Anda di halaman 1dari 6

RESUME

BIMBINGAN KONSELING

“Eksistensi Dan Kedudukan BK Di Sekolah Berdasarkan Landasan Yuridis Formal Dan


Yuridis Informal.”

Disusun oleh:
Nama: Luthfiyyah Maharani
Nim: 21231130

UNIVERSITAS NEGERI PADANG


2023

A. Eksistensi BK di Sekolah
Pelayanan bimbingan dan konseling memfasilitasi pengembangan peserta didik
secara individual, kelompok, atau klasikal, sesuai dengan kebutuhan, potensi, bakat, minat,
perkembangan, kondisi, serta peluang-peluang yang dimiliki (Hikmawati, 2016). Pelayanan
ini juga membantu mengatasi kelemahan dan hambatan serta masalah yang dihadapi oleh
peserta didik. Bimbingan dan konseling merupakan upaya proaktif dan sistematik dalam
memfasilitasi individu mencapai tingkat perkembangan yang optimal, pengembangan
perilaku yang efektif, pengembangan lingkungan, dan peningkatan fungsi atau manfaat
individu dalam lingkungannya.
Dasar pemikiran penyelenggaraan bimbingan dan konseling di sekolah bukan semata-
mata terletak pada ada atau tidak adanya landasan hukum (perundang-undangan) atau
ketentuan dari atas, tetapi yang lebih penting adalah menyangkut mengenai upaya
memfasilitasi peserta didik yang selanjutnya disebut konseli, agar mampu mengembangkan
potensi dirinya atau mencapai tugas-tugas perkembangannya (menyangkut aspek fisik, emosi,
intelektual, sosial, dan moralspiritual). Konseling sebagai seorang individu yang sedang
berada dalam proses berkembang atau menjadi (on becoming), yaitu berkembang ke arah
kematangan atau kemandirian.
Untuk mencapai kematangan tersebut, konseli memerlukan bimbingan karena mereka
masih kurang dalam memiliki pemahaman atau wawasan tentang dirinya dan lingkungannya,
juga pengalaman yang menentukan arah kehidupannya. Pendidik sangat memegang peranan
penting agar proses pendidikan terhadap siswa di sekolah berjalan maksimal dan optimal.
Sebutan pendidik ini, tak hanya guru kelas dan guru bidang studi, tetapi jugatermasuk
didalamnya guru Bimbingan dan Konseling (BK) atau seringkali disebut konselor. Melihat
perjalanan BK di sekolah memang sama-sama kita akui mengalami jalan yang bisa dikatakan
berat.
Eksistensi BK pernah juga dipandang sebelah mata, sehingga bentuk kinerjanya tak
diapresiasi oleh beberapa pihak. Kualifikasi guru BK pun sempat dipertanyakan karena
adanya beberapa sekolah sekedar mengambil guruguru bidang studi yang secara garis
besarnya tak pernah memperoleh wawasan, kepengetahuan, dan keterampilan tentang BK.
Malah BK di sekolah pernah mendapatkan perhitungan tak positif dengan menyebut guru BK
sebagai “polisi sekolah”.
Pekerjaan BK yang diidentikkan dengan “menghukumi” siswa-siswa yang
diperkirakan bermasalah menguatkan pernyataan itu. Padahal BK tak hanya berfungsi
mengatasi permasalahan yang dihadapi siswa. Peran guru BK di sekolah sangat penting.
Proses pendidikan di sekolah tentu saja tak sekadar memberikan materi pelajaran eksata
maupun non-eksata dan mengasah keterampilan, tetapi juga membangun kepribadian siswa
dimanapun ia berada. Guru BK di sekolah dapat memberikan layanan agar siswa memiliki
konsep diri yang sangat jelas.
Layanan BK yang diberikan kepada siswa tak hanya menyangkut persoalan belajar
dan sosial. Layanan BK juga menyangkut persoalan pribadi, karir, dan sebagainya. Dengan
adanya BK di sekolah, siswa harapannya dapat mengenal dan memahami dirinya untuk dapat
mengaktualisasikan dirinya demi mencapai kehidupan yang bermakna. Di tengah tantangan
mendidik siswa di sekolah, keberadaan dan layanan BK di sekolah tentu saja perlu
mendapatkan perhatian yang sangat optimal. Optimalisasi untuk layanan BK di sekolah perlu
dilakukan dengan kehadiran guru BK yang mampu menunjukkan unjuk kerja secara
profesional. Bagaimana pun, siswa tak sekadar mendapatkan materi pelajaran di sekolah.
Layanan bimbingan pribadi, bimbingan belajar, bimbingan sosial, bimbingan karir maupun
bimbingan lainnya harapannya bisa berjalan baik.

B. Kedudukan BK di Sekolah
Landasan yuridis-formal berkenaan dengan berbagai peraturan dan perundangan yang
berlaku di Indonesia tentang penyelenggaraan bimbingan dan konseling, yang bersumber dari
Undang-Undang Dasar, Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, Keputusan Menteri serta
berbagai aturan dan pedoman lainnya yang mengatur tentang penyelenggaraan bimbingan dan
konseling di Indonesia.
Adapun landasan yurisdis bimbingan konseling di Indonesia adalah:
1. UU Nomor 20 Tahun 2003, tentang Sistem Pendidikan Nasional.
2. PP Nomor 60 Tahun 1999, tentang Pendidikan Tinggi.
3. SK Menpan Nomor 84/1993, tentang Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya.
4. SK Menpan Nomor 118/1996, tentang Jabatan Fungsional Pengawas Sekolah dan Angka
Kreditnya.
5. SK Mendikbud Nomor 025/O/1995, tentang Petunjuk Teknis Ketentuan Pelaksanaan
Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya.
6. SK Mendikbud Nomor 020/U/1998, tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Jabatan
Fungsional Pengawas Sekolah dan Angka Kreditnya.
7. SK Mendiknas Nomor 232/U/2000, tentang Pedoman Kurikulum Pendidikan Tinggi dan
Penilaian Hasil Belajar mahasiswa.
8. SK Mendiknas Nomor 045/U/2002, tentang Kurikulum Inti Pendidikan Tinggi.
9. Surat Dirjen Dikti Nomor 2047/D/J/1999, tentang Pelayanan Bimbingan Konseling.

1. Berdasarkan Landasan Yuridis Formal


Pendidikan merupakan usaha untuk memperoleh pengetahuan dan keterampilan
sebagai bekal hidup. Dalam UU No. 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional,
menyatakan bahwa pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana yang bertujuan agar
peserta didik mampu mengembangkan potensi dirinya meliputi kekuatan spiritual, self-
regulated, kepribadian, kecerdasan, dan akhlak mulia, serta keterampilan baik untuk dirinya
maupun lingkungan dan negaranya.
Sedangkan menurut Tilaar (dalam Taufiq, 2014) menyatakan bahwa pendidikan
merupakan usaha untuk membentuk peserta didik agar memasyarakat dan berbudaya yang
memiliki dimensi lokal, nasional, dan global. Definisi pendidikan yang menarik dan
sederhana diungkapkan oleh Sunaryo (Taufiq, 2014), yang menyatakan bahwa pendidikan
ditujukan untuk membawa manusia yang apa adanya menjadi yang seharusnya.
Memang manusia sudah dibekali oleh potensi diri, tetapi dengan tidak melatih dan
mempergunakan hal tersebut, potensi tidak akan pernah muncul, manusia yang memiliki akal
perlu dibekali juga dengan cara menggunakan akal tersebut dan mengoptimalkan
kemampuannya (Bhakti, 2015).
Di lapangan apabila ditanya apa itu pendidikan, maka jawaban yang sering terdengar
adalah proses dari tidak tahu menjadi tahu, tetapi pendidikan saat ini terutama tidak dapat
semudah itu. Banyak aspek yang perlu dikembangkan daripada hanya sekadar mengubah
suatu ketidaktahuan menjadi tahu. Sebab, manusia tidak hanya diciptakan dari segi
kognitifnya saja, dan kenyataan bahwa tidak semua baik dari segi akademik. Banyak individu
yang lebih unggul di suatu bidang selain akademik, semisal menggunakan fisiknya,
menggunakan motorik halusnya, atau kemampuan lainnya.
Sehingga pendidikan harus dilaksanakan secara komprehensif. Di Indonesia
pendidikan dibagi menjadi beberapa jenjang yang disusun berdasarkan tingkat perkembangan,
tujuan, dan kemampuan yang menjadi sasaran. Jenjang pendidikan tersebut terdiri dari mulai
pendidikan prasekolah sampai dengan perguruan tinggi, baik formal, informal, maupun
nonformal. Pendidikan formal merupakan pendidikan yang terdiri dari pendidikan dasar,
menengah, dan atas yang disusun dan dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang.
Pendidikan nonformal merupakan pendidikan yang terstruktur ataupun berjenjang, tetapi di
luar pendidikan formal. Sedangkan pendidikan informal dapat terjadi di lingkungan.

2. Berdasarkan Landasan Yuridis Informal


A. Landasan Psikologis
Landasan psikologis merupakan landasan yang dapat memberikan pemahaman bagi
konselor tentang perilaku individu yang menjadi sasaran layanan. Untuk kepentingan
bimbingan dan konseling, beberapa kajian psikologi yang perlu dikuasai oleh konselor adalah
tentang :
a) Motif dan motivasi
b) Pembawaan dan lingkungan
c) Perkembangan individu
d) Belajar
e) Kepribadian
Landasan psikologis merupakan salah satu bagian yang terpenting untuk dibahas
dalam bimbingan konseling, hal ini didasari bahwa peserta didik atau klien sebagai individu
yang dinamis dan berada dalam proses perkembangan, memiliki interaksi dan dinamika
dalam lingkungan serta senantiasa mengalami berbagai perubahan dalam sikap dan tingkah
lakunya.
Proses perkembangan seseorang tidak selamanya berlangsung secara linear (sesuai
dengan apa yang diharapkan), tetapi terkadang bersifat stagnasi atau bahkan diskontinuitas
perkembangan.(Lubis, 2012) Dalam proses pendidikan, peserta didik tidak jarang mengalami
masalah stagnasi perkembangan, sehingga menimbulkan masalah-masalah psikologis, seperti
lahirnya perilaku menyimpang (delinquency), frustrasi, depresi, agresi atau bersifat kekanak-
kanakan.

B. Landasan Sosial-Budaya
Landasan sosial-budaya juga perlu diketahui secara lengkap oleh konselor atau guru
Bimbingan dan Konseling (BK), karena landasan ini dapat memberikan pemahaman kepada
konselor tentang dimensi kesosialan dan kebudayaan sebagai faktor yang memengaruhi
perilaku individu. Setiap individu pada dasarnya merupakan produk dari lingkungan sosial-
budaya tempat mereka tinggal.
Sejak lahirnya, individu tersebut sudah diajarkan untuk mengembangkan polapola
perilaku sejalan dengan tuntutan sosial-budaya yang ada di sekitarnya. Kegagalan dalam
memenuhi tuntutan sosial-budaya dapat mengakibatkan tersingkir dari lingkungannya.
Budaya dan pandangan hidup seseorang sangat dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal.
Faktor internal terkait dengan sikap dan perlakuan orang tua atau peranan keluarga
terhadap seseorang, sedangkan faktor eksternal dipengaruhi oleh lingkungan di mana
seseorang itu dilahirkan dan dibesarkan serta pergaulan dan pengalaman yang ditempuh oleh
seseorang tersebut. Oleh sebab itu, diperlukan kearifan dan keluasan pandangan dari setiap
konselor, yang mana konselor harus mampu memberikan layanan dan perhatian yang sama
terhadap peserta didik atau klien yang memerlukan bantuan, tidak terkecuali kepada mereka
yang berbeda budaya, pandangan hidup, dan agama, karena memberikan layanan terhadap
orang yang membutuhkan atau memerlukan merupakan tuntutan dari tugas
profesionalismenya sebagai seorang konselor.

C. Landasan Ilmu Pengetahuan-Teknologi dan Globalisasi


Suatu hal yang tidak bisa dipungkiri bahwa ilmu pengetahuan-teknologi dan
globalisasi memiliki multifungsi terhadap berbagai aspek dalam kehidupan manusia, artinya
berbagai disiplin ilmu seperti psikologi, ilmu pendidikan, filsafat, antropologi, sosiologi,
komunikasi, ekonomi, dan agama sangat berfungsi dalam bimbingan konseling. Sumbangan
berbagai disiplin ilmu lain kepada bimbingan dan konseling tidak hanya terbatas kepada
pembentukan dan pengembangan teori-teori bimbingan konseling, melainkan juga kepada
praktik pelayanannya.
Dengan adanya landasan ilmiah dan teknologi ini, maka peran konselor di dalamnya
mencakup sebagai ilmuwan. Sebagai ilmuwan, konselor harus mampu mengembangkan
pengetahuan dan teori mengenai bimbingan dan konseling, baik berdasarkan hasil pemikiran
kritisnya maupun melalui berbagai bentuk kegiatan penelitian, sehingga proses dan layanan
bimbingan konseling semakin hari semakin baik.

D. Landasan Globalisasi
Landasan ini berhubungan dengan eksistansi guru BK untuk menjadikan anak
didiknya sebgai anak didik yang berlandasan dan mengikuti globalisasi. Namun landasan
globalisasi ini juga dapat menghambat atau memantau siswa agar tidak terbawa akan arus
globalisasi yang isfatnya dapat merusak peserta didiknya. Karena peserta didik yang masih
duduk dikalangan sekolah dapat dengan mudah terpengaruh dengan perkembangan
globalisasi

Anda mungkin juga menyukai