CAISON DISEASE
DISUSUN OLEH:
Albert Tan C014212035
Nurvira Idrus C014212137
Tasya Nursahadah R.I C014212167
Rahmawati Putri Rezki C014212142
RESIDEN PEMBIMBING
dr. Regina Amalia Haeruddin
dr. Melfa Irfaliza
SUPERVISOR
dr. Muhammad Yunus Amran, Ph.D, Sp.S(K), FIPM, FINR, FINA
Adalah benar telah menyelesaikan tugas referat yang berjudul “Caison Disease” dan
telah disetujui serta telah dibacakan di hadapan pembimbing dan supervisor dalam
rangka Kepaniteraan Klinik pada Bagian Ilmu Penyakit Saraf Fakultas Kedokteran
Universitas Hasanuddin Makassar.
Supervisor
ii
DAFTAR ISI
iii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas
berkat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan referat
yang berjudul “Caison Disease” tepat pada waktunya. Referat ini disusun dalam
rangka melengkapi tugas Kepaniteraan Klinik Departemen Ilmu Penyakit Saraf
Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada dr. Muhammad Yunus Amran,
Ph.D, Sp.S(K), FIPM, FINR, FINA selaku dokter supervisor pembimbing yang
telah membimbing penulis dalam melaksanakan kepaniteraan klinik Departemen
Ilmu Penyakit Saraf dan dalam menyusun referat ini.
Penulis menyadari masih banyak kekurangan baik dalam penyusunan
referat ini baik isi maupun format referat ini. Oleh karena itu, penulis mengharapkan
kritik dan saran dari pembaca dalam penyusunan referat selanjutnya.
Akhir kata penulis berharap referat ini dapat berguna bagi rekan-rekan
sejawat serta seluruh pihak yang ingin mengetahui dan mempelajari materi terkait
“Caison Disease”.
Penulis
iv
BAB I
PENDAHULUAN
Salah satu penyakit emergensi dalam neurologi yang erat kaitannya dengan
penyelam adalah penyakit dekompresi (caisson disease). Caisson disease adalah
sindrom yang berhubungan dengan pembentukan dan peningkatan ukuran
gelembung ketika tekanan parsial gas nitrogen dalam darah dan jaringan melebihi
tekanan disekitarnya. Decompression sickness terjadi karena saat menyelam, terjadi
peningkatan tekanan, sehingga udara yang kita hirup (oksigen dan nitrogen) lebih
banyak dari biasanya. Gas nitrogen akan terakumulasi di dalam tubuh peselam
sesuai dengan proporsi, durasi menyelam dan kedalaman penyelaman.
Di Eropa, diperkirakan terdapat 10-100 orang penyelam per-tahun yang
mengalami cedera dan membutuhkan penanganan rekompresi akibat penyakit
dekompresi yang dialami. Di Indonesia, prevalensi terjadinya penyakit dekompresi
belum diketahui secara pasti. Perhimpunan Kesehatan Hiperbarik Indonesia di
dunia menyatakan bahwa 5-6 orang dari tiap 100.000 orang meninggal akibat
tenggelam setiap tahunnya.
Gejala yang muncul pada penyakit dekompresi bervariasi dari gejala ringan
hingga fatal. Gejala yang ringan dapat berupa nyeri akibat gangguan mekanik yang
ditimbulkan oleh gelembung udara ekstravaskular. Secara umum gejala penyakit
dekompresi terbagi menjadi 2 kelompok yaitu gejala tipe 1 dan tipe 2. Pada gejala
tipe 1 terdiri dari nyeri otot dan sendi, kelelahan, dan adanya gejala pada kulit.
Gejala tipe 2 mencakup gejala-gejala pada sistem syaraf pusat, sistem pernapasan,
hingga sistem kardiovaskular.
Diagnosis penyakit dekompresi ditegakkan berdasarkan anamnesis dan
pemeriksaan fisik. Prinsip penanganan basic dan advance life support digunakan
sebagai tatalaksana awal penyakit ini. Tatalaksana definitif dan efektif adalah terapi
rekompresi. Untuk mencegah penyakit ini, penyelam harus membatasi
kecepatannya ketika naik ke permukaan.
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi
Decompression sickness (caisson disease) adalah sindrom yang
berhubungan dengan pembentukan dan peningkatan ukuran gelembung ketika
tekanan parsial gas nitrogen dalam darah dan jaringan melebihi tekanan di
sekitarnya.(1)
2.2. Epidemiologi
Insiden penyakit dekompresi jarang terjadi. Estimasi kejadian ini adalah
3 per 10.0000 penyelaman.(2)Di Eropa, diperkirakan terdapat 10-100 orang
penyelam per-tahun yang mengalami cedera dan membutuhkan penanganan
rekompresi akibat penyakit dekompresi yang dialami.(3) Angka kejadian
Caisson Disease (CD) di Amerika Serikat untuk tipe II yaitu 2.28 kasus per
10.000 penyelaman, tipe I tidak diketahui karena banyak penyelam yang tidak
mencari pengobatan.(4)
Di Indonesia, prevalensi terjadinya penyakit dekompresi belum
diketahui secara pasti. Perhimpunan Kesehatan Hiperbarik Indonesia di dunia
menyatakan bahwa 5-6 orang dari tiap 100.000 orang meninggal akibat
tenggelam setiap tahunnya.(4)
2.3. Etiologi
Penyakit dekompresi terjadi karena pembentukan dan pengembangan
gelembung gas yang disebabkan oleh pengurangan tekanan sekitar yang
menghasilkan gas inert (biasanya nitrogen) yang dari fase larut dalam darah atau
di dalam jaringan tubuh.(5)
Beberapa faktor risiko yang diyakini dapat meningkatkan insidensi
penyakit dekompresi:
1. Lemak tubuh
2
Terdapat teori bahwa nitrogen dapat tereabsorpsi dengan mudah ke
dalam jaringan lemak, jadi penyelam yang memiliki berat badan berlebih
memiliki risiko yang lebih besar untuk mengalami penyakit dekompresi.
2. Aktivitas
Sangat menarik bahwa aktivitas memiliki efek positif dan negatif.
Aktivitas fisik setidaknya 12 jam sebelum menyelam dapat memproduksi
protein yang melindungi tubuh dan menurunkan risiko penyakit
dekompresi. Di sisi lain, aktivitas fisik kurang dari 12 jam sebelum
penyelaman dapat meningkatkan sejumlah gas mikronuklei di mana dapat
membentuk gelembung dan meningkatkan insidensi penyakit dekompresi.
Melakukan aktivitas fisik sesaat setelah menyelam dapat meningkatkan
risiko pembentukan gelembung karena tekanan darah meningkat dan
gelembung dapat dengan mudah ditransfer dari vena ke arteri dalam sistem
sirkulasi.
3. Jenis kelamin
Secara teori, wanita memiliki risiko tinggi mengalami penyakit
dekompresi karena wanita secara khusus memiliki massa lemak tubuh yang
lebih tinggi. Tetapi belum ada penelitian yang dapat membuktikan hal ini.
4. Usia
Secara umum, orang dengan usia tua memiliki risiko tinggi terkena
penyakit dekompresi. (6)
2.4.Patogenesis
Penyakit dekompresi disebabkan karena masuknya udara ke dalam
sirkulasi darah atau jaringan setelah atau selama terjadinya penurunan tekanan
di lingkungan sekitar. Udara tersebut berasal dari gas mulia (umumnya gas
nitrogen) yang secara normal terlarut di dalam carian tubuh dan jaringan. Gas
tersebut kemudian terlepas dari cairan fisiologis dan membentuk gelembung
udara pada lingkungan dengan tekanan rendah. Berdasarkan hukum Henry,
ketika tekanan gas pada cairan berkurang maka gas yang terlarut dalam cairan
3
tersebut juga berkurang. Sedangkan apabila tekanan gas pada cairan meningkat,
maka gas yang terlarut dalam cairan juga meningkat.(7),(8)
Hal ini yang terjadi di dalam tubuh manusia. Nitrogen merupakan gas
mulia yang secara normal tersimpan di dalam jaringan dan cairan tubuh
manusia. Peningkatan tekanan yang terjadi saat menyelam menyebabkan
jumlah nitrogen yang terlarut dalam cairan dan jaringan tubuh juga meningkat.
Saat penyelam naik ke permukaan terlalu cepat, hal tersebut menyebabkan
nitrogen yang terlarut kembali ke dalam bentuk gas saat masih berada di cairan
dan jaringan tubuh yang menimbulkan terbentuknya gelembung udara. Penyakit
dekompresi dimulai dengan terbentuknya gelembung ekstravaskular dan
intravaskular yang semakin membesar ketika akumulasi tekanan gas terlarut
(oksigen, karbon dioksida, nitrogen, dan helium) dan uap air melebihi tekanan
absolut lokal. Emboli udara pada penyakit dekompresi dapat terjadi pada
pembuluh darah arteri maupun vena. Pada umumnya emboli pembuluh darah
arteri disebabkan oleh pendakian yang cepat, naik ke atas permukaan dengan
cepat setelah menyelam, menahan napas, dan adanya riwayat penyakit paru
(seperti asma). Faktor - faktor yang memengaruhi terjadinya penyakit
4
dekompresi antara lain ialah kondisi lingkungan yang hangat atau dingin,
aktivitas menyelam, latihan fisik atau pemanasan, dan suhu lingkungan. (7),(8)
Tidak ada kedalaman spesifik yang menjadi batas minimal absolut untuk
terjadinya penyakit dekompresi. Semakin dalam kedalaman yang dicapai maka
risiko penyakit dekompresi akan semakin besar. Pajanan berulang atau
penyelaman berulang dalam kurun waktu yang singkat meningkatkan risiko
terjadinya penyakit dekompresi. Selain itu, semakin cepat terjadinya perubahan
ketinggian, yaitu semakin singkat waktu yang diperlukan untuk naik ke
5
permukaan, maka risiko terjadinya penyakit dekompresi juga akan semakin
besar. Risiko penyakit dekompresi akan sangat meningkat jika penyelam naik
ke permukaan dengan kecepatan >19 meter/menit. Pada penyelam scuba,
penyelam diharuskan bernapas pada kondisi tekanan yang tinggi.
Pada kondisi ini akan terjadi peningkatan kadar nitrogen yang terlarut di
dalam tubuh. Semakin dalam menyelam maka laju saturasi nitrogen akan
semakin besar, sehingga jika setelah menyelam waktu yang diberikan untuk
eliminasi nitrogen terlalu singkat atau dengan kata lain penyelam secara cepat
naik ke permukaan setelah menyelam maka risiko penyakit dekompresi menjadi
sangat besar. Waktu juga memengaruhi terjadinya penyakit dekompresi.
Semakin lama durasi pajanan pada wilayah bertekanan rendah maka risiko
terjadinya penyakit dekompresi akan semakin besar. Faktor risiko lain adalah
usia, semakin tua usia maka risiko terjadinya penyakit dekompresi akan
semakin besar. Seseorang dengan komposisi lemak tubuh yang besar juga
berisiko untuk mengalami penyakit dekompresi. Hal ini disebabkan oleh
banyaknya nitrogen yang tersimpan di dalam jaringan lemak. (7),(8)
2.6. Diagnosis
Diagnosis penyakit dekompresi ditegakkan berdasarkan anamnesis dan
pemeriksaan fisik. Tidak ada pemeriksaan penunjang spesifik yang dapat
dilakukan untuk mendeteksi penyakit dekompresi. Magnetic Resonance
Imaging (MRI) dapat dilakukan namun memiliki spesifisitas dan sensitivitas
yang rendah. Perubahan radiologi dapat terjadi pada fase awal penyakit
dekompresi. Emboli udara pada pembuluh arteri harus dicurigai pada penyelam
yang menunjukkan gejala penurunan kesadaran, adanya gangguan neurologis
fokal, atau kejang dalam beberapa menit setelah selesai menyelam. Jika
penyelam melakukan penyelaman dalam kurun waktu yang cukup lama dan
menghirup gas inert maka penyakit dekompresi akan terjadi bersamaan dengan
emboli udara pada pembuluh arteri. Jika hal tersebut terjadi maka gejala utama
yang akan muncul adalah gangguan pada tulang belakang. Penyakit dekompresi
hampir tidak pernah terjadi setelah penyelaman pada kedalaman kurang dari 6
meter. (7),(8)
10
cardiac decompression syndrome . AGE karena barotrauma pulmonal
muncul ketika gas yang mengembang meregang dan menyebabkan
pecahnya kapiler alveolus sehingga memungkinkan gas alveolus masuk ke
sirkulasi darah. Sindrom ini dapat disebabkan oleh karena terperangkapnya
gas didalam tubuh sebagai akibat dari obstruksi saluran udara pada
gangguan seperti asma atau pada pulmonary blebs, kista, atau bula. AGE
paling sering mempengaruhi otak tetapi kadang-kadang bisa mempengaruhi
jantung dan organ lainnya.
Emboli udara arteri biasanya melibatkan pembuluh darah
intrakranial dan mengakibatkan bencana neurologis darurat. Fitur klinis
termasuk: gejala seperti stroke (tidak sadar, perubahan motorik dan
sensorik, kejang) selama pendakian atau dalam beberapa menit setelah
muncul dari penyelaman gas terkompresi, gejala sistem organ lainnya,
seperti jantung, juga dapat terpengaruh, tetapi diagnosis klinis AGE tidak
dapat ditegakkan tanpa manifestasi SSP. Sebagian besar kasus membaik
sebagian atau sepenuhnya dalam waktu singkat saat aliran darah pulih
kembali, tetapi kekambuhan sering terjadi selama beberapa jam setelah
embolisasi ulang. (9)
2. Barotrauma
Barotrauma didefinisikan sebagai kerusakan jaringan akibat efek
mekanis dari tekanan. Selama penyelam naik ke permukaan dan turun ke
kedalaman laut, akan terjadi perubahan tekanan ambien. Barotrauma dapat
dibagi menjadi barotrauma telinga yang terdiri dari barotrauma telinga luar,
barotrauma telinga tengah, dan barotrauma telinga dalam. Yang paling
sering terkena pada penyelam adalah barotrauma telinga tengah, muncul
pada sekitar 30% penyelam pemula dan sekitar 10% pada penyelam yang
telah berpengalaman.
2.8. Tatalaksana
Bergantung pada jumlah dan lokasi dari gas intrakorporeal yang
berlebihan, pada beberapa kasus gejala dari penyakit caisson dapat menghilang
dengan sendirinya. Namun, beberapa pasien akan mengalami deteriorasi
setelahnya yang sering berkembang menjadi lebih buruk dari gejala awal,
sebagai akibat dari kerusakan jaringan yang progresif. Sehingga, pasien yang
mengalami penyakit caisson harus mendapatkan tatalaksana adekuat. Prinsip
penanganan basic dan advance life support digunakan sebagai tatalaksana awal
penyakit ini. sebagai tambahan, administrasi oksigen 100% juga merupakan
suatu prioritas. Oksigen tidak hanya menangani hipoxemia arteri tetapi juga
meningkatkan kecepatan pengeluaran gas inert dan eliminasi dari gelembung-
gelembung udara. Meskipun posisi kepala berada dibawah tidak lagi secara
rutin direkomendasikan karena dapat mencetuskan edema cerebral, posisi
supine memiliki keuntungan yang lebih daripada posisi tegas karena dapat
menegah hipotensi postural dan meningkatkan pengeluaran gas inert.
13
2. Tatalaksana utama
Tatalaksana definitif dan efektif adalah terapi rekompresi. Kompresi
secara fisik mengurangi volume gelembung udara sesuai dengan hukum
Boyle, sehingga dapat mengurangi gejala penyakit Caisson. Penggunaan
oksigen konsentrasi 100% sebagai gas pernapasan selama proses
rekompresi bersifat terapeutik melalui beberapa mekanisme termasuk
eliminasi cepat dari gas inter, oksigenasi maksimal dari jaringan iskemik,
mereduksi edema, dan menginhibisi inflamasi sekunder dan juga
mereperfusi trauma yang terjadi. Rekompresi harus dilakukan secepat
mungkin untuk menghindari rekurensi lambat dari penyakit ini dan juga
menghindari bertambah parahnya penyakit, kecuali didapatkan etiologi lain
yang nyata dari penyakit ini.terapi rekompresi biasanya tetap disarankan
meskipun manifestasi klinik menghilang dengan tatalaksana pertama,
mengingat penyakit caisson yang tidak ditangani dapat muncul kembali
beberapa hari sejak onset pertama kali penyakit.(12)
2.9. Pencegahan
Untuk mencegah penyakit Caisson, penyelam harus membatasi
kecepatannya ketika naik ke permukaan. Kecepatan yang direkomendasikan
ketika penyelam hendak naik ke permukaan tidak melebihi 2 meter/menit, dan
dianjurkan untuk naik dengan metode zig-zag atau spiral. Selain itu, penyelam
juga dianjurkan untuk menghindari konsumsi alkohol 24 jam sebelum dan
setelah menyelam. Hindari menyelam kembali 2 minggu hingga 1 bulan jika
telah mengalami gejala-gejala ringan dari penyakit Caisson. Jika telah
mengalami gejala berat, maka dianjurkan untuk tidak menyelam kembali. Selain
itu hendaknya menghindari beberapa faktor risiko yang dapat meningkatkan
kerentanan untuk terkena penyakit ini yaitu (13):
15
2.10. Komplikasi
Penyakit dekompresi dapat menyebabkan kerusakan jangka panjang.
Lesi sistem saraf pusat di tulang belakang dan otak dapat terjadi. Dampak
yang paling fatal dari penyakit dekompresi adalah kelumpuhan pada
peselam hingga mengakibatkan penurunan produktifitas secara massal dan
tak jarang berlanjut pada kematian. Untuk menghindari penyakit
dekompresi saat seorang peselam pada kedalaman yang sangat dalam
sebaiknya untuk naik ke permukaan harus dilakukan secara perlahan-lahan.
Apabila naik dengan cepat dan tergesa-gesa dapat memberikan tekanan
udara yang sangat besar terhadap pembuluh darah sehingga menimbulkan
penyakit dekompresi. Selain itu frekuensi menyelam maksimal dua kali saja
sehari. (14)
2.11. Prognosis
Seseorang yang memiliki penyakit dekompresi dapat menempatkan
pasien pada peningkatan risiko untuk kejadian serupa di masa depan.
Prognosis tergantung pada tingkat keparahan dan juga tergantung pada
faktor-faktor seperti waktu untuk rekompresi, ketersediaan dan waktu untuk
mendapatkan oksigen, dan perawatan suportif. Namun, jika tidak diterapi
dengan baik seseorang yang mengalami penyakit dekompresi akan
mengalami morbiditas berat dan cacat seumur hidup bahkan dapat
menyebabkan kematian. (14)
16
BAB III
KESIMPULAN
17
DAFTAR PUSTAKA
18
decompression sickness treated with hyperbaric therapy and extracorporeal
oxygenation. Aerosp Med Hum Perform. 2020 Feb;91(2):106–9.
11. Blatteau JE1, Jean F, Pontier JM, Blanche E, Bompar JM, Meaudre E EJ.
Decompression sickness accident management in remote areas. Use of
immediate in-water recompression therapy. Review and elaboration of a
new protocol targeted for a mission at Clipperton atoll. Ann Fr Anesth
Reanim. 2006;874–83.
14. HCooper JS, Hanson KC. Decompression Sickness. [Updated 2022 Jun 21].
In: StatPearls [Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2022
Jan
19