I. DASAR TEORI
1.1 Aspirin
Aspirin atau asam asetilsalisilat (asetosal) adalah sejenis obat turunan dari salisilat
yang sering digunakan sebagai senyawa analgesik (penahan rasa sakit atau nyeri minor),
antipiretik (terhadap demam), dan anti-inflamasi (peradangan). Aspirin juga memiliki efek
antikoagulan dan dapat digunakan dalam dosis rendah dalam tempo lama untuk mencegah
serangan jantung. Kepopuleran penggunaan aspirin sebagai obat dimulai pada tahun 1918
ketika terjadi pandemik flu di berbagai wilayah dunia. Awal mula penggunaan aspirin
sebagai obat diprakarsai oleh Hippocrates yang menggunakan ekstrak tumbuhan willow
untuk menyembuhkan berbagai penyakit. Senyawa ini kemudian dikembangkan oleh
perusahaan Bayer menjadi senyawa asam asetilsalisilat yang dikenal saat ini. Aspirin
adalah obat pertama yang dipasarkan dalam bentuk tablet. Sebelumnya, obat ini
diperdagangkan dalam bentuk bubuk (puyer). Selain berfungsi sebagai analgetik, aspirin
juga digunakan sebagai antiplatelet untuk terapi stroke. Aspirin bekerja dengan
menghambat pembentukan tromboksan yang merupakan senyawa yang berperan dalam
pembekuan darah. Dengan dihambatnya tromboksan, maka terjadi hambatan pembekuan
darah. Hambatan dalam proses pembekuan darah diharapkan dapat melancarkan aliran
darah menuju otak yang tersumbat. Untuk terapi stroke, aspirin diberikan dalam dosis
rendah. Hal ini dikarenakan pada pemberian dosis tinggi, aspirin berisiko menyebabkan
terjadinya perdarahan yang tentunya akan memperparah kondisi pasien.
Aspirin merupakan obat yang bekerja dengan menghambat kerja enzim
siklooksigenase secara tidak selektif, sehingga selain menghambat pembekuan darah,
aspirin juga menghambat kerja prostaglandin sebagai salah satu faktor pelindung dinding
saluran cerna. Oleh karenanya, aspirin harus diminum sesudah makan agar tidak
mengiritasi lambung dan dihindari penggunaannya pada pasien dengan tukak lambung
berat. Aspirin sebaiknya tidak digunakan untuk pasien dengan penyakit asma karena
aspirin mempunyai efek samping bronkospasme (penyempitan pada saluran pernafasan)
yang dapat memperparah asma yang diderita pasien. Jadi, pasien asma yang mengalami
stroke dapat menggunakan antiplatelet lain, misalnya klopidogrel, dipiridamol, tiklopidin,
atau silostazol dengan tetap memperhatikan peringatan, kontraindikasi dan efek samping
dari masing-masing obat.
Aspirin mempunyai rumus molekul C9H8O4; Mr 180.157 g/mol; kerapatan
1,40 g/cm³; titik lebur 135 °C (275 °F); titik didih 140 °C (284 °F) serta kelarutan dalam
air sebesar 3 mg/mL (20 °C).
Reaksi sintesis senyawa ini adalah sebagai berikut:
Hablur halus, yang yang berwama dan tak berbau yang sedikit berasa asam dan kelat, jika
dipanaskan dengan cepat pada suhu 135o – 137o dan jika dipanaskan dengan perlahan-lahan
karena peruraian meleleh antara 1200-1300. Larutan dalam air dan spirtus, sesudah diencerkan
dengan air bereaksi asam. Kalau 100 mg Acidium Acetyle Salicylicum dengan 100 mg
kalsiumkarbonal dan 5cm3 air dikocok dan disaring, maka filtrat itu dengan ferichlorida memberi
endapan coklat muda. Kalau 50 mg Acidium Acetyle Salicylicum dengan 5cm 3 air didinginkan
dan pada cairan ini, setekah didinginkan ditambahkan derichlorida, maka warnanya menjadi
lembayung tua. Kalau 250 mg Acidum Acetyle Salicylicum dengan 2 cm 3 air, 1 cm3 spirtus dan 3
cm3 asam sulfat dipanaskan, maka timbu bau dari etilasetat, yang terutama mudah dapat dikenal,
setelah zat cair itu didinginkan dalam tabung yang tertutup.
Larutan dalam spritus (1=10) harus jernih dan tak berwarna. 500 mg Acidum Acetylo
Salicylicum dengan 2 cm3 lindinatron harus menghasilkan larutan yang tak berwarna atau hampir
hampir tak berwarna. Kalau 500 mg Acidum Acetylo Salicylicum dengan 10 cm 3 air dikocok
selama 1 menit dan zat cair ini disaring, maka filtrat ini tidak boleh menimbulkan reaksi pada
sulfat dan pada chlorda.
Dalam keadaan suhu yang biasa, maka larutan 50 mg Acidum Acetylo Salicylicum yang
dengan segera dipergunakan dalam 5cm3 spirtus dan 20 cm3 air tidak boleh menjadikan
lembayung karena 1 tetes ferichlorida. Larutan dari 100 mg Acidum Acetylo Salicylicum dalam
1 cm3 asam sulfat, harus tak bewarna dan tetap tidak berwarna selama 2 jam . Setelah dibakar
Acidum Acetylo Salicylicum tidak boleh meninggalkan sisa larutan dari 360 mg Africidum
Acetylo Salicylicum dalam 5 cm3 spirtus, setelah dibubuhi phenolphtaleinc harus memerlukan 20
cm3 1/10N basa untuk penetralan. Kalau selanjutnya ditambah lagi dengan 1/10 N. Basa,
sehingga seluruhnya dipergunakan 50 cm3 dan cairan ini didihkan selama 5 menit, dan setelah
didinnginkan dengan penyengkangan CO2 dari udara diteter Kembali dengan 1/10 N asam, maka
dari itu, harus diperlukan 10,4 – 9,6 cm3 untuk penetralan.
Kelarutan
Dalam air 1 dalam 345 1 dalam 230
Dalam spirtus 1 dalam 4,9 1 dalam 3,3
Dalam eter 1 dalam kira-kira 15
ACIDUM ACETYLSALICYLIUM
Asam Asetilsalisilat
Asetosal
C9H8O4 = BM 180,16
Asam asetilsalisilat mengandung tidak kurang dari 99,5% C9H8O4 , dihitung terhadap zat
yang dikeringkan. Pemberian hablur tidak berwarna atau serbuk hablur putih ; tidak berbau atau
hampir tidak berbau; rasa asam. Kelarutan agak sukar larut dalam air, mudah larut dalam etanol
(95%) P; larut dalam kloroform P dan dalam eter P. Identifikasi A. Didihkan 200 mg dengan 4
ml larutan natrium hidroksida P 8% b/v selama 3 menit, diginkan. Tambahkan 5 ml asam sulfat
encer P ; terbentuk endapan nablur putih asam salisilat disaring, gunakan filtrat untuk identifikasi
B. keringkan nablur pada suhu 100-105 ℃ suhu lebur nablur lebih kurang 158℃, B panaskan
filtrat yang diperoleh pada uji identifikasi A dengan etanol (95%) P dan 2 ml asam sulfat P;
terjadi bau etilasetat. Suhu lebur 141-144 ℃.
Warna larutan 1,0gr dalam 9 ml etanol (95%)P, jernih ; penetapan dilakukan dengan cara
A yang tertera pada kejernihan dan tingkat opalesensi cairan tak berwarna dan juga larutan
tersebut tidak berwarna ; penetapan dilakukan menurut cara 1 yang tertera pada tingkat warna
cairan. Asam salisilat larutkan 100 mg dalam 5 ml etanol (95%) P dan 15 ml air. Tambahakan
0,05 ml larutan besi (III) klorida P0,5%b/v, biarkan selama 1 menit ; warna violet yang terjadi
tidak lebih tua dari warna larutan pembanding yang dibuat segera sebagai berikut : campur 1 ml
larutan yang mengandung 5 mg asam salisilat P dalam etanol (95%) P, 4 ml etanol (95%) P, 0,1
ml asam asetat P, 15 ml air dan 0,05 ml larutan besi (III) klorida P 0,5% b/v.
Kocok klorida 1,5 gr dengan 6 ml etanol (95%) P, encerkan dengan air secukupnya
hingga 50,0 ml kocok lalu saring 15 ml filtrat memenuhi uji batas klorida. Sulfat 10 ml filtrat
yang diperoleh dari pengujian klorida, diencerkan dengan air secukupnya hingga 15,0 ml
memenuhi uji batas sulfat. Logam berat tidak lebih dari 20 bpj; pengujian dilakukan sebagai
berikut: larutkan 750 mg dalam 9 ml aseton P, tambahkan 6 ml air. 12 ml larutan ini memenuhi
uji batas logam berat, buat larutan pembanding menggunakan larutan pembanding timbal (1bpj
Pb). Zat yang mudah terarangkan larutkan 200,0 mg dalam 5ml asam sulfat P, biarkan selama 5
menit. Warna larutan tidak lebih intensif dari warna larutan pembanding KC 5 yang tertera pada
tingkat warna cairan. Surut pengeringan tidak lebih dari 0,5%. Sisa pemijaran tidak lebih dari
0,1%. Penetapan kadar timbang saksama 500 mg, larutkan dalam 10 ml etanol (95%) P. Titrasi
dengan natrium hidroksida 0,1 N menggunakan indikator larutan fenolftalein P.
1 ml natrium hidroksida 0,1 N setara dengan 18,02 mg C 9H8O4 . pada larutan netral titrasi
pertama, tambahkan 50,0 ml natrium hidroksida 0,1 N, didihkan selama 15 mneit memakai
pendingin alir balik. Hubungkan tabung kering berisi natrium hidroksida P dengan pendingin,
biarkan dingin.
Sumber :
Tjahjani, Nur Patria. 2022. Analisis Aspirin. Semarang : Poltekkes Kemenkes Semarang