Anda di halaman 1dari 2

Di pulau Lombok terdapat dua varian Islam yang dipisahkan secara diametral, yakni antara Islam

Wetu Telu dan Islam Wetu Lima. Islam Wetu Telu dapat dikategorikan sebagai agama tradisional,
sementra Islam Waktu Lima dikategorikan sebagai agama Samawi.

- Wetu Telu, orang Sasak yang meskipun mengaku Muslim masih sangat percaya terhadap
ketuhanan animistik leluhur maupun benda-benda.
- Waktu lima adalah orang muslim Sasak yang mengikuti ajaran Syari’ah secara lebih utuh
sebagaimana diajarkan AL-Qur’an dan Hadits. Mengikuti dikotomi Geertz (1960), agama
Wetu Telu lebih mirip dengan Islam Abangan yang sinkretik, walaupun Waktu Lima tidaklah
juga seperti bentuk Islam Santri.(Erni, 2000) Berdasarkam kebiasaan keagamaan mereka,
Waktu Lima ditandai dengan ketaatan tinggi terhdap ajaranajaran Islam. Komitmen mereka
terhadap Syari’ah lebih besar dibandingkan dengan Wetu Telu.

Sehari-harinya ibadah mereka terwujud dalam ketaatan terhadap lima Rukun Islam. Sedangkan
Wetu Telu adalah orang Sasak yang meskipun mengaku Muslim namun terus memuja roh para
leluhur, berbagai dewa-dewa lainnya di dalam kepercayaan lokalitas mereka. Dalam pelaksanaan
ibadah kesehariannya mereka cenderung mengabaikan praktek rutin Islam yang dianggap wajib
kalangan Islam pada umumnya.

- Ada tiga tahap perkembangan masyarakat menurut Auguste Comte, yaitu tahap teologis, tahap
metafisik, dan tahap positif.

1.Tahap teologis Pertama, manusia percaya pada kekuatan benda-benda yang berjiwa atau yang
biasa di kenal dengan animisme. Kedua, dalam setiap kejadian pada alam semesta dikendalikan
oleh dewa-dewa. Ada dewa api, dewa lautan, dewa angin, dan seterusnya. Ketiga, merupakan
tahapan yang paling tinggi, yang di mana pada tahap ini orang mengganti dewa yang bermacam-
macam dengan satu tokoh tertinggi yaitu dalam monotheisme. Pada jenjang teologi dijelaskan
dengan hal-hal yang bersifat adikodrati atau kodrat yang bersifat ilahiah. (Kolip: 11).

2. Tahap Metafisik Tahapan ini adalah transisi yang merupakan varian dari cara berpikir teologi,
karena pada tahap ini dewa-dewa hanya diganti dengan kekuatan abstrak atau dengan benda-
benda lahiriah, yang dipersatukan dalam sifat umum yang disebut dengan alam. Pada jenjang
metafisik, manusia memahami sesuatu dengan mengacu pada hal-hal yang bersifat abstrak

3. Tahap Positif Pada tahap ini, manusia tidak mau lagi mencari asal dan tujuan terakhir dari
seluruh alam semesta ini. Sekarang orang-orang mencari kesamaan antara hukum yang disajikan
dengan fakta-fakta seluruh masyarakat.

4. Emosi keagamaan membutuhkan suatu objek tujuan. Objek tersebut menarik perhatian
masyarakat umumnya dan dianggap keramat atau profan (suci). Objek lain yang tidak mendapat
nilai keagamaan dipandang tidak profan. 5. Objek keramat ini sebagai simbol perekat
masyarakat suku asli Australia, objek keramat ini bias berupa binatang atau umbuhtumbuhan.
Objek keramat ini selanjutnya disebut Totem. Totem bisa berupa tumbuhan atau binatang yang
melambangkan solidaritas klen dan selanjutnya membangkitkan sentimen keagamaan atau
emosi keagamaan

Konsep unsur-unsur penting yang tertanam dalam ajaran Wetu Telu adalah:

1. Rahasia atau Asma yang mewujud dalam panca indera tubuh manusia.
2. Simpanan Ujud Allah yang termanifesmempresentasikan garis ayah atau laki -laki, sementara
Hawa mempresentasikan garis ibu atau perempuan. Masing-masing menyebarkan empat organ
pada tubuh Seorang anak masih tetap Boda sampai ia dikhitan.

3. Merosok atau Meratakan Gigi, merupakan upacara yang menandai peralihan dari kanak-
kanak menjadi dewasa. Dalam upacara ini, pemangku atau kyai menghaluskan gigi bagian depan
anak laki-laki dan gadis remaja yang berbaring di berugak.

4. Merari/mulang atau mencuri gadis dan Metikah atau perkawinan

Di Lombok terdapat dua varian Islam yang dipisahkan secara diametral, yakni antara Islam Wetu
Telu dan Islam Waktu Lima. Salah satu komunitas Wetu Telu yaitu di Bayan, mengemukakan
bahwa ada empat konsepsi mengenai Wetu Telu. Pertama, adanya suatu pandangan yang
berasumsi bahwa kata Wetu berasal dari kata Metu yang berarti muncul atau datang dari,
sedangkan Telu berarti tiga. Secara simbolis, ini mengungkapkan bahwa semua makhluk hidup
muncul atau metu melalui tiga macam reproduksi yaitu melahirkan atau menganak, bertelur
atau menteluk, dan berkembang biak dari benih atau mentiuk. Kepercayaan Wetu Telu tidak
hanya pada system reproduksi saja, melainkan juga menunjuk pada Kekuasaan Tuhan untuk
mengembangbiakkan diri melalui mekanisme reproduksi tersebut. Kedua, yaitu persepsi bahwa
Wetu Telu melambangkan ketergantungan satu sama lain antara makhluk hidup.

Anda mungkin juga menyukai