Anda di halaman 1dari 13

Kegiatan Belajar 2

PENDALAMANMATERI
(LembarKerjaResume Modul)

A. JudulModul : TEORI BELAJAR HUMANISTIK, KONSTRUKTIVISTIK, DAN


TEORI BELAJAR SOSIAL SERTA PENERAPANNYA DALAM
KEGIATAN PEMBELAJARAN
B. Kegiatan Belajar : KB 2

C. Refleksi

NO BUTIR REFLEKSI RESPON/JAWABAN


1 Konsep(Beberapa istilah A. Toeri Belajar Humanistik
dan definisi) di KB
1. Pengertian Belajar Menurut Teori Humanistik
Dalam teori belajar humanistik proses belajar harus berhulu
dan bermuara pada siswa itu sendiri sebagai manusia.
Meskipun teori ini sangat menekankan pentingya isi dari
proses belajar, dalam kenyataan teori ini lebih banyak
berbicara tentang pendidikan dan proses belajar dalam
bentuknya yang paling ideal bukan pada belajar seperti apa
adanya, sebagaimana apa yang bisa kita amati dalam dunia
keseharian. Teori apapun dapat dimanfaatkan asal tujuan
untuk “memanusiakan manusia” (mencapai aktualisasi diri dan
sebagainya) dapat tercapai. Dalam teori belajar humanistik,
belajar dianggap berhasil jika si pelajar memahami
lingkungannya dan dirinya sendiri. Peserta didik dalam proses
belajarnya harus berusaha agar secara lambat laun mampu
mencapai aktualisasi diri dengan sebaik-baiknya.
Tujuan utama para pendidik adalah membantu peserta didik
untuk mengembangkan dirinya, yaitu membantu masing-
masing individu untuk mengenal diri mereka sendiri sebagai
manusia yang unik dan membantu dalam mewujudkan
potensi-potensi yang ada dalam diri mereka. Jadi, teori belajar
humanistik adalah suatu teori dalam pembelajaran yang
mengedepankan bagaimana memanusiakan peserta didik
agar mampu secara mandiri mengembangkan potensi dirinya.
2. Teori Belajar Menurut Para Ahli Humanistik
Banyak tokoh penganut aliran humanistik yang
menyampaikan teorinya tentang belajar, diantaranya Carl
Rogers, Arthur Combs, dan Abraham Maslow
a. Carl R. Rogers
Roger membedakan dua ciri belajar, yaitu: (1) belajar yang
bermakna dan (2) belajar yang tidak bermakna. Belajar
yang bermakna terjadi jika dalam proses pembelajaran
melibatkan aspek pikiran dan perasaan peserta didik,
sedangkan belajar yang tidak bermakna terjadi jika dalam
proses pembelajaran melibatkan aspek pikiran akan tetapi
tidak melibatkan aspek perasaan peserta didik.
Menurut Roger, peranan guru dalam kegiatan belajar adalah
sebagai fasilitator yang berperan aktif dalam
- membantu menciptakan iklim kelas yang kondusif agar
peserta didik bersikap positif terhadap belajar
- membantu peserta didik untuk memperjelas tujuan
belajarnya dan memberikan kebebasan kepada peserta
didik untuk belajar
- membantu peserta didik untuk memanfaatkan dorongan
dan cita-cita mereka sebagai kekuatan pendorong belajar
- menyediakan berbagai sumber belajar kepada peserta
didik, dan
- menerima pertanyaan dan pendapat, serta perasaan dari
berbagai peserta didik sebagaimana adanya
b. Arthur Combs
Comb mencurahkan banyak perhatian terhadap dunia
pendidikan. Meaning (makna atau arti) adalah konsep dasar
yang sering digunakan dan belajar terjadi bila mempunyai arti
bagi individu. Guru tidak bisa memaksakan materi yang tidak
disukai atau tidak relevan dengan kehidupan mereka.
Ketidakberhasilan siswa pada mata pelajaran tertentu bukan
karena ia bodoh, tetapi karena ia terpaksa dan merasa tidak
ada alasan penting baginya harus mempelajarinya. Perilaku
buruk itu tidak lain adalah ketidakmampuan seseorang untuk
melakukan sesuatu yang tidak akan memberikan kepuasan
baginya (Iskandar, 2009:107).
Untuk itu guru harus memahami perilaku peserta didik dengan
mencoba memahami dunia persepsi peserta didik tersebut,
sehingga apabila ingin merubah perilakunya, guru harus
berusaha merubah keyakinan atau pandangan yang ada pada
peserta didik.
Perilaku internal membedakan seseorang dari yang lain.
Combs berpendapat bahwa banyak guru membuat kesalahan
dengan berasumsi bahwa peserta didik mau belajar apabila
materi pelajarannya disusun dan disajikan sebagaimana
mestinya, padahal materi pelajaran itu belum tentu berarti bagi
siswa. Menurutnya yang penting ialah bagaimana membuat
peserta didik memperoleh arti bagi pribadinya dari materi
pelajaran tersebut dan menghubungkannya dengan
kehidupannya.
Combs memberikan lukisan persepsi diri dalam dunia
seseorang seperti dua lingkaran (besar dan kecil) yang bertitik
pusat pada satu. Lingkaran kecil (1) adalah gambaran dari
persepsi diri dan lingkungan besar (2) adalah persepsi
dunia. Makin jauh peristiwa-peristiwa itu dari persepsi diri
makin berkurang pengaruhnya terhadap perilakunya. Jadi,
hal-hal yang mempunyai sedikit hubungan dengan diri, makin
mudah hal itu terlupakan (Wasti Sumanto, 1998:107)
c. Abraham Maslow
Maslow percaya bahwa manusia tergerak untuk memahami
dan menerima dirinya sebisa mungkin. Teorinya yang sangat
terkenal sampai dengan hari ini adalah teori tentang Hierarchy
of Needs (Hirarki Kebutuhan). Menurut Maslow, manusia
termotivasi untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan hidupnya.
Kebutuhan-kebutuhan tersebut memiliki tingkatan atau hirarki,
mulai dari yang paling rendah (bersifat dasar/fisiologis) sampai
yang paling tinggi (aktualisasi diri).
Tingkatan kebutuhan seseorang menurut Maslow adalah
sebagai berikut: 1) kebutuhan fisiologis, 2) Kebutuhan akan
rasa aman dan keselamatan. Setiap individu mempunyai
kebutuhan akan rasa aman dan keselamatan. 3) Kebutuhan
untuk diterima dan dicintai. 4) Kebutuhan akan penghargaan.
5) Kebutuhan akan aktualisasi diri. Setiap orang harus
berkembang sepenuh kemampuannya.
Self Actualization menurut istilah Maslow ialah pemenuhan
dirinya sendiri dan realisasi dari potensi pribadi. Aktualisasi diri
didefinisikan sebagai “the desire to become everything that
one is capable of becoming” (keinginan untuk menjadi apa
pun yang ingin dia lakukan) (Djiwandono, 2004: 346).
Menurut teori humanisme, proses belajar harus dimulai dan
ditujukan untuk kepentingan memanusiakan manusia, yaitu
mencapai aktualisasi diri, pemahaman diri, dan realisasi diri
peserta didik yang belajar secara optimal. Proses belajar
dikatakan berhasil apabila peserta didik telah memahami
lingkungannya dan dirinya sendiri (Bambang Warsita,
2008:75).
d. Pandangan Jurgen Habermas terhadap belajar.
Menurutnya, belajar baru akan terjadi jika ada interaksi antara
individu dengan lingkungannya. Lingkungan belajar yang
dimaksud di sini adalah lingkungan alam maupun lingkungan
sosial, sebab antara keduanya tidak dapat dipisahkan.
Dengan pandangannya yang demikian, ia membagi tipe
belajar menjadi tiga, yaitu; 1) belajar teknis (technical
learning), 2) belajar praktis (practical learning), dan 3) belajar
emansipatoris (emancipatory learning). Masing-masing tipe
memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
1. Belajar Teknis (technical learning) dalah tipe belajaragar
seseorang dapat berinteraksi dengan lingkungan alamnya
secara benar. Belajar teknis membekali siswa dengan
pengetahuan dan keterampilan yang dibutuhkan untuk
menguasai dan mengelola lingkungan alam sekitarnya dengan
baik
2. Belajar Praktis (practical learning) adalah tipe belajar
agar seseorang dapat berinteraksi dengan lingkungan
sosialnya, yaitu dengan orang-orang di sekelilingnya dengan
baik
3. Belajar Emansipatoris (emancipatory learning)
menekankan upaya agar seseorang mencapai suatu
pemahaman dan kesadaran yang tinggi akan terjadinya
perubahan atau transformasi budaya dalam lingkungan
sosialnya

3. Prinsip-prinsip Teori Belajar Humanistik


Pendekatan humanistik menganggap peserta didik sebagai a
whole person atau orang sebagai suatu kesatuan. Dengan
kata lain, pembelajaran tidak hanya mengajarkan materi atau
bahan ajar yang menjadi sasaran, tetapi juga membantu
peserta didik mengembangkan diri mereka sebagai manusia.
Sebagai ahli dari teori belajar humanisme, Roger Roger
mengemukakan beberapa prinsip belajar yang penting yaitu:
a. Manusia itu memiliki keinginan alamiah untuk belajar,
memiliki rasa ingin tahu alamiah terhadap dunianya, dan
keinginan yang mendalam untuk mengeksplorasi dan asimilasi
pengalaman baru;
b. Belajar akan cepat dan lebih bermakna bila bahan yang
dipelajari relevan dengan kebutuhan peserta didik;
c. Belajar dapat ditingkatkan dengan mengurangi ancaman
dari luar;
d. Belajar secara partisipatif jauh lebih efektif daripada belajar
secara pasif dan orang belajar lebih banyak bila belajar atas
pengarahan diri sendiri;
e. Belajar atas prakarsa sendiri yang melibatkan keseluruhan
pribadi, pikiran maupun perasaan akan lebih baik dan tahan
lama; dan
f. Kebebasan, kreatifitas, dan kepercayaan diri dalam belajar
dapat ditingkatkan dengan evaluasi diri orang lain tidak begitu
penting (Dakir, 1993: 64).

4. Aplikasi Teori Belajar Humanistik dalam Kegiatan


Pembelajaran
Berdasarkan beberapa teori dari para ahli humanistik di atas,
maka dalam proses pembelajaran harus menggunakan
pendekatan student centered, yaitu pendekatan yang
menjadikan siswa sebagai pusat pembelajaran, artinya siswa
sebagai objek dan sekaligus subjek dalam pembelajaran.
Guru berfungsi sebagai fasilitator dan motivator agar
siswa mau belajar.
Adapun strategi yang mesti dilakukan oleh guru dalam
menerapkan pembelajaran humanistik, sebagaimana
dihimpun oleh R. Agung SP dan Latifatul Choir adalah:
a. Merumuskan tujuan belajar yang jelas;
b. Mengusahakan partisipasi aktif siswa melalui kontrak
belajar yang bersifat jelas, jujur, dan positif;
c. Mendorong siswa untuk mengembangkan kesanggupan
siswa untuk belajar atas inisiatif sendiri;
d. Mendorong siswa untuk peka berpikir kritis, memaknai
proses pembelajaran secara mandiri;
e. Siswa diberi keleluasaan mengemukakan pendapat,
memilih pilihannya sendiri, melakukan apa yang diinginkan
dan menanggung resiko dari perilaku yang ditunjukkan;
f. Guru menerima keadaan masing-masing siswa apa adanya;
dengan tidak memihak, memahami karakter pemikiran siswa,
dan tidak menilai siswa secara normatif belaka melainkan
dengan cara memberikan 2 pandangan dua sisi dalam hal
moral dan etika berkomunikasi;
g. Menawarkan kesempatan kepada siswa untuk maju
(tampil);

B. Teori Belajar Konstruktivisme


1. Konsep Belajar Menurut Konstruktivistik
Teori belajar konstruktivisme adalah sebuah teori yang
memberikan kebebasan terhadap manusia yang ingin belajar
atau mencari kebutuhannya dengan kemampuan menemukan
keinginan atau kebutuhannya tersebut dengan bantuan orang
lain, sehingga teori ini memberikan keaktifan terhadap
seseorang untuk belajar menemukan sendiri kompetensi,
pengetahuan, atau teknologi dan hal lain yang diperlukan
guna mengembangkan dirinya sendiri.
Teori pembelajaran konstruktivisme berpendapat bahwa orang
menghasilkan pengetahuan dan membentuk makna
berdasarkan pengalaman mereka. Dalam konstruktivisme,
pembelajaran direpresentasikan sebagai proses konstruktif di
mana siswa membangun ilustrasi internal pengetahuan,
interpretasi pengalaman pribadi. Pengajaran konstruktivisme
didasarkan pada pembelajaran yang terjadi melalui
keterlibatan aktif siswa dalam konstruksi makna dan
pengetahuan.
Teori belajar konstruktivistik mengakui bahwa siswa hanya
dapat menginterpretasikan informasi ke dalam pikirannya,
dalam konteks pengalaman dan pengetahuan mereka sendiri,
pada kebutuhan, latar belakang dan minatnya. Dalam upaya
memperkaya pengalaman siswa, guru dapat membantunya
untuk mengkonstruksi pemahaman representasi fungsi
konseptual dunia eksternal.
Tidak ada teori konstruktivisme tunggal, tetapi sebagian besar
konstruktivisme memiliki dua ide utama yang sama, yaitu
pembelajar aktif dalam mengkonstruksikan pengetahuannya
sendiri, dan bahwa interaksi sosial penting bagi
pengkonstruksian pengetahuan (Bruning, Schraw, Norby &
Ronning, 2004: 195).
Teori pembelajaran konstruktivisme adalah sebuah teori
pendidikan yang mengedepankan peningkatan
perkembangan logika dan konseptual pembelajar. Seorang
konstruktivis percaya bahwa belajar hanya terjadi ketika ada
pemrosesan informasi secara aktif sehingga mereka meminta
pembelajar untuk membuat motif mereka sendiri dengan
menghubungkan pengetahuan baru dengan motif tersebut.
2. Proses mengkonstruksi pengetahuan
Von Galserfeld (dalam Paul, S., 1996) mengemukakan
bahwa ada beberapa kemampuan yang diperlukan dalam
proses mengkonstruksi pengetahuan, yaitu; 1) kemampuan
mengingat dan mengungkapkan kembali pengalaman, 2)
kemampuan membandingkan dan mengambil keputusan akan
kesamaan dan perbedaan, dan 3) kemampuan untuk lebih
menyukai suatu pengalaman yang satu dari pada lainnya.
Faktor-faktor yang juga mempengaruhi proses
mengkonstruksi pengetahuan adalah konstruksi pengetahuan
seseorang yang telah ada, domain pengalaman, dan jaringan
struktur kognitif yang dimilikinya. Proses dan hasil konstruksi
pengetahuan yang telah dimiliki seseorang akan menjadi
pembatas konstruksi pengetahuan yang akan datang.
Pengalaman akan fenomena yang baru menjadi unsur penting
dalam membentuk dan mengembangkan pengetahuan.
Keterbatasan pengalaman seseorang pada suatu hal juga
akan membatasi pengetahuannya akan hal tersebut.
Pengetahuan yang telah dimiliki orang tersebut akan
membentuk suatu jaringan struktur kognitif dalam dirinya.
3. Proses Belajar Menurut Teori Konstruktivistik
Secara konseptual, proses belajar jika dipandang dari
pendekatan konstruktivistis, bukan sebagai perolehan
informasi yang berlangsung satu arah dari luar ke dalam diri
siswa, melainkan sebagai pemberian makna oleh siswa
kepada pengalamannya melalui proses asimilasi dan
akomodasi yang bermuara pada pemutakhiran struktur
kognitifnya
Peranan Siswa
Menurut pandangan konstruktivistik, belajar merupakan suatu
proses pembentukan pengetahuan dan harus dilakukan oleh
siswa. Dia harus aktif melakukan kegiatan, aktif berpikir,
menyusun konsep dan memberi makna tentang hal-hal yang
sedang dipelajari. Guru memang dapat dan harus mengambil
prakarsa untuk menata lingkungan yang memberi peluang
optimal bagi terjadinya belajar. Namun yang akhirnya paling
menentukan terwujudnya gejala belajar adalah niat belajar
siswa sendiri. Dengan istilah lain, dapat dikatakan bahwa
pada hakekatnya kendali belajar sepenuhnya ada pada siswa.
Peranan Guru
Dalam belajar konstruktivistik, guru atau pendidik berperan
membantu agar proses pengkonstruksian belajar oleh siswa
berjalan lancar. Guru tidak mentransferkan pengetahuan yang
telah dimilikinya, melainkan membantu siswa untuk
membentuk pengetahuannya sendiri. Guru dituntut untuk lebih
memahami jalan pikiran atau cara pandang siswa dalam
belajar. Guru tidak dapat mengklaim bahwa satu-satunya cara
yang tepat adalah yang sama dan sesuai dengan
kemauannya.
Peranan kunci guru dalam interaksi pendidikan adalah
pengendalian yang meliputi:
a) Menumbuhkan kemandirian dengan menyediakan
kesempatan untuk mengambil keputusan dan bertindak;
b) Menumbuhkan kemampuan mengambil keputusan dan
bertindak, dengan meningkatkan pengetahuan dan
ketrampilan siswa;
c) Menyediakan sistem dukungan yang memberikan
kemudahan belajar agar siswa mempunyai peluang optimal
untuk berlatih.
Sarana belajar
Pendekatan konstruktivistik menekankan bahwa peranan
utama dalam kegiatan belajar adalah aktifitas siswa dalam
mengkonstruksi pengetahuannya sendiri. Segala sesuatu
seperti bahan, media, peralatan, lingkungan, dan fasilitas
lainnya disediakan untuk membantu pembentukan tersebut.
Siswa diberi kebebasan untuk mengungkapkan pendapat dan
pemikirannya tentang sesuatu yang dihadapinya. Dengan cara
demikian, siswa akan terbiasa dan terlatih untuk berpikir
sendiri, memecahkan masalah yang dihadapinya, mandiri,
kritis, kreatif, dan mampu mempertanggungjawabkan
pemikirannya secara rasional.
4. Konstruksi Pengetahuan Menurut Lev Vygotsky (1896-
1934)
Teori yang juga disebut sebagai teori konstruksi sosial ini
menekankan bahwa intelegensi manusia berasal dari
masyarakat, lingkungan dan budayanya. Teori ini juga
menegaskan bahwa perolehan kognitif individu terjadi pertama
kali melalui interpersonal (interaksi dengan lingkungan sosial)
intrapersonal (internalisasi yang terjadi dalam diri sendiri).
Vygotsky berpendapat bahwa menggunakan alat berfikir akan
menyebabkan terjadinya perkembangan kognitif dalam diri
seseorang. Yuliani (2005: 44) Secara spesifik menyimpulkan
bahwa kegunaan alat berfikir menurut Vygotsky adalah :
1. Membantu memecahkan masalah
2. Memudahkan dalam melakukan Tindakan
3. Memperluas kemampuan
4. Melakukan sesuatu sesuai dengan kapasitas alaminya.
Inti dari teori belajar kokonstruktivistik ini adalah penggunaan
alat berfikir seseorang yang tidak dapat dilepaskan dari
pengaruh lingkungan sosial budayanya. Lingkungan sosial
budaya akan menyebabkan semakin kompleksnya
kemampuan yang dimiliki oleh setiap individu.
Guruvalah berpendapat bahwa teori-teori yang menyatakan
bahwa “siswa itu sendiri yang harus secara pribadi
menemukan dan menerapkan informasi kompleks, mengecek
informasi baru dibandingkan dengan aturan lama dan
memperbaiki aturan itu apabila tidak sesuai lagi”. Teori belajar
kokonstruktivistik ini menekankan bahwa perubahan kognitif
hanya terjadi jika konsepsi-konsepsi yang telah dipahami
diolah melalui suatu proses ketidakseimbangan dalam upaya
memakai informasi-informasi baru. Teori belajar
kokonstruktivistik meliputi tiga konsep utama, yaitu:
1. Hukum Genetik tentang Perkembangan
Perkembangan menurut Vygotsky tidak bisa hanya dilihat dari
faktafakta atau keterampilan-keterampilan, namun lebih dari
itu, perkembangan seseorang melewati dua tataran. Tataran
sosial (interpsikologis dan intermental) dan tataran
psikologis (intrapsikologis). Di mana tataran sosial dilihat
dari tempat terbentuknya lingkungan sosial seseorang dan
tataran psikologis yaitu dari dalam diri orang yang
bersangkutan.
Teori kokonstruktivistik menempatkan intermental atau
lingkungan sosial sebagai faktor primer dan konstitutif
terhadap pembentukan pengetahuan serta perkembangan
kognitif seseorang. Fungsi-fungsi mental yang tinggi dari
seseorang diyakini muncul dari kehidupan sosialnya.
Sementara itu, intramental dalam hal ini dipandang sebagai
derivasi atau turunan yang terbentuk melalui penguasaan dan
internalisasi terhadap proses-proses sosial tersebut, hal ini
terjadi karena anak baru akan memahami makna dari kegiatan
sosial apabila telah terjadi proses internalisasi. Oleh sebab itu
belajar dan berkembang satu kesatuan yang menentukan
dalam perkembangan kognitif seseorang.

Zona Perkembangan Proksimal


Zona Perkembangan Proksimal mendefinisikan fungsi-fungsi
tersebut yang belum pernah matang, tetapi dalam proses
pematangan. Fungsi-fungsi tersebut akan matang dalam
situasi embrionil pada waktu itu. Fungsi-fungsi tersebut dapat
diistilahkan sebagai “kuncup” atau “bunga” perkembangan
yang dibandingkan dengan “buah” perkembangan
Zona Perkembangan Proksimal terdekat adalah ide bahwa
siswa belajar konsep paling baik apabila konsep itu berada
pada zona perkembangan terdekat mereka (Guruvalah).
Sedangkan Marysia (2003) dalam makalahnya menyatakan
bahwa “ZPD merupakan suatu wilayah aktifitas-aktifitas di
mana individu dapat mengemudikan dengan kawankawan
sebaya, orang-orang dewasa, ataupun orang yang lebih ahli
yang memiliki kemampuan lebih”. Pandangan Vygotsky
tentang interaksi antara kawan sebaya dan percontohan
adalah cara-cara penting untuk memfasilitasi perkembangan
kognitif individu dan kemahiran pengetahuan.
Dalam Yuliani (2005: 45) Vygotsky mengemukakan ada empat
tahapan PD yang terjadi dalam perkembangan dan
pembelajaran, yaitu :
Tahap 1 : Tindakan anak masih dipengaruhi atau dibantu
orang lain.
Tahap 2 : Tindakan anak yang didasarkan atas inisiatif sendiri.
Tahap 3 : Tindakan anak berkembang spontan dan
terinternalisasi.
Tahap 4 : Tindakan anak spontan akan terus diulang-ulang
hingga anak siap untuk berfikir abstrak.

2. Mediasi
Ada dua jenis mediasi yang dapat mempengaruhi
pembelajaran yaitu, tema mediasi semiotik di mana tanda-
tanda atau lambang-lambang yang digunakan seseorang
untuk memahami sesuatu diluar pemahamannya ini didapat
dari hal yang belum ada di sekitar kita, kemudian dibuat oleh
orang yang lebih faham untuk membantu mengkonstruksi
pemikiran kita dan akhirnya kita menjadi faham terhadap hal
yang dimaksudkan
scaffolding di mana tanda-tanda atau lambang-lambang yang
digunakan seseorang untuk memahami sesuatu di luar
pemahamannya ini didapat dari hal yang memang sudah ada
di suatu lingkungan, kemudian orang yang lebih faham
tentang tanda-tanda atau lambang-lambang tersebut akan
membantu menjelaskan kepada orang yang belum paham
sehingga menjadi paham terhadap hal yang dimaksudkan.
Dapat disimpulkan bahwa dalam teori belajar
kokonstruktivistik, proses belajar tidak dapat dipisahkan dari
aksi (aktivitas) dan interaksi, karena persepsi dan aktivitas
berjalan seiring secara dialogis. Belajar merupakan proses
penciptaan makna sebagai hasil dari pemikiran individu
melalui interaksi dalam suatu konteks sosial. Dalam hal ini,
tidak ada perwujudan dari suatu kenyataan yang dapat
dianggap lebih baik atau benar.
5. Aplikasi Teori Belajar Konstruktivistik dalam Kegiatan
Pembelajaran
a. Proses pembelajaran harus menggunakan pendekatan
student centered, dimana fungsi guru hanya sebagai fasilitator
yang bisa mendorong siswa untuk menemukan sendiri potensi
yang dimilikinya;
b. Proses pembelajaran tidak terlalu berorientasi kepada hasil,
tetapi lebih diorientasikan kepada proses bagaimana siswa
memperoleh pemahaman;
c. Guru harus memberikan kebebasan kepada siswa untuk
menggunakan pengalaman dan pemahamannya untuk
berpikir, sehingga menumbuhkan kemandirian pada siswa
dalam mengambil keputusan dan tindakan;
d. Guru harus mengembangkan pembelajaran yang
collaborative, sehingga siswa bisa mendapatkan pemahaman
dan pengalaman melalui interaksi sosial dengan teman-
temannya.
e. Guru harus menghindari pola pembelajaran yang
memberikan tekanan kepada siswa untuk bertindak sesuai
dengan apa yang dikehendaki oleh guru;
f. Guru harus membantu siswa menginternalisasi dan
mentransformasi informasi baru, sehingga menghasilkan
pengetahuan baru yang selanjutnya akan membentuk struktur
kognitif baru bagi siswa;
g. Guru harus memfasilitasi siswa agar dia bisa belajar
dengan sumber yang tidak terbatas pada apa yang diberikan
oleh guru, oleh karenanya guru harus membantu siswa agar
bisa memanfaatkan media internet untuk memperoleh
pengetahuan dan pemahaman.

C. Teori Belajar Sosial


1. Konsep Belajar Menurut Teori Belajar Sosial
Asumsi awal yang memberi isi sudut pandang teoretis
Bandura dalam teori pembelajaran sosial adalah:
1. Pembelajaran pada hakikatnya berlangsung melalui proses
peniruan (imitation) atau pemodelan (modeling);
2. Dalam proses imitation atau modeling tersebut, individu
dipahami sebagai pihak yang memainkan peran aktif dalam
menentukan perilaku mana yang hendak ditiru dan
bagaimana frekuensi serta intensitas peniruan yang
hendak dijalankannya;
3. Imitation atau modeling adalah jenis pembelajaran perilaku
tertentu yang dilakukan tanpa harus melalui pengalaman
langsung;
4. Dalam Imitation atau modeling terjadi penguatan tidak
langsung pada perilaku tertentu yang sama efektifnya
dengan penguatan langsung untuk memfasilitasi dan
menghasilkan peniruan. Individu dalam penguatan tidak
langsung perlu menyumbangkan komponen kognitif
tertentu (seperti kemampuan mengingat dan mengulang)
pada pelaksanaan proses peniruan; dan
5. Mediasi internal sangat penting dalam pembelajaran,
karena saat terjadi adanya masukan inderawi yang menjadi
dasar pembelajaran dan perilaku dihasilkan, terdapat
operasi internal yang mempengaruhi hasil akhirnya.
Ada lima kemungkinan hasil dari modeling, yaitu: 1).
Mengarahkan perhatian. Dengan modeling orang lain, kita
bukan hanya belajar tentang berbagai tindakan, tetapi juga
melihat berbagai objek terlibat dalam tindakantindakan
tersebut. 2). Menyempurnakan perilaku yang sudah dipelajari.
Modeling menunjukkan perilaku mana yang sudah kita
pelajari digunakan. 3). Memperkuat atau memperlemah
hambatan. Modeling perilaku dapat diperkuat atau diperlemah
tergantung konsekuensi yang dialami. 4). Mengajarkan
perilaku baru. Jika dalam modeling berperilaku cara baru
(melakukan hal-hal baru), maka terjadi efek pemodelan. 5).
Membangkitkan Emosi. Melalui modeling, orang dapat
mengembangkan reaksi emosional terhadap situasi yang
pernah dialami secara pribadi.
2. Aplikasi Teori Belajar Sosial terhadap Kegiatan
Pembelajaran
Berdasarkan konsep belajar yang dikemukakan oleh Albert
Bandura di atas, maka ada beberapa implikasi yang harus
diperhatikan dalam kegiatan pembelajaran, yaitu:
a. Guru harus menampilkan contoh perilaku yang baik dan
yang buruk dari tokoh-tokoh yang dikenal oleh siswa,
misalnya dengan menampilkan para sahabat nabi atau orang-
orang terkenal yang memiliki pengalaman untuk ditiru dalam
hidupnya;
b. Dalam menentukan model, karakteristik model perlu
diperhatikan karena akan mempengaruhi efektif tidaknya
modeling itu untuk siswa. Pilih model yang memiliki kelebihan
atau kekuatan di atas yang lain, sehingga siswa dapat
menentukan apakah perbuatan atau pengalamannya perlu
ditiru atau tidak;
c. Observasi adalah kegiatan pembelajaran yang paling
utama dilakukan oleh siswa, sehingga penggunaan media
pembelajaran yang bisa merangsang inderawi siswa untuk
mengamati secara maksimal menjadi penting untuk
diperhatikan;
d. Mengamati perilaku orang lain lebih penting, dibandingkan
dengan mengalami sendiri, karena siswa akan lebih mudah
mempelajari konsekuensi-konsekuensi dari pengalaman
orang dibandingkan dengan konsekuensi-konsekuensi yang
dialami sendiri;
e. Reinforcement bukanlah syarat yang utama untuk
terjadinya proses pembelajaran, karena yang paling penting
adalah mengamati model-model yang harus terus menerus
diperkuat

Daftarmateri pada KB
2 Hampir Seluruh materi sulit difahami
yangsulit dipahami
Daftarmateriyangsering
3 mengalami miskonsepsi -
dalam pembelajaran

Anda mungkin juga menyukai