Anda di halaman 1dari 25

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM BASED LEARNING

PADA MATA PELAJARAN PENDIDIKAN PANCASILA FASE F ELEMEN


NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA

(Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas akhir semester mata kuliah Analisis
Kurikulum dan Pembelajaran PKn)

Dosen Pengampu:
Prof. Dr. Mukhamad Murdiono, M.Pd.

Disusun Oleh :
Widya Astuti 22430251006

MAGISTER PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN

FAKULTAS ILMU SOSIAL, HUKUM, DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA

2023
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Indonesia sendiri berbicara mengenai dunia pendidikan menjadi topik yang akan
terus eksis dari masa ke masa dalam rangka mengembangkan potensi siswa atau peserta
didik, sehingga dalam dunia pendidikan perlu adanya kurikulum (Asri, 2017) menyatakan:
“Dalam dunia pendidikan terdapat beberapa komponen yang saling bersinergi untuk
mencapai tujuan pendidikan itu sendiri Semua komponen memberikan kontribusi penting,
termasuk kurikulum, yang dapat dikatakan sebagai pendukung terpenting dalam proses
belajar mengajar.
Perubahan kurikulum di Indonesia bersifat dinamis, salah satu perkembangan
kurikulum di Indonesia ditunjukkan dengan hadirnya kurikulum Merdeka Belajar. Konsep
utama merdeka belajar ialah kebebasan berfikir. Izza (2020) mengemukakan bahwa guru
memiliki kebebasan secara mandiri untuk menterjemahkan kurikulum sebelum dijabarkan
kepada para siswa sehingga guru mampu menjawab setiap kebutuhan siswa pada saat
proses pembelajaran.
Merdeka belajar juga mencakup kondisi mandiri secara internal dalam tujuan,
metode, materi dan penilaian pembelajaran guru dan siswa Hal ini dapat digunakan untuk
melihat bahwa pembelajaran pada kurikulum merdeka lebih terarah untuk kebutuhan siswa
(student center) dimana sebelumnya konsep pembelajaran masih berpusat pada guru atau
pendidik.
Mata pelajaran PKn dalam Kurikulum Merdeka Belajar mengalami perubahan yakni
menjadi Pendidikan Pancasila. Untuk mencapai penguasaan kompetensi Pendidikan
Pancasila mulai dari pengetahuan atau kognitif, sikap atau afektif dan keterampilan atau
psikomotorik dalam kegiatan belajar mengajar yang menarik, menyenangkan, efektif, dan
membelajarkan seumur hidup, maka perlu mengembangkan berbagai model pembelajaran
di lingkungan belajar di kelas.
Pemilihan model pembelajaran ini guru memilih model pembelajaran yang
menurutnya cocok serta efektif untuk mencapai suatu tujuan pembelajaran. Problem Based
Learning (PBL) mejadi salah satu pilihan yang tepat untuk diterapkan pada Kurikulum
Merdeka untuk mata pelajaran Pendidikan Pancasila. Problem Based Learning (PBL)
sendiri suatu model pembelajaran yang didasarkan pada suatu permasalahan. Adanya
permasalahan yang dimunculkan dalam pembelajaran, diharapkan menjadikan siswa dapat
berperan dalam proses pembelajaran di kelas. Selain konsep dasar model PBL yang

1
didasari oleh masalah ini dapat digunakan sebagai kekuatan pendorong dimana siswa
belajar untuk

2
mengintegrasikan dan mengatur untuk memperoleh informasi, demikian nantinya dapat
selalu diingat dan digunakan masalah yang dihadapi.
Berdasarkan uraian latar belakang di atas pada makalah kali ini akan membahas
secara khusus mengenai Analisis Strategi Pembelajaran Pendidikan Pancasila Elemen
Negara Kesatuan Republik Indonesia Materi Cara Penyelesaian Sengketa Internasional
secara Damai Fase F Pada Kurikulum Merdeka Belajar.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang maka rumusan masalah pada makalah ini:
1. Bagaimana penerapan model pembelajaran Problem Based Learning pada mata
pelajaran Pendidikan Pancasila materi cara penyelesaian sengketa internasional secara
damai?
2. Apa alasan yang mendasari pemilihan model pembelajaran Problem Based Learning
pada materi cara penyelesaian sengketa internasional secara damai?
3. Apa kekurangan dan kelebihan model pembelajaran Problem Based Learning pada
materi materi cara penyelesaian sengketa internasional secara damai?
C. Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah di atas maka tujuan penulisan pada makalah ini adalah:
1. Menganalisis model pembelajaran Problem Based Learning pada materi cara
penyelesaian sengketa internasional secara damai.
2. Menganalisis alasan yang mendasari pemilihan model pembelajaran Problem Based
Learning pada materi cara penyelesaian sengketa internasional secara damai.
3. Mengetahui kekurangan dan kelebihan model pembelajaran Problem Based Learning
pada materi materi cara penyelesaian sengketa internasional secara damai.

3
4
BAB II
KAJIAN TEORI

A. Kurikulum Merdeka Belajar


Kurikulum dapat dilihat dari berbagai dimensi (Hasan, 1988) artinya kurikulum itu
beragam bukan tunggal dan dapat dilihat dari dimensi yang berbeda ketika
menginterpretasikan kurikulum. Dalam buku J. Galen Thaler dan William M. Alexander
(1956) Curriculum Planning to better Teaching and Learning mereka menyatakan bahwa
kurikulum harus mencakup segala upaya usaha sekolah untuk mempengaruhi anak belajar,
baik dalam ruang kelas, di halaman sekolah atau diluar sekolah termasuk kurikulum.
Kurikulum juga mencakup kegiatan ekstra kurikuler, meliputi semua tindakan sekolah
yang relevan berhubungan dengan pengalaman belajar siswa, yang berlangsung di
lingkungan sekolah maupun di luar sekolah, yang sifatnya dapat mempengaruhi belajar
siswa, disebut sebagai kurikulum. Saylor, Alexander, dan Lewis (1974) melihat kurikulum
sebagai segala upaya sekolah untuk mempengaruhi belajar siswa, baik di dalam kelas, di
halaman sekolah, maupun di luar sekolah (kurikulum mempengaruhi siswa). memberi
Anda dapat belajar di kelas, di taman bermain, atau di luar sekolah.) Kurikulum dapat
diartikan sebagai rangkaian pengalaman siswa yang direncanakan, diarahkan,
dilaksanakan, dan dimiliki oleh sekolah atau guru.
Kurikulum harus responsif, inklusif, dan relevan dalam kehidupan sosial, dan selalu
mampu menyeimbangkan keragaman dan kebutuhan (Julaeha, 2019). Lebih lanjut,
kurikulum harus selalu dinamis dan tunduk pada perubahan faktor-faktor yang
mendasarinya (Insani, 2019). Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi
Republik Indonesia (Kemendikbud Ristek RI) langsung meluncurkan kurikulum
“kebebasan belajar”. Adanya kurikulum merdeka di SP/SMK-PK melanjutkan kurikulum
sebelumnya dengan tujuan memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengembangkan
bakatnya. Kurikulum pembelajaran mandiri memberikan kebebasan kepada guru untuk
menciptakan pembelajaran yang mendidik dan menyenangkan. Kompetensi pedagogik
modern juga menuntut guru untuk mampu mencontohkan dan melaksanakan proses
pembelajaran. “Kebebasan untuk belajar” berarti kebebasan berpikir dan kebebasan
berinovasi. Esensi utama kebebasan berpikir pada pendidik. Guru diberdayakan untuk
merencanakan, melaksanakan, mengevaluasi dan menindaklanjuti penilaian tersebut
(Suttrisno, 2022). Kurikulum merdeka memiliki konsep Indonesia tentang otonomi
pendidikan dan otonomi untuk menentukan sendiri metode atau metode terbaik yang dapat
digunakan dalam proses belajar mengajar (Afida, 2021).

5
Konsep pembelajaran aktif, inovatif dan nyaman harus dapat diterapkan oleh siswa
secara modern, terutama di dunia sekarang ini. Guru juga harus berpikir kritis, kreatif, dan
inovatif, pandai berkomunikasi dan berkolaborasi, serta menjadi fasilitator yang
membentuk karakter siswanya. Guru tidak hanya mengandalkan kemandirian siswa
untuk mencari

6
sumber belajar seperti e-book, tetapi juga menyiapkan beberapa metode pembelajaran yang
sesuai, khususnya dalam kurikulum pembelajaran gratis.
Keunggulan kurikulum merdeka, sebagaimana dijelaskan Kemendikbud (2021b)
adalah fokus pada materi esensial dan mengembangkan kompetensi siswa pada tahap
tersebut, sehingga siswa tidak terburu-buru, masuk lebih dalam dan lebih bermakna. Anda
bisa belajar dengan cara yang menyenangkan. Pembelajaran lebih relevan dan interaktif,
memberikan berbagai kesempatan bagi siswa
Kurikulum Merdeka memberi kebebasan dan berpusat pada siswa, guru dan sekolah
bebas menentukan pembelajaran yang sesuai. Kurikulum Merdeka mengusung konsep
“Merdeka Belajar” yang berbeda dengan kurikulum 2013, menurut Sherly (2020) berarti
memberikan kebebasan ke sekolah, guru dan siswa untuk bebas berinovasi, belajar
mandiri dan kreatif, dimana kebebasan ini dimulai dari guru sebagai penggerak.
Kemunculan kurikulum merdeka belajar diharapkan siswa dapat membentuk karakternya
dengan berani mengutarakan pendapat, kemampuan bersosial, dan menjadi siswa yang
berkompetensi. Siswa nantinya akan diberikan kebebasan mengelaborasi keterampilan
yang siswa miliki. Dengan demikian, guru dan siswa dapat berkolaborasi untuk
menciptakan pembelajaran yang super aktif dan produktif (Manalu, 2022).
B. Pendidikan Pancasila
1. Pengertian Pendidikan Pancasila
Pendidikan merupakan kunci untuk menumbuh kembangkan kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara berdasarkan Pancasila sesuai tujuan pendidikan
nasional, yaitu untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang
beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu,
cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung
jawab.
Civic education di Indonesia memiliki perkembangan dalam hal normatif,
nomenklatur, maupun sibstansi secara dinamis, pada prinsipnya perkembangan tersebut
disesuaikan dengan kebutuhan serta visi-misi dari pemerintah yang mempengaruhi dalam
pembentukan kebijakan kurikulum pendidikan di Indonesia. Begitu dinamisnya
perkembangan kurikulum khususnya di bidang civic education, ini tidak lepas dari
perkembangan situasi politik hukum negara Indonesia.
Pendidikan Pancasila merupakan salah satu mata pelajaran yang mendapatkan
dampak dari perubahan kurikulum merdeka belajar, perubahan tersebut tidak hanya pada
muatan yang ada dalam Pendidikan Pancasila bahkan perubahan namapun sering terjadi
pada Pendidikan Pancasila. Pendidikan Pancasila telah muncul dengan berbagai versi nama
di setiap pergantian kurikulum.
7
Winataputra dan Budimansyah (2012) menjelaskan Pendidikan Kewarganegaraan
secara progmatik direncanakan sebagai subjek pembelajaran yang berfokus pada isi yang
bernilai (content embedding values) dan pengalaman belajar (learning experience) dalam
berperilaku yang butuh diwujudkan didalam kehidupannya setiap hari dan menjadi
tuntutanan hidup untuk semua warga bernegara dalam kehidupan bermasyarakat,
berbangsa, dan bernegara sebagai penjabaran dari ide, nilai, konsep dan moral Pancasila,
kewarganegaraan yang demokratis dan bela negara.
Berdasarkan Keputusan Kepala Badan Standar Kurikulum dan Asesmen Pendidikan
Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, Dan Teknologi Nomor 008/H/Kr/2022
Pendidikan Pancasila memuat nilai-nilai karakter Pancasila yang ditumbuh kembangkan
dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara untuk menyiapkan warga
negara yang cerdas dan baik. Pendidikan Pancasila berisi elemen: Pancasila, Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Bhinneka Tunggal Ika, dan Negara
Kesatuan Republik Indonesia.
2. Tujuan Pendidikan Pancasila
Adapun tujuan dari mata pelajaran Pendidikan Pancasila tertuang dalam (Keputusan
Kepala BSKAP No.008/H/KR/2022 Tahun 2022, 2022) tentang Capaian Pembelajaran
Pendidikan Anak Usia Dini, Jenjang Pendidikan Dasar, dan Jenjang Pendidikan Menengah.
Secara umum tujuan Pendidikan Pancasila dapat menghasilkan warga negara yang mampu
berpikir global (think globally) dengan cara bertindak local (act loally) berdasarkan
Pancasila sebagai jati diri bangsa.
Hal ini sejalan dengan penjelasan dari Murdiono (2014) dalam konteks pendidikan
kewaganegaraan global yang dikembangkan di Indonesia mengacu pada nilai-nilai
Pancasila sebagai dasar negara. Semua nilai yang ada dalam Pancasila dapat dijadikan
sebagai landasan dalam pengembangan pendidikan kewarganegaraan global di Indonesia.
Nilai ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan, dan keadilan dapat dijadikan sebagai
pijakan dalam pergaulan internasional. Selain itu, Pendidikan kewarganegaraan global
yang dikembangkan di Indonesia harus mengacu pada konstitusi negara atau bisa disebut
sebagai nilai-nilai konstitusional. Murdiono (2014) juga menjelaskan tiga dimensi utama
yang sering disebut dalam kewarganegaraan global, yakni tanggung jawab social (social
responsibility), kompetensi global (global competence), dan keterlibatan dalam kewargaan
global (global civic engagement).
Pada Kurikulum merdeka terdapat 4 elemen dalam Pendidikan Pancasila yang
menjadi ciri khas dari kurikulum merdeka. Adapun elemen yang terdapat pada Pendidikan
Pancasila yaitu Pancasila, Undang-Undang Dasar Tahun 1945 (UUD 1945), Bhinneka
Tunggal Ika dan Negara Kesatuan Revoblik Indonesia (NKRI). Adapun deskripsi dari
8
ke-4 elemen

9
tersebut dijabarkan oleh (Keputusan Kepala BSKAP No.008/H/KR/2022 Tahun 2022,
2022) tentang Capaian Pembelajaran Pendidikan Anak Usia Dini, Jenjang Pendidikan
Dasar, dan Jenjang Pendidikan Menengah.
C. Pengertian Model Pembelajaran Problem Based Learning
Model pembelajaran yang dikemukakan oleh Joyce dan Weil (Trianto, 2010:
15) adalah rencana atau model yang dapat digunakan untuk merumuskan kurikulum
(rencana pembelajaran jangka panjang), merancang materi pembelajaran dan memandu
pembelajaran di kelas atau di tempat lain. Tujuan Model Pembelajaran adalah untuk
memberikan kerangka konseptual yang menggambarkan suatu proses yang sistematis
untuk mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan pembelajaran tertentu
dan menjadi pedoman/acuan bagi perencana pembelajaran dan guru ketika merencanakan
kegiatan belajar mengajar.
Salah satu model yang sedang menjadi perhatian para pendidik saat ini adalah model
PBL (Problem Based Learning), yaitu model pembelajaran dimana siswa mencoba
memecahkan masalah melalui beberapa langkah metode ilmiah, sehingga diharapkan siswa
dapat mempelajari informasi yang relevan. Untuk masalah tersebut dan sekaligus siswa
dituntut untuk mampu memecahkan masalah. Syarifuddin (2016:
221) menjelaskan bahwa pembelajaran berbasis masalah (PBL) adalah pembelajaran
yang menghadapkan siswa pada suatu masalah sebelum mereka memulai proses
pembelajaran. Siswa disajikan dengan masalah nyata yang mendorong mereka untuk
meneliti, mendeskripsikan, dan menemukan solusi. Menurut Tan dalam bahasa Rusia
(2010: 232) bahwa “pembelajaran berbasis masalah adalah penggunaan beragam
kecerdasan
yang diperlukan untuk memenuhi tantangan dunia nyata, kemampuan untuk menghadapi
semua kompleksitas baru dan yang sudah ada”. Berdasarkan pendapat di atas, dapat
dinyatakan bahwa pembelajaran berbasis masalah adalah model pembelajaran yang
menitikberatkan pada masalah nyata yang harus dipecahkan siswa dalam proses
pembelajaran dengan membangun keterampilan berpikir kritis. Memecahkan masalah dan
mengintegrasikan pengetahuan dan konsep yang ada tentang mata pelajaran masing-
masing. Fokusnya adalah pada pembelajaran siswa bukan pengajaran guru (student
centered). Pembelajaran berbasis masalah merupakan model pembelajaran yang menantang
siswa untuk “belajar untuk belajar” dan memungkinkan siswa aktif dalam kegiatan
kelompok untuk mencari solusi dari masalah dunia nyata.
Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran
berbasis masalah adalah model pembelajaran yang menghadapkan siswa pada masalah
dengan cara yang memungkinkan siswa untuk mengeksplorasi dan memecahkan masalah
1
0
tersebut dan menuntut siswa untuk terlibat secara aktif dalam kegiatan pembelajaran.

1
1
Pembelajaran berbasis masalah berfokus pada pembelajaran yang ada dengan masalah
yang bermakna dan disajikan sesuai dengan masalah yang telah ditentukan sebelumnya
sehingga pembelajaran dapat berjalan efektif dan tujuan pembelajaran dapat dicapai dengan
hasil yang maksimal.
D. Karakteristik Model Pembelajaran Problem Based Learning
Model pembelajaran Problem Based Learning lebih menekankan pada masalah nyata
sehingga pembelajaran dapat bermakna bagi siswa, dan guru berpartisipasi dalam
mengajukan masalah, mengajukan pertanyaan dan memfasilitasi penelitian. Model
Problem Based Learning memiliki karakteristik yang membedakannya dengan model
pembelajaran lainnya, pada dasarnya karakteristik pembelajaran berbasis masalah adalah
siswa dapat menerapkan apa yang dipelajarinya di sekolah dalam kehidupannya, masalah
merupakan kesadaran untuk mengembangkan keterampilan pemecahan masalah, dan guru
berperan sebagai fasilitator, motivator dan mentor. Ada tiga unsur penting dalam Problem
Based Learning, yaitu adanya masalah, pembelajaran berpusat pada siswa, dan
pembelajaran kelompok.

12
BAB III
PEMBAHASAN

A. Objektifitas Penerapan Model Pembelajaran Problem Based Learning Pada

13
Kurikulum Merdeka Mata Pelajaran Pendidikan Pancasila
Tujuan pendidikan dapat diimplementasikan melalui model pembelajaran yang
inovatif. Model pembelajaran abad 21 dapat menjadi acuan bagi guru sebagai
pendidik profesional dalam upayanya meningkatkan hasil belajar siswa. Sementara
itu, belajar mengajar dalam konteks pembelajaran abad 21, khususnya pada
kurikulum 2013, adalah agar siswa mempelajari materi melalui contoh, aplikasi dan
pengalaman nyata di dalam dan di luar sekolah (Yusuf et al., 2015). Anderson (2000)
menyatakan bahwa pembelajaran abad 21 idealnya menitikberatkan pada empat
komponen, yaitu (1) komunikasi, (2) kolaborasi, (3) berpikir kritis dan pemecahan
masalah, serta (4) kreativitas dan inovasi.
Kurikulum sebelumnya secara spesifik menyebutkan penggunaan metode atau
model konstruktivis dengan pendekatan saintifik, antara lain pembelajaran berbasis
masalah (PBL), pembelajaran berbasis proyek (PjBL), pembelajaran penemuan, dan
inkuiri (Sudarisman, 2015). PBL merupakan model pembelajaran yang ideal untuk
mencapai tujuan pendidikan abad 21 karena mencakup keempat komponen tersebut.
Kurikulum mandiri menjadi ciri khas profil siswa Pancasila sebagai tujuan
pendidikan nasional yang terdiri dari 6 dimensi.
Dalam analisis kurikulum mandiri ini, ia fokus pada Level F (Kelas XI dan
XI), Unsur Negara Kesatuan Republik Indonesia dalam Penyelesaian Sengketa
Internasional Secara Damai, dimana siswa dapat menganalisis tujuan pembelajaran
dari materi ini. dan mengusulkan solusi atas ancaman, tantangan, hambatan dan
gangguan yang dihadapi Indonesia, mahasiswa dapat memahami sistem pertahanan
dan keamanan negara, setelah itu mahasiswa dapat menganalisis peran Indonesia
dalam hubungan antar bangsa dan negara. Dalam materi ini, mahasiswa diminta
untuk menganalisis bentuk-bentuk penyelesaian sengketa internasional secara damai.
Materi ini tersalurkan secara optimal kepada siswa ketika teknik pembelajaran
dilaksanakan secara berkelompok, sehingga setiap kelompok yang terbentuk nantinya
menghadapi masalah nyata dan mampu memecahkan masalah serta mengajukan
solusi secara kreatif, kritis dan inovatif. Pembelajaran berbasis masalah sebagai salah
satu model pembelajaran inovatif yang dapat digunakan dalam mata pelajaran
Pendidikan Pancasila karena memiliki kelebihan yaitu siswa dihadapkan pada
masalah nyata atau otentik di masyarakat untuk memotivasi siswa memecahkan
masalah sosial yang nyata (Amiluddin & Sugiman, 2016: 103). Aspek penting dari
PBL adalah bahwa pembelajaran diawali dengan masalah dan masalah menentukan
arah pembelajaran dalam kelompok. Salah satu keunggulan PBL adalah
14
mendorong siswa untuk

15
mengeksplorasi apa yang telah mereka ketahui dan kemudian mengembangkan
keterampilan belajar, karena keterampilan tersebut dapat ditransfer ke banyak topik
pembelajaran lainnya. Berfokus pada masalah yang dapat memicu pembelajaran yang
lebih luas dalam pembelajaran
Pelaksanaan kurikulum merdeka dengan menerapkan model pembelajaran
Problem Based Learning pada mata pelajaran Pendidikan Pancasila sebagai pilihan
model pembelajaran yang inovatif untuk merangsang siswa berpikir kritis, kreatif dan
aktif. Pembelajaran berbasis masalah mendorong siswa tidak hanya berpikir secara
konkrit, tetapi juga berpikir tentang ide-ide yang abstrak dan kompleks. Model
pembelajaran berbasis masalah melatih siswa dalam kemampuan berpikir tingkat
tinggi. Pembelajaran berbasis masalah merupakan metode pembelajaran berorientasi
masalah kontekstual yang mendorong siswa untuk menemukan suatu masalah dan
menelaah kuantitas, kualitas, dan kompleksitas masalah yang disajikan (Rusman,
2010). Dengan kata lain, pembelajaran berbasis masalah tidak hanya menuntut siswa
untuk mendengarkan, mencatat dan kemudian menghafal suatu topik, tetapi siswa
harus aktif berpikir, berkomunikasi, mencari dan mengolah data, dan akhirnya
menarik kesimpulan. Pembelajaran berbasis masalah dapat diartikan sebagai suatu
cara penyajian materi pembelajaran dengan menjadikan masalah sebagai titik tolak
suatu pembahasan yang dianalisis dan disintesiskan untuk memungkinkan siswa
menemukan sendiri pemecahan atau jawabannya.
Pembelajaran PBL lebih menitikberatkan pada siswa daripada pada guru
(Wijnen, 2017). Pembelajaran yang berpusat pada siswa berarti bahwa siswa harus
memiliki kontrol lebih besar atas proses belajar mengajar. Pembelajaran yang
berpusat pada siswa mengandung arti bahwa sebaiknya dalam proses belajar
mengajar siswa lebih diarahkan untuk aktif mandiri dalam menyelesaikan suatu
permasalahan yang bersifat kontekstual. Pembelajaran yang berpusat pada siswa
melatih siswa agar dapat mengolah dirinya sendiri dalam kegiatan pembelajaran
Dengan demikian, siswa mampu menganalisis pemecahan masalah berdasarkan
pengetahuan yang dimiliki dilengkapi dengan konsep yang esensial (Kim, 2017).
Berdasarkan pendapat diatas, maka dapat ditarik suatu pengertian Problem
Based Learning suatu model pembelajaran yang menitikberatkan pada masalah yang
ada pada dunia nyata sebagai suatu hal yang harus dipecahkan oleh peserta didik
dalam proses pembelajaran dengan cara membangun kemampuan berfikir kritis dan
keterampilan dalam memecahkan masalah, serta menghubungkan pengetahuan dan
konsep yang ada dari materi pelajaran yang berlangsung.
16
B. Langkah-Langkah Penerapan Model Pembelajaran Problem Based Learning Pada
Mata Pelajaran Pendidikan Pancasila
Pembelajaran PBL didasarkan pada teori psikologi kognitif, menurutnya
pembelajaran adalah suatu proses dimana pembelajar secara aktif membangun
pengetahuannya dalam interaksi dengan lingkungan belajar yang dirancang oleh
pembelajar. Mengenai tahapan model pembelajaran berbasis masalah, Arends menulis
dalam buku Ngalimun (2014: 96) sebagai berikut :

Tahap Aktivitas Guru

Tahap 1 Menjelaskan tujuan pembelajaran,


Mengorientasitasikan peserta didik menjelaskan logistik yang
pada suatu masalah diperlukan, dan memotivasi siswa
terlibat pada aktivitas pemecahan
masalah

Tahap 2 Membantu siswa mendefinisikan


Mengorganisasi siswa untuk belajar dan mengorganisasikan tugas
belajar yang berhubungan dengan
masalah tersebut

Tahap 3 Mendorong siswa untuk


Membimbing pengalaman mengumpulkan informasi yang
individu/kelompok sesuai, melaksanakan eksperimen
ntuk mendapatkan penjelasan dan
pemecahan masalah

Tahap 4 Membantu siswa dalam


Mengembangkan dan menyajikan merencanakan dan menyiapkan
hasil karya karya yang sesuai seperti laporan,
dan membantu mereka untuk
berbagai tugas dengan temannya

Tahap 5 Membantu siswa untuk melakukan


Menganalisis dan mengavaluasi refleksi atau evaluasi terhadap
proses pemecahan masalah penyelidikan mereka dan proses
yang mereka gunakan

17
Tahapan-tahapan model Problem Based Learning yang dilaksanakan secara
sistematis berpotensi dapat mengembangkan kemampuan peserta didik dalam
menyelesaikan masalah dan sekaligus dapat menguasai pengetahuan yang sesuai
dengan kompetensi dasar tertentu.
a) Fase 1: Memberikan orientasi tentang permasalahannya kepada peserta didik.
Pada tahap ini guru akan memberikan tujuan pembelajaran kepada siswa terkait
dari materi penyelesaian sengketa internasional secara damai. Guru
menunjukkan kepada siswa sebuah video tentang kasus penyelesaian sengketa
internasional, setelah itu guru mendorong siswa untuk terlibat dalam
memecahkan masalah tersebut.
b) Fase 2: Mengorganisasikan peserta didik untuk belajar
Pada tahap ini, guru membagi siswa menjadi beberapa kelompok. Setiap
kelompok berbagi materi tentang cara yang berbeda untuk menyelesaikan
sengketa internasional. Setiap kelompok mengumpulkan informasi sesuai
dengan materi yang umum, pada tahap ini siswa harus bekerja sama dalam
kelompok untuk memecahkan masalah yang diberikan.
c) Fase 3: Membantu investigasi mandiri dan kelompok.
Pada tahap ini, guru mengontrol partisipasi siswa dalam mengumpulkan
informasi sesuai materi penyelesaian sengketa internasional dan melakukan
eksperimen untuk memperoleh penjelasan dan solusi dari permasalahan
tersebut.
d) Fase 4: Mengembangkan dan mempresentasikan hasil
Pada tahap ini, guru mendampingi siswa dalam merencanakan dan menyiapkan
suatu karya yang sesuai dalam bentuk laporan. Siswa mempresentasikan hasil
informasi yang mereka temukan di depan kelas. kemudian kelompok lain
mengajukan pertanyaan kepada kelompok yang tampil.
e) Fase 5: Menganalisis dan mengevaluasi proses mengatasi masalah
Pada tahap ini, guru membantu siswa untuk merefleksi atau mengevaluasi
informasi yang diterima. Guru memberikan informasi dan penjelasan atas tanya
jawab masing-masing kelompok tentang pelanggaran hak dan penolakan
kewajiban dalam rangkaian pembelajaran yang berbeda. Guru menilai siswa
melalui pengamatan dalam kegiatan diskusi. Penilaian juga dilakukan dengan

18
mengajukan pertanyaan deskriptif kepada siswa untuk mengetahui pemahaman

19
siswa terhadap materi pembelajaran.
C. Alasan Memilih Model Pembelajaran Problem Based Learning
Problem Based Learning adalah model pembelajaran yang menggunakan
masalah sebagai langkah awal dalam mengumpulkan informasi baru. Siswa
menemukan pengetahuannya dimana semua fungsi guru berperan sebagai fasilitator.
Dalam pembelajaran berbasis masalah, pembelajaran juga diharapkan mengaktifkan
siswa karena nantinya siswa memecahkan masalah secara berkelompok. Saat
menerapkan model pembelajaran PBL, siswa pada awalnya diberikan tugas untuk
menemukan hipotesis yang dapat dijelaskan. Dalam kelompok, siswa berkomunikasi
satu sama lain dan berbagi ide dengan teman, dan anggota kelompok mereka
mencoba memecahkan masalah nyata untuk membuat apa yang mereka pelajari lebih
bermakna. Model pembelajaran berbasis masalah cocok digunakan pada materi
sengketa dengan penyelesaian sengketa internasional secara damai untuk
mengembangkan pemikiran kritis dalam memecahkan masalah.
Mengenai kelebihan dan kekurangan model pembelajaran berbasis masalah,
dapat dikatakan bahwa model pembelajaran berbasis masalah ini sangat cocok untuk
mengembangkan rasa percaya diri yang tinggi dan kemampuan siswa untuk belajar
mandiri, sehingga peneliti menggunakan model ini dalam pembelajaran. proses
pembelajaran Kemudian kekurangan model pembelajaran berbasis masalah dalam
penerapannya yaitu jika siswa tidak memahami materi maka siswa sulit
menyelesaikan soal, jika siswa tidak percaya bahwa soal yang diberikan itu sulit,
maka siswa merasa enggan. untuk memecahkan masalah dan membutuhkan waktu
yang cukup lama untuk membuat model pembelajaran berbasis masalah.

20
BAB IV
PENUTUP

Komponen penting dalam pengembangan pembelajaran PKn adalah mendidik


warga negara yang cerdas (memiliki pengetahuan kewarganegaraan) dan mendidik
warga negara yang berkarakter dan mampu berpikir kritis. Model pembelajaran Problem
Based Learning peserta didik akan belajar memecahkan suatu masalah yang nyata, dan
aktif dalam berkomunikasi dan bertukar pikiran dengan teman, sehingga pelajaran yang

21
didapatkan lebih bermaknaPenerapan model pembelajaran berbasis masalah pada Fase F
Kelas XI Unsur Negara Kesatuan Republik Indonesia Penyelesaian Sengketa
Internasional Secara Damai dapat dilakukan dalam beberapa tahap, yaitu tahap pertama
memberikan orientasi mengenai permasalahannya kepada siswa, tahap kedua
mengorganisir siswa untuk belajar, tahap ketiga mendukung kegiatan berkelompok dan
tugas mandiri, tahap keempat menciptakan dan mempresentasikan hasil, dan tahap
kelima mengevaluasi proses pemecahan masalah.

DAFTAR PUSTAKA

Ahmadi, A. & Pasetya, J.T. (2005). Strategi Belajar Mengajar. Bandung: Pustaka
Setia. Amri, Sofan & Khoiri, Lif,. 2010. Konstruksi Pengembangan Pembelajaran.
Jakarta:
Prestasi Pustaka.
Amir, M Taufiq. (2010). Inovasi Pendidikan Melalui Problem Based Learning.
Jakarta: Kencana Prenada Media Group
Camellia, dkk. (2022). Problem Based Learning dalam Pembelajaran
Kewarganegaraan Sebagai Upaya Mewujudkan Smart and Good Citizenship.
22
Jurnal Pendidikan Kewarganegaraan Undiksha. Undiksha

23
Djamarah, S.B. & Zain, A. (2006). Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: PT Rineka
Cipta. Hamalik, O. (2010). Perencanaan Pembelajaran Berdasarkan Pendekatan
Sistem.
Jakarta: PT Bumi Aksara.
Hanafiah, N., & Suhana, C. (2009). Konsep Strategi Pembelajaran. Bandung: PT.
Refika Aditama.
Hasibuan, J.J & Moedjiono. (2008). Proses Belajar Mengajar. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya.
Helmiati. (2012). Model Pembelajaran. Yogyakarta: Aswaja Pressindo Hisyam Zaini,
dkk. (2011). Strategi Pembelajaran Aktif. Yogyakarta: CTSD UIN Sunan Kalijaga.
Khotimah, A.H., Kuswandi, D., & Sulthoni. (2019). Pengaruh Model Problem Based
Learning Terhadap Hasil Belajar Pkn Siswa. Jurnal Kajian Teknologi
Pendidikan, 2 (2).
Komalasari, Kokom. (2011). Pembelajran Kontekstual Konsep dan Aplikasi.
Bandung: PT Refika Aditama
Mayasari, Tantri., Kadarohman, A., Rusdiana, D., & Kaniawati, I. (2016). Apakah
Pembelajaran Problem Based Learning dan Project Based Learning
mampu Melatihkan Keterampilan Abad 21. Jurnal Pendidikan Fisika dan
Keilmuan, 2(1). http://doi.org/10.25273/jpfk.v2i1.24
Komalasari, K. (2011). Pembelajaran Kontekstual. Bandung: Refika Aditama.
Mulyono. (2011). Strategi pembelajaran: Menuju Efektifitas Pembelajaran Di Abad
Global. Malang: UIN-Maliki Press.
Rusman. 2012. Model-model Pembelajaran Mengembangkan Profesionalisme Guru.
Jakarta: Rajawali Pers.
Sugiyanto. 2009. Model-Model Pembelajaran Inovatif. Surakarta: FKIP UNS Press

24

Anda mungkin juga menyukai