Anda di halaman 1dari 8

Filosofi Pendidikan Indonesia

“Ruang Kolaborasi – Argumen Kritis Perjalanan Pendidikan Nasional”

Oleh :

KELOMPOK 1

1. Desmarita Zakkie (23300032)


2. Dolla Monika (23300038)
3. M. Irawan Ghair (23300074)
4. Shinta Dewi Saputri (23300140)
5. Siti Syarah (23300146)
6. Surya Monika (23300152)

Rombel : 002

Dosen Pengampu

Dr. Nofrion, M.Pd

Pendidikan Profesi Guru (PPG) Pra Jabatan

Pendidikan Guru Sekolah Dasar

Fakultas Ilmu Pendidikan

Universitas Negeri Padang

2023
Hasil Diskusi

A. Apa praktik Pendidikan saat ini yang ‘membelenggu’ kemerdekaan peserta didik
dalam belajar dengan melihat Perjalanan Pendidikan Nasional sebelum kemerdekaan
dan sesudah kemerdekaaan?

Sebelum kemerdekaan, sistem pendidikan di Indonesia dipengaruhi oleh kolonialisme


Belanda, yang menitikberatkan pada pendidikan yang menghasilkan tenaga kerja terampil
untuk memenuhi kebutuhan kolonial. Kurikulumnya cenderung mengajarkan materi-materi
yang mendukung kepentingan penjajah. Pengajarannya lebih bersifat otoriter, dan bahasa
pengantar utamanya adalah bahasa Belanda. (Hidayat & Huda,2019)

Pada awal kemerdekaan tepatnya pada tanggal 17 Agustus 1945 pembelajaran di


sekolah-sekolah lebih ditekankan pada semangat nasionalisme dan membela tanah air
menurut Tim Uny ( Fadli & Kumalasari, 2019). Proklamasi merupakan peristiwa yang luar
biasa dimana hal ini membuat bangsa ini tidak dijajah lagi dan menimbulkan hidup baru
dibidang apa saja salah satunya pada bidang pendidikan, perlu mencoba untuk mengubah
sistem pendidikan yang dimana sesuai dengan suasana baru menurut Ahmadi ( dalam Fadli
& Kumalasari,2019). Oleh karena itu ada usaha perencanaan pada pendidikan serta
pengajaran yang sudah dipersiapkan di hari-hari terakhir penjajahan Jepang menjadikan
modal dalam pedoman pertama dilapangan pendidikan. Pendidikan masa awal kemerdekaan
berlandaskan Pancasila yang merupakan falsafah negara menurut Somarsono Moestoko
(Fadli & Kumalasari,2019).

Setelah kemerdekaan, seharusnya pendidikan diarahkan untuk menciptakan warga


negara yang cerdas, kreatif, dan mandiri. Namun, dalam praktiknya, beberapa aspek
pendidikan masih mengalami tantangan dalam mencapai tujuan tersebut. Misalnya,
kurikulum yang terlalu padat dan kurang relevan dengan kebutuhan dunia kerja modern,
metode pengajaran yang masih mengutamakan pendekatan tradisional, serta penekanan
terhadap ujian dan nilai akademik yang berlebihan. (Hidayat & Huda,2019)

Setelah kemerdekaan, Indonesia mengalami perubahan signifikan dalam sistem


pendidikan. Meskipun demikian, praktik-praktik yang membatasi kemerdekaan peserta didik
dalam belajar masih ada. Pendidikan nasional mencoba untuk lebih mengintegrasikan nilai-
nilai nasionalisme dan mengembangkan kurikulum yang lebih sesuai dengan konteks lokal.
Namun, terkadang sistem ini masih terkungkung oleh aturan, kurikulum yang terlalu baku,
dan metode pengajaran yang kurang mendukung kreativitas dan pemikiran kritis

Praktik pendidikan yang membatasi kemerdekaan peserta didik dalam belajar bisa
berasal dari berbagai aspek, seperti kurikulum yang terlalu kaku, metode pengajaran yang
kurang interaktif, penilaian yang hanya bersifat menghafal, serta kebijakan sekolah yang
otoriter. Hal-hal ini dapat menciptakan lingkungan belajar yang membatasi eksplorasi,
kreativitas, dan kemandirian peserta didik. (Saleh, 2020:54)

Menurut Syukri (dalam Saleh, 2020:57) Ada beberapa praktik pendidikan saat ini yang
dapat "membelenggu" kemerdekaan peserta didik dalam belajar. Beberapa di antaranya
adalah:
1. Pendekatan Kurikulum yang Terlalu Terpusat. Kurikulum yang terlalu terpusat pada
penguasaan materi dan ujian standar dapat membatasi kreativitas dan kebebasan peserta
didik dalam mengeksplorasi minat dan bakat mereka sendiri.
2. Metode Pengajaran yang Tidak Interaktif. Metode pengajaran yang hanya berfokus pada
pemberian informasi secara pasif, seperti ceramah dan pembelajaran berbasis guru, dapat
menghambat partisipasi aktif dan pemikiran kritis peserta didik.
3. Penilaian yang Tidak Holistik. Penilaian yang hanya berfokus pada tes tertulis dan angka-
angka dapat mengabaikan aspek-aspek penting lainnya, seperti keterampilan sosial,
kreativitas, dan pemecahan masalah.

Beberapa faktor yang dapat membatasi kemerdekaan peserta didik dalam belajar saat ini
adalah:

1. Kurikulum yang terlalu padat dan terfokus pada ujian. Kurikulum yang padat dan terlalu
berorientasi pada ujian dapat menghambat eksplorasi dan pemahaman mendalam peserta
didik terhadap materi.
2. Pengajaran yang terpusat pada guru. Pendekatan pengajaran yang lebih otoriter, di mana
guru berperan sebagai sumber utama pengetahuan dan peserta didik berperan sebagai
penerima pasif, dapat membatasi kreativitas dan partisipasi aktif peserta didik.
3. Keterbatasan akses ke pendidikan berkualitas. Faktor ekonomi, geografis, dan sosial
dapat membatasi akses peserta didik ke pendidikan berkualitas, sehingga menghambat
potensi belajar mereka.
4. Tingginya tekanan akademik. Tekanan untuk mencapai hasil akademik yang tinggi dapat
membatasi eksplorasi dan minat peserta didik dalam belajar, karena terlalu fokus pada
prestasi semata.

B. Adakah model-model Pendidikan saat ini yang Anda lihat dapat melepaskan
‘belenggu’ yang belum memerdekakan peserta didik?
Menurut kelompok kami, model kurikulum merdeka belajar diupayakan untuk
melepaskan belenggu belajar dalam pendidikan di Indonesia baik bagi guru maupun
peserta didik. Kurikulum merdeka menggunakan prinsip yang ada pada pembelajaran
paradigma baru dimana guru diberikan kebebasan dalam merumuskan perencanaan
dan pelaksanaan pembelajaran serta asesmen untuk mengukur hasil belajar peserta
didik, serta peserta didik tidak dipaksa untuk menguasai semua materi, karena
tujuan pembelajaran disesuaikan dengan kemampuan, kebutuhan, dan minat peserta
didik.
Menurut Iwinsyah (2020) merdeka belajar menjadi salah satu program inisiatif Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan yang ingin menciptakan suasana belajar yang bahagia dan
suasana yang happy. Tujuan merdeka belajar adalah agar para guru, peserta didik, serta
orang tua bisa mendapat suasana yang bahagia. “Merdeka belajar itu bahwa proses
pendidikan harus menciptakan suasana-suasana yang membahagiakan.”
Proses pembelajaran yang dilakukan tetap mengacu pada profil pelajar pancasila yang
berperan sebagai penuntun arah dan menjadi panduan dalam menentukan kebijakan
dan pembaharuan sistem pendidikan di Indonesia. Profil pelajar pancasila yaitu, yaitu
1. Beriman, bertakwa kepada Tuhan YME, dan berakhlak mulia
2. Berkebinekaan global
3. Bergotong royong
4. Mandiri
5. Bernalar kritis
6. Kreatif
Selain itu, model pendidikan yang dapat melepas belenggu dan memberdayakan peserta
didik secara lebih efektif adalah pendekatan pendidikan inklusif, berbasis keterampilan abad
ke-21, dan mendukung pembelajaran aktif dan kolaboratif. Pendekatan ini memprioritaskan
pengembangan keterampilan kritis, kreatif, komunikasi, dan kolaborasi, serta memberikan
kebebasan kepada peserta didik untuk memimpin proses belajar mereka sendiri.

Model-model pendekatannya yang sekiranya dapat atau cocok digunakan pada masa
sekarang adalah :

1. Pendekatan Pembelajaran Aktif (Active Learning Approach)


Menurut Santyasa & Suarni (2017) Pendekatan ini mempromosikan keterlibatan aktif
peserta didik dalam proses belajar, termasuk diskusi kelompok, eksperimen, proyek, dan
pembelajaran berbasis masalah. Peserta didik tidak hanya mendengarkan penjelasan guru,
tetapi juga terlibat dalam memecahkan masalah, berinteraksi dengan teman sekelas, dan
menerapkan pengetahuan dalam konteks nyata.
2. Pendekatan Pendidikan Kontekstual (Contextual Teaching and Learning - CTL)
Menurut Prastowo (2012) Pendekatan ini memadukan materi pembelajaran dengan
konteks kehidupan sehari-hari peserta didik, sehingga membuat pembelajaran lebih
bermakna dan relevan bagi mereka. CTL mendorong peserta didik untuk memahami
hubungan antara konsep akademik dengan kehidupan nyata.
3. Pembelajaran Berbasis Proyek (Project-Based Learning - PBL)
Menurut Helle & Olkinuora (2006) PBL memungkinkan peserta didik untuk memilih
topik atau proyek yang menarik minat mereka, merencanakan, dan mengelola proyek
tersebut dengan bimbingan guru. Pendekatan ini mendorong kreativitas, pemecahan
masalah, dan kerja sama antarpeserta didik.
4. Pendekatan Pendidikan Karakter (Character Education Approach)
Menurut Lickona (1991) Pendekatan ini fokus pada pengembangan karakter positif
peserta didik, seperti etika, empati, tanggung jawab, dan kejujuran, sambil tetap
memperhatikan pembelajaran akademik. Tujuannya adalah membentuk peserta didik
yang berintegritas dan memiliki kesadaran sosial.
5. Model Pembelajaran Blended Learning
Garner & Oke (dalam Purwanto,2019) pembelajaran blended learning merupakan
sebuah lingkungan pembelajaran yang dirancang dengan menyatukan pembelajaran tatap
muka (face to face/F2F) dengan pembelajaran online yang bertujuan untuk meningkatkan
hasil belajar siswa. Sementara menurut Harding, Kaczynski dan Wood (dalam
Purwanto,2019), blended learning merupakan pendekatan pembelajaran yang
mengintegrasikan pembelajaran tradisonal tatap muka dan pembelajaran jarak jauh yang
menggunakan sumber belajar online (terutama yang berbasis web) dan beragam pilihan
komunikasi yang dapat digunakan oleh guru dan siswa. Dengan pelaksanaan blended
learning ini, pembelajaran berlangsung lebih bermakna karena keragaman sumber belajar
yang mungkin diperoleh.
Model blended learning itu adalah model pembelajaran yang memadukan antara
pembelajaran dengan tatap muka di kelas seperti biasa dengan
pembelajaran online (maya). Jadi dalam prosesnya selain siswa belajar di kelas sesuai
jadwal yang sudah dibuat tetapi ada pembelajaran online yang dilakukan diluar jam
belajar. Belajar online bisa dimanfaatkan untuk pemberian materi atau informasi dari
guru terkait materi, forum diskusi, pemberian tugas dan pengumpulan tugas oleh siswa.

C. Apa yang Anda tawarkan sebagai model Pendidikan yang dapat melepaskan belenggu
dan memerdekakan peserta didik?
Untuk melepaskan belenggu dan memerdekakan peserta didik salah satunya dengan
enerapkan pembelajaran yang berpusat kepada peserta didik, sehingga peserta didik dapat
mengontruksi pemahaman sendiri. selain itu, guru dapat menyiapkan peserta didik yang
harus tanggap tak hanya mengenai pengetahuan tetapi juga mengenai keterampilan yang
mereka butuhkan terutama untuk menunjang kebutuhan di masa yang akan datang, seperti
melatih keterampilan 4C (critical thingking, creativity, collaboration and communication ),
literasi digital, dan lain sebagainya. Kemudian pendidik juga dapat menggunakan proyek
nyata yang relevan dengan kehidupan sehari-hari mereka, menekankan pada pengembangan
keterampilan dan pemahaman yang relevan dengan dunia nyata, memanfaatkan teknologi
dalam pembelajaran dapat memberikan akses yang lebih luas kepada peserta didik untuk
memperoleh informasi, berkomunikasi, dan berkolaborasi. Dan juga melibatkan peserta
didik dalam kegiatan sosial dan komunitas dapat membantu mereka mengembangkan
keterampilan sosial, empati, dan pemahaman tentang dunia di sekitar mereka.
Daftar Rujukan

Fadli & Kumalasari . (2019). Sistem Pendidikan Indonesia Pada Masa Orde Lama (Periode
1945- 1966). Agastya: Jurnal Sejarah Dan Pembelajarannya, 9(2), 157.
https://doi.org/10.25273/ajsp.v9i2.4168

Helle & Olkinuora. (2006). Project-Based Learning in Post-Secondary Education - Theory,


Practice and Rubber Sling Shots. Higher Education, 51(2), 287-314.

Hidayat & Huda. (2019). The influence of teacher authority and national examination on
students' independence and creativity in learning. International Journal of Instruction,
12(3), 739-754.

Lickona, T. (1991). Educating for Character: How Our Schools Can Teach Respect and
Responsibility. Bantam.

Prastowo, A. (2012). Panduan Kreatif Membuat Bahan Ajar Inovatif. Bandung: Diva Press.

Purwanto, dkk. (2019). Rancangan Model Pembelajaran Blended Learning dengan Media Blog.
Pustekkom

Saleh. (2020). Merdeka Belajar Bagi Peserta Didik di Era Globalisasi. Jurnal Pendidikan Guru
Sekolah Dasar Vol 1.

Santyasa, I. W., & Suarni, N. M. (2017). The Implementation of Active Learning Approach to
Improve Students’ Learning Results and Character. Journal of Education and Learning,
6(3), 237-242.

Anda mungkin juga menyukai