Anda di halaman 1dari 6

Bahan Khotbah Minggu 12 Februari 2023 (SEXAGESIMA)

Evangelium : Mazmur 119:1-8


Thema : Kebahagiaan Orang Yang Hidup Menurut Taurat Tuhan
Kitab Mazmur, menurut tradisinya, Raja Daud adalah orang yang menulis Kitab Mazmur. Daud adalah
seorang yang takut akan Tuhan. Hal itu nampak dari muatan-muatan dari kitab-kitab yang ia tuliskan. Apabila
kita membacanya kita dapat melihat bagaimana ia hidup dengan takut akan Tuhan. Seiring dengan
berjalannya waktu dan semakin berkembangnya pemahaman dalam bidang Teologi, berkembang pemahaman
bahwa Kitab Mazmur tidak seluruhnya dituliskan oleh Daud. Terdapat beberapa kitab yang dimuat dalam
Kitab Mazmur yang ditulis oleh penulis atau kontributor lain. Meski demikian, tema utama kitab Mazmur
tetap dalam satu inti, yaitu sikap takut akan Tuhan serta sikap tunduk kepada firman Tuhan.

Jika dikatakan “Taurat” atau “Taurat Tuhan”, barangkali kita akan berpikir bahwa yang dimaksudkan
dalam hal ini adalah hukum serta peraturan-peraturan yang akan dan penting untuk dilaksanakan. Jika kita
amati, tidak banyak orang yang suka dengan hukum dan peraturan-peraturan, apalagi melakukannya. Bahkan
sampai ada istilah “aturan ada untuk dilanggar.” Sesungguhnya itu adalah sebuah prinsip yang salah, meski
tidak dapat dipungkiri bahwa sikap yang demikian cenderung dihidupi oleh banyak orang.

Lebih lanjut dijelaskan juga bagaimana sejatinya kehidupan orang Kristen yang hidup menurut Taurat
Tuhan.

1. Berbahagialah orang yang hidup menurut Taurat Tuhan (ayat 1-3)


Dalam ayat 1-3 pemazmur menyampaikan bahwa bagaimana kehidupan orang yang hidup menurut Taurat
Tuhan. Menghidupi Taurat Tuhan itu tidak hanya sekadar mengenal maupun mempelajarinya, tetapi juga
harus menghidupinya dalam kehidupan sehari-hari dan harus menjadikannya sebagai jalan kehidupan. Jika
demikian barangkali kita akan berpikir, “ternyata begitu berat mengikut Tuhan itu.” Karena harus dengan hati
yang sungguh-sungguh dalam menghidupi Taurat Tuhan, tidak bisa setengah-setengah. Dalam bahasa yang
lebih sederhana, ternyata banyak juga aturan-aturan yang harus diikuti dalam mengikut Dia. Padahal manusia
begitu sering jatuh ke dalam dosa yang bertentangan dengan hukum Tuhan. Jadi memang begitu beratlah
mengikut Tuhan ini. Tentu saja ada yang berpikir demikian. Sehingga membuatnya menjadi takut kepada
Taurat Tuhan. Namun dalam khotbah kita ini justru pemahaman yang sebaliknya yang disampaikan oleh
pemazmur. Taurat Tuhan bukan untuk ditakuti atau tidak dilakukan karena merasa berat untuk
melakukannya. Kita takut hidup kita terkekang karena harus mematuhi Taurat Tuhan. Padahal justru
sebaliknya, pemazmur menyampaikan, orang yang hidup menurut Taurat Tuhan adalah orang yang
berbahagia. Mengapa dikatakan berbahagia? Pemazmur menyebutkannya dalam ayat berikutnya.

2. Allah sendiri yang menyampaikan Titah-Nya (ayat 4)


Namun dalam ayat ini disebutkan bahwa Allah sendirilah yang menyampaikan Titah-titah-Nya untuk
dipatuhi oleh orang percaya kepada-Nya. Dari sini kita memahami bahwa meskipun yang berkhotbah dalam
gereja, yang menyampaikan firman Tuhan dalam ibadah itu seorang manusia, atau kita membaca firman-Nya
secara tertulis dalam Alkitab atau media lainnya, sesungguhnya Ia sendirilah yang menyampaikan hukum,
titah maupun firman-Nya kepada kita. Manusia atau media seperti Alkitab itu hanya sebagai alat yang dipakai
oleh Tuhan untuk menyampaikan hukum, titah maupun firman-Nya kepada kita. Oleh sebab itu tidak ada lagi
keraguan akan kebenaran-Nya, karena Ia sendirilah yang menyampaikannya. Sehingga jika kita berkata dan
mengaku diri kita sebagai orang yang percaya kepada-Nya haruslah kita mengikuti dan menghidupi pesan,
firman, Titah maupun Taurat Tuhan itu.

Ada satu poin menarik dari nas ini. Jika kita perhatikan dari ayat pertama sampai ayat delapan, berkaitan
dengan tema khotbah kita, “Taurat” lah yang menjadi kata kuncinya dan kata itu disebutkan dalam ayat 1,
namun di ayat berikutnya, penyebutannya kemudian bervariasi, ayat 2 “peringatan-peringatan,” ayat 4 “titah-
titah,” ayat 5 dan 8 “ketetapan,” ayat 6 “perintah” dan di ayat 7 “hukum-hukum.” Barangkali kita jadi bingung,
yang manakah akan kita pegang dari penyebutan istilah-istilah ini? Saya berpikir kita perlu tidak mengkaji
istilah-istilah ini secara mendalam lewat mempelajari bahasa aslinya karena pembahasannya akan panjang.
Walau ada beberapa penyebutan istilah dalam nas ini, tujuannya tetap sama. Hal itulah yang sangat penting
untuk dipegang oleh orang percaya. Dari beragam istilah yang sudah disebutkan itu, kita bisa
menanamkannya dalam diri kita masing-masing, bahwa Taurat Tuhan itu menjadi peringatan, titah,
ketetapan, perintah dan hukum bagi kita agar kita berjalan menurut kebenaran dan aturan firman-Nya
(Taurat-Nya).

3. Orang yang berpegang pada Taurat Tuhan tidak akan mendapat malu (ayat 5-6)
Orang yang hidup menurut Taurat Tuhan, tidak akan mendapat malu (ayat 6). Tentu kita semua tahu,
bahwa Taurat Tuhan itu adalah baik adanya. Karenanya jika kita hidup menurut Taurat Tuhan, maka
kehidupan kita pun akan menjadi baik. Namun apabila diperhadapkan dengan kehidupan seperti sekarang ini,
orang yang benar terkadang dibenci. Apalagi jika menegakkan kebenaran di hadapan orang-orang yang
melakukan kejahatan. Sering sekali orang berkata, “sok suci, perasaan bersih” dan yang lainnya. Dalam
keadaan yang demikian bisa saja kita berpikiran, “mengapa aku dibenci, mengapa hal yang tidak baik datang
kepadaku, padahal aku telah berlaku baik, berbuat sesuai dengan firman Tuhan.” Akan tetapi Yesus berkata,
“berbahagialah orang yang dianiaya oleh sebab kebenaran, karena merekalah yang empunya Kerajaan Sorga.
Berbahagialah kamu, jika karena Aku kamu dicela dan dianiaya dan kepadamu difitnahkan segala yang jahat
(lihat Matius 5:10-11). Dari perkataan Yesus ini dapat kita pahami bahwa, Yesus sendiri mengetahui, jika kita
berlaku benar, akan banyak orang yang mencela kita. Hal seperti itu telah terjadi dalam kehidupan para rasul
terdahulu dan terjadi juga dalam kehidupan Yesus. Orang-orang membenci Dia karena berlaku benar dan
menegakkan kebenaran. Meski demikian Yesus berkata, “berbahagialah orang yang dianiaya oleh sebab
kebenaran, karena merekalah yang empunya Kerajaan Sorga.” Oleh sebab itu kita harus memahami bahwa
dunia ini bukan lah tolak ukur atau ukuran jika kita diperhadapkan dengan situasi ketika kita melakukan apa
yang benar, melainkan dari Tuhanlah kita mendapatkan upah atas kebenaran yang kita lakukan. Sehingga
ketika kita dibenci karena melakukan kebenaran, bersukacitalah, sebab Yesus berkata, orang yang demikian
lah yang empunya kerajaan sorga. Jangan jadi berpaling dari yang benar menjadi tidak benar, atau berpaling
dari Taurat Tuhan, karena kita merasa dibenci.

4. Memegang Taurat Tuhan adalah berkat (ayat 7-8)

Ada sebuah lagu yang sering kita dengar dan nyanyikan. Dalam lirik lagu itu dikatakan “hidup ini adalah
kesempatan”. Pesan dari lagu itu adalah agar kita menggunakan kehidupan kita, menggunakan waktu yang
diberikan oleh Tuhan kepada kita. Disebutkan juga, bahwa ada pun hidup kita ini tujuannya adalah agar
menjadi berkat. Kita harus memegang pesan itu. Dalam Efesus 5:6 disebutkan, “pergunakanlah waktu yang
ada ... .” Jika dikatakan pergunakanlah, bukan berarti menggunakannya untuk hal-hal lain, tapi pergunakanlah
hanya untuk hidup dalam firman Tuhan. Karena itulah pemazmur berkata dalam ayat 7 “aku akan bersyukur
kepada-Mu dengan hati jujur, apabila aku belajar hukum-hukum-Mu yang adil.” Pemazmur menyadari selama
masih ada waktu, hal itu merupakan sebuah berkat baginya untuk belajar dan menghidupi hukum-hukum
Tuhan yang adil. Karenanya kita harus menggunakan waktu yang ada untuk belajar dan menghidupi firman
atau hukum Tuhan dan menghidupinya.

Dalam poin tiga sebelumnya disebutkan, bahwa kesusahan dan kesulitan akan kita temui jika kita
melakukan hukum Tuhan, bahkan dibenci. Jika mengandalkan kekuatan kita sendiri maka kita tidak akan
sanggup untuk melakukannya. Di poin satu juga telah disebutkan bahwa orang yang hidup menurut Taurat
Tuhan adalah orang yang berbahagia. Kadang kala pencobaan datang dalam hidup kita dan kita tidak sanggup
untuk menghadapinya jika mengandalkan kekuatan sendiri. Pemazmur menyadari kelemahan dan
kekurangannya, sehingga dia mengatakan di ayat 8, “aku akan berpegang pada ketetapan-ketetapan-Mu,
janganlah tinggalkan aku sama sekali.” Hal ini jugalah yang menjadi pelajaran bagi kita, bahwa dalam
mengikut Tuhan, melakukan Taurat-Nya, jangan pernah mengandalkan kemampuan dan kekuatan diri
sendiri, seperti yang disebutkan dalam Amsal 3:5 “percayalah kepada TUHAN dengan segenap hatimu, dan
janganlah bersandar kepada pengertianmu sendiri.” Jadi kita harus bersandar kepada Tuhan, mengandalkan
Tuhan dalam menghidupi Taurat-Nya.

Di tengah-tengah kehidupan kita saat ini, persoalan yang kita hadapi begitu kompleks. Banyak orang yang
menjauhi Taurat Tuhan karena kesusahan-kesusahan dalam hidup. Terkadang kita dituntut untuk
mempertahankan kehidupan kita dengan cara-cara yang bertentangan dengan Taurat Tuhan. Memang
sepertinya sulit saat ini untuk menegakkan apa yang kita percayai, menegakkan iman kita, menegakkan
Taurat Tuhan.

Namun jika kita mengaku diri sebagai orang yang percaya, pengikut Kristus, janganlah hendaknya kita
mengikuti keinginan daging dunia ini. Jangan kita mengikuti hal-hal yang telah atau yang akan menjadi
kebiasaan yang salah dalam dunia ini, yang sudah jelas-jelas kita ketahui berlawanan dengan Taurat Tuhan.
Taurat Tuhanlah yang harus kita ikuti dan hidupi, meski kita temui berbagai tantangan dan cobaan. Kita pun
harus mengutamakan Taurat Tuhan di atas segalanya. Matius 6:33 berkata, “tetapi carilah dahulu Kerajaan
Allah dan kebenarannya, maka semuanya itu akan ditambahkan kepadamu.”Walau kita menemui atau
menghadapi tantangan dan kesulitan, ingatlah Tuhan akan senantiasa beserta kita dan menguatkan kita
dalam melakukan Taurat-Nya bahkan Ia akan memberikan dan menambahkan apa yang kita butuhkan di
dalam kehidupan kita. Ingatlah bahwa orang yang hidup menurut Taurat Tuhan adalah orang yang
berbahagia.
Bahan Khotbah Minggu 19 Februari 2023 (ESTOMIHI)
Evangelium : 2 Petrus 1:16-21
Thema : Yesus Sang Raja Yang Maha Mulia
Surat 2 Petrus ini adalah surat yang diyakini ditulis oleh Simon Petrus karena ia memperkenalkan dirinya
sebagai penulis surat ini dalam 2Pet 3:1) dimana dia mengatakan bahwa surat ini merupakan suratnya yang
kedua yang menunjukkan bahwa dia sedang menulis kepada orang percaya yang sama di Asia Kecil yang telah
menerima suratnya yang pertama (1Pet 1:1). Menurut hasil penelitian situasinya ketika itu Petrus akan
dihukum mati oleh keputusan yang dibuat oleh kaisar Nero. Adapun yang menjadi Tujuan Penulisan surat ini
adalah :
1. Guna menasihati orang percaya agar mereka dengan tekun mengejar kesalehan dan pengenalan
yang benar akan Kristus, dan
2. Guna membeberkan dan menolak tindakan yang berakal busuk dari para nabi dan guru palsu di
kalangan gereja di Asia Kecil yang sedang meruntuhkan kebenaran rasuli.

Kemudian Petrus meringkaskan maksudnya dalam 2Pet 3:17-18 ketika dia menasihati orang percaya yang
sejati yakni :
1. Untuk waspada supaya mereka tidak “terseret ke dalam kesesatan orang-orang yang tak mengenal
hukum” (2Pet 3:17).
2. Untuk “bertumbuhlah dalam kasih karunia dan dalam pengenalan akan Tuhan dan Juruselamat
kita, Yesus Kristus” (2Pet 3:18).
Dalam ayat 16-18 jika kita menganalisa, maka kita akan temukan hal mengenai alasan Rasul Petrus
menyampaikan nasihat sebelumnya, yang disampaikannya dengan begitu tekun dan sungguh-sungguh. Semua
hal itu bukanlah kisah-kisah dongeng tiada guna atau hal yang sia-sia, tetapi kebenaran yang tidak diragukan
lagi dan sangat penting. Injil bukanlah dongeng-dongeng isapan jempol manusia. Semua ini bukanlah kata-
kata orang yang sedang kerasukan roh jahat, juga bukan hasil rekayasa sejumlah orang yang dengan kelicikan
mereka berusaha menipu. Jalan keselamatan melalui Yesus Kristus adalah sungguh-sungguh rancangan Allah,
rancangan paling unggul dari Tuhan yang Mahabijaksana. Dialah yang merancang jalan ini untuk
menyelamatkan orang-orang berdosa melalui Yesus Kristus, yang kuasa dan kedatangan-Nya dinyatakan di
dalam Injil, dan pemberitaan oleh para rasul dimaksudkan untuk membuat kebenaran ini dapat diketahui
orang.
Pemberitaan Injil dilakukan untuk menyatakan kuasa Kristus kepada dunia bahwa ia sanggup
menyelamatkan sepenuhnya semua orang yang datang kepada Allah melalui Dia. Dia adalah Allah
yang perkasa, oleh karena itu Ia sanggup menyelamatkan orang dari rasa bersalah dan kecemaran
dosa. Kita juga harus mengingat bahwa kedatangan Kristus juga diberitahukan melalui pemberitaan
Injil. Ia yang dijanjikan segera sesudah kejatuhan manusia di dalam dosa, bahwa setelah genap
waktunya akan dilahirkan dari seorang perempuan.
Karena itu, sebagaimana orang-orang yang Ia selamatkan adalah mereka yang turut
mengambil bagian di dalam darah dan daging, maka Dia sendiri juga mengambil bagian dalam hal
yang sama, supaya Dia dapat menderita di dalam sifat dan menjadi pengganti mereka, dan dengan
demikian dapat melakukan penebusan. Kedatangan Kristus inilah yang dengan jelas dan terperinci
dinyatakan oleh Injil. Tetapi masih ada lagi kedatangan kedua kali yang juga disebutkan, yang harus
diberitahukan juga oleh para pelayan Injil, ketika Dia akan datang dalam kemuliaan Bapa-Nya,
bersama-sama semua malaikat-Nya yang kudus, sebab Ia telah ditetapkan untuk menjadi Hakim atas
orang-orang yang hidup dan yang mati. Ia akan datang untuk menghakimi dunia ini di dalam
keadilan dengan Injil yang kekal, dan memanggil kita semua untuk memberikan pertanggungan
jawab atas semua hal yang dilakukan di dalam tubuh, entah baik atau jahat. Meski demikian Injil
ternyata dihujat sebagai dongeng oleh salah seorang dari orang-orang keji yang menyebut diri
mereka sebagai penerus Rasul Petrus (guru-guru palsu), namun rasul kita ini membuktikan bahwa
Injil sungguh teramat pasti dan nyata, karena selama Juruselamat yang terberkati ini tinggal di atas
muka bumi ini, ketika Ia mengambil rupa seorang hamba dan tampil sebagai seorang manusia.
Ayat 19b dikatakan “alangkah baiknya jikalau kamu memperhatikannya” . Yang dimaksud
rasul Petrus disini adalah supaya kita memperhatikan Firman Tuhan yang intinya adalah tentang
Yesus termasuk kedatanganNya yang kedua kali. Jadikanlah Firman Tuhan sebagai terang bagi
kehidupan dunia yang gelap ini yang mempengaruhi hati dan hidup kita. Hal itu selaras dengan
dilanjutkan pada ayat 20-21 yang dimana dalam ayat 20 “Yang terutama harus kamu ketahui ialah
bahwa nubuat-nubuat dalam kitab suci tidak boleh ditafsirkan menurut kehendak sendiri.” Yang
dimaksud dengan nubuat disini dalam konteks 2 Petrus menunjuk kepada Yesus yang pasti datang
kedua kalinya. Tapi secara konteks luasnya menunjuk kepada seluruh Alkitab. Contoh menafsirkan
Alkitab menurut kehendak sendiri antara lain seperti yang dicatat di 2 Petrus 3:4, yaitu tidak
mempercayai kedatangan Yesus kedua kali. …” sebab tidak pernah nubuat dihasilkan, melainkan oleh
dorongan Roh Kudus”, hal ini menekankan bahwa manusia haruslah sadar bahwa kesanggupannya
untuk menyingkap penyataan Allah adalah melalui karya Roh Kudus. Kita harus mengingat bahwa
penulisan Kitab-kitab dalam Alkitab sekalipun adalah tulisan tangan manusia, namun hal itu atas
pengilhaman/dorongan daripada Roh Kudus.
Bahan Khotbah Minggu 26 Februari 2023 (INVOKAVIT)
Evangelium : Keluaran 33:15-23
Thema : Allah Sumber Kasih Karunia
Uraian Khotbah kita saat ini merupakan rangkaian cerita yang berkesinambungan dalam Keluaran pasal
33, dimana intinya adalah permohonan Musa agar meminta penyertaan dari Tuhan di Gurun. Singkat cerita
kita menemukan bahwa Musa mengutarakan betapa ia sangat menghargai kehadiran Allah. Ketika Allah
berkata, Aku sendiri hendak membimbing engkau, Musa menangkap perkataan itu, seperti orang yang tidak
akan bisa hidup dan bergerak tanpa-Nya: “Jika Engkau sendiri tidak membimbing kami, janganlah suruh kami
berangkat dari sini” (ay. 15). Ia berbicara seperti orang yang takut membayangkan harus berangkat tanpa
kehadiran Allah, karena tahu bahwa perjalanan panjang mereka tidak akan aman apabila Allah tidak beserta
mereka. “Lebih baik kami berbaring dan mati di padang gurun sini daripada berangkat ke Kanaan tanpa
kehadiran Allah.” Perhatikanlah, orang-orang yang tahu menghargai perkenan Allah, akan menyiapkan diri
sebaik-baiknya untuk menerimanya. Betapa bersungguh-sungguhnya Musa dalam perkara tersebut. Ia
memohon seperti orang yang tidak mau menerima penolakan. “Kami akan tetap tinggal di sini sampai kami
memperoleh perkenan-Mu. Seperti Yakub, Aku tidak akan membiarkan engkau pergi, jika engkau tidak
memberkati aku.” Dan amatilah juga bagaimana Musa terus gigih begitu Allah menunjukkan kebaikan-Nya.
Isyarat baik yang diberikan kepadanya membuatnya semakin gigih lagi dalam memohon. Begitulah, janji-janji
Allah yang penuh rahmat dan belas kasih yang ditunjukkan-Nya kepada kita, tidak hanya mendorong iman
kita, tetapi juga membangkitkan kegigihan kita dalam berdoa.

Lalu kemudian Musa mengakhiri permohonannya dengan mengaitkannya dengan kemuliaan Allah (ay.
16): “Dari manakah gerangan akan diketahui bangsa-bangsa yang memperhatikan kita, bahwa aku telah
mendapat kasih karunia di hadapan-Mu, yakni aku dengan umat-Mu ini bersama siapa seluruh kepentinganku
menyatu? Bagaimanakah mereka tahu perkenan khusus yang membuat kami dibedakan dari segala bangsa
yang ada di muka bumi ini? Bagaimana bisa terlihat bahwa kami ini benar-benar memperoleh kehormatan
seperti itu? Bukankah karena Engkau berjalan bersama-sama dengan kami? Tidak ada hal lagi selain
kehadiran-Nya ini yang bisa menjawab semua pertanyaan tadi. Jangan pernah ada yang mengatakan bahwa
kami adalah suatu bangsa istimewa yang sangat Engkau kasihi, yang yang berdiri sederajat dengan bangsa-
bangsa lain, kecuali Engkau pergi bersama kami. Musa memberikan penekanan pada tempat, yaitu “di sini, di
padang gurun ini, (dalam terjemahan Alkitab bahasa Inggris) ke mana Engkau telah memimpin kami, tempat
kami pasti akan tersesat apabila Engkau meninggalkan kami.” Perhatikanlah, penyertaan khusus Allah
tersebut, harus disadari bahwa konsep “omnipotent” adalah jelas memberikan penekanan khusus bahwa,
segala penyertaan yang diberikan Allah adalah seturut dari apa yang dimintakan kepada-Nya melalui doa-doa
dan permohonan manusia itu sendiri.

Meski demikian Musa tidak puas dengan jawaban yang memperlihatkan perkenan Allah bagi dirinya
semata. Ia harus mendapatkan sebuah janji, janji yang khusus bagi bangsa itu juga. Jika tidak, ia tidak akan
merasa tenang. Di dalam hal ini juga Musa berhasil: Juga hal yang telah kaukatakan ini akan Kulakukan (ay.
17). Musa tidak ditegur sebagai seorang peminta-minta yang tidak tahu diri, yang percuma saja jika diberi
tahu, sebaliknya ia malah dibesarkan hatinya untuk terus meminta. Allah mengabulkan permohonannya
selama ia meminta. Ia memberikan kepada semua orang dengan murah hati dan dengan tidak membangkit-
bangkit. Lihatlah kuasa doa, dan oleh sebab itu besarkan hatimu untuk meminta, mencari, dan mengetuk, dan
bertekun dalam doa, serta selalu berdoa dengan tidak jemu-jemu. Lihatlah betapa berlimpahnya kebaikan
Allah itu. Ketika Allah telah berbuat banyak, Ia bersedia melakukan lebih banyak lagi, jauh melebihi apa yang
kita doakan atau pikirkan.

Setelah mendapat apa yang dimintanya, Musa selanjutnya memohon agar kemuliaan Allah diperlihatkan
kepadanya, dan permohonannya tersebut pun didengar. Musa telah berhasil membujuk Allah sehingga
menerima perkenanan demi perkenanan dari-Nya. Keberhasilan doa-doanya membuat dia berani terus
mencari Allah. Semakin banyak yang diterimanya, semakin banyak pula yang dimintanya. Apabila kita sangat
diterima di hadapan takhta kasih karunia, kita harus berusaha keras memelihara dan memanfaatkannya,
terus berlayar ketika angin masih berembus: “Perlihatkanlah kiranya kemuliaan-Mu kepadaku. Biarkan aku
melihatnya”; demikianlah arti kata-kata itu. “Biarlah kemuliaan-Mu itu terlihat, dan mampukanlah aku
melihatnya.” Tidak berarti bahwa Musa begitu bodoh karena menyangka bahwa hakikat Allah bisa terlihat
dengan mata jasmani. Namun, setelah selama itu ia hanya mendengar suara yang keluar dari dalam tiang
awan atau api, ia ingin melihat sekilas gambaran kemuliaan ilahi, sesuai yang dipandang Allah pantas untuk
diberikan kepadanya. Sungguh tidak pantas apabila manusia biasa melihat perwujudan dalam bentuk apa pun
ketika Tuhan sedang berbicara kepada mereka, supaya hal ini tidak mengakibatkan kebinasaan mereka.
Namun, ia berharap tidak akan berbahaya baginya apabila ia melihat perwujudan itu. Yang diinginkan Musa
adalah sesuatu yang lebih daripada yang pernah dilihatnya. Jika keinginannya ini semata-mata demi
membantu meningkatkan iman dan ibadahnya, maka hal ini patut dihargai. Namun, mungkin saja di balik
keinginan itu terdapat juga kelemahan manusiawi. Allah ingin kita berjalan di dunia ini dengan iman, bukan
dengan penglihatan, dan iman timbul dari pendengaran. Ada yang berpendapat bahwa keinginan Musa
melihat kemuliaan Allah adalah untuk meminta tanda perdamaian dari Allah, dan jaminan kehadiran yang
telah dijanjikan-Nya kepada mereka, namun hanya saja ia tidak tahu bagaimana harus meminta tanda itu.

Allah telah berbaik hati menunjukkan kepada Musa berbagai contoh kebaikan hati-Nya yang mulia
dengan kesediaan-Nya untuk berdamai dengan Israel. Namun, itu barulah kebaikan yang tidak seberapa. Ia
akan menunjukkan kepadanya kebaikan langsung dari sumbernya, yaitu segenap kegemilangan-Nya. Ini
merupakan jawaban yang cukup terhadap permintaan Musa. “Perlihatkan kemuliaan-Mu kepadaku,” kata
Musa. “Aku akan memperlihatkan kegemilangan-Ku kepadamu,” jawab Allah. Perhatikanlah, kegemilangan
atau kebaikan Allah merupakan kemuliaan-Nya. Ia ingin agar kita mengenal Dia melalui kemuliaan kasih
setia-Nya, lebih dari kemuliaan keagungan-Nya, sebab kita harus gentar kepada TUHAN dan kepada kebaikan-
Nya (Hos. 3:5). Terutama yang merupakan kemuliaan kebaikan Allah adalah kedaulatan-Nya, yaitu bahwa Ia
akan memberi kasih karunia kepada siapa yang Ia beri kasih karunia. Maksudnya, Allah adalah Sang Pemberi
yang berdaulat, Ia memberikan karunia sesuai kehendak-Nya. Ia bukanlah orang yang berutang kepada siapa
pun, atau memiliki kewajiban melakukan sesuatu kepada siapa pun. Demikian juga Ia mengasihani siapa yang
dikasihani-Nya, karena Ia mau melakukannya dan sebab kasih karunia-Nya senantiasa diberikan dengan
cuma-cuma. Ia tidak pernah menghukum dengan sewenang-wenang walaupun Ia memiliki hak sepenuhnya
untuk menghukum. Sebaliknya, Ia menyelamatkan karena Ia memiliki hak sepenuhnya untuk menyelamatkan.

Dalam ayat 19 Allah mau melewatkan kemuliaan-Nya dari depan Musa yang begitu dikasihi-Nya. Namun
Allah memberi peringatan sebelumnya karena Dia tahu tidak mungkin manusia bisa mendekati raja alam
semesta didalam kemuliaanya akan tetap hidup (ay. 20 ). Melalui ayat ini juga, kita semakin mengerti bahwa
ternyata Musa menghadap Tuhan digunung Sinai dalam kemuliaan yang menyala-nyala namun tetap dalam
batasan. Karena Musa tetap tidak sanggup melihat wajah Allah dari depan melainkan dari belakangnya saja
(ay. 23). Dan itupun Musa masih mendapatkan dua tameng pelindung supaya Musa tidak hangus oleh
kemuliaan Tuhan. Yaitu lekukan gunung dan tangan Allah sendiri (ay. 21-22). Tangan Allah sendiri yang
paling perkasa yang melindungi hamba-Nya dari dahsyatnya kemuliaan Allah.

Dari uraian tersebut dapat kita pelajari bahwa Musa yang adalah nubuatan Yesus Kristus yang paling-
paling jelas diseluruh cerita alkitab adalah mediator antara manusia berdosa dan Allah yang suci.
Permohonan Musa kepada Allah sudah dipenuhi semua secara sempurna didalam Yesus Kristus. Ayat 13, 14
dan 16, 17 adalah perkataan Allah kepada Kristus, inilah Anak yang kukasihi, kepada-Nya Aku berkenan (Mat.
3:17). Dan Kristus telah melakukan kehendak Bapanya secara sempurna. Ibrani 5: 8-9 menulis: Dan
sekalipun Ia adalah Anak, Ia telah belajar menjadi taat dari apa yang telah diderita-Nya, dan sesudah Ia
mencapai kesempurnaan-Nya, Ia menjadi pokok keselamatan yang abadi bagi semua orang yang taat kepada-
Nya. Tidak seperti Musa yang walaupun begitu hebat namun tetaplah dia pernah melakukan dosa fatal sampai
akhirnya tidak diperbolehkan memasuki tanah Kanaan.

Oleh karena itu haruslah ada kesadaran bagi kita manusia bahwa melalui penyertaan yang diberikan
Allah kepada Musa dan Bangsa itu, menjadi gambaran bagi kehidupan saat ini. Allah juga menyertai kita dan
akan selalu memberikan kasih karunianya. Meskipun demikian, tentulah kita harus tetap menyampaikan
kepada Tuhan bagaimana permohonan kita terhadap hal tersebut sembari terus-menerus membangun relasi
yang intim dengan Allah, tanpa harus menunggu-nunggu jawaban dari Allah itu sendiri namun membiarkan
Kuasa Tuhan bekerja dalam kehidupan.

Anda mungkin juga menyukai