalah pemberian
ASI eksklusif selama 6 bulan.
Pemberian makanan yang benar pada awal kehidupan sangat berperan penting dalam
pertumbuhan dan perkembangan anak. Selain itu, perkembangan kognitif, imunitas, pencegahan
obesitas, serta perlindungan masalah alergi juga dipengaruhi oleh hal tersebut. Salah satu
pemberian asupan yang tepat pada awal kehidupan adalah ASI ekslusif selama 6 bulan. ASI
mengandung bahan-bahan yang sangat mudah dicerna dan diserap oleh bayi. Zat-zat yang
terkandung didalamnya mendukung proses pertumbuhan dan perkembangan, terutama pada saat
masa 1.000 hari pertama kehidupan.
Pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan memiliki banyak manfaat, baik dari segi bayi maupun
dari segi ibu. Komposisi protein dalam ASI dapat menunjang perkembangan jaringan otak, saraf,
kematangan usus, penyerapan zat besi, serta daya tahan tubuh. Lemak dalam ASI memiliki
jumlah yang lebih besar dibandingkan dengan susu formula. Lemak diperlukan dalam
pertumbuhan jaringan saraf dan retina mata. Selain itu, karbohidrat yang terkandung didalam
ASI juga lebih mudah dicerna oleh bayi. ASI juga kaya akan vitamin dan mineral yang berguna
dalam pembentukan sel dan jaringan. Bagi ibu, ASI dapat berperan sebagai KB alami dan juga
dapat mempererat hubungan batin antara ibu dan anak.
Permasalahan
Masalah stunting di Indonesia perlu mendapatkan perhatian khusus. Berdasarkan data
Pemantauan Status Gizi (PSG), terjadi peningkatan prevalensi balita pendek dari tahun 2016
yaitu 27,5% menjadi 29,6% pada tahun 2017. Permasalahan ini merupakan masalah kesehatan
kronis yang disebabkan oleh berbagai faktor, salah satunya adalah pemberian ASI eksklusif
selama 6 bulan.
Perencanaan dan Pemilihan Intervensi
Berdasarkan permasalahan tersebut, maka diadakan intervensi terkait pengetahuan seputar ASI
eksklusif selama 6 bulan. Intervensi dapat dilakukan dengan cara penyuluhan kesehatan baik di
dalam maupun di luar gedung. Penyuluhan di dalam gedung dilakukan di Puskesmas dengan
sasaran pasien yang sedang berkunjung.
Pelaksanaan
Edukasi kesehatan dilaksanakan pada 5 Agustus 2021 di Poli KIA. Edukasi ini disampaikan
dokter internsip dan didampingi bidan yang sedang bertugas. Salah satu kegiatan di bagian KIA
adalah edukasi tentang pentingnya pemberian ASI eksklusif selam 6 bulan.
Monitoring dan Evaluasi
Kegiatan poli KIA dimulai pukul 08.00. Terdapat 2 pasien yang perlu dilakukan konseling
mengenai pentingnya pemberian ASI eksklusif selam 6 bulan.

3.
Konseling gizi pada pasien hipertensi (Pasar Rebo) 25 Maret 2021
Latar Belakang
Hipertensi adalah meningkatnya tekanan darah sistoliklebih besar dari 140 mmHg dan atau
diastolik lebih besar dari 90mmHg pada dua kali pengukuran dengan selang waktu 5 menitdalam
keadaan cukup istirahat (tenang). Hipertensi didefinisikan oleh Joint National Committee on
Detection, Evaluation andTreatment of High Blood Pressure sebagai tekanan yang lebihtinggi
dari 140 / 90 mmHg. Pada populasi lansia hipertensi didefinisikan sebagai tekanan
sistolik 160 mmHg dan tekanan diastolik 90 mmHg.
Hipertensi kini menjadi masalah global karena prevalensiyang terus meningkat sejalan
dengan perubahan gaya hidupseperti merokok, obesitas, inaktivitas fisik, dan stres
psikososial.Hampir ditiap negara, hipertensi menduduki peringkat pertamasebagai penyakit yang
paling sering dijumpai
Penyebab hipertensi dibagi menjadi dua golongan yaituhipertensi primer dan sekuder,
hipertensi primer tidak diketahuipenyebabnya dan ada kemungkinan karena faktor
keturunanatau genetik (90 %). Hipertensi sekunder yaitu hipertensi akibatdari adanya penyakit
sistemik lainnya seperti kelainan pembuluhginjal dan gangguan kelenjar tiroid, penggunaan
obat-obatantertentu (penggunaan pil KB) dan karena penyakit diabetes
Permasalahan
Telah ditemukan banyak nya kasus tekanan darah tinggi pada pasien yang berkunjung ke
puskesmas Pasar Rebo. rata-rata pasien yang mengidap tekanan darah tinggi adalah pasien yang
berusia tua, pasien yang memiliki kelebihan berat badan. Adanya peningkatan tekanan darah
bisa disebabkan oleh beberapa faktor:
• Jenis Kelamin, dimana jenis kelamin laki-laki lebih seringmengalami hipertensi dibandingkan
perempuan.
• Obesitas, semakin meningkat BB seseorang maka kemungkinan untuk terkena hipertensi
juga meningkat.
• Kurang berolahraga, suka merokok dan mengonsumsi minuman beralkohol akan
meningkatkan tekanan darah.
• Pola makan yang suka mengkonsumsi makanan berlemak,tinggi garam dan rendah serat
merupakan faktor yang berperan cukup besar atas kejadian hipertensi.
Dari beberapa faktor yang berperan terhadap hipertensi,faktor pola makan dan jenis
makanan adalah faktor yang paling berperan terhadap kejadian hipertensi. Oleh karena
itu, pengaturan diet merupakan penatalaksanaan awal dari hipertensi.
Perencanaan dan Pemilihan Intervensi
Penggunaan obat-obatan penurun tekanan darah digunakan jika dalam 3 kali pengukuran
tekanan daerah didapatkan hasilyang tinggi untuk sistole > 140 dan diastole > 90.
Sebelumnyatekanan darah pasien dikontrol dengan mengubah gaya hiduppasien (modifikasi
gaya hidup) berupa pengaturan diet dan olahraga. Oleh karena itu perlu dilakukan
intervensi yangbertujuan untuk:
1. Meningkatkan pengetahuan masyarakat pengunjung puskesmas Pasar Rebo mengenai
pentingnya menjaga pola makan yang benar untuk pasien hipertensi.
2. Meningkatkan pengetahuan mengenai jenis makanan yang dianjurkan dan yang tidak
dianjurkan untuk pasienhipertensi
3. Meningkatkan pengetahuan masyarakat pengunjung puskesmas Pasar Rebo mengenai
keharusan dalam hal kepatuhan meminum obat. Strategi pelaksanaan ini dapat dicapai dengan
mengadaka nkonseling gizi khusus untuk hipertensi
Pelaksanaan
Promosi kesehatan gizi pada masyarakat pengunjung puskesmas Pasar Rebo dilakukan tanggal
25 Maret 2021 . Diberikan edukasi mengenai pentingnya pengaturan diet rendah garam,
diet rendah lemak, tinggi serat, jenis makanan yang dianjurkan dan yang tidak dianjurkan
pada pasien.
Monitoring dan Evaluasi
Masyarakat diminta untuk kontrol rutin tekanan darah setelah mendapat intervensi obat dan
melakukan diet.

4.
Status Gizi Balita (PKC Pasar Rebo) 5 maret 2021
LATAR BELAKANG
Defisiensi zat gizi mikro yang sering dijumpai pada anak usia sekolah dasar (6-12 tahun) adalah
zat besi dan seng (zinc). Zat besi dan seng termasuk mikronutrien karena jumlah yang diperlukan
tubuh sedikit, tetapi memiliki banyak peran. Zat besi tersimpan 2-4 gram dalam tubuh manusia,
sementara seng hanya 1,5-3 gram.
Data Riskesdas 2010 menunjukkan bahwa secara
nasional konsumsi energi dan protein masyarakat Indonesia
masih rendah pada semua kelompok umur dimana 44,4%
kelompok usia 6-12 tahun mengonsumsi energi di bawah
kebutuhan minimal. Hal ini sebenarnya tidak diharapkan
karena pada kelompok usia 6-12 tahun membutuhkan
asupan nutrisi yang adekuat untuk pertumbuhan dan
perkembangan selanjutnya. Jika asupan energi rendah maka
dapat diperkirakan terjadi defisiensi zat gizi, termasuk
mikronutrien
Data Riskesdas 2010 menunjukkan bahwa secara
nasional konsumsi energi dan protein masyarakat Indonesia
masih rendah pada semua kelompok umur dimana 44,4%
kelompok usia 6-12 tahun mengonsumsi energi di bawah
kebutuhan minimal. Hal ini sebenarnya tidak diharapkan
karena pada kelompok usia 6-12 tahun membutuhkan
asupan nutrisi yang adekuat untuk pertumbuhan dan
perkembangan selanjutnya. Jika asupan energi rendah maka
dapat diperkirakan terjadi defisiensi zat gizi, termasuk
mikronutrien
Data Riskesdas 2010 menunjukkan bahwa secara nasional konsumsi energi dan protein
masyarakat Indonesia masih rendah pada semua kelompok umur dimana 44,4% kelompok usia
6-12 tahun mengonsumsi energi di bawah kebutuhan minimal. Hal ini sebenarnya tidak
diharapkan karena pada kelompok usia 6-12 tahun membutuhkan asupan nutrisi yang adekuat
untuk pertumbuhan dan perkembangan selanjutnya. Jika asupan energi rendah maka dapat
diperkirakan terjadi defisiensi zat gizi, termasuk mikronutrien

PERMASALAHAN
Pasien dikatakan kurang asupan makanannya karena hanya
makan sekali dalam sehari. Kecenderungan pasien untuk
minum susu formula saja dan makan makanan ringan
memperparah kondisi gizi pasien. Ibu menyuapi pasien
hanya jika pasien merasa lapar dan meminta makan. Ibu
tidak berinisiatif mengatur pola makan pasien agar lebih
teratur
Selain makanan yang kurang secara kuantitas, kualitas gizi pun kurang berimbang, karena pasien
hanya diberikan makanan yang disukai saja. Jika pasien tidak suka dengan suatu menu, ibu tidak
berusaha mencari menu alternatif yang disukai pasien. Ibu juga kurang mengetahui pentingnya
gizi cukup dan seimbang untuk anaknya. Riwayat keluarga dengan postur tubuh kecil juga
memberikan kontribusi pada masalah yang diderita pasien. Tinggi badan dan berat badan pasien
mungkin jauh di bawah anak-anak seusianya. Tapi proporsi TB/BB biasanya normal.

PERENCANAAN & PEMILIHAN INTERVENSI


Intervensi untuk Keluarga
1. Memberikan edukasi mengenai status gizi balita
2. Memberikan informasi mengenai menu gizi seimbang untuk balita
3. Memotivasi ibu untuk lebih memperhatikan pola makan anak

PELAKSANAAN
Pemeriksaan terhadap status gizi balita dilaksanakan rutin di Puskesmas Pasar Rebo. Secara
umum, balita akan diperiksa mulai dari penimbangan berat badan dan tinggi badan. Penambahan
berat badan setiap bulannya merupakan salah satu indikator gizi pada balita. Apabila
penambahan berat badan tidak sesuai dengan yang seharusnya maka selanjutnya ibu akan
mendapatkan konsultasi gizi tentang gizi balita nya. Ibu akan ditanyakan pola makan sehari-
harinya dan akan diberi kesempatan untuk mengartikan apakah gizinya tersebut sudah
mencukupi untuk kebutuhan balitanya
1. Memberi edukasi mengenai masalah gizi kurang dan gizi buruk dan penanganannya
2. Melakukan pemeriksaan antropometri pada balita
3. Melakukan pembinaan terhadap orang tua mengenai menu makanan seimbang

 MONITORING & EVALUASI


Evaluasi dan monitoring kegiatan ini adalah pengecekan ulang keadaan gizi balita bulan depan,
meningkatkan kesadaran ibu-ibu terhadap asupan gizi anaknya yaitu dengan memperbaiki pola
makan.

5.
Diet pada Pasien Diabetes Mellitus (PKL Kalisari) 14 Juli 2021
Latar Belakang
Diabetes Mellitus (DM) adalah suatu kelainan metabolik dengan karakteristik
hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin, atau kedua-duanya. DM
diklasifikasikan menjadi empat tipe, yaitu DM tipe 1, DM tipe 2, DM tipe gestasional, dan DM
tipe lain. Di antara tipe-tipe DM tersebut, DM tipe-II memiliki prevalensi angka kejadian yang
paling tinggi serta merupakan DM yang dapat berkembang pada usia dewasa (Suyono et al.,
2014). DM tipe-II ialah DM yang timbul akibat adanya kerusakan pankreas secara parsial dan
mampu menimbulkan kurangnya sekresi insulin atau bahkan kondisi resistensi insulin yang
terjadi secara progresif dari waktu ke waktu (PERKENI, 2011). Untuk prognosisnya, seringkali
DM dikaitkan dengan penatalaksanaannya dalam mengontrol kadar gula darah dimana salah
satunya ialah melalui pelaksanaan Pola Hidup Sehat pada Diabetes Mellitus.
Pergeseran dan perkembangan jumlah kasus DM seringkali dikaitkan dengan kurangnya
aktivitas fisik dan pola hidup sehat. Hal tersebut timbul karena kurangnya kesadaran penderita
DM akan pentingnya pengaturan pola hidup sehat. Selain itu, tingkat pengetahuan penderita DM
mengenai penyakit yang dideritanya masih dapat dinilai kurang. Oleh karena itu, diperlukan
adanya upaya edukasi mengenai DM khususnya pada penatalaksaan non-farmakologis terkait
pola hidup sehat dan edukasi terkait diet pada pasien DM yang benar.

Permasalahan
Kurangnya pengetahuan masyarakat di wilayah kerja Puskesmas Kalisari mengenai pengelolaan
dan cara diet yang sesuai pada pasien diabetes mellitus
Perencanaan dan Pemilihan Intervensi
Perlu dilakukan intervensi yang bertujuan untuk:
1. Meningkatkan pengetahuan masyarakat pengunjung puskesmas Kalisari mengenai pentingnya
menjaga pola makan yang benar untuk pasien DM.
2. Meningkatkan pengetahuan mengenai jenis makanan yang dianjurkan dan yang tidak
dianjurkan untuk pasien DM
3. Meningkatkan pengetahuan masyarakat pengunjung puskesmas Kalisari mengenai keharusan
dalam hal kepatuhan meminum obat. Strategi pelaksanaan ini dapat dicapai dengan mengadakan
konseling gizi khusus untuk DM

Pelaksanaan
Promosi kesehatan gizi pada masyarakat pengunjung puskesmas Kalisari dilakukan tanggal 14
Juli 2021 . Diberikan edukasi mengenai pentingnya pola hidup sehat pada penderita DM dan
pengelolaan DM terutama dalam pelaksanaan pola hidup sehat dan kontrol rutin kadar gula
darah.
Monitoring dan Evaluasi
Masyarakat diminta untuk kontrol rutin gula darah setelah mendapat intervensi obat dan
melakukan diet.

Anda mungkin juga menyukai