BIMBINGAN KONSELING
Disusun oleh:
Nama: Luthfiyyah Maharani
Nim: 21231130
A. Eksistensi BK di Sekolah
Pelayanan bimbingan dan konseling memfasilitasi pengembangan peserta didik
secara individual, kelompok, atau klasikal, sesuai dengan kebutuhan, potensi, bakat, minat,
perkembangan, kondisi, serta peluang-peluang yang dimiliki (Hikmawati, 2016). Pelayanan
ini juga membantu mengatasi kelemahan dan hambatan serta masalah yang dihadapi oleh
peserta didik. Bimbingan dan konseling merupakan upaya proaktif dan sistematik dalam
memfasilitasi individu mencapai tingkat perkembangan yang optimal, pengembangan
perilaku yang efektif, pengembangan lingkungan, dan peningkatan fungsi atau manfaat
individu dalam lingkungannya.
Dasar pemikiran penyelenggaraan bimbingan dan konseling di sekolah bukan semata-
mata terletak pada ada atau tidak adanya landasan hukum (perundang-undangan) atau
ketentuan dari atas, tetapi yang lebih penting adalah menyangkut mengenai upaya
memfasilitasi peserta didik yang selanjutnya disebut konseli, agar mampu mengembangkan
potensi dirinya atau mencapai tugas-tugas perkembangannya (menyangkut aspek fisik, emosi,
intelektual, sosial, dan moralspiritual). Konseling sebagai seorang individu yang sedang
berada dalam proses berkembang atau menjadi (on becoming), yaitu berkembang ke arah
kematangan atau kemandirian.
Untuk mencapai kematangan tersebut, konseli memerlukan bimbingan karena mereka
masih kurang dalam memiliki pemahaman atau wawasan tentang dirinya dan lingkungannya,
juga pengalaman yang menentukan arah kehidupannya. Pendidik sangat memegang peranan
penting agar proses pendidikan terhadap siswa di sekolah berjalan maksimal dan optimal.
Sebutan pendidik ini, tak hanya guru kelas dan guru bidang studi, tetapi jugatermasuk
didalamnya guru Bimbingan dan Konseling (BK) atau seringkali disebut konselor. Melihat
perjalanan BK di sekolah memang sama-sama kita akui mengalami jalan yang bisa dikatakan
berat.
Eksistensi BK pernah juga dipandang sebelah mata, sehingga bentuk kinerjanya tak
diapresiasi oleh beberapa pihak. Kualifikasi guru BK pun sempat dipertanyakan karena
adanya beberapa sekolah sekedar mengambil guruguru bidang studi yang secara garis
besarnya tak pernah memperoleh wawasan, kepengetahuan, dan keterampilan tentang BK.
Malah BK di sekolah pernah mendapatkan perhitungan tak positif dengan menyebut guru BK
sebagai “polisi sekolah”.
Pekerjaan BK yang diidentikkan dengan “menghukumi” siswa-siswa yang
diperkirakan bermasalah menguatkan pernyataan itu. Padahal BK tak hanya berfungsi
mengatasi permasalahan yang dihadapi siswa. Peran guru BK di sekolah sangat penting.
Proses pendidikan di sekolah tentu saja tak sekadar memberikan materi pelajaran eksata
maupun non-eksata dan mengasah keterampilan, tetapi juga membangun kepribadian siswa
dimanapun ia berada. Guru BK di sekolah dapat memberikan layanan agar siswa memiliki
konsep diri yang sangat jelas.
Layanan BK yang diberikan kepada siswa tak hanya menyangkut persoalan belajar
dan sosial. Layanan BK juga menyangkut persoalan pribadi, karir, dan sebagainya. Dengan
adanya BK di sekolah, siswa harapannya dapat mengenal dan memahami dirinya untuk dapat
mengaktualisasikan dirinya demi mencapai kehidupan yang bermakna. Di tengah tantangan
mendidik siswa di sekolah, keberadaan dan layanan BK di sekolah tentu saja perlu
mendapatkan perhatian yang sangat optimal. Optimalisasi untuk layanan BK di sekolah perlu
dilakukan dengan kehadiran guru BK yang mampu menunjukkan unjuk kerja secara
profesional. Bagaimana pun, siswa tak sekadar mendapatkan materi pelajaran di sekolah.
Layanan bimbingan pribadi, bimbingan belajar, bimbingan sosial, bimbingan karir maupun
bimbingan lainnya harapannya bisa berjalan baik.
B. Kedudukan BK di Sekolah
Landasan yuridis-formal berkenaan dengan berbagai peraturan dan perundangan yang
berlaku di Indonesia tentang penyelenggaraan bimbingan dan konseling, yang bersumber dari
Undang-Undang Dasar, Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, Keputusan Menteri serta
berbagai aturan dan pedoman lainnya yang mengatur tentang penyelenggaraan bimbingan dan
konseling di Indonesia.
Adapun landasan yurisdis bimbingan konseling di Indonesia adalah:
1. UU Nomor 20 Tahun 2003, tentang Sistem Pendidikan Nasional.
2. PP Nomor 60 Tahun 1999, tentang Pendidikan Tinggi.
3. SK Menpan Nomor 84/1993, tentang Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya.
4. SK Menpan Nomor 118/1996, tentang Jabatan Fungsional Pengawas Sekolah dan Angka
Kreditnya.
5. SK Mendikbud Nomor 025/O/1995, tentang Petunjuk Teknis Ketentuan Pelaksanaan
Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya.
6. SK Mendikbud Nomor 020/U/1998, tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Jabatan
Fungsional Pengawas Sekolah dan Angka Kreditnya.
7. SK Mendiknas Nomor 232/U/2000, tentang Pedoman Kurikulum Pendidikan Tinggi dan
Penilaian Hasil Belajar mahasiswa.
8. SK Mendiknas Nomor 045/U/2002, tentang Kurikulum Inti Pendidikan Tinggi.
9. Surat Dirjen Dikti Nomor 2047/D/J/1999, tentang Pelayanan Bimbingan Konseling.
B. Landasan Sosial-Budaya
Landasan sosial-budaya juga perlu diketahui secara lengkap oleh konselor atau guru
Bimbingan dan Konseling (BK), karena landasan ini dapat memberikan pemahaman kepada
konselor tentang dimensi kesosialan dan kebudayaan sebagai faktor yang memengaruhi
perilaku individu. Setiap individu pada dasarnya merupakan produk dari lingkungan sosial-
budaya tempat mereka tinggal.
Sejak lahirnya, individu tersebut sudah diajarkan untuk mengembangkan polapola
perilaku sejalan dengan tuntutan sosial-budaya yang ada di sekitarnya. Kegagalan dalam
memenuhi tuntutan sosial-budaya dapat mengakibatkan tersingkir dari lingkungannya.
Budaya dan pandangan hidup seseorang sangat dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal.
Faktor internal terkait dengan sikap dan perlakuan orang tua atau peranan keluarga
terhadap seseorang, sedangkan faktor eksternal dipengaruhi oleh lingkungan di mana
seseorang itu dilahirkan dan dibesarkan serta pergaulan dan pengalaman yang ditempuh oleh
seseorang tersebut. Oleh sebab itu, diperlukan kearifan dan keluasan pandangan dari setiap
konselor, yang mana konselor harus mampu memberikan layanan dan perhatian yang sama
terhadap peserta didik atau klien yang memerlukan bantuan, tidak terkecuali kepada mereka
yang berbeda budaya, pandangan hidup, dan agama, karena memberikan layanan terhadap
orang yang membutuhkan atau memerlukan merupakan tuntutan dari tugas
profesionalismenya sebagai seorang konselor.
D. Landasan Globalisasi
Landasan ini berhubungan dengan eksistansi guru BK untuk menjadikan anak
didiknya sebgai anak didik yang berlandasan dan mengikuti globalisasi. Namun landasan
globalisasi ini juga dapat menghambat atau memantau siswa agar tidak terbawa akan arus
globalisasi yang isfatnya dapat merusak peserta didiknya. Karena peserta didik yang masih
duduk dikalangan sekolah dapat dengan mudah terpengaruh dengan perkembangan
globalisasi