Anda di halaman 1dari 22

KEPERAWATAN BENCANA

“Manajemen Bencana Wabah Covid-19”

Kelompok 6 :

Auleria Runtu 21161087

Cantika Mokoginta 18061002

Inka Wilar 18061035

Jessica Watupongoh 18061045

Kelarita Nirigi 18061113

Grace Andalangi 18061023

Christabella Y. Sampel 18061058

Kelas A/ Semester 7

Fakultas Keperawatan

Ilmu Keperawatan

Unika De La Salle Manado

2021
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Saat ini masyarakat dunia tengah dibuat resah dengan adanya virus corona. Coronavirus
disiase 2019 (Covid-19) adalah penyakit menular yang disebabkan SARS-CoV-2 (Severe
acute respiratory syndrome coronavirus 2) yang mengakibatkan infeksi pernafasan, mulai
dari gejala ringan seperti flu, hingga infeksi paru-paru seperti pneumonia. Virus ini pertama
kali terdeteksi di kota Wuhan, Provinsi Hubei, China pada akhir Desember 2019.
Covid-19 ditetapkan sebagai pandemi oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada 11
Maret 2020. Hingga 23 April 2020, lebih dari 2.000.000 kasus Covid-19 telah dilaporkan di
lebih dari 210 negara dan wilayah, mengakibatkan lebih dari 195,755 orang meninggal
dunia dan lebih dari 781,109 orang sembuh.Ditetapkannya Virus Corona sebagai pandemi
sendiri bukan tanpa sebab.Ditetapkannya Virus Corona sebagai pandemi sendiri bukan
tanpa sebab.WHO menilai tingkat penyebaran penyakit baru ini di seluruh dunia telah
mempengaruhi banyak orang dan belum satupun negara menunjukkan tanda-tanda terlepas
dari jeratannya. “Istilah pandemi sendiri berasal dari bahasa Yunani “pan” yang artinya
semua dan “demos” yang artinya orang. Ini merupakan epidemic penyakit yang menyebar
di wilayah yang luas, misalnya beberapa benua, atau diseluruh dunia”.1
Virus ini menyebar antara manusia ke manusia melalui tetesan cairan dari mulut dan
hidung saat orang yang terinfeksi sedang batuk atau bersin, mirip dengan cara penularan
penyakit flu.Selain itu, virus dapat menyebar akibat menyentuh permukaan benda yang
terkontaminasi dan kemudian menyentuh wajah seseorang. Waktu dari paparan virus
hingga timbulnya gejala klinis berkisar antara 1–14 hari dengan rata-rata 5 hari.
Kasus positiv Covid-19 pertama kali dideteksi di Indonesia yaitu pada tanggal 2 Maret
2020 dimana terdapat dua warga Indonesia terdeteksi positif Covid-19 setelah melakukan
kontak dengan warga negara jepang yang datang ke Jakarta. Pada 11 Maret 2020, untuk
pertama kalinya ada warga Indonesia yang meninggal dunia akibat Covid-19 di Solo
seorang laki-laki berusia 59 tahun yang diketahui sebelumnya menghadiri seminar di Kota
Bogor pada tanggal 25 sampai 28 Februari 2020.
Sejak kasus Covid-19 meningkat di Indonesia, berbagai permasalahan sosial dan
ekonomi muncul di tengah masyarakat.Tak dapat dipungkiri jika Covid-19 telah hampir
melumpuhkan kondisi sosial ekonomi masyarakat Indonesia, khususnya di beberapa daerah
dengan tingkat penyebaran tertinggi.

B. Tujuan Penulisan
Tujuannya yaitu untuk memperluas wawasan dan pengetahuan bagi penulis dan
pembacanya, untuk memberikan sumbangan pemikiran baik berpa konsep teoritis maupun
praktis, dan untuk mendukung perkembangan konsep keilmuan maupun pemecahan
masalah.
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Definisi Bencana
Achmad Yurianto mengatakan wabah covid sudah termasuk dalam bencana non
alam.
Bencana wabah covid adalah peristiwa yang mengancam dan mengganggu
kehidupan masyarakat serta mengancam kesehatan individu sehingga dapat menimbulkan
korban jiwa dan bencana wabah covid ini menyebabkan masyarkat susah dalam
melakukan aktivitas sehari-hari karena adanya virus corona, dan dapat juga menimbulkan
penurunan perekonomian bagi masyarkat. Kejadian Bencana wabah covid sudah ada dan
tersebar di seluruh dunia, di Indonesia maupun luar negeri.

B. Penyebab
Wabah covid disebabkan agen penyebab penyakit yang bermutasi dan daya penularan
meningkat, dan menurut WHO wabah covid mulai terjadi ketika memenuhi tiga kondisi,
yaitu
1. Munculnya penyakit baru pada populasi
2. Agen menginfeksi manusia dan menyebabkan penyakit serius
3. Agen menyebar dengan mudah dan berkelanjutan di antara manusia

Infeksi coronavirus ini dapat menyebarkan melalui:

 Percikan air liur seperti batuk dan bersin


 Menyentuh mata,hidung,atau mulut setalh memegang barang yang terkena percikan
air liur.

C. Klasifikasi Bencana
 Klasifikasi Bencana berdasarkan penyebabnya
1. Bencana Alam
 Badai
 Tsunami
 Gempa bumi
 Gunung berapi
 Suhu ekstrem
 Kemarau panjang
2. Bencana non alam
 Wabah penyakit
 Kegagalan teknologi
 Kebakaran
 Kecelakaan tranportasi
3. Bencana Akibat Ulah Manusia
 Konflik
 Kecelakaan industri
 Transportasi
 Klasifikasi bencana menurut kecepatan terjadinya
 Mendadak
 Bertahap
 Klasifikasi bencana berdasarkan skala bobotnya
 Besar (major)
 Kecil (minor)

 Bencana Primer

Bencana primer merupakan bencana yang paling awal merugikan manusia Ketika
bahaya muncul dan mengancam manusia maka terbentuklah keadaan darurat, yaitu situasi
yang sangat mendesak dan berpotensi mengganggu kemampuan masyarakat menghadapi
tantangan hidup. Keadaan darurat ini baru menjadi bencana jika sudah melibatkan manusia
menjadi korban.Interaksi antara manusia dan bahaya dapat dibagi menjadi dua hal pokok.
Pertama, bahaya yang datangnya secara mendadak seperti banjir bandang, gempa bumi,
kerusuhan, dan lain-lain. Kedua, bahay yang terjadi secara berlarut-larut, seperti
kekeringan, kebocoran pusat tenaga nuklir, dan lain-lain. Pemahaman mengenai segi
karakteristik bencana ini berguna untuk tindakan efektif penanganan bencana.

 Bencana Sekunder

Bencana sekunder, yaitu bencana turutan yang terjadi mengikuti bencana primer.
Bencana sekunder merupakan perkembangan hasil bencana primer. Sebagai contoh, setelah
bencana banjir mereda, para pengungsi dan korban banjir berpotensi terkena penularan
penyakit menular. Jika penularan ini tidak diantisipasi dan tidak ditangkal dengan baik,
maka akan berkembang epidemi penyakit menular yang merupakan bencana sekunder.

Bencana yang terjadi di masa lampau bukan hanya merupakan kisah yang menghiasi buku
sejarah. Dari bencana yang terjadi dalam sejarah dapat diambil pelajaran dan pedoman
untuk masa mendatang. Bencana dalam sejarahnya dapat menghancurkan seluruh
peradaban dalam sekejap. Ahli teori bahkan menyatakan bahwa sebagian besar peradaban
sejarah hancur bukan disebabkan oleh musuhnya akan tetapi disebabkan oleh bencana yang
terjadi.

D. Siklus Bencana
Penanganan bencana bukan hanya dimulai setelah terjadi bencana. Kegiatan sebelum terjadi
bencana (pra-bencana) berupa kegiatan pencegahan, mitigasi (pengurangan dampak), dan
kesiapsiagaan merupakan hal yang sangat penting untuk mengurangi dampak bencana. Saat
terjadinya bencana diadakan tanggap darurat dan setelah terjadi bencana (pasca-bencana)
dilakukan usaha rehabilitasi dan rekonstruksi.Berikut rincian tentang kegiatan
penanggulangan bencana sesuai siklus bencana.
a. Pra bencana
- Pencegahan
Pencegahan ialah langkah-langkah yang dilakukan untuk menghilangkan sama
sekali atau mengurangi secara drastis akibat dari ancaman melalui pengendalian dan
pengubahsuaian fisik dan lingkungan. Tindakan-tindakan ini bertujuan untuk
menekan penyebab ancaman dengan cara mengurangi tekanan, mengatur dan
menyebarkan energi atau material ke wilayah yang lebih luas atau melalui waktu
yang lebih panjang (Smith, 1992). Cuny (1983) menyatakan bahwa pencegahan
bencana pada masa lalu cenderung didorong oleh kepercayaan diri yang berlebihan
pada ilmu dan teknologi pada tahun enam puluhan; dan oleh karenanya cenderung
menuntut ketersediaan modal dan teknologi. Pendekatan ini semakin berkurang
peminatnya dan kalaupun masih dilakukan, maka kegiatan pencegahan ini diserap
pada kegiatan pembangunan pada arus utama.
- Mitigasi

Mitigasi ialah tindakan-tindakan yang memfokuskan perhatian pada pengurangan


dampak dari ancaman, sehingga dengan demikian mengurangi kemungkinan
dampak negatif pencegahan ialah langkah-langkah yang dilakukan untuk
menghilangkan sama sekali atau mengurangi secara drastis akibat dari ancaman
melalui pengendalian dan pengubahsuaian fisik dan lingkungan. Tindakan-tindakan
ini bertujuan untuk menekan penyebab ancaman dengan cara mengurangi tekanan,
mengatur dan menyebarkan energi atau material ke wilayah yang lebih luas atau
melalui waktu yang lebih panjang (Smith, 1992). Kejadian bencana terhadap
kehidupan dengan cara-cara alternatif yang lebih dapat diterima secara ekologi
(Carter, 1991). Kegiatan-kegiatan mitigasi termasuk tindakantindakan non-rekayasa
seperti upaya-upaya peraturan dan pengaturan, pemberian sangsi dan penghargaan
untuk mendorong perilaku yang lebih tepat, dan upaya-upaya penyuluhan dan
penyediaan informasi untuk memungkinkan orang mengambil keputusan yang
berkesadaran. Upaya-upaya rekayasa termasuk pananaman modal untuk bangunan
struktur tahan ancaman bencana dan/atau perbaikan struktur yang sudah ada supaya
lebih tahan ancaman bencana (Smith, 1992).

- Kesiapsiagaan
Fase Kesiapsiagaan adalah fase dimana dilakukan persiapan yang baik dengan
memikirkan berbagai tindakan untuk meminimalisir kerugian yang ditimbulkan
akibat terjadinya bencana dan menyusun perencanaan agar dapat melakukan
kegiatan pertolongan serta perawatan yang efektif pada saat terjadi bencana.
Tindakan terhadap bencana menurut PBB ada 9 kerangka, yaitu 1. pengkajian
terhadap kerentanan, 2. membuat perencanaan (pencegahan bencana), 3.
pengorganisasian, 4. sistem informasi, 5. pengumpulan sumber daya, 6. sistem
alarm, 7. mekanisme tindakan, 8. pendidikan dan pelatihan penduduk, 9. gladi resik.

b. Saat Bencana
Saat bencana disebut juga sebagai tanggap darurat. Fase tanggap darurat atau
tindakan adalah fase dimana dilakukan berbagai aksi darurat yang nyata untuk
menjaga diri sendiri atau harta kekayaan. Aktivitas yang dilakukan secara kongkret
yaitu:
1. instruksi pengungsian
2. pencarian dan penyelamatan korban
3. menjamin keamanan di lokasi bencana
4. pengkajian terhadap kerugian akibat bencana
5. pembagian dan penggunaan alat perlengkapan pada kondisi darurat
6. pengiriman dan penyerahan barang material
7. menyediakan tempat pengungsian, dan lain-lain.
Dari sudut pandang pelayanan medis, bencana lebih dipersempit lagi dengan
membaginya menjadi “Fase Akut” dan “Fase Sub Akut”. Dalam Fase Akut, 48 jam
pertama sejak bencana terjadi disebut “fase penyelamatan dan
pertolongan/pelayanan medis darurat”. Pada fase ini dilakukan penyelamatan dan
pertolongan serta tindakan medis darurat terhadap orang-orang yang terluka akibat
bencana. Kira-kira satu minggu sejak terjadinya bencana disebut dengan “Fase
Akut”. Dalam fase ini, selain tindakan “penyelamatan dan pertolongan/pelayanan
medis darurat”, dilakukan juga perawatan terhadap orang-orang yang terluka pada
saat mengungsi atau dievakuasi, serta dilakukan tindakan-tindakan terhadap
munculnya permasalahan kesehatan selama dalam pengungsian.
c. Setelah Bencana
a. Fase Pemulihan
Fase Pemulihan sulit dibedakan secara akurat dari dan sampai kapan, tetapi fase
ini merupakan fase dimana individu atau masyarakat dengan kemampuannya
sendiri dapat memulihkan fungsinya seperti sedia kala (sebelum terjadi
bencana). Orang-orang melakukan perbaikan darurat tempat tinggalnya, pindah
ke rumah sementara, mulai masuk sekolah ataupun bekerja kembali sambil
memulihkan lingkungan tempat tinggalnya. Kemudian mulai dilakukan
rehabilitasi lifeline dan aktivitas untuk membuka kembali usahanya. Institusi
pemerintah juga mulai memberikan kembali pelayanan secara normal serta
mulai menyusun rencana-rencana untuk rekonstruksi sambil terus memberikan
bantuan kepada para korban. Fase ini bagaimanapun juga hanya merupakan fase
pemulihan dan tidak sampai mengembalikan fungsi-fungsi normal seperti
sebelum bencana terjadi. Dengan kata lain, fase ini merupakan masa peralihan
dari kondisi darurat ke kondisi tenang
b. Fase Rekonstruksi/Rehabilitasi
Jangka waktu Fase Rekonstruksi/Rehabilitasi juga tidak dapat ditentukan,
namun ini merupakan fase dimana individu atau masyarakat berusaha
mengembalikan fungsifungsinya seperti sebelum bencana dan merencanakan
rehabilitasi terhadap seluruh komunitas. Tetapi, seseorang atau masyarakat tidak
dapat kembali pada keadaan yang sama seperti sebelum mengalami bencana,
sehingga dengan menggunakan pengalamannya tersebut diharapkan kehidupan
individu serta keadaan komunitas pun dapat dikembangkan secara progresif.

E. Dampak Bencana Wabah Covid Terhadap Kesehatan

Gambar di atas memperlihatkan bahwa pada saat terjadi bencana jumlah korban menjadi
banyak (massal), ada yang mengalami luka-luka, kecacatan bahkan kematian. Korban
bencana yang selamat sementara tinggal di pengungsian. Karena bencana pelayanan
kesehatan lumpuh, angka kesakitan dan kematian meningkat, balita dengan gizi kurang
bertambah. Bencana mengakibatkan rusaknya sarana dan prasarana kesehatan, gedung
rumah sakit dan puskesmas rusak, alat kesehatan dan stok llobat rusak atau hilang.
1. Kesehatan Mental

Sudah sejak maret 2020 pandemi Covid -19 melanda Indonesia, pada awal pandemi
masyarakat mengalami banyak dampak dari Covid-19, dampak kesehatan, dampak ekonomi
dan dampak sosial.

Saat awal pandemi masyarakat panik karena belum tersedia pemeriksaan Covid-19 yang
kuat seperti rapid test dan swab, belum jelasnya penanganan Covid-19, langkanya alat
pelindung diri seperti : masker dan hand sanitizer, disusul dengan kebijakan social
distancing, work from home, study from home, pray from home, membuat masyarakat
merasa terkekang.

Mereka tidak leluasa mencari nafkah yang berdampak pada penurunan penghasilan, hingga
banyak pekerja yang dirumahkan karena perusahaan yang bangkrut.

Masyarakat juga semakin lama semakin bosan berada dirumah saja. Semua hal ini
merupakan stresor utama yang dapat memicu distres emosional hingga gangguan kejiwaan,
seperti stres, depresi, mudah tersinggung, insomnia, ketakutan, bingung, frustasi, marah
hingga bunuh diri.

Pandemi Covid-19 bukan hanya bencana kesehatan, namun juga bencana keamanan,
kemanusiaan dan ekonomi. Hal ini berdampak langsung kepada individu dan kelompok
masyarakat, individu merasa tidak aman, dan bingung karena belum jelas kapan pandemi ini
berakhir, ketakutan masyarakat akan penularan Covid-19 memicu stigma dan penolakan dari
penderita covid hingga penolakan penguburan jenazah Covid-19, masyarakat juga menderita
kerugian ekonomi karena penutupan tempat kerja, penutupan sekolah dan tempat ibadah.

Dapat memicu masyarakat tidak lagi patuh terhadap protokol kesehatan, mulai tidak
memakai masker, tidak lagi tinggal dirumah, tidak percaya adanya Covid-19, takut bahkan
menolak vaksin, hal ini merpakan kondisi darurat kejiwaan yang mungkin luput dari
penanganan.

Bencana Covid-19 ini sebenarnya memiliki dua sisi bertolak belakang, sisi yang
menguntungkan dan sisi yang merugikan.

1. Sisi yang menguntungkan didapat jika masyarakat mampu bertahan dalam pandemi ini,
masyarakat akan mendapatkan daya tahan baru dari sisi imunitas dan resilience, masyarakat
yang terpapar virus Covid-19 dan sembuh akan mendapatkan kekebalan alami dari penyakit
ini, semakin banyak masyarakat yang terpapar dan diikuti semakin banyaknya yang sembuh
menandakan terciptanya herd imunity. Sehingga masyarakat memiliki kekebalan alami
terhadap virus ini. Selain itu masyarakat yang bertahan dalam pandemi ini akan memiliki
ketahanan secara mental, masyarakat memiliki mekanisme koping yang baik, sehingga siap
menghadapi bencana lain di masa depan, kondisi ini disebut resilience, hal ini sangat penting
bagi masyarakat untuk bertahan dalam kondisi pandemi yang serba sulit.

2. Sisi merugikan bagi masyarakat yang rentan, seperti anak-anak dan lanjut usia (lansia),
orang dengan gangguan imunitas, orang dengan gangguan jiwa, hal ini merupakan mimpi
buruk. Sangat sulit bagi mereka untuk bertahan dalam kondisi ini. Bagi petugas kesehatan
hal ini merupakan kondisi perang melawan virus yang tak kasat mata. Mereka cemas
tertular virus, mereka juga cemas menjadi sumber penularan virus bagi keluarga mereka,
ditambah kekurangan alat pelindung diri dan beban kerja yang bertambah.

Masyarakat yang tidak mampu bertahan dapat terkena post traumatic stress disorder, depresi
dan kecemasan. Hal ini perlu mendapat perhatian khusus karena sering luput dari
penanganan Covid-19, padahal kondisi kejiwaan berpotensi mempengaruhi sistem imun,
yang pada akhirnya membuat masyarakat lebih rentan terkena Covid-19.

F. Keperawatan Bencana Wabah Covid pada Kelompok Rentan

 DAMPAK BENCANA PADA IBU HAMIL DAN BAYI


Kejadian bencana akan berdampak terhadap stabilitas tatanan masyarakat.Kelompok
masyarakat rentan (vulnerability) harus mendapatkan prioritas. Salah satu kelompok rentan
dalam masyarakat yang harus mendapatkan prioritas pada saat bencana adalah ibu hamil, ibu
melahirkan dan bayi.Penelitian di beberapa negara yang pernah mengalamibencana,
menunjukan adanya perubahan pada kelompok ini selama kejadian bencana. Bencana bom
World Trade Center (September, 2000) berdampak terhadap kejadian BBLR (berat bayi lahir
rendah) pada ibu-ibu melahirkan di New York.
Dampak bencana yang sering terjadi adalah abortus dan lahirprematur disebabkan oleh ibu
mudah mengalami stres, baik karena perubahan hormon maupun karena tekanan
lingkungan/stres di sekitarnya. Efek dari stres ini diteliti dengan melakukan riset terhadap
ibu hamildi antara korban gempa bumi. Penelitian mengambil tempat di Cili selama tahun
2005, di saat gempa bumi Tarapaca sedang mengguncang daerah tersebut. Penelitian
sebelumnya telah mengamati efek stres pada wanita hamil, namun yang berikut ini
memfokuskan pada dampak stres pada waktu kelahiran bayi serta dampaknya pada kelahiran
bayi perempuan atau laki-laki. Hasilnya, ibu hamil yang tinggal di area pusat gempa, dan
mengalami gempa bumi terburuk pada masa kehamilan dua dan tiga bulan, memiliki risiko
melahirkan prematur yang lebih besar dari kelompok lainnya. Pada ibu hamil yang terekspos
bencana alam di bulan ketiga kehamilan, peluang ini meningkat hingga 3,4%. Tidak hanya
itu, stres juga menjadi salah satu faktor yang menyebabkan keguguran.
 DAMPAK BENCANA PADA ANAK
Bencana terjadi secara tiba-tiba tanpa tahu sebelumnya, anak mengalamiketakutan dan
trauma karena melihatyang mengerikan, dan hal tersebut membuat anak benar-benar
terancam kesakitan pada fisik. Ketakutan anak juga berasal dari imajinasinya bahwa mereka
mungkin akan meninggal. Banyak anak mengalami kehilangan orang tua, anggota keluarga,
teman, air bersih dan makanan yang dibutuhkan untuk hidup, mainan kesayangan,
barangbarang yang memiliki memori, rumah yang nyaman, kegiatan bersekolah, kehidupan
seharihari yang selama ini dijalani seperti biasa, dan rasa aman.Hal-hal yang disebut diatas
dirasakan melalui berbagai sense secara komplikasi. Ada pula anak yang meninggal karena
bencana.
Anak yang mengalami bencana merasakan kesakitan yang mendalam pada rohani dan
jasmani. Rasa takut, rasa sakit dan kesedihan mereka itu bukanlah hal yang mudah
dibayangkan.Tidak hanya "masa sekarang" bagi anak, bencana juga mempengaruhi
kehidupan "masa depan" bagi anak-anak dari berbagai sisi.
Perawatan psikologis pada anak-anak yang menerima pukulan hebat karena ketakutan dan
mengalami rasa kehilangan saat bencana adalah tantangan utama yang harus ditangani
dengan serius. Sebab perkembangan gangguan stres akut (disingkat ASD: Acute Stress
Disorder)dangangguan stres pasca trauma (disingkat PTSD : Post Traumatic Stress
Disorder) yang mengarah pada gangguan yang lebih serius dapat ditanggulangi dengan
mengenali reaksi stres dan menguranginya secara tepat.
 DAMPAK BENCANA PADA LANJUT USIA
Kelompok lanjut usia (lansia) terbentuk dari setiap individu yang dipengaruhi oleh gaya
hidup, ciri khas keluarga, sumber daya sosial dan ekonomi, budaya dan adaptasi,
lingkungan, struktur gen, dan sebagainya. Peningkatan usia akan menurunkan homeostasis,
penurunan fungsi berbagai organ tubuh, daya kesiapan dan daya adaptasi menurun, melemah
dan sering sakit karena banyak stresor akan bermunculan pada saat bencana.
Efek dari bencana akan berbeda tergantung pada level penurunan fungsi tubuh, homeosatits,
adaptasi dan sebagainya. Lansia selama hidupnya telah memiliki beberapa pengalaman
kehilangan. Bencana pun akan menambah pengalaman kehilangan.Respon dari lansia ada
beberapa hal yang sama dengan anak, yakni menjadi emosional, mengasingkan diri,
bertindak seakan-akan kembali ke masa kanak-kanak. Respon pada saat kejadian pun
beraneka ragam seperti kegelisahan dan ketakutan baik yang disadari maupun tidak disadari.

Lansia juga mengalami kesendirian dalam menjalani kehidupan sehari-hari karena sudah
kehilangan pasangan atau berpisah dari anak/cucu yang sudah menikah dan memiliki
kehidupan rumah tangga sendiri. Dilihat dari kartu keluarga yang ada di Jepang, jumlah
lansia yang menjadi kepala keluarga sekitar 20% dari seluruh kepala keluarga.Struktur
seperti ini mempersulit perolehan keamanan dan bantuan (support) dari orang-orang yang
dekat.
Jika melihat sisi ekonomi, penyokong nafkah lansia adalah lansia itu sendiri, dan banyak
yang hidup dari uang pensiunan. Kehilangan rumah dan harta akan mengakibatkan
kehilangan harapan untuk membangkitkan kehidupan dan harapan untuk masa depan.
 Kelompok rentan pada Lansia (Lanjut usia)
Sejauh ini, virus Corona terlihat lebih sering menyebabkan infeksi berat dan kematian pada
orang lanjut usia (lansia) dibandingkan orang dewasa atau anak-anak. Mengapa demikian?
Seperti yang telah dibahas sebelumnya, kelompok lanjut usia sering dikaitkan dengan
kelompok yang rentan terhadap berbagai penyakit oleh karena fungsi fisiologisnya
berangsur-angsur akan berkurang termasuk sistem imum tubuh. Hingga saat ini, virus
Corona telah menginfeksi lebih dari 100.000 penduduk dunia dan sekitar 4.000 orang di
antaranya dinyatakan meninggal dunia. Kematian paling banyak terjadi pada penderita
COVID-19 yang berusia 80 tahun. WHO dan CDC melaporkan bahwa pada usia pra-lansia
(50-59 tahun) angka kematian hampir 2 %, usia 60-69 tahun 4 ?n terus naik menjadi 8
sampai 15 % pada usia diatas 70 tahun. Kematian paling banyak terjadi pada penderita
COVID-19 yang berusia 80 tahun ke atas, dengan persentase mencapai 21,9%.

G. Analisis risiko bencana

1. Hazard / Ancaman
Titik berat upaya penanggulangan krisis kesehatan akibat bencana yaitu melalui upaya
pengurangan risiko krisis kesehatan yang dilakukan sebelum terjadinya bencana dengan
cara mengelola atau mencegah bahaya (hazard), menurunkan kerentanan serta
meningkatkan kapasitas. Di masa pandemi Covid-19 upaya pengurangan risiko bencana
harus diintegrasikan dengan adaptasi kebiasaan baru. Masyarakat diharapkan dapat bersiap
siaga untuk mengantisipasi terjadinya bencana diwilayahnya sekaligus tetap dapat
menerapkan protokol kesehatan untuk pencegahan penyebaran Covid-19. Maksud dan
tujuan kegiatan ini adalah diperuntukkan bagi masyarakat, kader kesehatan maupun relawan
sebagai salah satu bentuk peningkatan kapasitas untuk upaya pengurangan risiko bencana
diwilayahnya yang bertujuan untuk memberikan pengetahuan dan pemahaman dalam
melakukan upaya-upaya sebelum terjadinya krisis kesehatan dalam rangka mengurangi
risiko, pada masa darurat krisis kesehatan untuk mengurangi angka kesakitan dan kematian,
paska krisis kesehatan untuk membangun kembali menjadi lebih baik dan lebih aman.
Kegiatan dilakukan dengan metoda semi luring.

2. Vulnerability / Kerentanan
Menurut Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana nomor 4 tahun 2008
Tentang Pedoman Penyusunan Penanggulangan Bencana (2008), Kerentanan
(vulnerability) adalah keadaan atau sifat/perilaku manusia atau masyarakat yang
menyebabkan ketidakmampuan menghadapi bahaya atau ancaman. Selain itu, tingkat
kerentanan dapat ditinjau dari:
a. Kerentanan fisik merupakan bagaimana ketahanan masyarakat dalam menghadapi
bencana;
b. Kerentanan ekonomi merupakan kemampuan ekonomi masyarakat untuk menentukan
tingkat kerentanan terhadap bahaya. Indikatornya adalah prosentase rumah tangga yang
bekerja di sektor rentan (sektor yang rawan terhadap pemutusan hubungan kerja) dan
masyarakat miskin.
c. Kerentanan sosial merupakan suatu kondisi tingkat kerapuhan dalam menghadapi
bahaya. Jika sosial yang rentan maka dapat dipastikan akan menimbulkan dampak
kerugian yang besar. Hubungan peduli antar sesama atau gotong royong bisa
meminimalkan kondisi di mana pada saat terjadinya bencana;
d. Kerentanan lingkungan merupakan kondisi dimana keadaan lingkungan hidup suatu
masyarakat sangat mempengaruhi kerentanan masyarakat yang tinggal di daerah
tersebut.
3. Capability / Kemampuan
Risiko
Pandemi COVID-19 telah mengubah praktik dan kebiasaan belajar, bukan saja di Indonesia
tapi juga di seluruh dunia. Pembelajaran yang biasanya dilakukan di satuan pendidikan
kemudian berpindah menjadi belajar dari rumah. Guru dan peserta didik terlibat dalam
pembelajaran jarak jauh yang menghadirkan sejumlah tantangan mulai dari ketersediaan
peralatan digital dan jaringan internet, kondisi psikososial peserta didik maupun guru,
disparitas kompetensi guru hingga rendahnya keterlibatan orang tua/wali peserta didik
dalam pembelajaran.
Meski beragam kondisinya, hampir semua peserta didik, guru, dan orang tua mengalami
pengalaman belajar berbeda yang membutuhkan waktu adaptasi. Meski telah banyak
kebijakan dan program untuk mengatasi dampak pandemi COVID-19, perubahan pola
pembelajaran yang begitu drastis berisiko menyebabkan penurunan kualitas pembelajaran.
Padahal kualitas pembelajaran merupakan kunci dari hasil belajar peserta didik. Jika
kualitas belajar menurun, hasil belajar peserta didik pun cenderung menurun (learning loss).
Untuk mengantisipasi hal tersebut, Menteri Kesehatan, Menteri Pendidikan, Kebudayaan,
Riset, dan Teknologi, Menteri Agama, dan Menteri Dalam Negeri telah mengeluarkan Surat
Keputusan Bersama tentang Panduan Penyelenggaraan Pembelajaran PAUDDIKDASMEN
di Masa Pandemi COVID-19. Sebagai upaya menerjemahkan keputusan bersama tersebut
untuk dioperasionalkan oleh guru dan tenaga kependidikan, maka disusun Panduan
Penyelenggaraan Pembelajaran PAUDDIKDASMEN di Masa Pandemi COVID-19.
Panduan ini merupakan alat bantu bagi guru dan tenaga kependidikan sehingga diharapkan
dapat disesuaikan dan dikembangkan berdasarkan kondisi satuan pendidikan dan daerah
masing-masing. Satuan pendidikan dapat melakukan upaya-upaya yang diperlukan untuk
mengembangkan dan mengoptimalkan panduan ini.
4. Analisis risiko bencana
Hidup berdampingan dengan COVID-19, jika dilihat dari perspektif kebencanaan, dapat
diawali dengan aktivitas pra bencana yang antara lain pemaduan dalam perencanaan
pembangunan, analisis risiko bencana (dalam hal ini COVID-19), pengurangan risiko
bencana, perencanaan penanggulangan bencana, pendidikan dan pelatihan. Jika dilihat dari
perspektif kebijakan, serangkaian kebijakan penopang hidup berdampingan pasti diperlukan
agar misalnya perencanaan pembangunan menjadikan aspek risiko bencana menjadi bahan
pertimbangan

H. Siklus manajemen bencana

1. Pencegahan dan Mitigasi

Untuk mencegah penularan covid-19, Satgas merekomendasikan sejumlah hal untuk diterapkan
dalam manajemen bencana saat pandemi.

1. Lakukan pengelompokan Evakuasi

warga berdasarkan penggolongan orang terdampak Covid-19. Sebaiknya, pasien Covid-19


tidak dirawat di daerah dengan risiko bencana tinggi agar tidak perlu dilakukan mobilisasi
pasien saat bencana terjadi. Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) dan pemerintah
daerah disarankan perlu menyiapkan protokol evakuasi khusus untuk melakukan evakuasi
pasien dan pekerja medisnya. BPBD perlu berkoordinasi dengan dinas kesehatan setempat,
agar memiliki data dan mengetahui lokasi-lokasi penderita Covid-19 yang tinggal di area
terdampak bencana.

2. Tanda khusus

Berikan tanda khusus bagi penderita saat evakuasi. Seperti memberikan pita dengan warna
khusus di tangan, serta masker dengan tanda khusus atau tanda lainnya. Perlu ditetapkan TES
dan TEA khusus untuk kasus positif yang terpisah dari masyarakat yang sehat. Ini juga perlu
ditekankan pada pekerja sosial untuk membantu evakuasi kasus positif Covid-19 dengan
dilengkapi APD dan peralatan P3K.

3. Kapasitas tempat evakuasi

Tinjau kembali kapasitas Tempat Evakuasi Sementara (TES) dan Tempat Evakuasi Akhir
(TEA), agar masyarakat bisa menerapkan jaga jarak dan perlu dilakukan disinfeksi secara rutin
sebelum terjadinya bencana.
4. Sosialisasi masif

Lakukan sosilisasi yang massif sebelum pelaksanaan evakuasi. Siapkan rencana evakuasi dan
protokol kesehatan bagi masyarakat. Seperti menjaga jarak, menggunakan masker, menjaga
kebersihan diri dan sekitarnya saat evakuasi dengan melakukan sosialisasi akan hal ini sejak
dini.

5. Evaluasi kondisi RS

Evaluasi rumah menangani pasien Covid-19 terdampak bencana alam. Jika terdampak, pihak
rumah sakit agar mempertimbangkan merujuk pasien Covid-19 ke rumah sakit rujukan lain
tedekat.

6. Swab antigen massal

Melaksanakan swab antigen massal pada daerah-daerah terdampak bencana. Pengungsi yang
reaktif akan dirujuk ke dinas kesehatan setempat untuk penanganan lebih lanjut.

7. Sarana prasarana di pengungsian

Di lokasi pengungsian pastikan ketersediaan sarana kebersihan. Seperti air bersih, peralatan
cuci tangan, sabun dan hand sanitizer. Siapkan juga sarana dan prasarana serta protokol
kesehatan dengan menyediakan cadangan alat pelindung diri (APD) dan termometer sebagai
bagian dari peralatan P3K.

8. Libatkan masyarakat

Yang tak kalah penting dalam manajemen bencana saat pandemi ialah melibatkan masyarakat
dan pemerintah daerah untuk bergotong royong melalui rencana kesiapsiagaan di masa
pandemi. (H-2)  

 Mitigasi bencana virus COVID 19, terdiri dari :

Mitigasi sebelum bencana virus COVID 19 (Pra bencana). Bentuk mitigasi yang dapat
dilakukan pada saat sebelum bencana virus COVID 19 adalah mempersiapkan fasilitas medis
dan tenaga kesehatan yang memadai serta memberikan penyuluhan kepada masyarakat tentang
bahaya COVID 19. Tindakan pencegahan bencana juga dapat dilakukan dengan menutup
kedatangan dari negara - negara yang telah terjangkit COVID 19.

Mitigasi pada saat bencana virus COVID 19 (Saat bencana). Bentuk mitigasi yang dapat
dilakukan pada saat terjadi nya bencana virus COVID 19 adalah dengan menyediakan rumah
sakit dan fasilitas untuk isolasi pasien, mengurangi penyebaran virus dengan menutup
sementara fasilitas umum, menyelenggarakan karantina wilayah yang telah menjadi zona merah
serta memberikan bantuan kepada masyarakat yang terdampak bencana.

2. Kesiapsiagaan

Pada masa pandemi Covid-19, bencana akan terasa lebih berat dirasakan masyarakat. Situasi
seperti ini membuat kelompok rentan seperti ibu hamil, bayi, anak-anak dan lanjut usia mudah
terserang penyakit dan kekurangan gizi. Akses terhadap pelayanan kesehatan dan pangan
menjadi semakin berkurang. Air bersih sangat langka akibat terbatasnya persediaan dan
banyaknya jumlah orang yang membutuhkan serta kondisi sanitasi yang buruk. Dalam keadaan
yang seperti ini risiko dan penularan penyakit khususnya Covid-19 meningkat.
Dalam menghadapi bencana di masa pandemi Covid-19, yang perlu disiapkan adalah sebagai
berikut.

1. Kenali ancaman bencana di sekitar, pantau berita terkait ancaman bencana


2. Lengkapi perlengkapan siaga bencana dengan masker cadangan, hand sanitizer, dan alat mandi
3. Rencanakan tempat evakuasi yang aman dengan tetap menjaga jarak
4. Memakai masker apabila keluar
5. Rajin mencuci tangan pakai sabun dengan air mengalir minimal 20 detik
6. Jaga jarak dengan orang lain minimal 1 meter
7. Rutin berolahraga
8. Mengikuti akun media sosial penting
9. Mencatat nomor telepon penting
10. Melakukan simulasi bencana di rumah bersama keluarga sebagai langkah persiapan ketika
terjadi bencana

Tidak hanya siaga dengan bencana, pada masa pandemi ini sangat penting untuk tetap
melaksanakan protokol kesehatan disiplin 3M, selalu menggunakan masker, rutin mencuci
tangan dengan sabun pada air yang mengalir selama 20 detik atau menggunakan hand sanitizer,
menjaga jarak dengan orang lain minimal 1 meter.

3. Tanggap Darurat Bencana

untuk mempercepat penanganannya, Presiden RI mengeluarkan Keppres No. 7 Tahun 2020


Gugus Tugas Percepatan Penanganan Coronavirus Disease (COVID-19) menunjuk BNPB
sebagai koordinator. Sampai saat ini belum ada perubahan status, masih status keadaan tertentu
sehingga Kepala BNPB mempunyai kewenangan melaksanakan penyelenggaraan
penanggulangan bencana termasuk kemudahan akses dalam penanganan darurat bencana
sampai batas waktu tertentu.

Sesuai dengan UU 24/2007 dan arahan Presiden maka pemerintah daerah mempunyai
kewenangan untuk menentukan status keadaan darurat yaitu Siaga Darurat atau Tanggap
Darurat. Keppres No. 7 tahun 2020 tentang Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19
juga dapat dijadikan acuan. Dengan menetapkan Status Siaga / Tanggap Darurat COVID-19
berarti Pemda siap bekerja 24 jam 7 hari dan mengerahkan segala sumberdaya yang ada untuk
menyelamatkan rakyat di daerahnya dari penyakit coronavirus (Covid-19).

Selain itu dapat juga menggunakan Dana Siap Pakai (DSP) dan anggaran Belanja Tidak
Terduga (BTT) daerah untuk menangani status keadaan tertentu ini. Kementerian Keuangan
juga sudah memberi kewenangan untuk Refocussing Kegiatan dan Realokasi Anggaran
Kementerian/Lembaga dalam Rangka Percepatan Penanganan Covid-19 yang tertuang dalam
surat edaran Menteri Keuangan Nomer SE-6/MK.02/2020 untuk keperluan percepatan
penanggulangan Covid-19 ini.

Sementara itu, mengenai Work From Home (WFH) tidak didasarkan pada Surat Keputusan
Kepala BNPB Nomor 13.A tahun 2020. Mengenai hal tersebut dikembalikan dan ditentukan
oleh pemangku kebijakan seperti kepala daerah/menteri/pimpinan kantor masing-masing. 
Salah satunya melakukan jarak sosial atau social distancing seperti menghindari pertemuan di
ruang publik dalam jumlah massa yang banyak, dengan maksud dan tujuan untuk mencegah
penyebaran virus corona ke dan dari orang lain.
4. Pemulihan

Pemerintah pusat telah melakukan berbagai upaya untuk menangani pandemi Covid-19. Di
sektor kesehatan, pemerintah telah berupaya mempercepat pelaksanaan tracing, testing, dan
treatment (3T), memenuhi obat antiviral untuk pengobatan pasien Covid-19, pemenuhan
kebutuhan oksigen, percepatan vaksinasi untuk seluruh penduduk Indonesia.

 Di sektor ekonomi, pemerintah telah melakukan percepatan dalam penyaluran ragam bantuan
sosial (bansos) untuk masyarakat. Serta di sektor lainnya, pemerintah telah mengeluarkan
skema-skema kebijakan untuk meminimalisir dampak pandemi. Semuanya dilakukan semata-
mata untuk melindungi seluruh masyarakat Indonesia. 

I. Peran perawat dalam manajemen bencana

fungsi dan tugas perawat dalam situasi bencana dapat dijabarkan menurut fase dan keadaan
yang berlaku saat terjadi bencana seperti dibawah ini;

a. Fase Pra-bencana:
a. Perawat mengikuti pendidikan dan pelatihan bagi tenaga kesehatan dalam
penanggulangan ancaman bencana untuk setiap fasenya.
b. Perawat ikut terlibat dalam berbagai dinas pemerintahan, organisasi lingkungan,
palang merah nasional, maupun lembaga-lembaga kemasyarakatan dalam
memberikan penyuluhan dan simulasi persiapan menghadapi ancaman bencana
kepada masyarakat.
c. Perawat terlibat dalam program promosi kesehatan untuk meningkatkan kesiapan
masyarakat dalam menghadapi bencana yang meliputi hal-hal berikut.
 Usaha pertolongan diri sendiri (pada masyarakat tersebut).
 Pelatihan pertolongan pertama pada keluarga seperti menolong anggota keluarga
yang lain.
 Pembekalan informasi tentang bagaimana menyimpan dan membawa persediaan
makanan dan penggunaan air yang aman.
 Perawat juga dapat memberikan beberapa alamat dan nomor telepon darurat seperti
dinas kebakaran, rumah sakit, dan ambulans.
 Memberikan informasi tempat-tempat alternatif penampungan dan posko-posko
bencana.
 Memberikan informasi tentang perlengkapan yang dapat dibawa seperti pakaian
seperlunya, radio portable, senter beserta baterainya, dan lainnya.

b. Fase Bencana:
 Bertindak cepat
 Do not promise. Perawat seharusnya tidak menjanjikan apapun dengan pasti, dengan
maksud memberikan harapan yang besar pada para korban selamat.
 Berkonsentrasi penuh pada apa yang dilakukan.
 Koordinasi danmenciptakan kepemimpinan.
 Untuk jangka panjang, bersama-sama pihak yang terkait dapat mendiskusikan dan
merancang master plan of revitalizing, biasanya untuk jangka waktu 30 bulan pertama.

c. Fase Pasca bencana


 Bencana tentu memberikan bekas khusus bagi keadaaan fisik, sosial, dan psikologis
korban.
 Stres psikologis yang terjadi dapat terus berkembang hingga terjadi posttraumatic
stress disorder (PTSD) yang merupakan sindrom dengan tiga kriteria utama.
Pertama, gejala trauma pasti dapat dikenali. Kedua, individu tersebut mengalami
gejala ulang traumanya melalui flashback, mimpi, ataupun peristiwaperistiwa yang
memacunya. Ketga, individu akan menunjukkan gangguan fisik. Selain itu, individu
dengan PTSD dapat mengalami penurunan konsentrasi, perasaan bersalah, dan
gangguan memori.
 Tim kesehatan bersama masyarakat dan profesi lain yang terkait bekerja sama
dengan unsur lintas sektor menangani masalah kesehatan masyarakat pascagawat
darurat serta mempercepat fase pemulihan menuju keadaan sehat dan aman.

J. Hospital Disaster Plan

Pada situasi bencana, Rumah Sakit akan menjadi tujuan akhir dalam menangani korban
sehingga RS harus melakukan persiapan yang cukup. Sesuai amanah dari Undang-Undang No
44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit, pada Bab VIII Pasal 29 huruf f, menyebutkan kewajiban
RS untuk melaksanakan fungsi sosial dengan memberikan fasilitas pelayanan pasien khususnya
pada saat terjadi bencana dan kondisi kedaruratan.

Persiapan tersebut dapat diwujudkan diantaranya dalam bentuk menyusun perencanaan


menghadapi situasi darurat atau rencana kontingensi, yang juga dimaksudkan agar RS tetap
bisa berfungsi-hari terhadap pasien yang sudah ada sebelumnya (business continuity plan).
Rencana tersebut umumnya disebut sebagai Rencana Penanggulangan Bencana di Rumah
Sakit, atau Hospital Disaster Plan (HDP).

Disaster Plan ini disusun khusus untuk mendokumentasikan semua upaya yang
dilakukan oleh RS dan sekaligus sebagai panduan dalam menangani lonjakan pasien yang
timbul karena epidemic khususnya saat terjadi pandemic COVID-19.Dalam Disaster Plan ini
akan diuraikan Empat Fase dalam manajemen kedaruratan:
1) Mitigation
Keberhasilan menangani situasi kritis pada masa bencana tergantung pada persiapan yang
dilakukan pada masa pra-bencana. Prosedur disiapkan berdasarkan ancaman yang potensial
maupun pernah terjadi. Masalah pembiayaan supaya dianggap sebagai investasi yang
berdasar pada pengalaman, sudah terbukti bermanfaat.

Pada saat informasi tentang COVID-19 telah banyak diketahui namun belum ada pasien
suspek yang dirawat di rumah sakit, upaya yang dilakukan Rumah Sakit pada fase ini
adalah :

a) Menyiapkan referensi tentang COVID-19


b) Mengikuti seminar tentang COVID-19
c) Menyiapkan Hazard Vulnerability Assessment (HVA) dan hasilnya didapatkan bahwa
kemungkinan COVID-19 dapat muncul karena:
 terdapat kawasan industri dan beberapa WNA tinggal di sekitar kawasan tersebut.
 Jalur lalu lintas yang padat
d) Melakukan self assessment kesiapan menghadapi bencana secara umum dengan
menggunakan Hospital Safety Index:
1) Bahaya yang mempengaruhi keamanan RS dan peran RS dalam penanganan darurat
dan penanggulangan bencana (identifikasi risiko)
2) Keamanan structural
3) Keamanan non structural
4) Penanganan darurat dan bencana
5) Melakukan self assessment kesiapan menghadapi bencana khususnya COVID-19
dengan menggunakan Instrumen Comprehensive Hospital Preparedness Checklist
for COVID-19, dengan modul sebagai berikut:
a. Struktur untuk perencanaan dan pengambilan keputusan
b. Rencana pengambangan tertulis COVID-19
c. Elemen rencana COVID 19
d. Fasilitas komunikasi
e. Peralatan suplai medis yang bisa dipakai dan tahan lama
f. Identifikasi dan manajemen pasien yang sakit
g. Akes dan pergerakan pengunjung di dalam fasilitas
h. Kesehatan kerja
i. Pendidikan dan pelatihan
j. Layanan kesehatan/lonjakan kapasitas
2) Preparedness / Kesiapsiagaan
Rumah Sakit segera mengidentifikasi dan menyiapkan sumber daya yang akan digunakan
jika terjadi kondisi kedaruratan / bencana akibat COVID-19. Tindakan yang dilakukan
untuk menyiapkan kapasitas dan identifikasi sumber daya yang digunakan saat terjadi
emergensi.

a. Membentuk Tim Penanggulangan COVID-19


b. Menyiapkan kegiatan skrining dan triase
c. Menyiapkan Ruang Isolasi Biasa dan Khusus dengan Hepa Filter.
d. Menyiapkan area perawatan
e. Mengatur ulang kecukupan ruangan perawatan
f. Menyiapkan Fasilitas / Sarana-prasarana termasuk Rapid
g. Test dan VTM untuk swab.
1. Inventory sumber daya
Beberapa sumber daya penting terkait pelayanan pasien suspek COVID-19 adalah:

- Jumlah SDM khususnya di IGD dan Ruang Isolasi


- Jumlah APD, Desinfektan, Baju kerjaOrientasi staf
2. Staf diberikan pelatihan singkat tentang penanganan
pasien, spesimen, serta strategi lainnya misalnya skrining pengunjung di RS,
pembatasan jam berkunjung dan wajib menggunakan masker.

3. Planning lanjutan
- Membatasi jalur masuk pasien dan pengunjung hanya melalui satu titik/pintu
untuk memudahkan screening dan meningkatkan keamanan
- Mengatur area parkir kendaraan
- Mengatur penggunaan APD
- Mengatur pengelolaan sampah medis
- Mengatur keuangan
- Menerapkan Physical Distancing di semua area
3) Response / Tanggap Bencana
Dalam fase ini sudah ada suspek dan bahkan pasien yang dirujuk ke RS sehingga perlu
mengembangkan dan menerapkan proses untuk menangani lonjakan mendadak (outbreak)
penyakit infeksi airborne.

Langkah yang dilakukan pada fase ini adalah :

a. Regulasi Skenario Penempatan Pasien


Pasien Terkonfirmasi Positif COVID-19 akan langsung ditempatkan di Ruang Isolasi
Biasa dan apabila terdapat komorbid lainnya dapat ditempatkan di Ruang Isolasi
Khusus dengan Hepa Filter.

b. Penyediaan Ruangan Isolasi


c. Edukasi Staf tentang Pengelolaan Pasien Infeksius jika terjadi outbreak penyakit infeksi
airborne.
PENGELOLAAN SUMBER DAYA

1. Pengelolaan SDM
2. Penyediaan APD
Selain dari Pengadaan Dana Insentif Daerah dan Donasi juga RS menyediakan APD
dari modifikasi peralatan sederhana.

3. Penyediaan Peralatan medis


Peralatan Medis yang perlu ditambah adalah Patient Monitor, ventilator, Bed pasien,
Nakas, Tiang Infus dan Lemari Obat Pasien

4. Sarana penunjang – Pengelolaan Limbah Medis dan Kesehatan Lingkungan


Penyimpanan limbah medis khusus pasien COVID dikemas dalam styrofoam dan
diberi lakban di TPS serta dilakukan penyemprotan desinfektan di setiap unit setiap
hari

5. Penyediaan Gizi dan Pemberian Makanan Tambahan bagi Tenaga Kesehatan


Bagi Pasien yang dirawat di ruang isolasi digunakan peralatan makan sekali pakai.

4) Recovery/ Pemulihan
Disaster Plan RS sudah seharusnya dibuat untuk mengantisipasi fase pemulihan, dan untuk
itu sebaiknya disusun dengan mempertimbangkan komponen-komponen: kebijakan
penunjang, struktur organisasi dengan pembagian tugas dan sistem komando yang jelas,
sistim komunikasi – informasi, pelaporan data, perencanaan fasilitas penunjang, serta
sistem evaluasi dan pengembangan.

a. Inventory
Semua barang habis pakai dan APD termasuk yang didapat dari Donasi harus tercatat
pada aplikasi inventory termasuk untuk distribusinya. Pemantauan stok harus terus
dilakukan agar pelayanan dapat optimal.

b. Perencanaan
- Perlu dibuat regulasi Rapid Test COVID -19 untuk semua pasien, staf dan
pengunjung sebagai penunjang diagnostic.
- Skrining dan triase wajib dilaksanakan
- Perlu Gedung perawatan khusus bagi pasien positif COVID-19 termasuk bagi ODP
dan OTG. Perubahan atau pengalihan ruangan yang sudah ada ditambah untuk
perawatan pasien COVID-19 dapat menampung semaksimal mungkin.
- Ruang public wajib dilengkapi fasilitas cuci tangan, distancing dan seluruh
pengunjung/tamu wajib menggunakan masker
- Penyediaan Hepa Filter dan Ventilasi Mekanik lainnya perlu segera diupayakan
untuk seluruh ruang tindakan.
- Peningkatan sistem informasi / teknologi informasi sebagai sarana komunikasi
wajib dan menghindari kontak langsung.
- Optimalisasi kapasitas penerimaan dan penanganan pasien.
- Pengorganisasian kerja secara profesional, sehingga korban/pasien tetap dapat
ditangani secara individu, termasuk pasien yg sudah dirawat sebelum bencana
terjadi.
- Penanganan korban di luar RS, bantuan medis diberikan dalam bentuk pengiriman
tenaga medis maupun logistik medis yang diperlukan.
- Seluruh alat medis dan alat habis pakai yang khusus untuk COVID-19 wajib untuk
selalu tersedia.
BAB III
PENUTUP
1. Kesimpulan
Menghadapi dampak pandemi global Covid-19, Kepala Negara meminta kerja sama antara
pemerintah pusat dan daerah dan sinergi erat antara keduanya dibutuhkan untuk mencegah
penyebaran lebih lanjut Covid-19 hingga ke daerah-daerah. Pemerintah daerah memainkan
peran utama untuk memastikan semua upaya penanganan Covid-19 berjalan baik dan harus
memperhatikan kebijakan pemerintah pusat untuk pengambilan sebuah kebijakan lokal agar
tidak menimbulkan masalah dalam implementasi program di daerah. Kepala daerah dalam
menanggulangi wabah virus corona juga harus dapat mengedepankan sinergitas dan
kerjasama agar lebih efektif dan efsien.
Masalah wabah Covid-19 sangat kompleks sehingga tidak bisa ditangani secara parsial atau
secara sendiri-sendiri dan sektoral. Dibutuhkan kerjasama semua pihak untuk menghadapi
wabah ini karena persoalannya sudah menyebar ke hampir semua wilayah dan berimbas ke
berbagai sendi kehidupan sosial dan ekonomi kita. Ini sudah menjadi masalah nasional dan
bahkan global, yang harus ditangani secara komprehensif dan terpadu.
Prioritas utama saat ini adalah penanganan kesehatan dan pemenuhan kebutuhan pokok
rakyat. Untuk itu, pemerintah mengerahkan seluruh sumber daya dari sisi keuangan untuk
mendukung penanganan Covid-19. Dalam hal ini, pemerintah telah membuat berbagai
peraturan perundang-undangan yang mendorong pemerintah daerah untuk melakukan
refocusing anggaran dan realokasi anggaran untuk tujuan penanganan Covid-19. Dengan
demikian, tidak ada alasan bagi pemerintah daerah untuk tidak menjalankan program dan
kegiatan pencegahan dan penanganan Covid-19 karena ketiadaan anggaran. Pemerintah
daerah memiliki peran yang sangat penting dalam pencegahan dan penanganan Covid-19 di
daerah kewenangannya dan terus didorong untuk segera menyusun langkah dalam
penanganan Covid-19.Wabah Covid-19 ini tidak semata-mata menjadi persoalan kesehatan
saja, namun wabah ini memunculkan kerentanan ekonomi dan sosial yang harus dicarikan
solusi. Karenanya harus ada pendekatan yang multidimensi untuk kepentingan bersama dan
saling mengisi satu sama lain. Perlu ada upaya bersama untuk mencegah penyebaran dan
edukasi tentang risiko penularan virus, peningkatan sistem kekebalan tubuh, peningkatan
kapasitas sistem kesehatan baik tenaga medis maupun sarana pendukung kesehatan,
peningkatan ketahanan pangan dan industri alat kesehatan, serta penguatan jaring
pengaman sosial nasional dan stimulus ekonomi.
2. Saran
a. Pencegahan Penyebaran Penularan Covid-19 Masyarakat Indonesia sangat beragam
dengan kultur cukup kuat sehingga cenderung berinteraksi secara komunal. Masing-masing
daerah di tanah air memiliki keragaman termasuk pola interaksinya. Meskipun ada
beberapa kasus masyarakat yang tidak taat aturan, tetapi di sisi lain tidak sedikit masyarakat
yang mematuhi aturan pemerintah dengan tetap berdiam diri dirumah. Guna memutus
mata rantai penularan, pemerintah menginstruksikan masyarakat untuk mematuhi sejumlah
protokol pencegahan virus corona, termasuk menjalani jarak sosial (social distancing), jarak
fsik (physical distancing), dan bahkan pembatasan sosial berskala besar (PSBB). Berikut
beberapa saran untuk pencegahan penularan:
- Edukasi kepada masyarakat dalam bentuk diseminasi protokol pencegahan penularan
virus. Terdapat 22 protokol yang dikeluarkan Kementerian Kesehatan serta Gugus Tugas
Nasional dan telah diedarkan ke masyarakat luas. Pemerintah daerah dapat
mengembangkan protokol spesifk yang mungkin dibutuhkan sesuai dengan konteks
kedaerahan.
- Peran aktif pemerintah daerah dalam melakukan diseminasi dan sosialisasi kepada
masyarakat lokal dengan melibatkan semua unsur dalam masyarakat seperti pemuka
agama, pemangku adat dan organisasi kemasyarakatan.
- Penerapan tatalaksana identifkasi dan pencegahan dan pengedalian infeksi. Lebih lanjut
dibutuhkan tes pemeriksaan terhadap pasien dalam pengawasan.
- Pelaksanaan secara efektif dan efsien deteksi dan respons di setiap pintu masuk wilayah
untuk identifkasi ODP, PDP, dan kasus konfrmasi positif.

Daftar Pustaka
https://bpbd.grobogan.go.id/Defenisi-Bencana/
http://eprints.ums.ac.id/30598/2/BAB_I.pdf
https://jausan.id/bencana-pengertian-klasifikasi-dan-tinjauan-sejarah/
http://rsudsoekandar.mojokertokab.go.id/
http://repository.uki.ac.id/2714/1/
BUKUMATERIPEMBELAJARANMANAJEMENGAWATDARURAT.pdf

Akiko Saka, 2007. Long-term nursing needs during the disaster that is different from Acute Phase.
Mariko Ohara, Akiko Sakai. (Editorial Supervision): Disaster Nursing, Nanzandou, hlm.79.

Affeltrnger, B., Alcedo, Amman, W.J., Arnold, M., 2006. Living with Risk, “A Global Review of
Disaster Reduction Initiatives”. Buku terjemahan oleh MPBI (Masyarakat Penanggulangan
Bencana Indonesia), Jakarta.

https://mediaindonesia.com/humaniora/378815/cegah-klaster-covid-19-ini-manajemen-bencana-
saat-pandemi
https://promkes.kemkes.go.id/siap-siaga-bencana-di-masa-pandemi-covid-19
https://www.dinkes.jogjaprov.go.id/berita/detail/seberapa-penting-kegiatan-sosialisasi-
penanggulangan-bencana-di-masa-pandemi-oleh-seksi-kesehatan-dasar-rujukan-dan-kesehatan-
khusus

https://www.google.com/url?sa=t&source=web&rct=j&url=http://jurnal.um-tapsel.ac.id/
index.php/nusantara/article/download/2127/1351&ved=2ahUKEwiMmpH--
p3zAhVDWH0KHd__AS8QFnoECAQQAQ&usg=AOvVaw1aluhcW93HrN_QulbJlnlD

https://spab.kemdikbud.go.id/?cat=3

https://iap2.or.id/hidup-berdampingan-dengan-covid-19-dan-partisipasi-publik/

https://repository.uhn.ac.id/bitstream/handle/123456789/4515/Ever%20Lasting%20C.
%20Zega.pdf?sequence=1&isAllowed=y

American Heart Association.(2010). Adult Basic Life Support.


http://circ.ahajournals.org/cgi/content/full/122/18_suppl_3/S685, diakses tanggal 20 April 2010.
American Heart Association.(2010). Pediatric Basic Life Support.
http://circ.ahajournals.org/Cgi/content/full/122/18_suppl_3/S685, diakses tanggal 20 April 2010.

Anda mungkin juga menyukai