Anda di halaman 1dari 39

BAGIAN KARDIOLOGI REFERAT

PROGRAM STUDI PROFESI DOKTER DESEMBER 2023


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA

RAYNAUD SYNDROME

OLEH
Julian Muhammad Yasin
111 2022 2254

PEMBIMBING
dr. Theo Deus, Sp. JP, FIHA

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


BAGIAN KARDIOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
MAKASSAR
2023

i
KATA PENGANTAR

Segala puji dan rasa syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT,

karena berkat limpahan rahmat, hidayah dan inayah-Nya maka Referat ini

dapat diselesaikan dengan baik. Salam dan salawat semoga selalu tercurah

pada baginda Rasulullah Muhammad SAW beserta para keluarga, sahabat-

sahabatnya dan orang-orang yang mengikuti ajaran beliau hingga akhir

zaman.

Referat yang berjudul “Raynaud Syndrome” ini disusun sebagai

persyaratan untuk memenuhi kelengkapan bagian.

Penulis menyadari bahwa Referat ini belum sempurna, untuk saran

dan kritik yang membangun sangat diharapkan dalam penyempurnaan

penulisan Referat ini. Terakhir penulis berharap, semoga Referat ini dapat

memberikan hal yang bermanfaat dan menambah wawasan bagi pembaca

dan khususnya bagi penulis juga.

Makassar, Desember 2023

Penulis

ii
LEMBAR PENGESAHAN

Yang bertandatangan dibawah ini menyatakan bahwa :


Nama : Julian Muhammad Yasin
NIM : 111 2022 2254
Judul : Raynaud Syndrome

Telah menyelesaikan Referat yang berjudul “Raynaud Syndrome”


dan telah disetujui serta telah dibacakan dihadapan dokter pendidik klinik
dalam rangka kepaniteraan klinik pada bagian Kardiologi Fakultas
Kedokteran Universitas Muslim Indonesia.

Makassar, Desember 2023


Menyetujui,
Dokter Pendidik Klinik, Penulis,

dr. Theo Deus, Sp. JP, FIHA Julian Muhammad Yasin

iii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.......................................................................................ii

LEMBAR PENGESAHAN..............................................................................iii

DAFTAR ISI....................................................................................................iv

BAB I............................................................................................................... 1

PENDAHULUAN.............................................................................................1

BAB II.............................................................................................................. 3

PEMBAHASAN...............................................................................................3

2.1 DEFINISI................................................................................................ 3

2.2 EPIDEMIOLOGI.....................................................................................3

2.3 ETIOLOGI.............................................................................................. 4

2.4 FAKTOR RISIKO...................................................................................9

2.5 PATOFISIOLOGI................................................................................... 9

2.6 DIAGNOSIS......................................................................................... 13

2.7 PENATALAKSANAAN........................................................................21

2.8 PROGNOSIS........................................................................................28

2.9 EDUKASI............................................................................................. 29

BAB III...........................................................................................................31

KESIMPULAN...............................................................................................31

DAFTAR PUSTAKA......................................................................................33

iv
BAB I
PENDAHULUAN

Fenomena Raynaud adalah respons vasospastik dan iskemia episodik


yang berlebihan akibat paparan terhadap suhu rendah atau stimulus
emotional. Patofisiologi dari fenomena Raynaud hingga saat ini belum dapat
dijelaskan, namun diduga bahwa terjadi kehilangan alirah darah transien
pada digiti tangan atau kaki.
Penyebab ini kemungkinan disebabkan oleh kelainan fungsional dari
pembuluh darah pada fenomena Raynaud primer dan kelainan struktural
berperan pada fenomena Raynaud sekunder. Patofisiologi dari fenomena
Raynaud terkait dengan abnormalitas pada vaskuler, intravaskuler, neural,
dan faktor eksternal.[1-5]
Fenomena Raynaud dibedakan menjadi fenomena Raynaud primer
dan sekunder. Fenomena Raynaud primer pada umumnya didapatkan
riwayat keluarga dari first degree relative dan bersifat idiopatik. Pada
fenomena Raynaud sekunder didapatkan gejala yang lebih berat
dibandingkan primer dan disertai penyakit lain sebagai penyebab dasar,
seperti penyakit autoimun sklerosis sistemik dan lupus eritematosus sistemik.
[1-3]
Karakteristik gejala dari fenomena Raynaud adalah perubahan warna
kulit secara trifasik yaitu pucat-biru-merah. Fase pertama disebabkan karena
vasokonstriksi akibat paparan suhu dingin, kemudian mengalami hipoksia
jaringan sehingga menyebabkan perubahan warna menjadi biru (sianosis).
Pada dua fase pertama, gejala biasanya disertai dengan parestesia.
Fase terakhir terjadi perubahan warna menjadi merah (rubor) dimana telah
terjadi proses reperfusi yang sering disertai dengan rasa nyeri. Ketiga fase ini
dapat berlangsung selama hitungan menit hingga jam.[1-3,6]

1
Diagnosis dari fenomena Raynaud berdasarkan gejala klinis.
Beberapa pemeriksaan fisik dan penunjang diperlukan terutama pada
dugaan fenomena Raynaud sekunder. Pemeriksaan laboratorium darah
lengkap, imunologis, dan respon inflamasi seperti laju endap darah (LED)
dan C-Reactive Protein (CRP) mendukung diagnosis autoimun.[1-4]
Tatalaksana dari fenomena Raynaud terdiri dari konservatif yaitu
dengan menghindari pencetus dan menjaga kehangatan. Pada kasus
fenomena Raynaud primer, tatalaksana konservatif biasanya sudah
memberikan respons yang cukup baik dalam mengurangi gejala.
Bila dengan tatalaksana konservatif tidak didapatkan perbaikan, terapi
medikamentosa dapat diberikan. Obat lini pertama yang sering digunakan
adalah vasodilator calcium channel blocker (CCB) seperti nifedipin. Terapi
pembedahan mungkin diperlukan pada kasus dengan gejala berat dan bila
terjadi ulkus hingga nekrosis.[2,6]

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 DEFINISI
Fenomena Raynaud adalah respons vasospastik dan iskemia episodik
yang berlebihan akibat paparan terhadap suhu rendah atau stimulus
emotional. Patofisiologi dari fenomena Raynaud hingga saat ini belum dapat
dijelaskan, namun diduga bahwa terjadi kehilangan alirah darah transien
pada digiti tangan atau kaki.

2.2 EPIDEMIOLOGI
Data epidemiologi fenomena Raynaud primer didapatkan lebih banyak
dibandingkan fenomena Raynaud sekunder yang didasari oleh penyakit
sekunder. Sebagian besar mortalitas dari fenomena Raynaud disebabkan
oleh komplikasi kardiovaskular.

Global
Prevalensi dari fenomena Raynaud pada populasi secara general
sekitar 3-5%, dengan didominasi oleh fenomena Raynaud primer sekitar 80-
90%.
Fenomena Raynaud primer 9 kali lebih banyak ditemukan pada wanita
dengan prevalensi sekitar 2-20%. Pada wanita, 20-30% onset terjadi pada
usia muda dan berkaitan dengan riwayat penyakit keluarga.[1,5,7-8,9-10]
FRP pada umumnya muncul pada usia dekade 2 dan 3 pada wanita
muda.
Prevalensi dari fenomena Raynaud sekunder berhubungan dengan
penyakit yang mendasarinya. Onset usia pada FRS bergantung pada
penyakit yang menyertai.
Pada populasi usia di atas 60 tahun, penyakit vaskular obstruktif
merupakan penyebab terbanyak dari fenomena Raynaud.

3
Sekitar 14-37% pasien dengan Raynaud primer jangka panjang
mengalami progresi menjadi sekunder, dan 99% diantaranya berkembang
menjadi penyakit autoimun, dengan kasus terbanyak adalah sistemik
sklerosis.
Fenomena Raynaud sekunder yang terkait dengan pekerjaan, seperti
paparan berlebihan terhadap vibrasi, lebih banyak ditemukan pada laki-laki.
[5,7,9,11]

Indonesia
Belum ada data epidemiologi nasional mengenai fenomena Raynaud
di Indonesia.

Mortalitas
Sebuah studi menyatakan bahwa 51.4% mortalitas pada pasien
dengan fenomena Raynaud disebabkan oleh penyebab kardiovaskular.
Adanya fenomena Raynaud meningkatkan risiko kematian akibat
kardiovaskular sebesar 1,6 kali. Kejadian angina didapatkan lebih banyak
pada pasien dengan fenomena Raynaud. Hubungan dari keduanya saat ini
belum dapat dijelaskan dengan pasti, namun patofisiologi angina Prinzmetal
yang melibatkan vasokonstriksi mungkin berkaitan dengan fenomena
Raynaud.[10]
Fenomena Raynaud diduga merupakan tanda atau prekursor penyakit
vaskular yang tidak terdiagnosa. Mortalitas terkait kardiovaskular didapatkan
lebih tinggi seiring dengan peningkatan usia.[10]

2.3 ETIOLOGI
Etiologi fenomena Raynaud terbagi menjadi 2 yakni bersifat primer
(idiopatik) dan sekunder. Sebagian besar fenomena Raynaud yang
ditemukan bersifat idiopatik.

4
Etiologi
Fenomena Raynaud primer (FRP) bersifat idiopatik sementara
fenomena Raynaud sekunder (FRS) adalah fenomena Raynaud yang terjadi
akibat kondisi/penyakit lain.

Fenomena Raynaud Primer


Sebagian besar fenomena Raynaud yang ditemukan di fasilitas
kesehatan tingkat pertama merupakan fenomena Raynaud primer (idiopatik).
Umumnya, pada fenomena Raynaud primer (FRP) terjadi vasospasme yang
terjadi secara simetris pada kedua tangan yang dirangsang oleh cuaca
dingin, faktor emosi, dan kadang muncul saat membawa barang.
Kelainan fungsional dari pembuluh darah dimana terjadi vasokonstriksi
yang berlebihan diduga menjadi dasar patofisiologi dari FRP. Pada
pemeriksaan histologi, tidak didapatkan abnormalitas dari struktural
pembuluh darah.[1-4,6]
FRP cenderung terjadi pada usia muda, sekitar dekade 2 atau 3, dan
lebih banyak ditemukan pada perempuan. Onset dari FRP pada umumnya
terjadi antara masa menarche hingga menopause dengan derajat keparahan
yang lebih besar pada masa ini. Diduga hormon steroid yang dihasilkan oleh
ovarium ikut berpengaruh dalam patofisiologi dari FRP. 30% pasien dengan
FRP memiliki first degree relative dengan riwayat penyakit yang sama.[1-6]
Pada FRP, tidak didapatkan adanya tanda-tanda gejala penyakit yang
mendasari, tidak ada bukti adanya penyakit vaskular perifer, dan tidak
ditemukan adanya nekrosis/gangrene. Pemeriksaan kapiler lipatan kuku
dalam batas normal. Hasil pemeriksaan laboratoris, seperti tes ANA dan
LED, dalam batas normal.[1-3]

5
Fenomena Raynaud Sekunder (FRS)
Berbeda dengan FRP, lebih dari 50% pasien yang dirujuk ke fasilitas
tingkat lanjut sering disertai dengan penyakit sistemik yang mendasari.
Beberapa penyakit yang berkaitan dengan fenomena Raynaud sekunder
(FRS) antara lain autoimun, inflamasi, penyakit hematopoietik, atau penyakit
terkait jaringan ikat seperti skleroderma yang sering berkaitan dengan
kejadian vasospastik.
Gejala dan tanda-tanda dari penyakit yang mendasari kadang sudah
nampak bersamaan dengan gejala Raynaud. FRS ditemukan pada usia yang
lebih tua (>30 tahun). FRS lebih banyak ditemukan pada laki-laki.[1-4,6]
Kelainan pada FRS disebabkan selain oleh disfungsi fungsional tetapi
juga terdapat kelainan struktural dari pembuluh darah. Beberapa kelainan
struktural yang dimaksud seperti hiperplasia myointimal, atheroma, thrombus
terorganisasi, atau kompresi ekstravaskular. Perubahan struktural ini
menyebabkan kerusakan pada fungsi endotel yang meningkatkan reaktivitas
dari vaskular.[4]
Gejala pada FRS didapatkan asimetris dengan derajat lebih berat
dibandingkan FRP. Rasa ketat dan nyeri pada jari tangan didapatkan lebih
berat, kadang disertai dengan iskemia dari jari yang dapat berakhir
dengan pitting scar, ulkus, atau gangrene. Pada pemeriksaan laboratorium
dapat ditemukan peningkatan laju endap darah (LED) dan hasil positif pada
tes anti nuclear antibody (ANA).[1-4]

Tabel 1. Penyebab Fenomena Raynaud Sekunder


Pekerjaan Vibrasi (hand arm vibration syndrome, hypothenar hammer
syndrome)
Mikrotrauma
Vinyl chloride
Silika dan pelarutnya

6
Arsen
Frostbite
Timbal
Pelarut xylene, toluene, aseton, klorin
Hematologi Polisitemia vera
Leukemia
Trombositosis
Cold agglutinin disease (infeksi Mycoplasma)
Paraproteinemia
Defisiensi protein C, protein S, antithrombin III
Mutasi faktor V Leiden
Hepatitis B dan hepatitis C
Paroksimal nocturnal hemoglobinuria
Reumatologi Sklerosis sistemik
Mixed connective tissue disease
Lupus eritematosus sistemik
Dermatomiositis atau polimiositis
Rheumatoid arthritis
Sindrom Sjogren
Vaskulitis
Primary biliary cirrhosis
Obat-obatan Beta-blocker non selektif, termasuk tetes mata
Imipramine
Clonidine
Bromokriptin
Obat-obatan anti migraine (derivate ergot)
Siklosporin
Interferon α dan β

7
Penyalahgunaan kokain, amfetamin, kanabis
Terapi pengganti hormon estrogen tanpa progesteron
Ephedrine
Vinyl chloride
Methylphenidate
Obat-obatan sitotoksik
Endokrin Pheochromocytoma
Hipotiroid (miksedema)
Akromegali
Diabetes mellitus
Penyakit Kompresi neurovaskular eksternal
arterial Carpal tunnel syndrome
oklusif Thoracic outlet syndrome
Trombosis
Tromboangitis obliterans (Buerger’s disease)
Embolisasi
Arteriosklerosis
Lain-lain Fabry disease
Adenocarcinoma paru
Berat badan rendah
Operasi bariatric
Sekuelae frostbite
Sekuelae trauma dari digital
Complex regional pain syndrome
Paraneoplastik

2.4 FAKTOR RISIKO

8
Faktor risiko mayor fenomena Raynaud primer diantaranya jenis
kelamin perempuan, riwayat keluarga dengan fenomena Raynaud, migraine,
merokok, pekerjaan, dan penggunaan hormon replacement therapy (HRT)
estrogen tanpa progesteron.[1,5,7-8,9-10]
Peningkatan usia tidak menyebabkan peningkatan prevalensi dari
FRP. Meskipun pada awalnya FRP lebih terkait dengan faktor genetik, faktor
lingkungan seperti mikrotrauma vaskular pada penggunaan alat-alat vibrasi
juga meningkatkan risiko terjadinya fenomena Raynaud.
Pasien dengan FRP memiliki risiko 4 kali lebih tinggi
mengalami migraine. Hal ini mungkin terkait dengan patofisiologi vasospastik
yang melibatkan vaskular dan neurologis.
Penggunaan HRT dengan kombinasi estrogen dan progesteron tidak
menunjukkan adanya hubungan dengan peningkatan prevalensi dari FRP.[1-
6,8]
Selain itu, terdapat faktor-faktor yang dapat meningkatkan kejadian
fenomena Raynaud. Faktor-faktor ini juga dapat meningkatkan nyeri saat
fenomena terjadi. Faktor-faktor lain yang termasuk adalah:
 Usia saat terjadi onset
 Stres
 Lingkungan suhu rendah
 Penyakit/gangguan pada jaringan ikat[5]

2.5 PATOFISIOLOGI
Patofisiologi fenomena Raynaud hingga saat ini belum dapat
dijelaskan dan diperkirakan terdapat perbedaan antara fenomena Raynaud
primer dan sekunder. Kelainan pada dinding pembuluh darah pada fenomena
Raynaud primer diduga bersifat fungsional, sedangkan pada fenomena
Raynaud sekunder diduga terdapat kelainan struktural. Secara garis besar,

9
patofisiologi terkait dengan abnormalitas pada vaskular, intravaskular, neural,
dan faktor eksternal.[1-2]

Abnormalitas Fungsi Vaskular


Endotel pembuluh darah menghasilkan vasodilator alamiah seperti
nitrit oxide (NO), prostaglandin seperti prostacyclin (PGI2), endothelium-
derived hyperpolarizing factor (EDHF), adrenomedullin, atrial natriuretic
peptide, dan karbon monoksida. Defisiensi dari faktor dilator dapat
menyebabkan peningkatan respons terhadap faktor vasokonstriksi yang
berakhir pada kejadian vasospastik.[1,4]
Endothelin-1, alpha 2-adrenergic agonist, serotonin, angiotensin II, dan
peningkatan fosforilasi tirosin merupakan vasoaktif yang bekerja sebagai
vasokonstriktor pada suhu dingin. Pelepasan endothelin-1 dirangsang oleh
stimulus vasoaktif, diantaranya angiotensin, vasopressin, dan TGF-β
(transforming growth factor-beta). Angiotensin merupakan vasokonstriktor
dan memiliki efek profibrotik.[1,4]
Pada fenomena Raynaud, didapatkan kelainan dari fungsi vaskular di
mana terjadi ketidakseimbangan zat vasoaktif yaitu penurunan vasodilatasi
dan peningkatan vasokonstriksi. Studi menunjukkan bahwa pada FRP,
didapatkan penurunan respons dilatasi pada pembuluh darah terhadap
pemberian NO. Sedangkan pada fenomena Raynaud sekunder, diduga
selain adanya kelainan yang bersifat fungsional, telah terjadi kelainan dari
struktural pembuluh darah yang menyebabkan gangguan pada fungsi
endotel.[1,4-5]
Kerusakan endotel menyebabkan penurunan vasodilator alamiah
yakni nitrit oxide dan prostasiklin. Pada skleroderma, sebuah studi
menyatakan bahwa terdapat penurunan jumlah dari NO synthase (NOS)
yang menyebabkan penurunan dari sintesis NO. Selain itu, proliferasi proses

10
fibrosis dari vaskular juga ditemukan pada sklerosis sistemik yang
menyebabkan berkurangnya aliran darah ke digiti.[1,4-5]

Abnormalitas Intravaskular
Aktivasi dan agregasi platelet didapatkan meningkat pada fenomena
Raynaud primer dan sklerosis sistemik. Aktivasi platelet memicu peningkatan
tromboksan yang merupakan vasokonstriktor kuat. Tromboxan (TXA2)
merupakan salah satu produk vasokonstriktor yang dihasilkan melalui jalur
COX (cyclo-oxygenase). Beberapa faktor vasokonstriktor yang dihasilkan
oleh jalur COX antara lain prostaglandin H 2 (PGH2) dan superoxide anion
(O2-).[1,4-5]
Sebuah studi menunjukkan bahwa beberapa faktor vasokonstriktor di
atas menghambat proses vasodilatasi digiti pada perempuan pre maupun
post-menopause. Sirkulasi digiti diduga lebih sensitif terhadap produk
vasokonstriktor tersebut dibandingkan vaskularisasi pada lengan atas.
Pemberian aspirin terbukti dapat meningkatkan respons dilatasi dari aliran
darah digiti.[1,4-5]
Terganggunya proses fibrinolisis meningkatkan plasminogen activator
antigen yang menyebabkan terbentuknya fibrin dan menyebabkan oklusi
vaskular. Berkurangnya kelenturan sel eritrosit akibat membrane eritrosit
yang rusak akibat radikal bebas disertai peningkatan viskositas dari darah
berhubungan dengan FRS.
Stres oksidatif juga berperan dalam patofisiologi fenomena Raynaud.
Sebuah studi menunjukkan manfaat dari penggunaan antioksidan dalam
mengurangi kejadian vasospasme pada fenomena Raynaud. Stress oksidatif
diduga terjadi sebagai konsekuensi dari episode iskemia-reperfusi berulang
yang terkait dengan serangan vasospastik. Radikal bebas menurunkan kadar
antioksidan dan menimbulkan injuri terhadap endotel yang dapat
menyebabkan vasospasme.[1-3,5]

11
Abnormalitas Neural
Neurotransmitter dari otonom dan saraf sensoris aferen berpengaruh
pada vaskularisasi ujung ekstremitas. Terdapat ketidakseimbangan kontrol
saraf terhadap vasokonstriksi dan vasodilatasi. Vasokonstriktor kuat yang
dimediasi oleh α-2-adrenoreseptor mengalami peningkatan pada fenomena
Raynaud. α-2-adrenoreseptor berperan pada proses vasokonstriksi akibat
paparan pada cuaca dingin.[1,5]
Salah satu neuropeptida yang dihasilkan oleh saraf yang bekerja pada
pembuluh darah adalah calcitonin gene-related peptide (CGRP). CGRP
merupakan vasodilator yang poten. Pada biopsi kulit pasien dengan Raynaud
primer dan sklerosis sistemik didapatkan defisiensi dari CGRP. Saraf sentral
mempengaruhi pelepasan endothelin-1 namun tidak terlalu dominan
dibandingkan saraf perifer dan autonom.[1,5]

Faktor-faktor Eksternal
Merokok meningkatkan viskositas darah, mengganggu fibrinolisis, dan
menyebabkan peningkatan radikal bebas. Faktor hormonal diduga juga
berpengaruh pada fenomena Raynaud terkait prevalensinya yang meningkat
pada perempuan.
Sebuah studi menyatakan bahwa efek tonik dari pembuluh darah
kutan akibat aktivasi simpatis (adrenergik) didapatkan lebih tinggi pada
wanita dibandingkan pada laki-laki. Respons refleks vasokonstriktor yang
dimediasi oleh α1 adrenoreseptor juga diperkuat oleh estrogen. Hal ini
sejalan dengan penemuan bahwa fenomena Raynaud mengalami perbaikan
saat menopause.[1,4]

12
2.6 DIAGNOSIS
Diagnosis dari fenomena Raynaud berdasarkan anamnesis dan
pemeriksaan fisik utama yakni perubahan warna kulit dari pucat-sianosis-
merah. Pemeriksaan laboratorium dan mikroskopis juga diperlukan dan dapat
mengeksklusi diagnosis banding.

Anamnesis
Gejala dari fenomena Raynaud didapatkan perubahan warna kulit
dalam 3 fase secara intermiten yakni warna putih (pucat) akibat
vasokonstriksi berlebihan dan hilangnya aliran darah. Setelah fase ini, terjadi
penumpukan darah residu yang mengalami desaturasi sehingga tampak
perubahan warna menjadi warna biru (sianosis) akibat hipoksia jaringan.
Fase perubahan warna menjadi merah (rubor) terjadi setelah terjadi
reperfusi jaringan dan alirah darah kembali ke jaringan. Perubahan ini
didapatkan pada umumnya jari tangan, dimulai dari 1 jari yang akan
menyebar ke jari lainnya secara simetris pada kedua tangan. Jari tangan
yang sering terlibat antara lain jari II, III, dan IV. Ibu jari tidak terlibat. Selain
pada jari tangan, dapat pula ditemukan pada jari kaki, hidung, pipi, telinga,
lidah, lutut, dan puting susu.[1,3-4,6,9]
Selain gejala, perlu dicari pula faktor pencetus dari fenomena
Raynaud. Faktor pencetus meliputi paparan terhadap suhu dingin atau
stimulasi simpatis akibat stress emosional dapat menyebabkan serangan
Raynaud.[1-4,6,9]
Perubahan warna disertai rasa tebal (parestesia) pada 2 tahap
pertama akibat iskemia saraf sensoris. Saat terjadi reperfusi, gejala nyeri
dapat menyertai. Perubahan warna terjadi secara intermiten dan singkat
dalam hitungan menit hingga jam. Livedo reticularis, yaitu gambaran bercak
atau pola retikularis pada kulit ekstremitas, dapat menyertai serangan
fenomena Raynaud primer yang akan menghilang secara sempurna dengan

13
penghangatan. Keluhan migrain, irritable bowel, dan anorexia mungkin
menyertai fenomena Raynaud primer.[1-4,6,9]
Usia onset terjadinya gejala dan frekuensi dari serangan diperlukan
untuk mendiagnosis. Pada late onset, yaitu sekitar usia 30-40 tahun,
fenomena Raynaud pada umumnya berkaitan dengan penyakit jaringan ikat
yang menyertai.
Riwayat gejala lainnya yang menyertai seperti gejala fotosensitivitas,
ulkus mulut, kekakuan kulit, dan kekeringan pada mata atau mulut, dapat
membantu mendiagnosis adanya kemungkinan penyakit jaringan ikat yang
menyertai.
Riwayat obat-obatan yang telah dikonsumsi sebelumnya dan riwayat
pekerjaan diperlukan untuk mencari kemungkinan penyebab sekunder dari
fenomena Raynaud. Adanya riwayat keluarga dengan gejala yang sama
meningkatkan kemungkinan fenomena Raynaud primer.[2,6,9]

Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik yang perlu diperhatikan adalah adanya perubahan
warna kulit yang jelas dari pucat-sianosis-rubor. Terdapat batas yang jelas
antara kulit yang terkena dan tidak. Perubahan warna ini sulit ditemukan
pada praktek rutin sehari-hari dan meminta pasien untuk
mendokumentasikan perubahan warna kulit dapat sangat membantu dalam
mendiagnosis.
Selain perubahan warna kulit, perlu diperhatikan pula adanya
perubahan pada nail bed dan integritas dari kulit. Perubahan pada
kuku, digital pitting, dan ulkus dapat menjadi tanda nutrisi yang buruk pada
jaringan.[2-3,6]
Pemeriksaan fisik terhadap gejala penyakit lain yang mungkin
mendasari perlu diperhatikan. Sklerodaktili, flexion deformity,tendon friction
rubs, dan calcinosis dapat ditemukan pada sklerosis sistemik. Kulit yang kaku

14
dan kering, telangiektasia, salt-pepper appearance dapat menjadi petunjuk
penting sklerosis sistemik.
Synovitis dapat menjadi petunjuk inflamasi artropati. Nyeri tulang
dapat menjadi petunjuk sindroma paraneoplastik terkait
hiperviskositas. Malar rash, ulkus mulut, non-scarring alopecia,arthritis dan
nefritis dapat menjadi petunjuk lupus eritematosus sistemik.
Livedo reticularis yang tidak hilang dengan penghangatan sugestif
terhadap lupus eritematous sistemik, sindroma antifosfolipid, vaskulitis, cold
agglutinin disease, dan penyakit arteri perifer.[2,6,9]
Pemeriksaan pulsasi perifer diperlukan untuk mengekslusi adanya
penyakit pembuluh darah obstruktif. Pemeriksaan Allen’s test diperlukan
untuk mendeteksi adanya penyakit arteri perifer pada ekstremitas atas.
Lengan atas diangkat dan pasien diminta untuk menggenggam tangan
selama 30 detik.
Penekanan kemudian dilakukan pada arteri ulnaris dan radialis.
Pelepasan dari penekanan dilakukan bergantian pada masing-masing arteri.
Perubahan warna terjadi secara cepat saat penekanan dilepaskan. Bila
perfusi jaringan tidak segera kembali saat penekanan dilepaskan, maka
menandakan adanya obstruksi pada arteri yang tidak ditekan.[6]
Cold stimulation test dapat pula dilakukan untuk mengetahui respons
jari terhadap proses pembekuan dan penghangatan. Pada keadaan normal,
jari akan mengalami penghangatan alami dalam waktu kurang dari 15 menit,
sedangkan pada fenomena Raynaud didapatkan lebih dari 20 menit.[2,12-14]
Pemeriksaan tekanan darah diperlukan bila didapatkan fenomena
Raynaud yang asimetris. Aritmia, terutama atrial fibrilasi, dapat menjadi
petunjuk adanya penyakit tromboemboli. Fibrosis paru dapat menjadi
petunjuk sklerosis sistemik.[2]

Diagnosis Banding

15
Diagnosis banding dari fenomena Raynaud antara lain primary
acrocyanosis, childblains, eritromelalgia, paroxysmal digital
hematoma, non-freezing cold injuries, dan frostbite.

Primary Acrocyanosis
Sering terjadi pada wanita usia muda dengan berat badan rendah
maupun anorexia. Tidak adanya lemak menyebabkan vaskular mengalami
vasokonstriksi pada paparan dingin. Gejala klinis yang tampak adalah
sianosis pada ekstremitas distal yang simetris dan tidak disertai nyeri.
Gejala kadang disertai dengan hiperhidrosis palmar maupun palmo-
plantar akibat peningkatan kerja dari simpatis. Gejala sianosis memberat
pada musim dingin dan paparan dingin, membaik pada musim panas. Tidak
didapatkan adanya demarkasi atau keluhan mati rasa.[6]

Chilblains
Inflamasi pada kulit akibat paparan pada cuaca dingin dan lembab,
pada akhir musim dingin dan awal musim semi. Gejala berupa papul
edematous dan eritematosus yang ditemukan pada ekstremitas, terutama
pada bantalan jari tangan dan kaki, disertai rasa gatal dan nyeri. Bersifat self-
limiting yang akan membaik dalam 1-3 minggu.[6]

Eritromelalgia
Terbagi menjadi primer dan sekunder. Primer disebabkan oleh
disfungsi dari saraf yang menyebabkan kelainan dari vasodilatasi, sedangkan
sekunder dikaitkan oleh adanya kelainan vasospastik dan penyakit
mieloproliferatif.
Gejala yang timbul adanya nyeri terbakar pada ekstremitas yang
memberat dengan pemanasan dan membaik dengan pendinginan. Lebih
sering terjadi pada ekstremitas bawah dibandingkan atas dan didapatkan
eritema pada kulit yang terlibat.[6]

16
Paroxysmal Digital Haematoma
Disebabkan adanya spasme dan ruptur dari venule. Sering muncul
pada wanita usia 40-60 tahun. Gejala yang timbul berupa nyeri pada jari
timbul secara akut disertai timbulnya ekimosis yang muncul secara spontan
atau setelah adanya stimulus mekanis yang ringan. Gejala dapat disertai
edema yang dapat mengganggu pergerakan dari jari. Nyeri bertahan selama
beberapa jam dan menghilang secara perlahan setelah beberapa hari secara
spontan.[6]

Non-Freezing Cold Injuries


Jejas pada tangan atau kaki akibat paparan terus-menerus dalam
jangka waktu tertentu pada suasana basah dan dingin dengan temperatur
rendah, sedikit di atas nilai beku. Kondisi ini sering terjadi pada tentara yang
sering berada dalam kondisi basah dan tidak dapat kering sepenuhnya.
Gejala pada awalnya didapatkan dingin dan mati rasa, yang kemudian
akan mengalami hiperemi dalam 24-48 jam. Hiperemi disertai dengan
keluhan nyeri seperti terbakar dan dapat disertai dengan blister maupun
ulkus.[6,15]

Frostbite
Pada frostbite, pembekuan nyata dari jaringan akibat hilangnya panas
yang signifikan menyebabkan pembentukan kristal es di lapisan superfisial
maupun jaringan dalam. Jejas yang ditimbulkan dapat berupa kerusakan
yang minimal dengan sekuelae jangka panjang yang ringan hingga nekrosis
mayor pada ekstremitas distal yang dapat menyebabkan amputasi dan nyeri
phantom.[6]

Pemeriksaan Penunjang

17
Pemeriksaan penunjang dapat dibedakan menjadi pemeriksaan darah
lengkap, fungsi ginjal dan urinalisis, dan imunologis untuk mencari faktor
sekunder. Pemeriksaan mikroskopis dilakukan untuk menilai vaskularisasi
pada ekstremitas yang dikeluhkan pasien.

Darah Perifer Lengkap


Pemeriksaan darah perifer lengkap dilakukan terutama pada FRS.
Melalui pemeriksaan darah perifer lengkap dapat dievaluasi adanya penyakit
autoimun, keganasan, maupun polisitemia. Anemia dan limfopenia sugestif
terhadap penyakit autoimun. Pemeriksaan CRP dan LED dapat mendeteksi
adanya inflamasi. Pemeriksaan leukocyte alkaline phosphatase dapat
ditambahkan untuk mengevaluasi leukemia.[2,5-6]

Imunologis
Pemeriksaan tes anti-nuclear antibody (ANA) perlu dilakukan. Bila tes
ANA positif, pemeriksaan skrining ENA dilaksanakan untuk mendeteksi
penyakit reumatologi.
 Anti-topoisomerase I antibody (anti Scl-70): diffuse systemic sclerosis
 Anti-centromere antibody: limited systemic sclerosis
 Anti Ro (SS-A) or anti-La (SS-B): sindrom Sjogren
 Anti dsDNA: lupus eritematosus sistemik
Hasil yang negatif pada pemeriksaan imunologis tidak mengeksklusi
penyebab sekunder. Rheumatoid factor (RF) meningkat pada rheumatoid
arthritis, cryoglobulinemia, dan penyakit autoimun lainnya. Pemeriksaan
antibodi antifosfolipid juga diperlukan.[2,5-6]

Pemeriksaan Fungsi Ginjal dan Urinalisis


Pemeriksaan BUN (blood urea nitrogen) dan kreatinin dapat
digunakan untuk mengevaluasi adanya gangguan renal atau

18
dehidrasi. Urinalisis dapat dilakukan untuk mendeteksi kelainan pada ginjal
seperti pada lupus eritematosus sistemik.[5-6]

Pemeriksaan Mikroskopis
Pemeriksaan mikroskopis dibagi menjadi nailfold capillary
microscopy dan nailfold videocapillaroscopy.
Nailfold Capillary Microscopy:
Pemeriksaan ini berguna untuk mendeteksi adanya kelainan dari
mikrovaskular dan perubahan morfologis pembuluh darah perifer dan
merupakan salah satu media diagnostik untuk membedakan penyebab
primer dan sekunder. Pemeriksaan ini merupakan salah satu pemeriksaan
yang paling sensitif dalam mendeteksi penyakit jaringan ikat pada stadium
awal. Adanya abnormalitas pada pemeriksaan ini berhubungan dengan
peningkatan risiko penyakit jaringan ikat. Capillaroscopy menjadi salah satu
criteria diagnosis dari sklerosis sistemik. [6,9]
Nailfold Videocapillaroscopy:
Merupakan pemeriksaan gold standar dengan pembesaran hingga
200 kali. Pasien dengan FRP akan ditemukan disposisi pembuluh darah yang
reguler di sepanjang lipatan kuku, sedangkan pada FRS didapatkan
disorganisasi, giant capillaries, pendarahan, angiogenesis, dan area
avaskular. Gambaran ini disebut sebagai scleroderma pattern yang
didapatkan pada 95% pasien dengan sklerosis sistemik.[2]

Pemeriksaan Tambahan
 Pemeriksaan faktor pembekuan: pemeriksaan prothrombin time (PT)
dan activated partial thromboplastin time (APTT) dapat digunakan untuk
mengevaluasi adanya disfungsi hepar dan adanya penyakit antifosfolipid.
 Pemeriksaan endokrin: beberapa penyebab terkait fenomena Raynaud
sekunder berhubungan dengan penyakit endokrin. Pemeriksaan kadar

19
glukosa darah, fungsi tiroid, growth hormon, dan pengukuran metanephrin
dan katekolamin plasma dan urine 24 jam dapat dilakukan.
 Pemeriksaan viskositas darah: viskositas serum meningkat pada sindrom
hiperviskositas seperti paraproteinemia

 Pemeriksaan virus hepatitis B dan hepatitis C: infeksi virus hepatitis B dan C


dapat ditemukan pada pasien dengan cryglobinemia. Pemeriksaan infeksi
virus hepatitis diawali dengan pemeriksaan serologis yakni HbsAg dan anti-
HCV, kemudian dapat dilanjutkan pemeriksaan virologis seperti HBV DNA
dan HCV RNA.
 Pemeriksaan cold agglutinin: dapat ditemukan pada infeksi Mycoplasma dan
limfoma
 Skrining logam berat: untuk mengeksklusi penyebab neuropati akibat
keracunan logam berat

 Pemeriksaan serum protein dan elektroforesis urine: untuk mengevaluasi


adanya paraproteinemia

 Pemeriksaan HAM tes: untuk mengevaluasi adanya paroxysmal nocturnal


hemoglobinuria[5,16]

Radiologis
Pemeriksaan radiologis dapat membantu dalam melihat komplikasi
vaskular dari fenomena Raynaud.

Foto Polos Dada:


Foto polos dada diperlukan terutama pada pasien dengan gejala
asimetris untuk melihat adanya kompresi dari cabang vaskular bronchial dan
cephalic oleh rusuk cervical.[2]

MRI Dada:

20
MRI dada dapat dilakukan bila dicurigai adanya thoracic outlet
syndrome. Pada pasien dengan sistemik sklerosis, dapat ditemukan adanya
iskemia kardiak yang diinduksi oleh suhu dingin.[2,5]

MRI Ekstremitas:
Sebuah studi menunjukkan bahwa MRI ekstremitas bawah pada
pasien dengan fenomena Raynaud dapat ditemukan adanya edema yang
progresif pada sumsum tulang dari distal menuju proksimal. Penemuan ini
diharapkan dapat menjadi sarana untuk diagnosis awal dan mungkin terkait
dengan penyakit reumatologi.[5]

Pemeriksaan Spesialistik Terkait Sklerosis Sistemik


Berikut ini merupakan pemeriksaan spesialistik terkait sklerosis sistemik:
 Infrared thermography: pemeriksaan ini bertujuan untuk menampilkan
distribusi dari temperatur dengan cara mengonversi energy infrared
yang dipancarkan oleh kulit menjadi temperatur.
 Laser Doppler flowmetry: pemeriksaan ini mengukur aliran darah
micros secara non-invasif dengan menggunakan cahaya monokrom
yang dihasilkan oleh laser
 Portable radiometry: mengukur temperatur setiap ujung jari palmar
 Digital plethysmography: mengukur aliran darah arterial[2]

2.7 PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan fenomena Raynaud adalah mengurangi frekuensi
dan keparahan episode fenomena dan mencegah terjadinya iskemia
jaringan. Hal ini dapat dilakukan dengan tata laksana konservatif. Evaluasi
dari penatalaksanaan fenomena Raynaud bergantung pada laporan dari
pasien dengan menggunakan Raynaud’s Condition Score (RCS).

Penatalaksanaan Konservatif

21
Penatalaksanaan konservatif meliputi perubahan gaya hidup,
menghindari pencetus, dan berhenti merokok. Penatalaksanaan konservatif
pada umumnya sudah dapat memperbaiki gejala pada pasien dengan
fenomena Raynaud primer.
Pasien perlu menjaga kehangatan pada tangan dan kaki, dapat
dengan membiasakan penggunaan sarung tangan maupun penghangat.
Menghindari perubahan dramatis dari temperatur lingkungan dapat
mengurangi frekuensi dan derajat keparahan dari serangan. Menghindari
paparan getaran dapat bermanfaat terutama pada pasien FRS akibat vibrasi.
[2,6]

Terdapat beberapa manuver yang dapat digunakan untuk merangsang


vasodilatasi seperti manuver windmill. Manuver windmill yaitu dengan
memutar lengan ke arah belakang agak rendah kemudian dihentakkan ke
depan dengan posisi lebih tinggi. Gerakan ini menyerupai gerakan
pada pitcher softball. Manuver windmill bertujuan untuk menimbulkan gaya
sentrifugal yang akan mengalirkan darah ke distal digiti.
Bila tidak dapat melakukan manuver windmill, terdapat
manuver Frisbee yaitu dengan memfleksikan kedua lengan bawah 90 derajat
dan rotasi internal ke arah dada. Kemudian lakukan rotasi lengan bawah ke
arah lateral sambil mempertahankan ekstensi dari digiti secara tiba-tiba.
Gerakan ini kemudian diulang berulang kali dengan cepat.Selain kedua
manuver di atas, meletakkan tangan di lipatan tubuh seperti aksila juga dapat
merangsang vasodilatasi.[2,5-6]
Pada fenomena Raynaud primer, tatalaksana konservatif pada
umumnya sudah mampu mengatasi gejala dan tidak memerlukan terapi
medikamentosa. Namun, bila tidak didapatkan respons yang baik, dapat
dipilih terapi lainnya.[11]

22
Medikamentosa
Terapi obat-obatan diperlukan terutama pada pasien dengan gejala
yang mengganggu kualitas hidup dan tidak respons terhadap terapi
konservatif. Terapi medikamentosa dibagi berdasarkan efek vasodilator dan
inhibisi vasokonstriksi.

Vasodilator
Medikamentosa yang mempunyai efek vasodilator dan dapat
digunakan sebagai terapi pada fenomena Raynaud adalah obat
golongan calcium channel blocker (CCB), nitrat topikal, analog prostaglandin,
inhibitor phosphodiesterase-5 (PDE-5), dan antioksidan.

Calcium Channel Blocker:


CCB non-kardioselektif dihydropyridine merupakan obat lini pertama
yang direkomendasikan pada pasien dengan fenomena Raynaud. Salah satu
contoh obat yang sering digunakan adalah nifedipin.
Efek nifedipin menyebabkan relaksasi dari otot polos vaskular dan
menyebabkan vasodilatasi. Nifedipin slow release lebih dipilih untuk
mengurangi efek samping akibat vasodilator dan durasi kerja yang pendek.
[2,5-6]
Pemberian dosis dimulai dengan dosis rendah, hingga mencapai dosis
rekomendasi 10-20 mg dalam 2-3 kali per hari. Bila menggunakan extended
released dengan dosis 30-120 mg yang dikonsumsi sekali sehari. Terapi ini
bersifat jangka panjang dan tetap dipertahankan kecuali efek samping akibat
vasodilator tidak dapat ditoleransi. Beberapa efek samping yang dimaksud
antara lain hipotensi, flushing, nyeri kepala, dan takikardi. Beberapa CCB
alternatif yang dapat digunakan selain nifedipin antara lain amlodipin,
lercanidipin, diltiazem, dengan durasi kerja yang lebih panjang.[2,5-6]

Nitrat Topikal:

23
Pemberian glyceryl trinitrate topikal pada dorsum digiti 5 menit setelah
onset serangan dapat memberikan efek vasodilatasi. Topikal nitrogliserin (1-
2%) diaplikasikan pada daerah diantara kedua jari. Pemberian nitrat topikal
dapat dipertimbangkan terkait efek samping sistemiknya yang lebih rendah
dibandingkan pemberian secara per oral. [2,6,11]

Analog Prostaglandin:
Prostaglandin memiliki efek vasodilator yang poten, efek
antiproliferatif, dan dapat menghambat agregasi platelet. EULAR (European
League Against Rheumatism) merekomendasikan penggunaan analog
prostaglandin sebagai alternatif bila didapatkan kegagalan dari nifedipin.[2,6]
Analog prostaglandin yang saat ini menjadi rekomendasi dan telah banyak
diteliti adalah analog dari PGI2, iloprost, yang diberikan secara intravena.
Penggunaan prostaglandin per oral didapatkan kurang efektif. Karena
diberikan secara intravena, monitoring ketat terhadap efek samping
vasodilator seperti hipotensi perlu diperhatikan. Prostaglandin menunjukkan
efek yang baik dalam mengurangi gejala dan memperbaiki penyembuhan
ulkus.[2,6]

Inhibitor Phosphodiesterase-5:
Penggunaan inhibitor PDE-5 meningkatkan cGMP yang menyebabkan
relaksasi dari otot polos vaskular dan meningkatkan aliran darah.
Penggunaan sildenafil per oral didapatkan penurunan frekuensi dan derajat
keparahan dari serangan. Obat ini dapat menjadi terapi pilihan bila CCB
gagal atau dikombinasikan bila didapatkan respons parsial dengan terapi
tunggal CCB.[2,6,9]

Tabel 2. Dosis Inhibitor Phosphodiesterase-5 (PDE-5) untuk Fenomena


Raynaud

24
Nama obat Dosis dan cara pemberian
Sildenafil 25 mg 3dd
50 mg 2dd
Tadalafil 20 mg 1-3dd
Vardenafil 10 mg 2dd

Antioksidan:
N-acetylcystein dapat bekerja sebagai vasodilator dengan melakukan
modulasi pada vasodilator adrenomedullin.[2]

Inhibitor vasokonstriksi
Selain vasodilator, obat-obat yang dapat menghambat vasokonstriksi
juga dapat menjadi terapi bagi pasien fenomena Raynaud.

Antagonis Reseptor Angiotensin:


Sebuah studi menyatakan bahwa penggunaan losartan dapat
mengurangi frekuensi dan derajat keparahan lebih baik dibandingkan
nifedipin. Dosis yang digunakan yakni 50 mg per hari.[2,5-6]

Antagonis Reseptor Endothelin (Bosentan):


Endothelin merupakan vasokonstriktor yang poten. Pemberian
bosentan dapat menghambat kerja dari endothelin. Obat ini digunakan pada
pasien dengan ulkus digit berulang, terutama pada pasien dengan penyakit
sklerosis sistemik. EULAR merekomendasikan penggunaan obat ini untuk
kasus yang mengalami refrakter terhadap terapi CCB dan analog
prostaglandin.[2,6,9]

25
Inhibitor Serotonin Reuptake (SSRI):
Serotonin merupakan vasokonstriktor. Fluoxetin memberikan efek
yang baik dalam beberapa studi dengan mengurangi derajat keparahan dan
frekuensi serangan. Fluoxetin dapat menjadi pertimbangan pada pasien yang
tidak toleran terhadap efek samping hipotensi dari obat lainnya. Dosis yang
digunakan yakni 20 mg sekali sehari.[2,4-6]

Botulinum Toxin A:
Botulinum toxin A menghambat prosess vasokonstriksi sehingga dapat
memperbaiki gejala, mengurangi frekuensi serangan, dan memperbaiki
penyembuhan dari ulkus digital.[2]

Statin
Pada beberapa studi, statin menunjukkan efek pada fungsi endotel.
Pemberian atorvastatin mengurangi kejadian ulkus digital dibandingkan
placebo.[2]

Aspirin
Aspirin merupakan salah satu obat yang umumnya diresepkan selama
tidak ada kontraindikasi. Belum ada studi yang dapat membuktikan efek
pemberian aspirin pada pasien dengan fenomena Raynaud. Dosis yang
digunakan adalah 81 mg per hari terutama pada pasien dengan FRS dan
riwayat ulkus iskemik.[2,9]

Pembedahan
Sebagian kecil pasien dengan gejala berat kadang memerlukan terapi
bedah. Beberapa intervensi bedah yang diperlukan antara lain rekonstruksi
arterial, simpatektomi perifer, embolektomi,

26
dan debridement. Debridement dan amputasi mungkin diperlukan pada
fenomena Raynaud sekunder terutama pada nekrosis
digitalis. Debridement pada ulkus kronis dan iskemia digitalis yang kritis
dapat memperbaiki prognosis dan mengurangi risiko amputasi.
Terapi pembedahan jarang diperlukan pada kasus FRP. Localized
digital sympathectomy merupakan salah satu terapi yang dapat memperbaiki
ulkus digitalis dan mengurangi kejadian ulkus. Namun, terapi ini merupakan
terapi yang sangat spesialistik.[2,6]

Rujukan
Sebagian besar pasien yang ditemukan pada fasilitas kesehatan
tingkat pertama adalah FRP. Beberapa kriteria yang dapat menjadi dasar
untuk merujuk pasien dengan fenomena Raynaud:
1. Diagnosis tidak dapat ditegakkan
2. Ditemukan adanya gejala, tanda-tanda, maupun hasil laboratorium
yang meningkatkan kecurigaan fenomena Raynaud sekunder
3. Penyebab dicurigai terkait dengan pekerjaan
4. Gejala berat dan tidak responsif terhadap terapi standar
5. Didapatkan adanya ulkus
6. Usia pasien terlalu muda (kurang dari 12 tahun)[2,6]

Evaluasi
Tujuan terapi dari fenomena Raynaud adalah perbaikan dari gejala
dan kualitas hidup. Raynaud’s Condition Score (RCS) merupakan
pengukuran yang sudah divalidasi oleh beberapa studi. RCS bersifat self-
reported, di mana pasien melakukan evaluasi setiap hari pada RCS seperti
menulis buku harian sehingga sering disebut sebagai RCS diary.
RCS terdiri dari jumlah, durasi, derajat keparahan, dan pengaruh dari
serangan terhadap kualitas hidup. Penilaian dari RCS dapat menggunakan

27
skor setara VAS (visual analog scale) yaitu 0-100 atau dengan skala Likert
yaitu 0-10. Pasien akan mengerjakan setiap hari dan dievaluasi setiap 1
hingga 2 minggu.[8,18-19]
Minimally important difference (MID) dan Patient Acceptable Symptom
State (PASS) dapat menjadi dasar dalam evaluasi RCS. MID merupakan
perbaikan terkecil dari RCS yang dianggap bermanfaat oleh pasien dan
dapat menjadi dasar dalam perubahan terapi pasien.
PASS merupakan nilai absolut di mana pasien merasa dirinya baik.
PASS melengkapi MID sebagai dasar kualitas hidup yang baik. Sebuah
literatur menyatakan MID sebesar 14-15 poin pada RCS menunjukkan
adanya perbaikan dan PASS <34 adalah skor yang dianggap memuaskan.
[18]

2.8 PROGNOSIS
Prognosis pada fenomena Raynaud dibedakan berdasarkan
penyebabnya primer dan sekunder.

Komplikasi
Komplikasi pada fenomena Raynaud primer jarang terjadi. Komplikasi
yang sering terjadi antara lain iskemia digital berat yang dapat menyebabkan
ulkus digital dan dapat berakhir dengan amputasi. Bila ditemukan komplikasi,
perlu dicari penyebab sekunder yang mungkin mendasari fenomena
Raynaud, seperti aterosklerosis, thromboangitis obliterans, infeksi
parvorvirus, hepatitis B, hepatitis C, cytomegalovirus, keganasan.[9,11]

Prognosis
Prognosis pasien dengan fenomena Raynaud primer, terutama pada
pasien dengan usia muda, pada umumnya tidak menyebabkan mortalitas dan

28
sedikit morbiditas. Fenomena Raynaud primer dapat mengalami remisi
secara spontan. Pada beberapa kasus, dimana pasien tidak memperbaiki
gaya hidup, iskemia dapat terjadi pada distal dari digiti dan dapat
menyebabkan nekrosis jaringan.
Meskipun morbiditasnya yang rendah, kualitas hidup dari pasien
dengan fenomena Raynaud dapat dikatakan rendah terkait dengan
perubahan gaya hidup yang lebih ketat dibandingkan populasi pada
umumnya.Pasien yang sudah dinyatakan bebas dari fenomena Raynaud
masih dapat berisiko untuk terkena serangan kembali.[5,9]
Fenomena Raynaud pada usia lanjut didapatkan peningkatan risiko
penyakit kardiovaskular dibandingkan populasi pada umumnya. Adanya
fenomena Raynaud dapat menjadi petunjuk adanya penyakit vaskular yang
belum terdiagnosis. Peningkatan risiko penyakit kardiovaskular ini
meningkatkan risiko mortalitas. Pasien dengan fenomena Raynaud sekunder,
prognosisnya tergantung pada penyakit yang mendasari.[5,9-10]

2.9 EDUKASI
Edukasi dan promosi kesehatan yang diberikan pada pasien dengan
fenomena Raynaud terkait perubahan gaya hidup dan menghindari pencetus
dari serangan.

Edukasi pada Pasien


Perubahan gaya hidup terutama selalu menjaga kehangatan dari
tubuh. Selalu menggunakan topi, syal, jaket, sarung tangan, kaus kaki, dan
sepatu setiap keluar dari rumah pada cuaca dingin. Gunakan alat penutup
telinga dan masker bila hidung dan telinga sensitif terhadap dingin.
Membiasakan penggunaan penghangat elektrik maupun kimiawi dapat
membantu. Menghindari penggunaan baju dengan lengan yang ketat dan
perhiasan seperti gelang tangan.[2,6,20-21]

29
Menghindari perubahan dramatis dari temperatur lingkungan dapat
mengurangi frekuensi dan derajat keparahan dari serangan. Saat di dalam
rumah, selalu menggunakan kaus kaki. Ketika akan mengeluarkan
makanan/minuman dari freezer, selalu menggunakan sarung tangan untuk
mencegah terjadinya serangan. Menggunakan AC atau pendingin ruangan
dalam suhu yang cukup hangat.[2,6,20-21]
Berhenti merokok juga dianjurkan pada pasien dengan fenomena
Raynaud. Merokok dapat menyebabkan vasokonstriksi dari pembuluh darah
dan memperberat gejala Raynaud. Olahraga secara teratur memperbaiki
sirkulasi dari jaringan. Hindari konsumsi kafein dan mengurangi paparan
terhadap stress dapat mengurangi serangan fenomena Raynaud.[2,6,20-21]
Bila muncul serangan, segera pergi menuju area yang lebih hangat
dan melakukan beberapa manuver yang bisa membantu seperti manuver
Windmill dan manuver Frisbee. Letakkan tangan dalam air hangat, bukan air
panas, atau dalam lipatan tubuh yang hangat seperti aksilla. Memijat tangan
dan kaki juga dapat membantu untuk memperlancar aliran darah. [2,5-6,20-
21]

Promosi Kesehatan
Tiga pertanyaan mendasar untuk skrining fenomena Raynaud antara
lain:
1. Apakah jari anda terlalu sensitive terhadap dingin?
2. Apakah jari anda mengalami perubahan warna kulit ketika terpapar
pada suhu dingin?
3. Apakah terjadi perubahan menjadi warna putih, biru, atau keduanya?
Jawaban positif terhadap ketiga pertanyaan di atas mengkonfirmasi
diagnosis fenomena Raynaud.[13-14]

30
Cold stimulation test merupakan pemeriksaan non invasive yang
sering digunakan untuk skrining fenomena Raynaud. Pemeriksaan ini
bertujuan untuk mengukur sirkulasi dari digiti terutama fase vasodilatasi.
Sensitivitas dari pemeriksaan ini dapat mencapai 90%. CST dapat digunakan
untuk skrining fenomena Raynaud dan beberapa penyakit vasodilatasi
perifer. Prinsip pemeriksaannya adalah dilakukan perendaman ekstremitas
dalam air dingin selama 20 detik, kemudian dilakukan pengukuran suhu dari
phalang distal digiti setiap 5 menit hingga suhu kembali ke awal sebelum
perendaman. Rewarming time >15 menit mendukung adanya kelainan
vasospastik.[12-14]

BAB III
KESIMPULAN

Fenomena Raynaud adalah respons vasospastik dan iskemia episodik


yang berlebihan akibat paparan terhadap suhu rendah atau stimulus
emotional. Patofisiologi dari fenomena Raynaud hingga saat ini belum dapat
dijelaskan, namun diduga bahwa terjadi kehilangan alirah darah transien
pada digiti tangan atau kaki.
Penyebab ini kemungkinan disebabkan oleh kelainan fungsional dari
pembuluh darah pada fenomena Raynaud primer dan kelainan struktural
berperan pada fenomena Raynaud sekunder. Patofisiologi dari fenomena
Raynaud terkait dengan abnormalitas pada vaskuler, intravaskuler, neural,
dan faktor eksternal.[1-5]
Fenomena Raynaud dibedakan menjadi fenomena Raynaud primer
dan sekunder. Fenomena Raynaud primer pada umumnya didapatkan
riwayat keluarga dari first degree relative dan bersifat idiopatik. Pada
fenomena Raynaud sekunder didapatkan gejala yang lebih berat
dibandingkan primer dan disertai penyakit lain sebagai penyebab dasar,

31
seperti penyakit autoimun sklerosis sistemik dan lupus eritematosus sistemik.
[1-3]
Karakteristik gejala dari fenomena Raynaud adalah perubahan warna
kulit secara trifasik yaitu pucat-biru-merah. Fase pertama disebabkan karena
vasokonstriksi akibat paparan suhu dingin, kemudian mengalami hipoksia
jaringan sehingga menyebabkan perubahan warna menjadi biru (sianosis).
Pada dua fase pertama, gejala biasanya disertai dengan parestesia.
Fase terakhir terjadi perubahan warna menjadi merah (rubor) dimana telah
terjadi proses reperfusi yang sering disertai dengan rasa nyeri. Ketiga fase ini
dapat berlangsung selama hitungan menit hingga jam.[1-3,6]
Diagnosis dari fenomena Raynaud berdasarkan gejala klinis.
Beberapa pemeriksaan fisik dan penunjang diperlukan terutama pada
dugaan fenomena Raynaud sekunder. Pemeriksaan laboratorium darah
lengkap, imunologis, dan respon inflamasi seperti laju endap darah (LED)
dan C-Reactive Protein (CRP) mendukung diagnosis autoimun.[1-4]
Tatalaksana dari fenomena Raynaud terdiri dari konservatif yaitu
dengan menghindari pencetus dan menjaga kehangatan. Pada kasus
fenomena Raynaud primer, tatalaksana konservatif biasanya sudah
memberikan respons yang cukup baik dalam mengurangi gejala.
Bila dengan tatalaksana konservatif tidak didapatkan perbaikan, terapi
medikamentosa dapat diberikan. Obat lini pertama yang sering digunakan
adalah vasodilator calcium channel blocker (CCB) seperti nifedipin. Terapi
pembedahan mungkin diperlukan pada kasus dengan gejala berat dan bila
terjadi ulkus hingga nekrosis.[2,6]

32
DAFTAR PUSTAKA

1. Tjokroprawiro A, et al. 2015. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi 2.


Surabaya: Pusat Penerbitan dan Percetakan Unair.
2. Goundry B, Bell L, Langtree M, Moorthy A. Diagnosis and
management of Raynaud’s phenomenon.BMJ. 2012;344:37-42.
3. Hedge A, Sareen K, Raman N. Approach to diagnosis of Raynaud’s
disease. PUMRJ. 2019; 2(1)

33
4. Cooke JP & Marshall JM. Mechanisms of Raynaud’s disease. Vascular
Medicine. 2005; 10:293-307.
5. Hansen-Dispenza H & Narayanan SA. Raynaud Phenomenon.
Medscape. 2022. https://emedicine.medscape.com/article/331197-
overview
6. Belch J, Carlizza A, Carpentier PH, Constans J, Khan F, Wautrecht
JC. ESVM guidelines-the diagnosis and management of Raynaud’s
phenomenon. Vasa. 2017;46(6):413-423.
7. Wigley F, Herrick A, Flavahan N. 2015. Raynaud’s Phenomenon. New
York:Springer.
8. Gamer R, Kumari F, Lanyon P, Doherty M, Zhang W. Prevalence, risk
factors and association of primary Raynaud’s phenomenon: systemic
review and meta-analysis of observational studies. BMJ Open.
2015;5:1-9.
9. Musa R, Qurie A. Raynaud Disease. In: StatPearls. Treasure Island
(FL): StatPearls Publishing; 2022 Jan-.
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK499833/
10. Nietert PJ, Shaftman SR, Silver RM, Wolf BJ, Egan BM, Hunt KJ,
Smith EA. Raynaud phenomenon and mortality: 20+ years of follow-up
of the Charleston Heart Study cohort. Clin Epidemiol. 2015;7:161-168.
11. Pope JE. Raynaud’s phenomenon (primary). BMJ Clin Evid.
2013;2013:1119.
12. Kadan M, Erol G, Karabacak K, Kaya E, Arslan G, Doganci S,
Demirkilic U. How Can Follow-Up of Patients with Raynaud
Phenomenon be Optimized? Med Sci Monit Basic Res. 215;21:47-52
13. Maverakis E, Patel F, Kronenberg D, Chung L, Fiorentino D, Allanore
Y, Guiducci S, Hesselstrand R, Hummers L, Duong C, Kahaleh B,
Macgregor A, Matucci-Cerinic M, Wollheim F, Mayes M, Gershwin ME.

34
International Consensus Criteria for the Diagnosis of Raynaud’s
Phenomenon. J Autoimmun. 2014; 0:60-65.
14. Mirbod SM & Sugiura H. A non-invasive technique for the evaluation of
peripheral circulatory functions in female subjects with Raynaud’s
phenomenon. Industrial Health. 2017;55:275-284.
15. Melamed E & Glassberg E. Non-freezing cold injury in soldiers.
Harefuah. 2002;141(12):1050-1054.
16. Easterbrook PJ, Roberts T, Sands A, Peeling R. Diagnosis of viral
hepatitis. Curr Opin HIV AIDS. 2017;12(3):302-314.
17. Merkel PA, Herlyn K, Martin RW, Anderson JJ, Mayes MD, Bell P,
Korn JH, Simms RW, Csuka ME, Medsger TA, Rothfield NF, Ellman
MH, Collier DH, Weinstein A, Furst DE, Jimenez SA, White B, Seibold
JR, Wigley FM. Measuring Disease Activity and Functional Status in
Patients With Scleroderma and Raynaud’s Phenomenon. Arthritis &
Rheumatism. 2002;46(9):2410-2420.
18. Daniels J, Pauling JD, Eccelston C. Behaviour change interventions for
the management of Raynaud's phenomenon: a systematic review
protocol. BMJ Open. 2017;7(8):1-5.
19. American College of Rheumatology. Raynaud’s phenomenon Patient
Fact Sheet. 2019.
https://www.rheumatology.org/Portals/0/Files/Raynauds-Phenomenon-
Fact-Sheet.pdf
20. American College of Rheumatology. Raynaud’s phenomenon. 2021.
https://www.rheumatology.org/I-Am-A/Patient-Caregiver/Diseases-
Conditions/Raynauds-Phenomenon

35

Anda mungkin juga menyukai