Anda di halaman 1dari 178

DASAR-DASAR TEORI ORGANISASI

Penulis: Mustiqowati Ummul Fithriyyah

Perancang Sampul: Chalid Tualeka

ISBN 978-623-94628-5-7
Jakarta, 8 Januari 2021

Hak cipta dilindungi undang-undang


2021
Dilarang memperbanyak sebagian atau seluruh buku tanpa
izin penerbit dan penulis

Diterbitkan oleh

Jl. Suka Karya Perumahan Wisma Kualu Permai


Blok I No. 6. Gang Al Hijrah Kelurahan Tuah Karya
Kecamatan Tampan Kota Pekanbaru

Costumer Service:
+62 85835410141
Email: irdev.institute@gmail.com

Isi di luar tanggung jawab percetakan


Sinopsis

Buku ini menguraikan tentang dasar-dasar


organisasi. Bahwa Organisasi merupakan satu kesatuan
yang utuh yang secara sadar dikoordinasikan secara
sistematis dengan pembatasan ruang lingkup tertentu
yang telah menjadi kesepakatan bersama untuk
mencapai suatu tujuan bersama. Mengenai konsep
dasar teori organisasi akan disajikan pada bab 1. Selain
menguraikan pengertian organisasi dan teori organisasi,
pada bab 1 akan dijelaskan tentang tipe-tipe organisasi.
Tipe organisasi akan dapat menggambarkan bagaimana
karakteristik organisasi. Mendeskripsikan organisasi
tidak bisa hanya dengan semata-mata merujuk pada
keberadaan fasilitas fisik sebuah organisasi, namun juga
dengan memahami bagaimana tipe organisasi.
Organisasi juga dapat dikatakan sebagai sistem-sistem.
Sistem-sistem itu merupakan kumpulan elemen yang
berkaitan satu sama lain yang membantu mencapai
suatu tujuan atau melaksanakan fungsi tersebut. Hal ini
juga akan dibahas pada bab 1. Selain itu bab 1 juga kana
mengulas tentang organisasi dan lingkungan. Bahwa
perlu kita perbincangkan persoalan kekuatan-kekuatan
lingkungan (Environtment Forces). Terdapat demikian
banyaknya kekuatan-kekuatan lingkungan yang saling
berinteraksi dengan kekuatan internal dalam sebuah
organisasi.
Organisasi memiliki arti kesatuan yang terdiri atas
bagian-bagian (orang dan sebagainya) dalam
perkumpulan untuk tujuan tertentu; dan kelompok
kerja sama antara orang-orang yang diadakan untuk
mencapai tujuan bersama. Sehingga dapat dipahami
bahwa kegiatan organisasi adalah kegiatan yang
membutuhkan koordinasi, komunikasi, beserta
pembagian peran dan tugas untuk mencapai tujuan
tertentu dengan perintah yang terarah. Maka di sinilah
pentingnya kepemimpinan. Kepemimpinan merupakan
urat nadi dari sebuah organisasi. Bab 2 akan mengulas
tentang kepemimpinan. Roda perputaran sebuah
organiasi sangat ditentukan pada pola kepemimpinan.
Kepemimpinan merupakan proses saling mempengaruhi
antara pemimpin dan pengikut untuk mencapai tujuan
organisasi, dan juga merupakan kemampuan untuk
mempengaruhi dan mengerakkan orang lain guna
mencapai tujuan tersebut. Dalam bab 2 ini akan
dikupas tentang hakikat pemimpin, tugas
kepemimpinan, fungsi kepemimpinan, gaya
kepemimpinan, tipe-tipe kepemimpinan, dan faktor-
faktor yang mempengaruhi efektivitas kepemimpinan.
Organisasi juga erat kaitannya dengan komunikasi.
Korelasi antara komunikasi dengan organisasi terletak
kepada individu-individu yang terlibat dalam mencapai
tujuan organisasi itu. Pembahasan tentang komunikasi
organisasi disajikan dalam bab 3, yang dimuai dari
pengertian komunikasi organisasi, organisai dan
komunikasi, jenis komunikasi organisasi, hambatan
komunikasi, dan cara mengatasi hambatan komunikasi.
Keberlangsungan organisasi juga sangat
dipengaruhi oleh soliditas individu-individu dalam
organisasi. Di sinilah pentingnya membangun tim. Tim
dibangun dengan tujuan untuk membantu kelompok
fungsional menjadi lebih efektif. Bab 4 akan mengurai
tentang tipe-tipe tim, tantangan dalam tim kerja,
membuat tim yang efektif, dan karakteristik tim yang
sukses.
Dalam organisasi juga sangat mungkin terjadi
konflik. Konflik itu dapat berupa ketidaksepakatan,
adanya ketegangan, atau adanya kesukaran lain
diantara dua pihak atau lebih. Konflik sering tercermin
dari campur tangan atau oposisi di antara dua pihak
yang terlibat. Konflik sendiri tidak selalu harus dihindari
karena tidak selalu negatif akibatnya. Berbagai konflik
yang ringan dan dapat dikendalikan justru dapat
berakibat positif bagi mereka yang terlibat maupun bagi
organisasi. Berkaitan dengan konflik dalam organisasi
akan dikemas dalam bab 5 dengan mengurai secara
terperinci tentang pengertian konflik, pandangan
tentang konflik. Macam-macam konflik, penyebab
konflik, prosses konflik, strategi penyelesaian konflik,
strategi manajemen konflik, strategi negosiasi dan
prosesnya.
Aktor penting dalam organsiasi adalah sumber
daya manusia. Sumber daya manusia merupakan aset
organisasi yang sangat vital karena itu peran dan
fungsinya tidak bisa digantikan oleh sumber daya
lainnya. Eksistensi sumber daya manusia dalam kondisi
lingkungan yang terus berubah tidak dapat dihindari,
oleh karena itu dituntut kemampuan beradaptasi yang
tinggi agar mereka tidak tergilas oleh perubahan itu
sendiri. Sumber daya manusia dalam organisasi harus
senantiasa berorientasi terhadap visi, misi, tujuan, dan
sasaran organisasi dimana dia berada di dalamnya.
Seluk beluk tentang sumber daya manusai dalam
organisasi akan disajikan dalam bab 6.
Sumber daya manusia dalam organisasi harus
direncanakan dan dikelola sedemikian rupa demi
keberlangsungan oraganisasi. Perencanaan sumber
daya manusai merupakan proses untuk memutuskan
tujuan-tujuan apa yang akan dicapai selama periode
waktu mendatang dan apa yang akan dilakukan agar
mencapai tujuan tersebut. Perencanaan harus
mendahului semua aktivitas manajemen agar organisasi
sukses dalam mencapai tujuannya. Perencanan sumber
daya manusai (SDM) menghimpun dan mengunakan
informasi untuk mendukung keputusan–keputusan
yang melalui investasi sumber-sumber daya dalam
kaitannya dengan aktivitas SDM. Informasi ini meliputi
tujuan, tren, dan kesenjangan antara hasil aktual
dengan yang diinginkan. Perencanaan dipandang
sebagai suatu proses manajemen dari pada hanya
sebagai fungsi stap personalia. Perencanaan ini
merupakan proses menganalisis kebutuhan sumber
daya manusia dan melakukan aktivitas-aktivitas yang
diperlukan untuk memenuhi kebutuhan ini. Bab 7 akan
menyajikan pengertian perencanaan sumber daya
manusa, manfaat dan tujuan perencanaan sumber daya
manusia, faktor-faktor yang mempengaruhi
perencanaan sumber daya manusia, proses
perencanaan sumber daya manusia, dan tanggungjawab
perencanaan sumber daya manusia.
Setelah dilakukan perencanaan sumber daya
manusai, maka selanjutnya harus diupayakan
pengembangan sumber daya manusai. Pengembangan
sumber daya manusia merupakan upaya untuk
mengembangkan daya yang dimiliki manusia itu sendiri
berupa kompetensi, wewenang, dan tanggungjawab
dalam rangka meningkatkan kinerja
organisasi.Menyimak pemberdayaan sumber daya
manusia sangat signifikan untuk meningkatkan kinerja
organisasi, maka pemberdayaan sumber daya manusia
harus terencana, terarah, dan strategis yang pada
akhirnya dapat digunakan dan diimplementasikan pada
unit-unit kerja organisasi yang bersangkutan. Bab 8 akan
mengupas tentang hakikat pengembangan sumber daya
manusia, manfaat dan tjuan pengembangan sumber
daya manusia, faktor-faktor penentu prodktifitas
sumber daya manusia, pelatihan, pembelajaran dan
pemberdayaan, serta bentuk-bentuk pemberdayaan
sumber daya manusia.
Penilaian kinerja organisasi menjadi pembahasan
akhir dari buku ini, yakni tersaji dalam bab 9. Penilaian
kinerja merupakan suatu sistem penilaian secara
berkala terhadap kinerja anggota organisasi yang
mendukung kesuksesan organisasi atau yang terkait
dengan pelaksanaan tugasnya. Proses penilaian
dilakukan dengan membandingkan kinerja anggota
organisasi terhadap standar yang telah ditetapkan atau
memperbandingkan kinerja antar anggota organisasi
yang memiliki kesamaan tugas. Bab 9 akan menjabarkan
tentang fungsi dan tujuan penilaian kinerja, jenis-jenis
penilaian kinerja, faktor-faktor dalam penilaian kinerja,
dan metode penilaian kinerja.
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur ke hadirat Allah SWT atas


limpahan rahmat dan karunia-NYA, sehingga atas izin-
Nya jugalah penulis dapat menyelesaikan buku yang
berjudul ”DASAR-DASAR TEORI ORGANISASI” ini. Buku
ini disusun untuk menambah rujukan bagi mahasiswa
mengenai pengetahuan tentang teori organisasi dan
aspek-aspek yang berkenaan dengan organisasi.

Penulis menyadari masih terdapat kekurangan dalam


buku ini, untuk itu kritik dan saran terhadap
penyempurnaan buku ini sangat diharapkan dan akan
diterima dengan sepenuh hati. Harapan penulis, buku
ini dapat memberikan maanfaat bagi mahasiswa
khususnya, dan bagi semua pihak yang membutuhkan.

Akhir kata, penulis haturkan terima kasih kepada orang


tua, suami, dan anak-anak tercinta atas dukungannya,
dan semua pihak yang telah memberikan dukungan baik
berupa moril maupun materil untuk terwujudnya buku
ini. Semoga dapat menjadi ladang amal bagi pihak-pihak
yang membantu. Amin ya robbal alamin.

Pekanbaru, 8 Januari 2021


Penulis,

Mustiqowati Ummul Fithriyyah


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB 1 KONSEP DASAR TEORI ORGANISASI................. 1
1.1. Pengertian Organisasi .............................. 1
1.2. Teori Organisasi ........................................ 6
1.3. Tipe-tipe Organisasi ............................... 13
1.4. Karakteristik Organisasi.......................... 19
1.5. Sistem Organisasi ................................... 26
1.6. Organisasi dan Lingkungan .................... 30
BAB 2 KEPEMIMPINAN DALAM
ORGANISASI ................................................ 34
2.1. Pengertian Kepemimpinan .................... 34
2.2. Hakikat Pemimpin .................................. 35
2.3. Tugas Kepemimpinan ............................. 37
2.4. Fungsi Kepemimpinan ........................... 43
2.5. Gaya Kepemimpinan .............................. 44
2.6. Tipe-tipe Kepemimpinan ....................... 48
2.7. Faktor-faktor yang Mempengaruhi
Efektivitas Kepemimpinan ..................... 52
BAB 3 KOMUNIKASI ORGANISASI ............................ 57
3.1. Pengertian Komunikasi Organisasi......... 57
3.2. Organisasi dan Komunikasi .................... 58
3.3. Jenis Komunikasi Organisasi .................. 69
3.4. Hambatan Komunikasi dalam
Organisasi............................................... 70
3.5. Cara Mengatasi Hambatan Komunikasi
dalam Organisasi.................................... 73
BAB 4 TEAM BUILDING .......................................... 74
4.1. Pengertian Team Building ...................... 74
4.2. Tujuan Team Building ............................. 75
4.3. Tipe-tipe Tim .......................................... 77
4.4. Tantangan dalam Tim Kerja.................... 82
4.5. Membentuk Tim yang Efektif ................. 82
4.6. Karakteristik Tim yang Sukses ................ 92
BAB 5 KONFLIK ORGANISASI.................................. 95
5.1. Pengertian Konflik .................................. 95
5.2. Pandangan Tentang Konflik .................... 96
5.3. Macam-macam Konflik ........................ 101
5.4. Penyebab Konflik ................................. 103
5.5. Proses Konflik ....................................... 104
5.6. Stategi Penyelesaian Konflik ................ 107
5.7. Strategi Manajemen Konflik ................ 108
5.8. Strategi Negosiasi................................. 110
5.9. Proses Negosiasi .................................. 111
BAB 6 PERAN SUMBER DAYA MANUSIA
DALAM ORGANISASI ............................... 113
6.1. Pengertian Sumber Daya Manusia....... 113
6.2. Tujuan dan Sasaran Sumber Daya
Manusia ............................................... 117
BAB 7 PERENCANAAN SUMBER DAYA
MANUSIA DALAM ORGANISASI ............... 120
7.1. Pengertian Perencanaan Sumber Daya
Manusia ............................................... 120
7.2. Manfaat dan Tujuan Perencanaan
Sumber Daya Manusia ........................ 122
7.3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi
Perencanaan Sumber Daya Manusia ... 125
7.4. Proses Perencanan Sumber Daya
Manusia ............................................... 128
7.5. Tanggungjawab Perencanaan Sumber
Daya Manusia ...................................... 133
BAB 8 PENGEMBANGAN SUMBER DAYA
MANUSIA .................................................. 135
8.1. Hakikat Pengembangan Sumber Daya
Manusia ............................................... 135
8.2. Manfaat Pengembangan Sumber Daya
Manusia dalam Organisasi ................... 137
8.3. Tujuan Pengembangan Sumber Daya
Manusia ............................................... 141
8.4. Faktor-faktor Penentu Produktifitas
Sumber Daya Manusia... ...................... 142
8.5. Pelatihan, Pembelajaran, dan
Pemberdayaan Sumber Daya
Manusia ............................................... 143
8.6. Bentuk-bentuk Pemberdayaan Sumber
Daya Manusia ...................................... 145
BAB 9 PENILAIAN KINERJA ....................................... 149
9.1. Pengertian Penilaian Kinerja ................ 149
9.2. Fungsi dan Tujuan Penilaian Kinerja .... 150
9.3. Jenis-jenis Penilaian Kinerja ................. 154
9.4. Faktor-faktor dalam Penilaian
Kinerja .................................................. 156
9.5. Metode Penilaian Kinerja..................... 156

DAFTAR PUSTAKA
BAB 1
KONSEP DASAR TEORI ORGANISASI

1.1.Pengertian Organisasi
Organisasi berasal dari bahasa Yunani Organon,
yang berarti “alat” (tool). Kata ini termasuk ke bahasa
Latin, menjadi organizatio dan kemudian ke bahasa
Perancis (abad ke-14) menjadi organization.1
Organisasi merupakan satu kesatuan yang utuh
yang secara sadar dikoordinasikan secara sistematis
dengan pembatasan ruang lingkup tertentu yang telah
menjadi kesepakatam bersama untuk mencapai suatu
tujuan bersama.
Beberapa orang yang terlibat dalam suatu
orgnaisasi akan selalu mempunyai keterkaitan antara
satu dengan yang lain, secara terus menerus.
Sekelompok orang ini akan terus melakukan adaptasi
untuk menyesuaikan diri dengan tujuan-tujuan yang
harus dicapai dalam organisasi.

1
Kusdi. 2009. Teori Organisasi dan Administrasi. Salemba
Humanika: Jakarta
1
Adanya organisasi bertujuan untuk mencapai
sesuatu. “sesuatu” itu merupakan tujuan dan tujuan,
biasanya tidak dicapai oleh individu-individu yang
bekerja sendiri, atau jika mungkin hal tersebut dicapai
secara lebih efisien melalui usaha kelompok.2
Adapun pengertian organisasi menurut para ahli
sebagai berikut:
1. Prof. Dr. Mr Pradjudi Armosudiro
Organisasi merupakan kerangka pembagian kerja
dan kerangka tata komunikasikerja antara sekumpulan
orang yang megang posisi dan bekerjasama secara
tertentu dan bersama-sama guna tercapainya tujuan
tertentu.
2. C. Argyris
Organisasi adalah suatu strategi besar yang
diciptakan individu-individu dalam rangka mencapai
berbagai tujuan yang membutuhkan usaha dari banyak
orang.

2
Stephen P. Robbins. 1994. Teori Organisasi. Struktur, Desain &
Aplikasi. Arcan: Jakarta
2
3. Prof Dr. Sondang P. Siagian
Organisasi merupakan setiap wujud persekutuan
antara dua orang atau lebih yang bekerja bersama serta
secara formal tekait dalam rangka pencapaian suatu
tujuan yang telah ditentukandalam ikatan yang mana
terdapat seseorang atau beberapa orang yang disebut
atasan dan seorang atau sekelompok orang yang disebut
dengan bawahan.
4. E. Wight Bakke
Organisasi adalah suatu sistem berkelanjutan dari
aktifitas-aktifitas manusia yang terdiferensiasi dan
terkoordinasi, yang mempergunakan, mentransformasi,
dan menyatupadukan seperangkat khusus manusia,
material, modal, gagasan, dan sumber daya alam
menjadi suatu kesatuan pemecahan masalah yang unik
dalam rangka memuaskan kebutuhan-kebutuhan
tertentu manusia dalam interaksinya dengan sistem-
sistem lain dari aktifitas manusia dan sumber daya
dalam lingkungannya.

3
6. Victor A. Thompson
Organisasi merupakan suatu integrasi dari
sejumlah orang yang ahli yang bekerja sama dengan
sangat rasional dan impersonal untuk mencapai tujuan-
tujuan yang spesifik dantelah disepakati sebelumnya.
7. Stephen P. Robbins
Organisasi adalah suatu entitas sosial yang secara
sadar terkoordinasi, memiliki suatu batas yang relatif
dapat didentifikasi, dan berfungsi secara relatif kontinu
(berkesinambungan) untuk mencapai suatu tujuan atau
seperangkat tujuan bersama.
8. Mills dan Mills
Organisasi adalah Kolektivitas khusus manusia
yang aktivitas-aktivitasnya terkoordinasi dan terkontrol
dalam dan untuk mencapai tujuan yang telah
ditetapkan.3
Menurut perspektif kelembagaan organisasi dapat
didefinisikan sebagai satu kesatuan entitas sosial yang
dikoodinasikan secara sadar, diikuti pembatasan-
pembatasan yang secara relatif berkesinabungan

3
Ariyanto,Teori Organisasi dan Administrasi, (Jakarta; Salemba
Hunamika, 2011), hal. 4
4
dengan pengidentifikasian rambu-rambunya secara jelas
serta senantiasa berupaya meraih pencapain tujuan atau
sekumpulan tujuannya secara bersama-sama (Robbis,
1990). Berangkat dari definisi tersebut, Daft (1980)
menjelaskan empat prinsip utamanya, yaitu:
1. Organisasi merupakan entitas sosial yang terdiri atas
manusia dan kelompok manusia. Fungsi penting dari
keberadaan organisasi sepenuhnya hanyalah dan
tiada lain sebagai wahana interaksi antar manusia;
2. Organisasi akan senantisa terarah pada tujuan
tertentu, dikarenakan keberadaan tujuan itulah
merupakan perwujudan dari alasan berdirinya suatu
organisasi. Tanpa formulasi tujuan berarti tak akan
ada alasan bagi berdirinya organisasi. Tanpa adanya
tujuan yang jelas, hal ini berarti organisasi tidak lagi
memiliki alasan bagi kehadirannya atau
keberadaannya tertentu;
3. Organisasi mengandung sistem-sistem yang di
koordinasikan secara rasional agar mampu meraih
tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya. Tugas-
tugas keorganisasian secara objektif dipilah kedalam

5
berbagai departeman agar tercapai tingkat efisiensi
dan efektivitas yang semakin tinggi;
4. Organisasi memiliki rambu-rambu pembatas yang
relatif terindentifikasi secara jelas, yang
menentukan unsur mana saja yang termasuk bagian
atau bukan bagian dari organisasi.4

1.2 Teori Organisasi


Teori organisasi adalah disiplin ilmu yang
mempelajari stuktur dan desain organisasi. Teori
organisasi mengarah pada aspek-aspek deskriptif
maupun perspektif dari disiplin ilmu. Teori itu
menjelaskan bagaimana organisasi sebenarnya boleh
menawarkan tentang bagaimana organisasi dapat
dikontruksi guna meningkatkan efektifitasnya.5
Teori organisasi melambangkan studi tentang
bagaimana banyak organisasi menjalankan fungsinya
dan bagaimana mereka mempengaruhi dan dipengaruhi
oleh orang-orang yang bekerja didalamnya ataupun
pegawai dilingkup kerja mereka. Teori organisasi
4
Prof. Dr. Dwi kartini, Manajemen Strategik Keorganisasian Publik,
(Bandung; PT. Refika Aditama, 2010), hal. 2
5
Udaya, Teori Organisasi, (Jakarta; Arcan, 1994), hal. 7
6
mencari pemahaman tentang prinsip-prinsip yang
membimbing bagaimana organisasi-organisasi
beroperasi, berkembang dan berubah.
Teori organisasi melahirkan bagian dari studi
organisasi. Sementara itu, studi organisasi dapat
dibedakan menjadi dua aspek, yaitu aspek material dan
aspek manusia. Pada aspek material, pengaruh dari ilmu
ekonomi, manajemen, teknik, dan lain sebagainya lebih
mendominasi dan biasanya mampu memberikan
penjelasan yang cukup memuaskan. Selanjutnya pada
aspek manusia, studi organisasi tidak hanya terdiri dari
teori organisasi, melainkan dua unsur, yaitu teori
organisasi dan perilaku organisasi, yang masing-masing
merujuk pada aspek makro dan mikro (Gerloff, 1985: 10-
12). Studi perilaku organisasi ada pada level individu,
dan umumnya dibahas oleh disiplin psikologi. Interaksi
pada level kelompok biasanya dibahas oleh sosiologi.
Demikian pula pada level makro organisasi, disiplin ilmu
yang berpengaruh umumnya adalah sosiologi.
Secara praktis itulah gambaran dari organisasi
dalam khazanah pemikiran para ahli teori organisasi,
baik di masa lampau maupun sekarang. Pemikiran-

7
pemikiran teoritis di masa sekarang barangkali jauh lebih
kompleks dan rumit, tetapi ruang gerak pembahasannya
tetap berada pada level yang telah dijelaskan di atas.
Untuk menelusuri lebih detail mengenai teori-teori
organisasi yang berkembang dari zaman ke zaman,
berikut penjelasannya.
1. Perspektif Klasik
Teori-teori organisasi klasik adalah teori-teori yang
berkembang di akhir abad ke-18, pada periode yang
sering disebut Revolusi Industri. Berdasarkan
pengamatan yang ada, perkembangan teori organisasi
tidak lepas dari faktor lingkungan, yang meliputi aspek
teknologi, sistem politik, sistem sosial, sistem budaya,
dan demografi (persebaran fisik manusia).
Tentu saja, jauh sebelum itu pun manusia telah
mengenal organisasi (Robbins, 1990: 32). Kemegahan-
kemegahan peradaban kuno merupakan saksi sejarah
bahwa penduduk di masa itu mampu menciptakan
berbagai produk kebudayaan yang mengagumkan.
Sebagai contoh, piramida di Mesir. Tidak dapat
dibayangkan bahwa bangunan yang demikian besar dan
menakjubkan presisi arsitektural yang mengagumkan

8
dapat dibangun oleh orang-orang yang sama sekali tidak
memiliki pemahaman tentang organisasi.
Menurut Hatch (1997:27), pada periode klasik
ditemukan dua kelompok besar ahli pemikir organisasi.
Pertama, pemikir-pemikir aliran sosiologis yang
mencoba menggambarkan perubahan bentuk struktur
organisasi dan peran-peran di dalamnya, serta
implikasinya terhadap kehidupan sosial yang lebih luas.
Di sini kita bertemu tokoh-tokoh dengan nama, Emile
Durheim, Max Weber, dan Karl Marx. Kedua, pemikir-
pemikir aliran administrasi dan manajemen yang lebih
memfokuskan terhadap masalah-masalah praktis yang
dihadapi para pengelola organisasi pabrik dalam
menjalankan tugasnya. Disini antar lain terdapat
Frederick Taylor, Henry Fayol, dan Chester Barnard.
2. Perspektif Modern
Teori-teori organisasi perspektif modern adalah
kelanjutan dari pemikiran-pemikiran era klasik. Namun
dilihat dari sisi yang lain, mereka berbeda. Inspirasi
utama mereka adalah keteraturan dan cara kerja alam
(nature), khusunya dari aspek biologis. Namun bukan
hanya itu saja, para pemikir klasik umum justru

9
terinspirasi oleh aspek fisika. Dari sudut pandang ilmu
fisika, pemikiran Newton melihat bahwa alam semesta
dapat diasumsikan sebuah mesin, seperti jam raksasa,
yang bekerja melalui prinsip-prinsip keteraturan
tertentu sehingga tidak terjadi kekacauan atau tabrakan
satu sama lain.
Sebaliknya, para pemikir di era modern mengamati
keteraturan lain yang dianggap lebih dinamis, yaitu
keteraturan makhluk hidup atau dunia hayati. Ludwig
Von Bertalanffy, seorang ahli biofisiologi Jerman,
mengambil konsep “organisme” yang dikembangkan
ahli-ahli biologi untuk diterapkan pada semua jenis
“sistem” secara umum. Inilah peletak dasar dari
pemikiran perspektif modern.
Teori sistem umum yang disusun Bertalanffy
dibangun berdasarkan premis-premis dasar berikut:
1) Kesatuan dan interdependensi: didalam sebuah
sistem berlaku bahwa kesuluruhan adalah lebih
daripada penjumlahan bagian-bagiannya, karena
masing-masing bagian saling berhubungan secara
interdependen.

10
2) Hierarki: sebuah sistem selalu terdiri dari
tingkatan-tingkatan yang makin tinggi kompleksitasnya.
3) Pengaturan diri dan control: sistem selalu
berorientasi pada tujuan, dan sistem mengatur
perilakunya untuk mencapai tujuan tersebut.
4) Hubungan timbal balik dengan lingkungan:
sistem yang terbuka selalu berorientasi dengan
lingkungannya secara timbal balik, yaitu pertukaran
materi dan energi dalam bentuk output-input.
5) Keseimbangan: keseimbangan sistem disebut
juga kondisi homeostatis, yaitu kemampuan untuk
mempertahankan kestabilan.
6) Kemampuan perubahan dan penyesuaian diri:
sebuah paradox dari sistem adalah bahwa untuk
bertahan, sebuah sistem harus memperhatikan
keseimbangan serta berubah dan memiliki daya adaptasi
terhadap dinamika lingkungan.
7) Equifinality: tujuan sebuah sistem selalu bersifat
ekuifinalitas, artinya suatu keadaan final tertentu bisa
dicapai dengan berbagai cara yang berbeda-beda sesuai
dengan beragamnya kondisi lingkungan.

11
Setiap sistem pada dasarnya adalah saling-berkait
dengan sistem-sistem yang lain, biasanya dalam suatu
jenjang hierarki yang menggambarkan derajat
kompleksitas. Hal ini dapat digambarkan sebagai berikut.
Setiap sistem terdiri dari unsur-unsur pembentuknya.
Unsur-unsur tersebut jika dicermati lebih jauh, biasanya
merupakan sistem-sistem sendiri pula, disebut sub-
sistem. Sebaliknya, setiap sistem selalu berada pada
lingkungan yang lebih luas. Lingkungan itu sendiri
tentunya sebuah sistem. Karena kompleksitasnya lebih
tinggi, maka ia disebut sebagi supra-sistem.

3. Perspektif Post-Modern
Kecenderungan pemikiran-pemikiran post-modern
adalah membalikan asumsi-asumsi dasar dari
pemikir-pemikir sebelumnya. Hal yang paling
mendasar adalah “keteraturan”. Baik pendekatan
klasik maupun modern mendasarkan gagasan-
gagasan dari mekanisme alam semesta dan
keteraturan oganik makhluk hidup. Inilah yang
berbeda dengan post-modern, mereka sengaja
mengabaikan konsep keteraturan itu, termasuk

12
dalam teori organisasi. Tujuannya adalah
memperlihatkan realitas yang lebih kompleks,
dimana kebenaran yang satu bisa bersanding
dengan kebenaran yang lain meskipun keduanya
tidak sama.
Ketika pendekatan post modern memasuki
wacana teori organisasi, terlihat ada jarak yang melebar.
Mungkin para administrator dan manajer merasa
dipindahkan dari “dunia aksi” pada “dunia perenungan”.
Seakan tidak cukup dengan beban tanggung jawab untuk
memutuskan arah dan tujuan organisasi. Chris Argyris
dan Donald Schon menekankan bahwa pengelola
organisasi tidak cukup hanya mengawasi dan
mengontrol dampak-dampak internal. Mereka juga perlu
mengkaji lebih dalam.

1.3 Tipe-tipe Organisasi


Herbert G. Hicks menyajikan aneka macam tipe
organisasi sebagai berikut :
1. Organisasi-organisasi formal dan informal.
Sebuah organisasi formal memiliki suatu struktur
yang terumuskan dengan baik, yangmenentang

13
hubungan-hubungan otoritasnya, kekuasaan,
akuntabilitas dan tanggung jawabnya. Struktur yang ada
juga menerangkan bagaimana bentuk saluran-saluran,
melalui apa komunikasi berlangsung.
Organisasi-organisasi formal, menunjukkan
tugas-tugas terspektif bagi masing-masing anggotanya.
Hirarki sasaran-sasaran organisasi-organisasi formal,
dinyatakan secara ekspilisit. Status, prestise, imbalan,
pangkat dan jabatan, serta prasyarat-prasyarat lainnya
terurutkan dengan baik dan terkendalikan.
Organisasi-organisasi formal tahan lama, dan
mereka terencana; dan mengingat bahwa ditekankan
mereka keteraturan, maka mereka relative bersifat tidak
fleksibel. Contoh-contoh organisasi-organisasi formal
adalah misal perusahaan-perusahaan besar, badan-
badan pemerintah dan universitas.6
Organisasi-organisasi informal, terorganisasi
secara lepas dan mereka bersifat fleksibel, tidak
terumuskan dengan baik, dan sifatnya secara spontan.
Keanggotaan pada organisasi-organisasi informal dicapai

6
Winardi, J, Teori Organisasi dan Pengorganisasian, Rjawali Press,
Jakarta
14
baik secara sadar, maupun tidak sadar. Organisasi-
organisasi informal dapat dialihkan wujudnya menjadi
organisai-organisasi formal, apabila hubungan-hubungan
yang dirumuskan dan yang tersetruktur tidak
dilaksanakan dan diganti dengan hubungan baru yang
tidak terspesifikasi dan tidak dikendalikan.
2. Organisasi-organisasi Primer dan Organisasi
Sekunder
Organisasi-organisasi primer menuntut
keterlibatan lengkap, pribadi, dan emosional para
anggotanya. Organisasi-organisasi demikian dicirikan
oleh hubungan-hubungan yang bersifat pribadi,
langsung, spontan, dan tatapmuka.
Mereka berlandaskan ekspektasi timbal balik,
dan bukan kewajiban-kewajiban yang dirumuskan
dengan eksakta. Contoh tentang organisasi primer
adalah misalnya: keluarga tertentu, orang-orang yang
berdedikasi tinggi pada profesi mereka, dan organisasi-
organisasi yang menimbulkan kuasa-kuasa yang
menyentuh hati para anggota mereka. Organisasi-
organisasi primer pada dasarnya tujuan-tujuan
memberikan kepuasan.

15
Pada organisasi-organisasi sekunder, dilain pihak
hubungan-hubungan yang bersifat intelektual, rasional,
dan kontraktual. Disini hubungan bersifat formal dan
impersonal, dengan kewajiban-kewajiban yang
dinyatakan secara eksplisit. Organisasi-organisasi
sekunder bukanlah tujuan-tujuan yang memberikan
kepuasan, tetapi mereka memiliki angogota-anggota,
karena mereka menyediakan alat-alat yang memenuhi
tujuan-tujuan para anggota tersebut.
Para anggotanya melibatkan diri mereka secara
terbatas, pada organisasi-organisasi demikian. Untuk
banyak karyawan, mahasiswa, organisasi-organisasi
mereka masing-masing hanya menunjukkan komitmen
terbatas. Sebagai contoh misalnya dapat dikatakan
bahwa seseorang karyawan misalnya dapat membuat
perjanjian dengan pihak majikannya dimana ia setuju
untuk memberiakan output atau upaya tertentu dengan
mendapat imbalan gaji sebanyak jumlah tertentu.
Kontrak demikian adalah terbatas mengingat
bahwa baik sang karyawan maupun pihak majikannya
tidak akan mengekspektasi bahwa meraka
melaksanakan kinerja melampui persetujuan mereka.

16
Suatu organisasi dapat memiliki anggota-anggota
tertentu, bagi siapa organisasi yang bersangkutan
bersifat primer, sedangkan anggota-anggota lain
organisasi yang sama mungkin menganggap organisasi
tersebut sebagai hal yang sekunder. Jelas kiranya bahwa
potensi untuk produktifitas pada organisasi-organisasi
primer, melampaui organisasi-organisasisekunder.
Pada organisai-organisasi primer, para anggota
organisasi bersedia memberikan atau mencurahkan
upaya mereka secara total, sedangkan organisasi-
organisasi sekunder anggota-anggota hanya melibatkan
diri mereka secara persial.
3. Organisasi-organisasi yang diklasifikasikan
berdasarkan sasaran pokok mereka.
Setiap organisasi dengan tujuan mencapai
sasaran atau sasaran-sasaran tertentu, yang secara luas
dapat dirumuskan untuk memuaskan kebutuhan,
keinginan, atau sasaran-sasaran para anggota.
Kita dapat mengklasifikasikan suatu organisasi
sesuai dengan sasaran-sasaran khusus para anggotanya,
yang berusaha dipenuhi olehnya:

17
1. Organisasi-organisasi pelayanan (service
organizations), yang siap membantu orang-orang
tanpa menuntut pembayaran penuh dari masing-
masing pihak yang menerima service yang
bersangkutan.
2. Organisasi-organisasi ekonomi (economic
organizations), yaitu organisasi-organisasi yang
menyediakan barang-barang dan jasa-jasa sebagai
imbalan untuk pembayaran dalam bentuk tertentu
(koperasi-koperasi, penyewa apartemen-
apartemen)
3. Organisasi-organisasi religius (religious
organizations), yang memenuhi kebutuhan
spiritual dari anggotanya (masjid).
4. Organisasi-organisasi pelindung (protective
organizations), yang memberikan perlindungan
kepada orang-orang dari bahaya (dapartemen-
dapartemen kepolisian-ABRI, pemadam
kebakaran).
5. Organisai-organisasi pemerintah (government
organizations), yang memenuhi kebutuhan akan

18
keteraturan dan kontinuitas (pemerintah pusat-
pemerintah daerah).
6. Organisasi-organisai sosial (social organizations),
yaitu organisasi-organisasi yang memenuhi
kebutuhan sosial orang-orang untuk mencapai
kontak dengan orang lain, kebutuhan akan
identifikasi dan bantuan akan timbal balik
(organisasi-organisasi yang dinamakan klub-klub,
tim-tim untuk tujuan tertentu).

1.4 Karakteristik Organisasi


Definisi di atas juga menegaskan bahwa secara
umum organisasi mempunyai lima karakteristik utama,
yakni (1) unit/entitas sosial, (2) beranggotakan minimal
dua orang, (3) berpola kerja yang terstruktur, (4)
mempunyai tujuan yang ingin dicapai, dan (5)
mempunyai identitas diri. Penjelasan masing-masing
karakteristik sebagai berikut.
1. Unit/Entitas Sosial
Organisasi adalah rekayasa sosial hasil karya
manusia (man-made) yangbersifat tidak kasat mata

19
(intangible) dan abstrak sehingga organisasi sering
disebut sebagai artificial being. Karena sifatnya tersebut,
dengan demikian organisasi lebih merupakan realitas
sosial ketimbang sebagai realitas fisik. Meski bukan
sebagai realitas fisik, bukan berarti bahwa organisasi
tidak membutuhkan fasilitas fisik. Fasilitas fisik, seperti
gedung, peralatan kantor, ataupun mesin-mesin, masih
tetap dibutuhkan (meski tidak harus dimiliki) karena
dengan fasilitas fisik inilah sebuah organisasi bisa
melakukan kegiatannya. Di samping itu, dari fasilitas fisik
ini pula, orang luar mudah mengenali adanya entitas
sosial.
Meski begitu, tidak berarti pula bahwa hanya
dengan semata-mata merujuk pada keberadaan fasilitas
fisik kita bisa mendefinisikan adanya sebuah organisasi.
Sebagai contoh, sebelum ditutup pemerintah, Bank X
bisa disebut sebagai organisasi karena merupakan
realitas sosial. Namun, setelah itu, meski gedung-
gedungnya masih berdiri megah dan logo X masih
menempel di gedung tersebut, Bank X sebagai realitas
sosial sudah berakhir dan yang tinggal hanyalah realitas
fisik yang tidak lagi bisa disebut sebagai organisasi.

20
Sebagai entitas sosial, organisasi umumnya
didirikan untuk jangka waktu yang relatif lama, bisa
berumur puluhan tahun atau ratusan tahun bahkan bisa
mencapai waktu yang tidak terbatas. Keberadaan
sebuah organisasi tidak terkait dengan masih
ada/tidaknya pendiri organisasi tersebut. Sekalipun para
pendiri sudah tidak lagi terlibat dengan organisasi
karena meninggal dunia atau karena alasan lain, hal itu
tidak menyebabkan organisasi tersebut dengan
sendirinya bubar. Sebagai contoh, Matsushita Electric
Industrial (MEI) perusahaan elektronik terkenal dari
Jepang yang didirikan pada tahun 1930-an sampai
sekarang masih eksis meski pendirinya Kenosuke
Matsushita sudah lama meninggal dunia.
Organisasi kadang-kadang juga sengaja didirikan
untuk jangka waktu tertentu (bersifat ad hoc) dan
dengan sendirinya bubar atau dibubarkan setelah
kegiatan yang berkaitan dengan pendirian organisasi
tersebut berakhir. Kegiatan sebuah proyek atau
kepanitiaan misalnya merupakan beberapa jenis
organisasi yang mempunyai umur terbatas. Panitia pesta
pernikahan, panitia penyelenggaraan pekan olahraga

21
nasional (PON), atau panitia pembangunan masjid
segera dibubarkan manakala kegiatan pernikahan,
kegiatan olahraga, atau kegiatan pembangunan masjid
tersebut selesai dikerjakan.
2. Beranggotakan Minimal Dua Orang
Sebagai hasil karya cipta manusia, organisasi
bisa didirikan olehseseorang yang mempunyai
kemampuan, pengetahuan, dan sarana lainnya. Kadang-
kadang juga didirikan oleh dua orang atau lebih yang
sepakat dan mempunyai ide yang sama untuk
mendirikan organisasi. Tanpa melihat siapa yang
mendirikan atau berapa pun banyaknya pendiri sebuah
organisasi, yang pasti manusia dianggap sebagai unsur
utama dari organisasi. Tanpa keterlibatan manusia,
sebuah entitas sosial tidak bisa dikatakan sebagai
organisasi. Bahkan, secara ekstrem bisa dikatakan
bahwa tidak ada satu pun organisasi yang tidak
melibatkan manusia dalam kegiatannya. Artinya,
keterlibatan manusia dalam organisasi adalah sebuah
keharusan. Istilah populernya adalah organization is by
people for people, organisasi didirikan oleh manusia
untuk kepentingan manusia.

22
Namun, untuk dikatakan sebagai organisasi,
seseorang tidak bisa bekerja sendirian, misalnya hanya
dibantu mesin-mesin atau robot, tetapi harus
melibatkan orang lain; satu orang, dua orang, tiga orang,
atau lebih yang bekerja sama dalam satu ikatan, baik
dalam ikatan fisik, tempat kerja yang sama, maupun
dalam satu jaringan kerja. Dengan kata lain, salah satu
persyaratan agar sebuah entitas sosial disebut organisasi
adalah harus beranggotakan dua orang atau lebih agar
kedua orang tersebut bisa saling kerja sama, melakukan
pembagian kerja, dan terdapat spesialisasi dalam
pekerjaan.
3. Berpola Kerja yang Terstruktur
Prasyarat bahwa organisasi harus
beranggotakan minimal dua orangmenegaskan bahwa
berkumpulnya dua orang atau lebih belum dikatakan
sebagai organisasi manakala berkumpulnya dua orang
atau lebih tersebut tidak terkoordinasi dan tidak
mempunyai pola kerja yang terstruktur.
4. Mempunyai Tujuan
Organisasi didirikan bukan untuk siapa-siapa dan
bukan tanpa tujuan. Manusia adalah pihak yang paling

23
berkepentingan terhadap didirikannya sebuah
organisasi. Organisasi didirikan karena manusia sebagai
mahluk sosial sukar untuk mencapai tujuan
individualnya jika segala sesuatunya harus dikerjakan
sendiri. Kalau toh dengan bekerja sendiri, tujuan
individual tersebut bisa dicapai, tetapi akan lebih efisien
dan efektif jika cara pencapaiannya dilakukan dengan
bantuan orang lain melalui sebuah organisasi. Artinya,
didirikannya sebuah organisasi bertujuan agar
sekelompok manusia yang bekerja dalam satu ikatan
kerja lebih mudah mencapai tujuannya ketimbang
mereka harus bekerja sendiri-sendiri.
Dalam hal ini, harus dipahami bahwa meski ada
kerja sama di antara sekelompok orang dalam satu
ikatan kerja, tidak bisa diinterpretasikan bahwa tujuan
mereka sama. Ada kemungkinan tujuan masing-masing
individu berbeda, tetapi kesedian mereka berada dan
bergabung dalam sebuah organisasi menunjukkan
bahwa mereka mempunyai kesepakatan untuk saling
membantu dalam mencapai satu setujuan, baik tujuan
masing-masing individu (tujuan anggota organisasi)

24
maupun tujuan organisasi itu sendiri (tujuan para pendiri
organisasi).
5. Mempunyai Identitas Diri
Sekelompok manusia diorganisasi untuk
melakukan kegiatan, jadilah sekelompok manusia
tersebut sebagai entitas sosial yang berbeda dengan
entitas sosial lainnya.
Sebuah lagu berbeda dengan lagu lainnya melalui
nada suaranya dan sebuah pohon berbeda dengan
pohon lainnya melalui bentuknya, tetapi tidak demikian
dengan organisasi. Perbedaan satu entitas sosial dengan
entitas sosial lainnya sulit untuk diduga karena beberapa
alasan. Pertama, sifat organisasi yang intangible dan
abstrak menyulitkan seseorang untuk melihat atau
menyentuh organisasi. Kedua, organisasi sebagai
subsistem dari sistem sosial yang lebih besar
memungkinkan para anggotanya saling berinteraksi
dengan anggota masyarakat di luar organisasi. Bahkan,
ketiga, sering terjadi bahwa seseorang menjadi anggota
lebih dari satu organisasi sehingga batasan organisasi
seolah-olah menjadi kabur kalau batasan tersebut hanya
dilihat dari keanggotaan seseorang.

25
Meski demikian, bukan berarti sebuah organisasi
tidak mempunyai batasan dan identitas diri. Identitas
diri sebuah organisasi secara formal misalnya bisa
diketahui melalui akta pendirian organisasi tersebut
yang menjelaskan siapa yang menjadi bagian dari
organisasi dan siapa yang bukan, kegiatan apa yang
dilakukan, bagaimana organisasi tersebut diatur, atau
siapa yang mengaturnya. Di samping itu, organisasi juga
dapat diidentifikasikan melalui variabel yang sifatnya
informal dan sulit dipahami, tetapi keberadaannya tidak
diragukan. Variabel tersebut biasa disebut sebagai
budaya. Seorang antropolog dari Filipina F. Landa Jocano
bahkan menegaskan bahwa sekelompok orang yang
bekerja sama tidak akan dikatakan sebagai organisasi
manakala kelompok tersebut tidak mempunyai budaya.
Jadi, budaya dalam hal ini dianggap sebagai variabel
yang menjadi karakteristik sebuah organisasi dan
membedakan organisasi tersebut dengan organisasi
lainnya.
1.5 Sistem-Sistem Organisasi
Organisasi-organisasi merupakan sistem-sistem.
Sistem-sistem merupakan kumpulan elemen yang

26
berkaitan satu sama lain yang membantu mencapai
suatu tujuan atau melaksanakan fungsi tersebut.
Organisasi-organisai yang berfungsi dari tiga (3)
macam subsistem sebagai berikut:
1. Subsistem transformasi;
2. Sistem sosial;
3. Sistem administrative.
1. Sistem transformasi (sistem T)
Sistem tranformasi adalah tahapan kejadian atau
elemen yang langsung berkaitan dengan upaya
menghasilkan output yang dikehendaki.
Organisasi-organisasi memiliki sebuah sistem
transformasi dimana input menjadi output. Sistem “T”
memiliki pula tiga buah subsistem. Yang pertama fungsi
impor. Impor harus melalui proses-proses yang kadang-
kadang bersifat sederhana, tetapi kadang-kadang
bersifat kompleks.
Setelah input berada didalam organisasi yang
bersangkutan, maka input tersebut diubah melalui
sejumlah tugas yang dilaksanakan orang-orang pada
fungsi kedua dinamakan “konversi”.

27
Fungsi ekspor bertugas untuk menerima produk
selesai. Dan memindahkan ke lingkingan, dimana barang
atau jasa diperlukan.
2. Sistem Sosial (sistem “S”)
Sistem sosial mempunyai aneka macam bentuk,
struktur dan hasil. Ada elemen-elemen tertentu, pada
sebuah sistem sosial yaitu:
 Motivasi
 Nilai-nilai
 Norma-norma
 Komunikasi
 Kepempinan yang mencapai bentuk tertentu dan
yang selaras satu sama lain, hingga sistem sosial
yang bersangkutan mendapatkan kualitas
tertentu.
Kebijakan, struktur, dan prosedur mempengaruhi
sistem sosial tersebut, dan sebaliknya ia juga
mempengaruhi sistem-sistem lain.

3. Sistem Administratif (Sistem “A”)


Pada kelompok-kelompok kecil yang bersifat
relative stabil, orang-orang yang bekerja sama dan dapat
28
dan biasanya mereka mengkoordinasikan upaya mereka
untuk mencapai sasaran-sasaran yang diterapkan.
Apabila kelompok-kelompok menjadi lebih besar,
dan andaikata tugas-tugas menjadi makin terspesialisasi,
dan lingkungan menjadi makin kurang stabil, serta
apabila output berubah atau tujuan-tujuan menjadi
terfragmentasi, maka kondisi alamiah demikian menjadi
rusak.
Dalam situasi demikian, diperlukan upaya yang
dipertimbangkan dengan matang, untuk menimbulkan
koordinasi.
Secara tipikal, satu orang mengambil alih tugas
untuk memimpin dan mengarahkan upaya pihak lain,
agar supaya mereka terkoordinasi.
Ada macam-macam cara menghadapi ketiadaan
koordinasi, tetapi kita lebih memperhatikan sifat-sifat
umumnya.
Pertama-tama mereka ditujukan kearah tujuan
yang sama, yaitu menyediakan koordinasi, dimana tidak
ada kordinasi. Kedua, fungsi tersebut memerlukan upaya
yang dipertimbangkan dengan matang terlepas dari
pekerjaan yang langsung terlibat sehubungan dengan

29
upaya mencapai sasaran. Ketiga, ia dilaksanakan secara
sadar, karena ia bersifat formal dengan derajat yang
berbeda-beda.
Upaya tersebut yang terpisah dengan upaya yang
berhubungan dengan sistem “T”, merupakan bagian dari
sebuah sistem administrasi atau manajerial di mana
outputnya berupa koordinasi sisa dari berbagai upaya
dalam organisasi yang bersangkutan.

1.6 Organisasi dan Lingkungan


Berbicara tentang organisasi dan lingkungan,
maka perlu kita perbincangkan persoalan kekuatan-
kekuatan lingkungan (Environtment Forces). Terdapat
demikian banyaknya kekuatan-kekuatan lingkungan
yang demikian berintereksi, hingga seringkali para
manajer menghadapi kesulitan untuk mengisolasi faktor-
faktor yang dianggap terpenting dalam proses
pengambilan keputusan mereka.
Menurut Jhon A. Pearce II, ada baiknya untuk
memandang lingkungan eksternal umum sesuatu
perusahaan (organisasi) sebagai hal yang terdiri dari tiga
macam bidang pengaruh, yaitu lingkungan yang berada

30
di luar perusahaan (organisasi), lingkungan industri dan
lingkungan operasi.
1. Lingkungan yang berada di luar
perusahaan/organisasi (the remote environment).
Lingkungan ini terdiri dari sekelompok kekuatan
yang muncul di luar situasi operasi sesuatu perusahaan
tunggal. Ia antara lain mencakup: faktor-faktor
ekologikal, ekonomi, politik, legal-sosio-kultural dan
teknologikal, dan lingkungan tersebut menyajikan
peluang-peluang, ancaman-ancaman, dan kendala-
kendala bagi perusahaan yang bersangkutan.
2. Lingkungan industri (The Industry Environment)
Kekuatan-kekuatan yang beroperasi di
lingkungan industri perusahaan yang bersangkutan,
mempunyai dampak lebih langsung atas perilaku
sesuatu perusahaan, dibandingkan dengan kekuatan-
kekuatan yang berada pada apa yang dinamakan The
Remote Environment. Dalam kaitan ini istilah industri
berhubungan dengan perusahaan-perusahaan yang
menghasilkan produk-produk (atau yang
menyelenggarakan jasa-jasa) yang merupakan barang
substitusi dekat satu sama lain.

31
Sebagai titik tolak dalam proses menilai posisi
perusahaan mereka di dalam industri yang ada, para
manajer perlu mempelajari terlebih dahulu struktur
kompetetif industri yang bersangkutan.
3. Lingkungan operasi (The Operating
Environtment)
Lingkungan operasi terdiri dari kekuatan-
kekuatan didalam situasi langsung sesuatu perusahaan,
yang menimbulkan banyak diantara tantangan-
tantangan yang dihadapinya sewaktu ia berupaya untuk
mencapai sumber daya yang diperlukan, atau sewaktu ia
berupaya memasarkan produk-produk atau jasa-jasanya
dengan cara yang menguntungkan.
Kekuatan-kekuatan yang ada disana
mengharuskan adanya reaksi lebih cepat pada pihak
manajer, dan menuntut lebih banyak penilaian-
penilaian. Di antara kekuatan pada lingkungan operasi
dapat disebut:
1. Posisi kompetitif sesuatu perusahaan;
2. Profil pelanggannya;
3. Kepentingan para Stakeholdersnya;

32
4. Reputasi di kalangan para rekanannya dan para
krediturnya;
5. Pasar-pasar karyawannya yang dapat dicapainya.

33
BAB 2
KEPEMIMPINAN DALAM ORGANISASI

2.1 Pengetian Kepemimpinan


Menurut Keating, kepemimpinan adalah membuat
suatu proses atau sekelompok orang untuk mencapai
suatu tujuan.Stoner, kepemimpinanadalah proses
mengarahkan dan memengaruhi aktivitas yang
berkaitandengan pekerjaan anggota kelompok.7
Ada tiga implikasi penting dari definisi tersebut :
Pertama, kepemimpinan menyangkut orang lain,
bawahan atau pengikut. Kesediaan untuk menerima
pengarahan dari pemimpin, paraanggota kelompok
membantu menentukan status kedudukan pemimpin
danmembuat proses dan membuat proses
kepemimpinan dapat berjalan. Tanpa adanya bawahan,
semua kualitas kepemimpinan seseorang akan menjadi
tidak relevan.
Kedua, kepemimpinan menyangkut suatu
pembagian kekuasaan yangtidak seimbang diantara para

7
Maman Ukas, Manajemen Konsep, Prinsip, dan Aplikasi, (Bandung
: OssaPromo, 1999) hal. 253.
34
pemimpin dan anggota kelompok. Parapemimpin
mempunyai wewenang untuk mengarangkan berbagai
kegiatan paraanggota kelompok, tetapi para anggota
kelompok tidak dapat mengarahkankegiatan-kegiatan
pemimpin secara langsung, meskipun dapat juga
melalusejumlah cara secara tidak langsung.
Ketiga, selain dapat memberikan pengarahan
kepada para bawahan atau pengikut, pemimpin juga
dapat mempergunakan pengaruh. Hal ini menunjukkan,
para pemimpin tidak hanya dapat memerintah bawahan
apa yang harus dikerjakan, tetapi juga harus dapat
mempengaruhi bawahannya dalam melaksanakan
perintah. Sebagai contoh, seorang manajer dapat
mengarahkan seorang bawahan untuk pelaksanakan
suatu tugas tertentu, tetapi dia juga dapat mempengarui
bawahan dalam menentukan cara bagaimana tugas itu
dilakasanakan dengan tepat.

2.2 Hakikat Pemimpin


“Pemimpin pada hakikatnya merupakan individu
seseorang yang mempunyai kemampuan untuk

35
mempengaruhi perilaku orang lain di dalam kerjanya
dengan menggunakan kekuasaan yang ia miliki.”8
Dalam berbagai hal yang berhubungan dengan
suatu kegiatan pemimpin memiliki kekuasaan untuk
mengarahkandan mempengaruhi bawahannya
sehubungan dengan tugas-tugas dan wewenang
yangharus dilaksanakan . Pada tahap pemberian tugas
pemimpin harusmemberikan suara arahan dan
bimbingan yang jelas, agar bawahan dalam
melaksanakan tugasnya dapat dengan mudah dan hasil
yang dicapai sesuai dengan tujuan yang telah
ditetapkan. Dengan demikian kepemimpinan mencakup
distribusi kekuasaan yang tidak sama diantara pemimpin
dan anggotanya. Pemimpin mempunyai wewenang
untuk mengarahkan anggota dan juga dapat
memberikan pengaruh, dengan kata lain para pemimpin
tidak hanya dapat memerintah bawahan apa yang harus
dilakukan, tetapi juga dapat mempengaruhi bagaimana
bawahan melaksanakan perintahnya. Sehingga terjalin

8
Nanang Fattah, Landasan Manajemen Pendidikan, (Bandung :
Rosdakarya,1996) Hal. 88.

36
suatu hubungan sosial yang saling berinteraksi antara
pemimpin dengan bawahan, yang akhirnya tejadi suatu
hubungan timbal balik.
Maka dari itu seorang pemimpin harus memiliki
kompetensi dan inovasi demi tercapainya tujuan yang
maksimal, karena apabila tidak memiliki kemampuan,
maka tujuan yang akan dicapai akan gagal total bahkan
menimbulkan kerugian.

2.3 Tugas Kepemimpinan


Tugas pemimpin dalam suatu birokrasi sangat
urgen dalam rangka pencapaian tujuan yang telah
ditetapkan sebelumnya sebagaimana yang diamanahkan
administrasi. Oleh karena itu dapat diasumsikan bahwa
efektivitas kepemimpin yang bersangkutan merupakan
suatu hal yang sangat urgen yang diharapkan oleh
semua pihak yang berkepentingan dalam pencapaian
tujuan birokrasi.
Hicks dan Gullet mengatakan kepimpinan yang
efektif mampu memberikan pengarahan terhadapa
usaha semua pekerja dan pencapaian tujuan birokrasi.
Tanpa pimpinan atau bimbingan, hubungan antara

37
individu dengan tujuan birokrasi menjadi lemah. Hasil
penelitian dari para pakar kepemimpinan menunjukkan
bahwa efektivitas kepemimpinan seseorang dinilai
menggunakan kemampuan mengambil keputusan
sebagaikriteria utamanya. Dengan demikian dapat
dikatakan bahwa yang dimaksuddengan kemampuan
mengambil keputusan tidak hanya diukur dengan jumlah
keputusan yang lahir, akan tetapi yang digunakan
sebagai indikator adalah keputusan yang diambil bersifat
praktis, realisitis, dan dapat diimplementasikan untuk
mencapai tujuan birokrasi secara efisien dan efektif.
Dalam segala situasi pemimpin memiliki peran
yang sangat penting. Pemimpin birokrasi merupakan
simbol, panutan, pendorong, sekaliguspengaruh, yang
dapat mengarahkan berbagai kegiatan, dan sumber daya
birokrasi guna mencapai tujuannya. Tidak
mengherankan begitu banyak studi yang dilakukan oleh
ilmuwan tentang kepemimpinan, menghasilkan
informasi, dan analisis tentang pentingnya pengetahuan
pemimpin, jadi apapun alasannya kepemimpinan tetap
relevan untuk dikaji sebagai peningkatan efisiensi, dan
efektivitas pelayanan publik. Mengingat dari berbagai

38
hasil penelitian menunjukkan bahwa rendahnya kualitas
pelayanan publik disebabkan oleh rendahnya kualitas
pemimpinnya.
Tugas kepemimipinan, pada dasarnya meliputi dua
bidang utama, yaitu pencapaian tujuan birokrasi dan
kekompakan orang yang dipimipinnya. Tugas yang
berhubungan dengan kekompakan disebut relationship
function. Keating mengatakan bahwa tugas
kepemimpinan yang berhubungandengan kelompok
yaitu:
1. Memulai (initiating), yaitu usaha agar kelompok
memulai kegiatanatau gerakan tertentu;
2. Mengatur (regulating), yaitu tindakan untuk
mengatur arah langkahkegiatan kelompok;
3. Memberitahu (informating), yaitu kegiatan memberi
informasi, data, fakta, pendapat yang diperlukan;
4. Mendukung (supporting), yaitu usaha untuk
menerima gagasan, pendapat, usul, dari bawah dan
menyempurnakan dengan menambah atau
mengurangi untuk digunakan dalam
rangkapenyelesaian tugas bersama;

39
5. Menilai (evaluating) yaitu tindakan untuk menguji
gagasan yangmuncul atau cara kerja yang diambil
dengan menunjukkankonsekuaensi-konsekuansinya
dan untung ruginya;
6. Menyimpulkan (summarizing) yaitu kegiatan untuk
mengumpulkan,dan merumuskan gagasan, pendapat,
dan usul muncul, menyingkatlalu menyimpulkannya
sebagai landasan untuk memikirkan lebihlanjut.
Keating juga berpendapat bahwa tugas
kepemimpinan yang berhubungan dengan kekompakan
dalam kelompok antara lain yaitu:
1. Mendorong (encouraging) yaitu bersikap hangat,
bersahabat menerima orang-orang;
2. Mengungkapkan perasaan (expressing feeling) yaitu
tindakanmenyatakan perasaan terhadap kerja dan
kekompakan kelompok, seperti rasa puas, rasa
senang, rasa bangga, dan ikut seperasaan dengan
orang-orang yang dipimpinnya pada waktu
mengalami kesulitan, kegagalan, dan lain-lain;
3. Mendamaikan (harmonizing) yaitu tindakan
mempertemukan, dan mendamaikan pendapat

40
pendapat yang berbeda dan menurunkan orang-
orang yang bersitegang satu sama lain;
4. Mengalah (compromizing) yaitu kemampuan untuk
mengubah perasaan orang-orang yang dipimipinnya;
5. Memperlancar (gatekeeping) yaitu kesediaan
membantu mempermudah keikutsertaan para
anggota dalam kelompok, sehingga semua secara
ikhlas menyumbangkan, dan mengungkapkan
gagasan-gagasan;
6. Memasang aturan main (setting standarts) yaitu
tindakanmenyampaikan aturan dan tata tertib yang
membantukehidupan kelompok.

41
2.4 Fungsi Kepemimpinan
Jika kita mengetahui riwayat hidup seseorang,
pada umumnya kita dapat menduga dengan ketepatan
yang tinggi bagaimana seseorang itu akan bertindak, dan
berlaku pada situasi tertentu. Hal ini tidak berarti bahwa
manusia tidak berubah. Yang pasti ialah bahwa
perubahan yang terjadi dalam diri seseorang terjadi
secara gradual. Dengan demikian dapat dikatakan
bahwa seseorang yang berpendapat demikian dapat
dikatakan bahwa seseorang yang berpendirian tetap
lebih mudah “diramalkan” tindak-tanduknya
dibandingkan dengan seseorang yang tidak berpendirian
kuat
Salah satu cara untuk dapat meramalkan sikap dan
tindak-tanduk orang lain dalam keadaan tertentu ialah
dengan mengetahui bagaimana pandangan orang itu
terhadap dirinya sendiri. Pandangan seseorang terhadap
diri sendiri biasanya merupakan suatu sintesa dari pada
aspirasi pendidikan, pengalaman, dan penilaian orang-
orang sekelilingnya kepadanya. Seseorang mengambil
keputusan selaku individu untuk melindungi atau
memperbesar pandangan terhadap dirinya sendiri.

43
Fungsi kepemimpinan yaitu membantu kelompok:
1. Menentukan kegunaan dan tujuan;
2. Memfokuskan diri pada proses kerja secara bersama;
3. Lebih waspada/memperhatikan akan sumber-sumber
yang dimiliki, dan cara yang terbaik untuk
memanfaatkannya;
4. Mengevaluasi kemajuan dan perkembangan;
5. Menjadi terbuka untuk ide baru dan ide yang
berbeda, tanpa menjadi berhenti karena konflik;
6. Belajar baik dari kegagalan dan frustasi, maupun dari
keberhasilan.

2.5 Gaya Kepemimpinan


pada dasarnya gaya kepemimpinan banyak
berpengaruh terhadap seorang pemimpin dalam
mempengaruhi perilakunya pengikut-pengikutnya.
Istilah gaya pada dasarnya sama dengan cara yang
digunakan oleh pemimpin dalam proses mempengaruhi
pengikutnya. Gaya kepemimpinan merupakan cara atau
norma perilaku yang digunakan oleh seseorang pada
saat orang tersebut mencoba mempengaruhi perilaku
orang lain seperti yang diamati. Dalam konteks ini usaha

44
menyelerasakan persepsi di antara orang-orang yang
perilakunya akan mempengaruhi menjadi sangat penting
dalam posisinya.
Secara umum gaya kepemimpinan hanya dikenal
dalam dua gaya yaitu gaya otoriter dan gaya demokrasi.
Gaya kepemimpinan otoriter biasanya dipandang
sebagai gaya yang didasarkan atas kekuasaan posisi dan
penggunaan otoritas dalam melaksanakan tugas-
tugasnya sebagai pemimpin. Sedangkan gaya
kepemimpinan demokrasi dikaitkan dengan kekuatan
personal dan keikutsertaan para pengikut dalam proses
pemecahan masalah dan pengambilan keputusan.
Gaya merupakan kebiasaan yang melekat pada diri
seseorang dalam melaksanakan tugas-tugas
kepemimpinannya.
Stoner mengatakan bahwa gaya kepemimpinan
adalah berbagai pola tingkah laku yang disukai oleh
pemimpin dalam proses mengarahkan dan
mempengaruhi pekerja. Stoner membagi dua gaya
kepemimpinan yaitu:
1. Gaya yang berorientasi dalam mengawasi tugas
pegawai secara ketat untuk memastikan tugas

45
dilaksanakan dengan memuaskan. Pelaksanaan tugas
lebih ditekankan pada pertumbuhan pegawai dan
kepuasan pribadi.
2. Gaya berorientasi pada pegawai lain,
menekankan pada memotivasi ketimbang
mengendalikan bawahan. Gaya ini menjalin hubungan
persahabatan, saling percaya, dan saling menghargai
dengan pegawai yang sering kali diizinkan untuk
berpartisipasi dalam membuat keputusan untuk
melaksanankan sesuatu.
Gaya kepemimpinan menurut Thoha, merupakan
norma prilaku yang digunakan seseorang pada saat
orang tersebut mencoba mempengaruhi perilaku orang
lain.
Gaya pemimpian menurut Hersey & Blanchard,
adalah pola-pola prilaku konsisten yang mereka
terapkan dalam rangka bekerja dengan dan melalui
orang lain seperti yang dipersepsikan orang-orang itu.
Pola-pola itu timbul pada diri orang-orang pada waktu
mereka memulai memberikan tanggapan dengan cara
yang sama dalam kondisi serupa, pola itu membentuk
suatu kebiasan tindakan yang setidaknya dapat

46
diperkirakan bagi mereka yang lagi bekerja dengan
pemimpin itu.
Dari pendapat para ahli di atas, dapat disimpulkan
bahwa gaya kepemimpiann adalah “suatu cara yang
dipergunakan oleh seorang pemimpin dalam
mempengaruhi, mengarahkan, mendorong, dan
mengendalikan bawahannya dalam rangka pencapaian
tujuan organisasi secara efisien dan efektif.
Secara umum gaya kepemimpinan hanya dikenal
dalam dua gaya, yaitu gaya otoriter dan gaya demokrasi.
Gaya kepemimpinan otoriter biasanya dipandang
sebagai gaya yang didasarkan atas kekuasaan posisi dan
penggunaan otoritas dalam melaksanakan tugas-
tugasnya sebagai pemimpin. Sedangkan gaya
kepemimpinan demokrasi dikaitkan dengan kekuatan
personal dan keikutsertaan para pengikut dalam proses
pemecahan masalah dan pengambilan keputusan.

2.6 Tipe-tipe Kepemimpinan.

47
Dalam setiap realitasnya bahwa pemimpin dalam
melaksanakan proses kepemimpinannya, terjadi adanya
suatu perbedaan antara pemimpin yang satu dengan
yang lainnya, sebagaimana yang disampaikan oleh G. R.
Terry, bahwa tipe-tipe kepemimpinan dibagi menjadi 6,
yaitu :
1. Tipe kepemimpinan pribadi (personal leadership).
Dalam sistemkepemimpinan ini, segala sesuatu
tindakan itu dilakukan dengan mengadakan kontak
pribadi. Petunjuk itu dilakukan secara lisan atau
langsung dilakukan secara pribadi oleh pemimpin
yang bersangkutan.
2. Tipe kepemimpinan non pribadi (non personal
leadership). Segala sesuatu kebijaksanaan yang
dilaksanakan melalui bawahan-bawahan atau
media nonpribadi baik rencana atau perintah juga
pengawasan.
3. Tipe kepemimpinan otoriter (autoritotian
leadership). Pemimpin otoriter biasanya bekerja
keras, sungguh-sungguh, teliti, dan tertib. Ia
bekerja menurut peraturan-peraturan yang

48
berlaku secara ketat dan instruksi-
instruksinyaharus ditaati.
4. Tipe kepemimpinan demokratis (democratis
leadership). Pemimpin yang demokratis
menganggap dirinya sebagai bagian dari
kelompoknya dan bersama-sama dengan
kelompoknya berusaha bertanggung jawab
tentang terlaksananya tujuan bersama. Agar setiap
anggota turut bertanggung jawab,maka seluruh
anggota ikut serta dalam segala kegiatan,
perencanaan, penyelenggaraan, pengawasan, dan
penilaian. Setiap anggota dianggap sebagai potensi
yang berharga dalam usaha pencapaian tujuan.
5. Tipe kepemimpinan paternalistis (paternalistis
leadership). Kepemimpinan ini dicirikan oleh suatu
pengaruh yang bersifat kebapakan dalam
hubungan pemimpin dan kelompok. Tujuannya
adalah untuk melindungi dan untuk memberikan
arah seperti halnya seorang bapak kepada
anaknya.
6. Tipe kepemimpinan menurut bakat (indogenious
leadership). Biasanya timbul dari kelompok orang-

49
orang yang informal di mana mungkin mereka
berlatih dengan adanya sistem kompetisi, sehingga
bisa menimbulkan klik-klik dari kelompok yang
bersangkutan dan biasanya akan muncul
pemimpinyang mempunyai kelemahan di antara
yang ada dalam kelempok tersebut menurut
bidang keahliannya di mana ia ikut berkecimpung.9
Selanjutnya menurut Kurt Lewin mengemukakan
tipe-tipe kepemimpinan menjadi tiga bagian, yaitu:
1. Otokratis, pemimpin yang demikian bekerja
kerang, sungguh-sungguh, teliti, dan tertib. Ia
bekerja menurut peraturan yang berlaku dengan
ketat dan instruksi-instruksinya harus ditaati.
2. Demokratis, pemimpin yang demokratis
menganggap dirinya sebagai bagian dari
kelompoknya, dan bersama-sama dengan
kelompoknya berusaha bertanggung jawab
tentang pelaksanaan tujuannya. Agar setiap
anggota turut serta dalam setiap kegiatan-
kegiatan, perencanaan, penyelenggaraan,
pengawasan, dan penilaian. Setiap anggota

9
Maman Ukas,ibid., Hal. 261-263
50
dianggap sebagai potensi yang berharga dalam
usaha pencapaian tujuan yang diinginkan.
3. Laissez faire, pemimpin tipe ini menyerahkan
sepenuhnya pada para bawahannya untuk
menyelesaikan pekerjaan-pekerjaan yang menjadi
tanggung jawabnya. Ia hanya akan menerima
laporan-laporan hasilnya dengan tidak terlampau
turut campur tangan atau tidak terlalu mau
ambilinisiatif, semua pekerjaan itu tergantung
pada inisiatif dan prakarsa dari parabawahannya,
sehingga dengan demikian dianggap cukup dapat
memberikan kesempatan pada para bawahannya
bekerja bebas tanpa kekangan.
Berdasarkan dari pendapat tersebut di atas, bahwa
pada kenyataannya tipe kepemimpinan yang otokratis,
demokratis, dan laissez faire, banyak diterapkan oleh
para pemimpinnya di dalam berbagai macam organisasi,
yang salah satunya adalah dalam bidang pendidikan.
Dengan melihat hal tersebut, maka pemimpin di bidang
pendidikan diharapkan memiliki tipe kepemimpinan
yang sesuai dengan harapan atau tujuan, baik itu
harapan dari bawahan, atau dari atasan yang lebih

51
tinggi, posisinya, yang pada akhirnya gaya atau tipe
kepemimpinan yang dipakai oleh para pemimpin, benar-
benar mencerminkan sebagai seorang pemimpinan yang
profesional.

2.7 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Efektifitas


Kepemimpinan

Dalam melaksanakan aktivitasnya bahwa


pemimpin dipengaruhi oleh berbagai macam faktor.
Faktor-faktor tersebut sebagaimana dikemukakan oleh
H. Jodeph Reitz (1981)adalah sebagai berikut :
1. Kepribadian (personality), pengalaman masa lalu
dan harapan pemimpin, hal ini mencakup nilai-nilai,
latar belakang, dan pengalamannya akan
mempengaruhi pilihan akan gaya kepemimpinan.
2. Harapan dan perilaku atasan.
3. Karakteristik, harapan dan perilaku bawahan
mempengaruhi terhadap apa gaya kepemimpinan.
4. Kebutuhan tugas, setiap tugas bawahan juga akan
mempengaruhi gayapemimpin.
5. Iklim dan kebijakan organisasi mempengaruhi
harapan, dan perilaku bawahan.

52
6. Harapan dan perilaku rekan.
Berdasarkan faktor-faktor tersebut, maka jelaslah
bahwa kesuksesanpemimpin dalam aktivitasnya
dipengaruhi oleh faktor-faktor yang dapat menunjang
untuk berhasilnya suatu kepemimpinan, oleh sebab itu
suatu tujuan akan tercapai apabila terjadinya
keharmonisan dalam hubungan atau interaksi yang baik
antara atasan dengan bawahan, di samping dipengaruhi
oleh latar belakang yang dimiliki pemimpin, seperti
motivasi diri untukberprestasi, kedewasaan, dan
keleluasaan dalam hubungan sosial dengan sikap-sikap
hubungan manusiawi.
Selanjutnya peranan seorang pemimpin
sebagaimana dikemukakan oleh M.Ngalim Purwanto,
sebagai berikut :
1. Sebagai pelaksana (executive).
2. Sebagai perencana (planner).
3. Sebagai seorang ahli (expert).
4. Sebagai mewakili kelompok dalam tindakannya ke
luar (external group representative).

53
5. Sebagai mengawasi hubungan antar anggota-
anggota kelompok (controller of internal
relationship).
6. Bertindak sebagai pemberi gambaran/pujian atau
hukuman (purveyor ofrewards and punishments).
7. Bentindak sebagai wasit dan penengah (arbitrator
and mediator).
8. Merupakan bagian dari kelompok (exemplar).
9. Merupakan lambing dari pada kelompok (symbol of
the group).
10. Pemegang tanggung jawab para anggota
kelompoknya (surrogate for individual
responsibility).
11. Sebagai pencipta/memiliki cita-cita (ideologist).
12. Bertindak sebagai seorang ayah (father figure).
13. Sebagai kambing hitam (scape goat).10
Berdasarkan dari peranan pemimpin tersebut,
jelaslah bahwa dalam suatu kepemimpinan harus
memiliki peranan-peranan yang dimaksud, di samping
itu juga bahwa pemimpin memiliki tugas yang
10
M. Ngalim Purwanto, Administrasi Pendidikan, (Jakarta : Mutiara
Sumber-Sumber Benih Kecerdasan, 1981)Hal.37-39

54
diembannya, sebagaimana menurut M. Ngalim
Purwanto, sebagai berikut :
1. Menyelami kebutuhan-kebutuhan kelompok dan
keinginan kelompoknya.
2. Dari keinginan itu dapat dipetiknya kehendak-
kehendak yang realistis danyang benar-benar dapat
dicapai.
3. Meyakinkan kelompoknya mengenai apa-apa yang
menjadi kehendak mereka, mana yang realistis dan
mana yang sebenarnya merupakan khayalan.
Tugas pemimpin tersebut akan berhasil dengan
baik apabila setiap pemimpin memahami akan tugas
yang harus dilaksananya. Oleh sebab itukepemimpinan
akan tampak dalam proses di mana seseorang
mengarahkan, membimbing, mempengaruhi, dan atau
menguasai pikiran-pikiran, perasaan-perasaan atau
tingkah laku orang lain.
Untuk keberhasilan dalam pencapaian suatu
tujuan diperlukan seorang pemimpian yang profesional,
di mana ia memahami akan tugas, dan kewajibannya
sebagai seorang pemimpin, serta melaksanakan
peranannya sebagai seorang pemimpin. Di samping itu

55
pemimpin harus menjalin hubungan kerjasama yang
baik dengan bawahan, sehingga terciptanya suasana
kerja yang membuat bawahan merasa aman, tentram,
dan memilikisuatu kebebasan dalam mengembangkan
gagasannya dalam rangka tercapaitujuan bersama yang
telah ditetapkan.

56
BAB III
KOMUNIKASI ORGANISASI

3.1. Pengertian Komunikasi Organisasi


Komunikasi organisasi adalah pengiriman, dan
penerimaan berbagai pesan organisasi di dalam
kelompok formal maupun informal dari suatu
organisasi.11 Komunikasi formal adalah komunikasi yang
disetujui oleh organisasi itu sendiri dan sifatnya
berorientasi kepentingan organisasi. Isinya berupa cara
kerja di dalam organisasi, produktivitas, dan berbagai
pekerjaan yang harus dilakukan dalam organisasi.
Misalnya: memo, kebijakan, pernyataan, jumpa pers,
dan surat-surat resmi. Adapun komunikasi informal
adalah komunikasi yang disetujui secara
sosial. Orientasinya bukan pada organisasi, tetapi lebih
kepada anggotanya secara individual.

3.2. Organisasi dan Komunikasi


11
Wiryanto. (2005). Pengantar Ilmu Komunikasi. (Jakarta: PT.
Gramedia Widiasarana Indonesia)

57
Everet M.Rogers dalam bukunya Communication in
Organization, mendefinisikan organisasi sebagai suatu
sistem yang mapan dari mereka yang bekerja sama
untuk mencapai tujuan bersama, melalui jenjang
kepangkatan, dan pembagian tugas.
Robert Bonnington dalam buku Modern Business:
A Systems Approach, mendefinisikan organisasi sebagai
sarana dimana manajemen mengkoordinasikan sumber
bahan dan sumber daya manusia melalui pola struktur
formal dari tugas-tugas dan wewenang. Komunikasi
dengan menggunakan model SMCR, yaitu Source
(sumber), Message (pesan), Channel (saluran), dan
Receiver (penerima)12. Sumber adalah pihak yang
menciptakan pesan, baik seseorang ataupun suatu
kelompok. Pesan adalah terjemahan gagasan ke dalam
kode simbolik, seperti bahasa atau isyarat.
Saluranadalah medium yang membawa pesan. Penerima
adalah orang yang menjadi sasaran komunikasi.
Korelasi antara komunikasi dengan organisasi
terletak pada peninjauannya yang terfokus kepada

12
Mulyana, Deddy. (2007). Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar.
Cetakan Kesembilan. Bandung: Remaja Rosdakarya.
58
manusia-manusia yang terlibat dalam mencapai tujuan
organisasi itu. Ilmu komunikasi mempertanyakan bentuk
komunikasi apa yang berlangsung dalam organisasi,
metode dan teknik apa yang dipergunakan, media apa
yang dipakai, bagaimana prosesnya, faktor-faktor apa
yang menjadi penghambat, dan sebagainya. Jawaban-
jawaban bagi pertanyaan-pertanyaan tersebut adalah
untuk bahan telaah untuk selanjutnya menyajikan suatu
konsepsi komunikasi bagi suatu organisasi tertentu
berdasarkan jenis organisasi, sifat organisasi, dan
lingkup organisasi dengan memperhitungkan situasi
tertentu pada saat komunikasi dilancarkan.
Sendjaja menyatakan fungsi komunikasi dalam
organisasi adalah sebagai berikut:
 Fungsi informatif. Organisasi dapat dipandang
sebagai suatu sistem pemrosesan informasi.
Maksudnya, seluruh anggota dalam suatu
organisasi berharap dapat memperoleh informasi
yang lebih banyak, lebih baik dan tepat waktu.
Informasi yang didapat memungkinkan setiap
anggota organisasi dapat melaksanakan
pekerjaannya secara lebih pasti. Orang-orang

59
dalam tataran manajemen membutuhkan
informasi untuk membuat suatu kebijakan
organisasi ataupun guna mengatasi konflik yang
terjadi di dalam organisasi. Sedangkan karyawan
(bawahan) membutuhkan informasi untuk
melaksanakan pekerjaan, di samping itu juga
informasi tentang jaminan keamanan, jaminan
sosial dan kesehatan, izin cuti, dan sebagainya.
 Fungsi regulatif. Fungsi ini berkaitan dengan
peraturan-peraturan yang berlaku dalam suatu
organisasi. Terdapat dua hal yang berpengaruh
terhadap fungsi regulatif, yaitu:
a. Berkaitan dengan orang-orang yang berada
dalam tataran manajemen, yaitu mereka
yang memiliki kewenangan untuk
mengendalikan semua informasi yang
disampaikan. Juga memberi perintah atau
intruksi supaya perintah-perintahnya
dilaksanakan sebagaimana semestinya.
b. Berkaitan dengan pesan. Pesan-pesan
regulatif pada dasarnya berorientasi pada
kerja. Artinya, bawahan membutuhkan

60
kepastian peraturan tentang pekerjaan yang
boleh dan tidak boleh untuk dilaksanakan.
 Fungsi persuasif. Dalam mengatur suatu
organisasi, kekuasaan, dan kewenangan tidak
akan selalu membawa hasil sesuai dengan yang
diharapkan. Adanya kenyataan ini, maka banyak
pimpinan yang lebih suka untuk mempersuasi
bawahannya daripada memberi perintah. Sebab
pekerjaan yang dilakukan secara sukarela oleh
karyawan akan menghasilkan kepedulian yang
lebih besar dibanding kalau pimpinan sering
memperlihatkan kekuasaan, dan
kewenangannya.
 Fungsi integratif. Setiap organisasi berusaha
untuk menyediakan saluran yang memungkinkan
karyawan dapat melaksanakan tugas dan
pekerjaan dengan baik. Ada dua saluran
komunikasi yang dapat mewujudkan hal
tersebut, yaitu: (a). Saluran komunikasi formal
seperti penerbitan khusus dalam organisasi
tersebut (buletin, newsletter), dan laporan
kemajuan organisasi. (b). Saluran komunikasi

61
informal seperti perbincangan antar pribadi
selama masa istirahat kerja, pertandingan
olahraga, ataupun kegiatan darmawisata.
Pelaksanaan aktivitas ini akan menumbuhkan
keinginan untuk berpartisipasi yang lebih besar
dalam diri karyawan terhadap organisasi.
Komunikasi organisasi mengikuti teori
management klasik. Adapun prinsip-prinsip dari teori
menejemen klasikal adalah sebagai berikut:
 Kesatuan komando hanya menerima pesan dari
satu atasan.
 Rantai skalar garis otoritas dari atasan ke
bawahan, yang bergerak dari atas sampai ke
bawah untuk organisasi (yang diakibatkan oleh
prinsip kesatuan komando), harus digunakan
sebagai suatu saluran untuk pengambilan
keputusan dan komunikasi.
 Divisi pekerjaan menejemen perlu arahan untuk
mencapai suatu derajat tingkat spesialisasi yang
dirancang untuk mencapai sasaran organisasi
dengan suatu cara efisien.

62
 Keseimbangan antara tanggung jawab dan
otoritas harus dicapai.
Selanjutnya, Griffin menyadur tiga pendekatan
untuk membahas komunikasi organisasi. Ketiga
pendekatan itu adalah sebagai berikut:
1. Pendekatan sistem.
Karl Weick (pelopor pendekatan sistem
informasi) menganggap struktur hirarkhi, garis rantai
komando komunikasi, prosedur operasi standar
merupakan mungsuh dari inovasi. Ia melihat organisasi
sebagai kehidupan organis yang harus terus menerus
beradaptasi kepada suatu perubahan lingkungan
untuk mempertahankan hidup. Pengorganisasian
merupakan proses memahami informasi yang samar-
samar melalui pembuatan, pemilihan, dan penyimpanan
informasi. Weick meyakini organisasi akan bertahan dan
tumbuh subur hanya ketika anggota-anggotanya
mengikutsertakan banyak kebebasan (free-flowing) dan
komunikasi interaktif. Untuk itu, ketika dihadapkan pada
situasi yang mengacaukan, manajer harus bertumpu
pada komunikasi dari pada aturan-aturan.

63
Teori Weick tentang pengorganisasian
mempunyai arti penting dalam bidang komunikasi
karena ia menggunakan komunikasi sebagai basis
pengorganisasian manusia dan memberikan dasar logika
untuk memahami bagaimana orang berorganisasi.
Menurutnya, kegiatan-kegiatan pengorganisasian
memenuhi fungsi pengurangan ketidakpastian dari
informasi yang diterima dari lingkungan atau wilayah
sekeliling.
Ia menggunakan istilah ketidakjelasan untuk
mengatakan ketidakpastian, atau keruwetan, kerancuan,
dan kurangnya predictability. Semua informasi dari
lingkungan sedikit banyak sifatnya tidak jelas, dan
aktivitas-aktivitas pengorganisasian dirancang untuk
mengurangi ketidakpastian atau ketidakjelasan.
Weick memandang pengorganisasian sebagai
proses evolusioner yang bersandar pada sebuah
rangkaian tiga proses, yaitu: (1)penentuan (enachment),
(2) seleksi (selection), (3) penyimpanan (retention).
Penentuan adalah pendefinisian situasi, atau
mengumpulkan informasi yang tidak jelas dari luar. Ini

64
merupakan perhatian pada rangsangan dan pengakuan
bahwa ada ketidakjelasan.
Seleksi merupakan proses yang memungkinkan
kelompok untuk menerima aspek-aspek tertentu dan
menolak aspek-aspek lainnya dari informasi. Ini
mempersempit bidang, dengan menghilangkan
alternatif-alternatif yang tidak ingin dihadapi oleh
organisasi. Proses ini akan menghilangkan lebih banyak
ketidakjelasan dari informasi awal.
Penyimpanan yaitu proses menyimpan aspek-
aspek tertentu yang akan digunakan pada masa
mendatang. Informasi yang dipertahankan
diintegrasikan ke dalam kumpulan informasi yang sudah
ada yang menjadi dasar bagi beroperasinya
organisasinya.
Setelah dilakukan penyimpanan, para anggota
organisasi menghadapi sebuah masalah pemilihan, yaitu
menjawab pertanyaan-pertanyaan berkenaan dengan
kebijakan organisasi. Misal, ”haruskah kami mengambil
tindakan berbeda dari apa yang telah kami lakukan
sebelumnya?”

65
Sedemikian jauh, uraian ini mungkin membuat
anda mempercayai bahwa organisasi bergerak dari
proses pengorganisasian ke proses lain dengan cara yang
sudah tertentu, yakni; penentuan, seleksi, penyimpanan,
dan pemilihan. Namun sesungguhnya bukan begitu
halnya, bahwa sub-sub kelompok individual dalam
organisasi terus menerus melakukan kegiatan di
dalam proses-proses ini untuk menemukan aspek-aspek
lainnya dari lingkungan. Meskipun segmen-segmen
tertentu dari organisasi mungkin mengkhususkan pada
satu atau lebih dari proses-proses organisasi, hampir
semua orang terlibat dalam setiap bagian. Pendek kata
di dalam organisasi terdapat siklus perilaku.
Siklus perilaku adalah kumpulan-kumpulan
perilaku yang saling bersambungan yang memungkinkan
kelompok untuk mencapai pemahaman tentang
pengertian-pengertian apa yang harus dimasukkan dan
apa yang ditolak. Di dalam siklus perilaku, tindakan-
tindakan anggota dikendalikan oleh aturan-aturan
berkumpul yang memandu pilihan-pilihan rutinitas yang
digunakan untuk menyelesaikan proses yang tengah
dilaksanakan (penentuan, seleksi, atau penyimpanan).

66
Demikianlah pembahasan tentang konsep-
konsep dasar dari teori Weick, yaitu: lingkungan;
ketidakjelasan; penentuan; seleksi; penyimpanan;
masalah pemilihan; siklus perilaku; dan aturan-aturan
berkumpul, yang semuanya memberi kontribusi pada
pengurangan ketidakjelasan.

4. Pendekatan Budaya
Asumsi interaksi simbolik mengatakan bahwa
manusia bertindak tentang sesuatu berdasarkan pada
pemaknaan yang mereka miliki tentang sesuatu
itu. Mendapat dorongan besar dari antropolog Clifford
Geertz, ahli teori dan ethnografi, peneliti budaya yang
melihat makna bersama yang unik adalah ditentukan
organisasi. Organisasi dipandang sebagai budaya. Suatu
organisasi merupakan sebuah cara hidup (way of live)
bagi para anggotanya, membentuk sebuah realita
bersama yang membedakannya dari budaya-budaya
lainnya.
Pacanowsky dan para teoritisi interpretatif
lainnya menganggap bahwa budaya bukan sesuatu yang
dipunyai oleh sebuah organisasi, tetapi budaya adalah

67
sesuatu suatu organisasi. budaya organisasi dihasilkan
melalui interaksi dari anggota-anggotanya. Tindakan-
tindakan yang berorientasi tugas tidak hanya mencapai
sasaran-sasaran jangka pendek tetapi juga menciptakan
atau memperkuat cara-cara yang lain selain perilaku
tugas ”resmi” dari para karyawan, karena aktivitas
sehari-hari yang paling membumi juga memberi
kontribusi bagi budaya tersebut.
Pendekatan ini mengkaji cara individu-individu
menggunakan cerita-cerita, ritual, simbol-simbol, dan
tipe-tipe aktivitas lainnya untuk memproduksi dan
mereproduksi seperangkat pemahaman.

5. Pendekatan kritik
Stan Deetz, salah seorang penganut pendekatan
ini, menganggap bahwa kepentingan-kepentingan
perusahaan sudah mendominasi hampir semua aspek
lainnya dalam masyarakat, dan kehidupan kita banyak
ditentukan oleh keputusan-keputusan yang dibuat atas
kepentingan pengaturan organisasi-organisasi
perusahaan, atau manajerialisme.

68
3.3. Jenis Komunikasi Organisasi
Jenis komunikasi dalam orgnisasi dapat dibedakan
menjadi:
1. Kumunikasi Internal
Adalah komunikasi yang terjadi dalam organisasi itu
sendiri. Misalnya, Pertukaran gagasan di antara para
administrator dan karyawan dalam suatu perusahaan,
dalam struktur lengkap yang khas disertai pertukaran
gagasan secara horisontal dan vertikal di dalam
perusahaan, sehingga pekerjaan berjalan (operasi dan
manajemen).
2.Komunikasi Vertikal
Komunikasi dari pimpinan ke staff, dan dari staf ke
pimpinan dengan cara timbal balik (two way traffic
communication). Downward Communication/
komunikasi atas ke bawah. Contoh pimpinan
memberikan instruksi, petunjuk, informasi, penjelasan,
perintah, pengumuman, dan rapat. Upward
communication/ dari bawah ke atas. Contoh: staf
memberikan laporan, saran-saran, pengaduan, kritikan,
kotak saran, dsb kepada pimpinan.
3.Komunikasi Horisontal

69
Komunikasi mendatar, antara anggota staf dengan
anggota staf. Berlangsung tidak formal, lain dengan
komunikasi vertikal yang formal. Komunikasi terjadi
tidak dalam suasana kerja employee relation dan sering
timbul rumours, grapevine, gossip.
4.Komunikasi Diagonal
Komunikasi antara pimpinan seksi/bagian dengan
pegawai seksi/bagian lain.
5.Komunikasi Eksternal
Komunikasi antara pimpinan organisasi (perusahaan)
dengan khalayak audience di luar organisasi.

3.4 Hambatan Komunikasi dalam Organisasi


1. Hambatan dari Proses Komunikasi
Hambatan dari pengirim pesan, misalnya pesan
yang akan disampaikan belum jelas bagi dirinya
atau pengirim pesan, hal ini dipengaruhi oleh
perasaan atau situasi emosional.
2. Hambatan dalam penyandian/simbol.
Hal ini dapat terjadi karena bahasa yang
dipergunakan tidak jelas sehingga mempunyai
arti lebih dari satu, simbol yang dipergunakan

70
antara si pengirim dan penerima tidak sama atau
bahasa yang dipergunakan terlalu sulit.
3. Hambatan media.
Adalah hambatan yang terjadi dalam
penggunaan media komunikasi, misalnya
gangguan suara radio dan aliran listrik sehingga
tidak dapat mendengarkan pesan.
4. Hambatan dalam bahasa sandi. Hambatan terjadi
dalam menafsirkan sandi oleh si penerima.
5. Hambatan dari penerima pesan, misalnya
kurangnya perhatian pada saat menerima
/mendengarkan pesan, sikap prasangka
tanggapan yang keliru, dan tidak mencari
informasi lebih lanjut.
6. Hambatan dalam memberikan balikan. Balikan
yang diberikan tidak menggambarkan apa
adanya akan tetapi memberikan interpretative,
hambatan tidak tepat waktu atau tidak jelas dan
sebagainya.
7. Hambatan Fisik.
Hambatan fisik dapat mengganggu komunikasi
yang efektif, cuaca gangguan alat komunikasi,

71
dan lain lain, misalnya: gangguan kesehatan
(cacat tubuh misalnya orang yang tuna wicara),
gangguan alat komunikasi dan sebagainya.
8. Hambatan Semantik.
Faktor pemahaman bahasa dan penggunaan
istilah tertentu. Kata-kata yang dipergunakan
dalam komunikasi kadang-kadang mempunyai
arti yang berbeda, tidak jelas atau berbelit-belit
antara pemberi pesan dan penerima pesan.
Misalnya: adanya perbedaan bahasa (bahasa
daerah, nasional, maupun internasional).
9. Hambatan Psikologis.
Hambatan psikologis dan sosial kadang-kadang
mengganggu komunikasi, misalnya; perbedaan
nilai-nilai serta harapan yang berbeda antara
pengirim dan penerima pesan, sehingga
menimbulkan emosi diatas pemikiran-pemikiran
dari sipengirim maupun si penerima pesan yang
hendak disampaikan.
10. Hambatan Manusiawi.
Terjadi karena adanya faktor, emosi dan
prasangka pribadi, persepsi,

72
kecakapan atau ketidak cakapan, kemampuan
atau ketidakmampuan alat-alat
pancaindera seseorang, dll.

3.5.Cara Mengatasi Hambatan Komunikasi


1. Gunakan umpan-balik.
Beri kesempatan pada orang orang lain untuk
menyampaikan ide atau gagasannya, sehingga
tercipta dua iklim komunikasi dua arah.
2. Kenali penerima berita.
a. Bagaimana latar belakang pendidikannya,
b. Bagaimana pengetahuan tentang subyek
pembicaraan,
c. Sejauh mana minat dan perasaan.
3. Rencanakan secara teliti.
4. Pertimbangkan baik-baik, misalnya : apa,
mengapa, siapa, bagaimana, kapan.

73
BAB IV
TEAM BUILDING

4.1 Pengertian Team Building


Sebuah tim adalah suatu proses memilih,
mengembangkan, memberikan kemudahan, dan melatih
sebuah kelompok kerja agar berhasil mencapai tujuan
bersama. Di dalamnya mencakup memotivasi anggota-
anggota agar merasa bangga dalam melaksanakan tugas
kelompoknya. Pembangun tim (team builder) harus
mampu memenuhi tuntutan tugas (kualitas hasil, tepat
waktu, dsb.) dan memenuhi kebutuhan anggota-anggota
kelompok (adil, tidak konflik, dsb.)
Team building adalah aktivitas kelompok yang
memiliki interaksi tinggi untuk meningkatkan
produktivitas karyawan dalam menuntaskan tugas-tugas
terutama yang memiliki interdependensi dengan orang
lain melalui serangkaian aktivitas yang dirancang secara
hati-hati untuk mencapai sasaran yang telah ditentukan
sebelumnya (Robbins, 2003; Spector, 2000; Johnson &
Johnson, 2000).

74
Jadi team building adalah suatu proses memilih,
mengembangkan, memberkan kemudahan, dan melatih
kelompok kerja agar memilki suatu interaksi tinggi,
sehingga dapat meningkatkan produktivitas tim dalam
organisasi.

4.2 Tujuan Team Building


Tim dibangun dengan tujuan untuk membantu
kelompok fungsional menjadi lebih efektif. Karena rasa
individualisme dan persaingan atar pribadi relatif tajam
dalam organisasi, maka tidak semua kelompok kerja
dapat dikategorikan ke dalam suatu tim. Secara spesifik,
membangun sebuah tim artinya harus mengembangkan
semangat, saling percaya,kedekatan, komunikasi, dan
produktivitas.
a. Semangat: muncul karena masing-masing
anggota percaya bahwa mereka memiliki
kemampuan untuk menyelesaikan tugas. Makin
tinggi tingkat kepercayaan mereka atas
kemampuannya, makin besar pula motivasi
mereka untuk menyelesaikan tugas dengan
baik.

75
b. Saling percaya: rasa saling percaya antar
sesama anggota merupakan syarat mutlak yang
harus dimiliki oleh setiap anggota tim, agar tim
mampu bekerja secara efektif.
c. Kedekatan: kedekatan antar anggota
merupakan perasaan yang mampu menyatukan
anggota secara sukarela. Suatu kelompok yang
kohesif adalah kelompok yang dimiliki oleh
setiap anggotanya. Mereka mempunyai tingkat
loyalitas yang tinggi terhadap kelompoknya.
Umumnya kelompok yang kohesif akan lebih
produktif.
d. Komunikasi: agar tim bisa berfungsi dengan
baik, semua anggota harus mempunyai
kemampuan untuk mengembangkan hubungan
antar pribadi secara baik, bicara secara terbuka
satu sama lain, memecahkan konflik yang ada,
dan secara bersama menghadapi masalah.
e. Produktivitas: tim seharusnya dapat
menyelesaikan tugas yang tidak mungkin
dilaksanakan perorangan. Melalui saling berbagi
sumber daya, keterampilan, pengetahuan,

76
kepemimpinan, maka tim berpotensi sangat
lebih efektif daripada perorangan.

4.3 Tipe-tipe Tim


Tim dapat diklasifikasikan bedasarkan
sasarannya.Empat ragam paling lazim dalam tim yang
kemungkinan besar akan dijumpai dalam suatu
organisasi adalah tim pemecahan masalah, tim
pengelolahan diri ( swakelola ), tim fungsional silang,
dan tim virtual.
4.3.1 Tim Pemecahan Masalah.
Jika kita menengok sekitar 20 tahun yang lalu, tim
baru mulai tumbuh popularitasnya dan ragam
kebanyakan tim ini mirip. pada umumnya tim tersusun
atas 5 sampai 12 karyawan. secara priodik tiap
dapertemen dalam organisasi bertemu selama beberapa
jam setiap pecan untuk membahas perbaikan kualitas,
efisiensi,dan lingkungan kerja.13 kami menyebutnya
sebagai tim pemecahan masalah(problem-solving team).

13
J.H. Shonk, Team-Based Organizations ( Homewood, IL: Bussines
One Irwin, 1992); hal. 11
77
Dalam tim pemecahan masalah ini setiap anggota
membagikan gagasan atau menawarkan sasaran
mengenai bagaimana proses dan metode kerja dapat
diperbaiki, tetapi jarang diantara tim-tim itu yang diberi
wewenang untuk melaksanakan secara sepihak setiap
tindakan yang mereka sarankan secara unilateral. Salah
satunya penerapan tim pemecahan masalah yang paling
luas di praktikan selama dasawarsa 1980-an adalah total
qualifikasi manajemen (TQM).
4.3.2 Tim Kerja Pengelolahan Diri.
Tim kerja yang sepenuhnya mengelola sendiri,
bahkan memilih anggota-anggotanya sendiri, menyuruh
anggotanya untuk saling menilai kinerja. akibatnya,
jabatan penyelia berkurang pentingnya dan bahkan
dapat disingkirkan. Pada pabrik ,mesin lokomotif GE di
Grove City, Pensylvania, sekitar 100 tim mengambil
keputusan di pabrik. Mereka mengatur pemeliharaan,
menjadwal kerja, dan secara rutin memberikan
wewenang untuk pembelian peralatan. Seluruh pabrik
dijalankan oleh tim-tim swakelola ini. Mereka melakukan
penjadwalan mereka sendiri, melakukan rotasi
pekerjaan mereka sendiri, menetapkan target produksi,

78
menentukan skala upah yang menautkan dengan
keterampilan, memecat rekan sekerja dan juga
melakukan pengangkatan karyawan baru.
Meskipun banyak kisah yang mengesankan namun
perlu juga dikemukakan di sini peringatan untuk berhati-
hati. Beberapa organisasi telah kecewa dengan hasil tim-
tim swakelola ini. Misalnya, karyawan Douglas Aircraft
Co. Telah mengalami pemutusan hubungan kerja sangat
besar, yang kemudian membuat mereka memberontak
terhadap tim-tim swakelola itu. Mereka telah sampai
pada pandangan bahwa bekerja sama dengan konsep
tim berarti melatih algojo yang akan menjadi
penghukum dirinya sendiri . Riset menyeluruh atas
efektivitas tim swakelola tidaklah semuanya pisitif.
Misalnya individu-individu pada tim ini memang
cendrung melaporkan kepuasan kerja dengan tingkat
yang lebih tinggi.

4.3.3 Tim Fungsional Silang


Popularitas tim kerja disiplin saling meledak pada
akhir dasawarsa 1980-an. Semua pemanufaktur mobil
utama seperti Toyota, Honda, Nisan, BMW, GM, Frod

79
dan Chrysler telah beralih keragam tim ini untuk
mengordinasikan proyek yang rumit.
Ringkasnya, tim fungsional silang merupakan suatu
cara efektif untuk memungkinkan orang–orang dari
aneka bidang dalam suatu organisasi untuk bertukar
informasi, mengembangkan gagasan baru dan
memecahkan masalah serta mengoordinasikan proyek
yang rumit.14
4.3.4 Tim Virtual
Tim virtual ini menggunakan teknologi computer
untuk menyatukan anggota-anggota yang terpisah
secara fisik untuk mencapai tujuan bersama.15 Sejumlah
orang dimungkinkan untuk berkolaborasi secara online
menggunakan hubungan-hubungan komunikasi seperti
jaringan wide-area, konferensi video, atau e-mail- baik
ketika mereka hanya terpisah dengan satu ruangan
maupun dengan benua.
Tim virual bisa melakukan semua hal yang
dilakukan oleh tim yang lain seperti halnya berbagi

14
Sopiah, perilaku organisasi,(Yogyakarta : Andi Offset,2008),
hal.32-34
15
J. Lipnack dan J. Stamps, Pople Working Across Boundaris, and
Technologi,( New York; Wiley, 2000) hal. 805
80
informasi, membuat berbagai keputusan, dan
menyelesaikan tugas. Tim ini bisa beranggotakan dari
organisasi yang sama atau menghubungkan para
anggota lain. Mereka bisa mengadakan rapat selama
beberapa hari untuk menyelesaikan masalah, beberapa
bulan untuk menyelesaikan sebuah proyek, atau secara
tetap berdiri dalam organisasi.16
Tiga faktor utama yang membedakan tim virtual
dari tim yang bertemu muka secara langsung adalah: (1)
ketiadaan isyarat-isyarat verbal dan nonverbal; (2)
konteks sosial yang terbatas; dan (3) kemampuan untuk
membatasi keterbatasan waktu dan ruang. Dalam
percakapan secara langsung, orang-orang menggunakan
isyarat paraverbal dan non verbal. Hal ini membantu
proses klarifikasi komunikasi dengan membarikan arti
yang lebih baik tetapi tidak ada dalam interaksi secara
online.

4.4.Tantangan-tantangan yang Dihadapi dalam Tim


Kerja

16
K. Kiser,” Working On World Time,” Training, 1999. Hal. 30
81
Tantangan bagi pencipta pemain tim yang paling
besar adalah bila (1) budaya nasional sangat
individualistis. Dan (2) tim itu akan dimasukkan kedalam
organisasi yang sudah mapan yang secara
historismenghargai prestasi individual. Perusahaan ini
semakin besar karena memperkerjakan dan mengajar
bintang-bintang korporasi, mereka sengaja membiakkan
iklim kompetatif yang mendorong prestasi dan
pengakuan individual.

4.5. Membentuk Tim yang Efektif


Ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam
pembentukan tim, yaitu seleksi, pelatihan dan ganjaran.
a. Seleksi
Banyak calon pekerja yang tidak mempunyai
keterampilan tim, teristimewa benar untuk
mereka yang bisa bergaul dengan berdasarkan
sumbangan individual. Bila menghadapi calon
semacam ini pada dasarnya para manejer
mempunyai tiga pilihan yaitu calon dapat
menjalani pelatihan untuk membuat mereka
menjadi tim” jika tidak dapat dilaksanakan

82
pilihan kedua yaitu mentransfer individu-individu
itu kesatuan sama lain didalam organisasi yang
bekerja tanpa tim atau tidak memperkerjakan
mereka.
b. Pelatihan
Spesialisasi pelatihan menjalankan latihan-
latihan yang memungkinkan karyawan
mengalami kepuasan yang dapat diberikan oleh
kerja tim. Lazimnya mereka menawarkan
lokakarnya untuk membantu karyawan
memperbaiki keterampilan pemecahan masalah
komunikasi,perundingan, manajemen konflik,
dan pelatihan mereka.
c. Ganjaran
Sistem ganjaran perlu diperbaiki untuk
mendorong upaya koopeatif. Bukannya
kompotatif. Ganjaran distruktur untuk
mengembalikan suatu kenaikan persentase
dalam gaji terbawa kepada anggota tim
berdasarkan pencapaian tujuan kinerja tim itu.
Promosi, kenaikan upah dan aneka ragan lain dari
pengakuan hendaknya diberikan kepada individu-

83
individu atas betapa efektifnya mereka sebagai anggota
tim yang kolaboratif. Akhirnya jangan lupa ganjaran
instrinsik yang dapat diterima kayawan dari kerja tim.
Tim memberikan persahabatan. Adalah menggairahkan
dan memuaskan menjadi suatu bagian integral dari
suatu tim yang sukses. Kesempatan untuk
pengembangan pribadi dan membantu tumbuhnya
rekan satu tim dapat merupakan pengalaman yang
sangat memuaskan dan merupakan hadiah bagi para
karyawan.
Komponen penting yang menciptakan tim yang
efektif dapat di golongkan kedalam empat kategori
umum, pertama adalah rancangan pekerjaan, kedua
berkaitan dengan komposisi tim, ketiga sumber dan
pengaruh kontekstual, keempat variabel proses yang
mencerminkan sesuatu yang terjadi dalam tim yang
mempengaruhi efektivitas.
1) Rancangan Pekerjaan
Tim-tim yang efektif perlu bekerja bersama
dan memikul tanggung jawab kolektif untuk
menyelesaikan tugas-tugas yang penting. Kategori
rancangan kerja meliputi variabel-variabel seperti

84
kebebasan dan otonomi, peluang untuk
menggunakan keterampilan dan bakat yang
berbeda, kemampuan untuk menyelesaikan semua
tugas atau produk yang dapat diidentifikasi, dan
mengerjakan tugas atau proyek yang mempunyai
dampak pada yang lain.
Adap katarekteristik rancangan kerja
menimbulkan motivasi karena meningkatkan
rasatanggung jawab anggota dan kepemilikan atas
pekerjaan dan karena membuat pekerjaan
menjadi lebih menarik untuk dilakukan.
2) Komposisi
Ketegori ini mencakup variabel-variabel yang
berhubungan dengan cara pengisian staff kedalam
tim. Dalam bagian ini kita akan membahas
kemampuan dan kepribadian anggota tim,
penglokasian peran, dan keanekaragaman, ukuran
tim, keluwesan anggota, dan lebih kesukaan
anggota terhadap anggota tim.
Kemampuan anggota agar dapat bekerjasama
secara efektif, tim menuntut tiga tipe keterampilan
yang berbeda. Pertama, tim memerlukan orang-

85
orang dengan keahlian teknis, kedua tim
memerlukan seseorang dengan keterampilan
pemecahan masalah dan pengambilan keputusan
agar mampu mengidentifikasi masalah,
menghasilkan alternatif, mengevaluasi alternatif,
dan membuat pilihan yang kompeten. Akhirnya
tim memerlukan orang-orang dengan
keterampilan mendengarkan, umpan balik,
penyelesaian konflik yang baik, dan keterampilan
antar pribadi lainnya. Tidak ada tim yang dapat
mencapai potensi kinerjanya tanpa
mengembangkan ketiga jenis keterampilan ini.
Kepribadian memiliki pengaruh yang signifikan
terhadap prilaku pegawai individu. Perilaku ini
dapat juga diperluas kedalam prilaku tim. Banyak
dimensi yang teridentifikasi kedalam model
kepribadian lima besar ternyata memang relevan
dengan efektifitas tim khususnya tim yang
berperingkat lebih tinggi pada level rata-rata
keterbukaan, kemampuan untuk bersepakat,
kehati-hatian, dan kemantapan emosi cenderung

86
mendapat peringkat manajerial yang lebih tinggi
untuk kinerja tim.
Mengalokasikan peran dan keberagaman tim-
tim mempunyai kebutuhan berbeda, dan orang-
orangnya hendaknya di seleksi untuk bisa masuk
tim guna memastikan bahwa ada keanekaragaman
dan bahwa semua peran berbeda itu diisi.
Ukuran tim. Tim yang efektif harus memiliki
anggota dibawah sepuluh, untuk itu dalam
merancang tim yang efektif para manajer harus
menjaga agar jumlahnya tetap dibawah sepuluh.
Fleksibilitas anggota tim yang terdiri dari
individu-individu yang fleksibel memiliki anggota-
anggota yang dapat saling membantu
menyelesaikan tugas. Menyeleksi anggota yang
menghargai fleksibilitas kemudian memberikan
mereka pelatihan silang agar mampu saling
membantu melakukan tugas, dan akan
menghasilkan kinerja tim yang lebih tinggi dari
waktu ke waktu.
Kelebihsukaan anggota, ketika menyeleksi
anggota tim, kelebihsukaan individu harus lebih

87
dipertimbangkan demikian pula kemampuan,
kepribadian, dan keterampila tim yang berkinerja
tinggi cenderung terdiri dari orang yang lebih
menyukai bekerja sebagai bagian dari kelompok.
3) Konteks.
Empat faktor konteks yang tampak paling erat
hubungannya dengan kinerja tim adalah adanya
sumber daya yang memadai, kepemimpinan yang
efektif, iklim kepercayaan, dan evaluasi kinerja
serat sistem imbalan yang mencerminkan
kontribusi tim.
 Sumber daya yang memadai semua tim
kerja mengandalkan sumber daya diluar
kelompok iuntuk mendukung kelompok
itu dan kelangkaan sumberdaya secara
langsung akan mengurangi kemampuan
tim untuk menjalankan tugas secara
efektif.
 Kepemimpinan dan struktur dalam hal ini
pemimpin adalah salah satu hal yang
sangat penting dalam membangun
kerjasama tim, pemimpin yang

88
menunjukkan suasana hati yang positif
akan mencapai kinerja tim yang lebih baik
dan keluar masuknya karyawan yang lebih
rendah.
 Kepercayaan anggota tim yang efektif
harus saling percaya dan menunjukkan
kepercayaan kepada pemimpin mereka.
Kepercayaan interpersonal diantara
anggota tim memudahkan kerjasama,
mengurangi kebutuhan untuk memantau
perilaku satusama lain, dan mengikat
anggota pada kepercayaan bahwa
anggota lain tim itu tidak akan
memperalat mereka.
 Evaluasi kinerja dan sistem imbalan,
disamping mengevaluasi dan memberikan
imbalan kekaryawan atas sumbangan
indicvidual mereka, manajemen
hendaknya mempertimbangkan penilaian
berdasarkan kelompok, profit sharing,
ghainsharing, insentif pada kelompok
kecil dan modifikasi-modifikasi sistem lain

89
yang memperkuat upaya dan komitmen
tim.
4) Proses
Variabel proses di sini termasuk komitmen
anggota terhadap tujuan bersama, penetapan
tim yang spesifik, kehebatan tim, tingkat
konflik yang dikelola, dan minimalisasi
kemalasan sosial.
Tujuan bersama, tim yang efektif mempunyai
tujuan bersama dan berarti yang memberikan
pengarahan, momentum, dan komitmen ke
anggota. Tujuan bersama ini bila diterima baik oleh
tim, memberikan pengarahan dan bimbingan pada
setiap dan semua kondisi.
Kehebatan Tim, tim yang efektif mempunyai
kepercayaan diri. Mereka yakin dapat sukses yang
disebut kehebatan tim. Dua hal yang harus
dilakukan manajemen untuk meningkatkan
kehebatan tim : pertama, membantu tim
mencapai sejumlah keberhasilan kecil, kedua
melakukan pelatihan keterampilan.

90
Tingkat konflik, tim yang selalu terbebas dari
konflik mungkin menjadi apatis dan stagnan. Maka
konflik sesungguhnya dapat memperbaiki
efektifitas tim. Sebenarnya konflik itu sering
menguntungkan karena memperkecil
kemungkinan terjadinya pemikiran kelompok.
Konflik tugas merangsang diskusi, mengajukan
penilaian kritis terhadap masalah dan pilihan, dan
dapat menghasilkan keputusan-keputusan tim
yang lebih baik. Dengan demikian tim yang efektif
akan dicirikan oleh tingkat konflik yang memadai.
Kemalasan sosial, individu yang bersembunyi
didalam kelompok di sebut dengan “kemalasan
sosial”. Tim yang bekinerja tinggi mengurangi
kecenduerungan bersembunyi dibalik kelompok,
mereka membuat diri mereka dapat dimintai
pertanggung jawaban baik pada tingkat individu
maupun pada tingkat tim. Tim yang sukses
membuat anggota-anggotanya mampu
mempertanggung jawabkan pekerjaan mereka

91
baik secara individual maupun apa yang harus
mereka pertanggung jawabkan secara kelompok.17

4.6. Karakteristik Tim yang Sukses


ada berbagai karakter yang melekat pada tim yang
sukses. Karakter-karakter tersebut adalah sebagai
berikut :
1. Mempunyai komitmen terhadap tujuan bersama.
Anggota tim yang sukses menuangkan waktu dan
upaya yang sangat banyak kedalam pembahasan,
pembentukan, dan persetujuan mengenai suatu
maksud yang menjadi milik mereka baik secara
kolektif maupun individual. Maksud bersama ini,
bila diterima dengan baik oleh tim, akan setara
dengan peran navigasi benda langit bagi kapten
kapal. Maksud bersama ini memberikan
pengarahan dan bimbingan kepada semua setiap
kondisi.
2. Menegakkan tujuan spesifikasi.

17
Robbins, Steppens. 2003. Perilaku organisasi. Jakarta : Indexs hal.
363-369
92
Tujuan spesifik mempermudah mereka dalam
berkomunikasi, tujuan ini juga membantu
memelihara fokus mereka pada pengelolahan
hasil.
3. Kepemimpinan dan struktur.
Tujuannya adalah mendefinisikan target akhir
dari tim. Disamping itu tim berkinerja tinggi juga
memerlukan kepemimpinan dan struktur untuk
memberikan fokus dan pengarahan.
Mendefinisikan, dan menyepakati suatu
pendekatan bersama, misalnya; memastikan
bahwa tim itu dipersatukan pada cara mencapai
tujuan.
4. Menghindari kemasalahan sosial dan tanggung
jawab.
Individu-individu dapat bersembunyi dalam suatu
kelompok. Mereka dapat menyibukkan diri
dalam “ kemalasan sosial” dan meluncur
bersama upaya kelompok karena sumbangan
individual mereka tidak dapat dikenali. Tim yang
berkinerja tinggi mengurangi kecendrungan ini
dengan membuat diri mereka dapat diminta

93
pertanggungjawaban baik secara individual
maupun pada tingkat tim.
5. Evaluasi kinerja dan sistem ganjaran yang benar.
Evaluasi kinerja individual, upah jam-jaman yang
tetap, insentif individual, dan semacamnya,
tidaklah cocok dengan pengembangan tim
kinerja tinggi .Jadi disamping mengevaluasi dan
mengajar karyawan untuk sumbangan individual
mereka, manajemen hendaknya
mempertimbangkan penilaian bedasarkan
kelompok, berbagi laba,berbagi hasil. Insentif
kelompok kecil, dan modifikasi-modifikasi sistem
lain yang memperkuat upaya dan komitmen tim.
6. Mengembangkan kepercayaan timbal-balik yang
tinggi.
Tim kinerja tinggi dicarikan oleh kepercayaan
(trust) timbal-balik yang tinggi diantara anggota-
anggotanya. Artinya, para anggota menyakini
akan integritas, karakter dan kemampuan setiap
anggota yang lain.18

18
Sopiah.2008. perilaku organisasi. Yogyakarta : Andi Offset hal.43-
45
94
BAB 5
KONFLIK ORGANISASI

5.1 Pengertian Konflik


Konflik menurut Robbins, adalah suatu proses
interaksi yang terjadi akibat adanya ketidaksesuaian
antara dua pendapat (sudut pandang) yang berpengaruh
atas pihak-pihak yang terlibat baik pengaruh positif
maupun pengaruh negatif pihak lain.
Sedangkan menurut Tosi, konflik itu dapat berupa
ketidaksepakatan, adanya ketegangan, atau adanya
kesukaran lain di antara dua pihak atau lebih. Konflik
sering tercermin dari campur tangan atau oposisi
diantara dua pihak yang terlibat.19
Perbedaan pendapat tidak selalu berarti
perbedaan keinginan. Oleh karena konflik bersumber
pada keinginan, maka perbedaan pendapat tidak selalu
berarti konflik. Persaingan sangat erat hubungannya
denga konflik karena dalam persaingan beberapa pihak
menginginkan hal yang sama tetapi hanya satu yang

19
Dalam Prof. DR. Soehardi Sigit, Perilaku Organisasional, (BPFE
Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa 2003), hlm. 142
95
mungkin mendapatkannya. Persaingan tidak sama
dengan konflik namun mudah menjurus ke arah konflik,
terutuma bila ada persaingan yang menggunakan cara-
cara yang bertentengan dengan aturan yang disepakati.
Permusuhan bukanlah konflik karena orang yang terlibat
konflik bisa saja tidak memiliki rasa permusuhan.
Sebaliknya orang yang saling bermusuhan bisa saja tidak
berada dalam keadaan konflik.
Konflik sendiri tidak selalu harus dihindari karena
tidak selalu negatif akibatnya. Berbagai konflik yang
ringan dan dapat dikendalikan justru dapat berakibat
positif bagi mereka yang terlibat maupun bagi
organisasi.

5.2 Pandangan tentang Konflik


Kemungkinan timbulnya konflik besar sekali,
dalam kerangka-kerangka keorganisasian. Makhsudnya
konflik-konflik paling banyak timbul dalam organisasi-
organisasi dan antar organisasi.
Tetapi, harus diingat bahwa berbeda dengan
pandangan masa lampau, kini pandangan orang tentang

96
konflik adalah bahwa ia tidak selalu menimbulkan
dampak negatif.
Tidak jarang terlihat gejala bahwa pemecahan
sesuatu konflik menyebabkan timbulnya pemecahan
problem secara konstruktif.
Bahkan ada kalanya pihak manajemen perlu
menciptakan konflik antara para kariawan dalam rangka
menimbulkan persaingan anatara mereka yang
merangsang mereka untuk meraih perstasi lebih baik
dibandingkan dengan masa lampau. Tentu maksud
konflik disini konflik yang masih dapat ditangani dan
tidak menjadi liar tanpa kendali.
a. Konflik sebagai sesuatu kekuatan positif
Kebutuhan untuk menyelesaikan atau mengatasi
konflik menyebabkan orang mencari jalan untuk
mengubah cara-cara yang berlaku dalam hal
melaksanakan tugas-tugas.
Jadi, proses menyelesaikan konflik dapat
merangsang timbulnya perubahan positif didalam
organisasi yang bersangkutan.
Disamping itu, upaya untuk mencari cara-cara
menyelesaikan konflik, bukan saja membuahkan inovasi

97
dan perubahan, tetapi hal tersebut dapat menyebabkan
perubahan lebih diterima, bahkan diinginkan.
Mengintroduksi konflik secara sengaja
(intensional) kedalam proses pengambilan keputusan,
kadang-kadang menguntungkan.

b. Konflik sebagi sesuatu kekuatan negatif


Salah satu problem serius yang dihadapi adalah
kecenderungan konflik untuk menyebabkan
terpencarnya upaya kearah pencapaian tujuan.
Sumber-sumber daya keorganisasian bukannya
langsung ditunjukkan kearah pencapaian tujuan-tujuan
yang dikehendaki, tetapi mereka habis digunakan untuk
menyelesaikan konflik.
Waktu dan uang merupakan dua macam sumber-
sumber daya penting yang kerap kali dialihkan kearah
penyelesaian konflik.
Konflik dapat pula menimbulkan beban-beban
pesekologikal pada karyawan. Berbagai macam studi
yang dilakukan orang telah menunjukkan bukti-bukti
bahwa pendapat-pendapat yang berbenturan satu sama
lain menyebabkan timbulnya perasaan permusuhan,

98
timbulnya ketegangan dan kecemasan. Perasaan
“bermusuhan” tersebut merupakan hasil dari
terancamnya tujuan-tujuan pribadi penting dan
keyakinan-keyakinan oleh adanya konflik.
Dalam jangka waktu lama, kondisi-kondisi konflik
menyebabkan timbulnya kasulitan untuk mencapai
hubungan-hubungan yang saling membantu dan saling
percaya-mempercayai.
Akhirnya perlu dinyatakan bahwa persaingan yang
memerlukan adanya interaksi antara pihak-pihak yang
terlibat, aganya mempunyai efek negatif atas kualitas
produk.20
Ada juga yang menyatakan bahwa konflik itu
mempunyai tiga pandangan, yaitu:
1. Pandangan tradisional.
Pandangan ini menyatakan bahwa konflik itu hal
yang buruk, sesuatu yang negatif, merugikan, dan harus
dihindari. Konflik ini suatu hasil disfungsional akibat
komunikasi yang buruk, kurang kepercayaan,
keterbukaan diantara orang-orang, dan kegagalan

20
Prof. Dr. J. Winardi, Manajemen Perilaku Organisasi, ( Jakarta;
Kencana Prenada Media Group, 2004) hal. 388-390
99
manajer untuk tanggap terhadap kebutuhan dan aspirasi
para karyawan tersebut.
2. Pandangan kepada hubungan manusia.
Pandangan ini menyatakan bahwa konflik
dianggap sebagai sesuatu peristiwa yang wajar terjadi
didalam suatu kelompok atau organisasi. Konflik
dianggap sebagai sesuatu yang tidak dapat dihindari
karena didalam kelompok atau organisasi pasti terjadi
perbedaan pandangan atau pendapat. Oleh karena itu,
konflik harus dijadikan sebagai suatu hal yang
bermanfaat guna mendorong peningkatan kinerja
organisasi tersebut.
3. Pandangan interaksionis.
Pandangan ini menyatakan bahwa mendorong
suatu kelompok atau organisasi terjadinya suatu konflik.
Hal ini disebabkan suatu organisasi yang kooperatif,
tenang, damai dan serasi cenderung menjadi statis,
apatis, tidak aspiratif dan tidak inovatif. Oleh karena itu,
konflik perlu dipertahankan pada tingkat minimum
secara berkelanjutan sehingga tiap anggota di dalam
kelompok tersebut tetap semangat dan kreatif.

100
5. 3. Macam-Macam Konflik
Konflik yang terjadi dalam suatu organisasi dapat
dibedakan menjadi beberapa macam, salah satunya dari
segi pihak yang terlibat dalam konflik. Dari segi ini
konflik dapat dibedakan sebagai berikut, yaitu :
1. Konflik individu dengan individu.
Konflik semacam ini dapat terjadi antara individu
pimpinan dengan individu pimpinan dari
berbagai tingkatan. Individu pimpinan dengan
individu karyawan maupun antara individu
karyawan dengan individu karyawan lainnya.
2. Konflik individu dengan kelompok.
Konflik semacam ini dapat terjadi antara individu
pimpinan dengan kelompok ataupun antara
individu karyawan dengan kelompok pimpinan.
3. Konflik kelompok dengan kelompok.
Ini bisa terjadi antara kelompok pimpinan dengan
kelompok karyawan, kelompok pimpinan dengan
kelompok pimpinan yang lain dalam berbagai
tingkatan maupun antara kelompok karyawan
dengan kelompok karyawan yang lain.
4. Konflik intrapersonal.

101
Adalah konflik seseorang dengan dirinya sendiri.
Konflik terjadi bila pada wak-
tu yang sama seseorang memiliki dua keinginan
yang tidak mungkin dipenuhi sekaligu.
Ada tiga macam bentuk konflik intrapersonal
yaitu :
 Konflik pendekatan-penghindaran;
 Konflik penghindaran-penghindaran;
 Konflik pendekatan-pendekatan.
5. Konflik interpersonal.
Yaitu pertentangan antara seseorang dengan
orang lain karena pertentangan kepentingan
atau keinginan. Hal ini sering terjadi antara dua
orang yang berbeda status, jabatan, bidang
kerja, dan lain-lain. Konflik interpersonal ini
merupakan suatu dinamika yang amat penting
dalam perilaku organisasi. Karena konflik
semacam ini akan melibatkan beberapa peranan
dari beberapa anggota organisasi yang tidak bisa
tidak akan mempengaruhi proses pencapaian
tujuan organisasi tersebut.

102
5.4. Penyebab Konflik
Penyebab penyebab konflik antara lain :
1. Komunikasi: salah pengertian yang berkenaan
dengan kalimat, bahasa yang sulit dimengerti,
atau informasi yang mendua dan tidak lengkap,
serta gaya individu manajer yang tidak konsisten.
2. Struktur: pertarungan kekuasaaan antar
departemen dengan kepentingan–kepentingan
atau sistem penilaian yang bertentangan,
persaingan untuk memperebutkan sumber daya–
sumber daya yang terbatas, atau saling
ketergantungan dua atau lebih kelompok–
kelompok kegiatan kerja untuk mencapai tujuan
mereka.
3. Pribadi: ketidaksesuaian tujuan atau nilai–nilai
sosial pribadi karyawan dengan perilaku yang
diperankan pada jabatan mereka, dan perbedaan
dalam nilai–nilai persepsi.
Mastenbroek, membagi konflik menjadi empat
jenis, antara lain:
1. Instrumental Conflicts

103
Terjadi karena ketidaksepakatan komponen
organisasi dan proses pengoperasiannya.
2. Socio-emotional Conflicts
Konflik ini berkaitan dengan identitas,
kandungan emosi, citra diri, prasangka kepercayaan,
rasa terikat, dan identifikasi terhadap kelompok,
lembaga, dan lambang-lambang tertentu, sistem
nilai dan reaksi satu dengan yang lain.
3. Negotiating Conflicts
Adalah ketegangan-ketegangan pada waktu
terjadinya proses negosiasi, misalnya pada waktu
membagi barang, uang, fasilitas, wewenang.
4. Power and Dependency Conflicts
Konflik kekuasaan dan kebergantungan berkaitan
dengan persaingan dalam organisasi.

5. 5 Proses Konflik
Menurut Robbins, proses konflik dapat dipahami
sebagai sebuah proses yang terdiri atas lima tahapan:
potensi pertentangan atau ketidakselarasan, kognisi,
dan personalisasi, maksud, perilaku, dan akibat.
a) Tahap I : Oposisi Potensial

104
Tahap pertama adalah munculnya kondisi
yang member peluang terciptanya konflik.
Kondisi-kondisi tersebut juga bisa dianggap
sebagai sebab atau sumber konflik.
Kategoriumumnya antara lain : Komunikasi,
Strukur, variabel-variabel pribadi.
b) Tahap II : kognisi dan Personalisasi
Tahap ini penting karena dalam tahap inilah
biasanya isu-isu konflik didefinisikan. Pada
tahap ini pula para pihak memutuskan
konflik itu tentang apa.
Konflik yang dipersepsi adalah kesadaran
oleh satu atau lebih pihak akan adanya
kondisi-kondisi yang menciptakan peluang
munculnya konflik.
Konflik yang dirasakan adalah keterlibatan
dalam sebuah konflik yang menciptakan
kecemasan, ketegangan, frustasi atau rasa
bermusuhan.
c) Tahap III : Maksud
Maksud adalah keputusan untuk bertindak
dengan cara tertentu. Banyak konflik

105
semakin rumit karena salah satu pihak salah
dalam memahami maksud pihak lain.Di sisi
lain, biasanya ada perbedaan yang besar
antara maksud dan perilaku, sehingga
perilaku tidak selalu mencerminkan secara
akurat maksud seseorang.
d) Tahap IV : Perilaku
Pada tahap inilah konflik mulai terlihat jelas.
Tahap perilaku ini meliputi pernyataan, aksi,
dan reaksi yang dibuat oleh pihak-pihak yang
berkonflik. Perilaku konflik ini biasanya
merupakan upaya untuk menyampaikan
maksud dari masing-masing pihak.
e) Tahap V : Akibat
Jalinan reaksi-reaksi antara pihak-pihak yang
berkonflik menghasilkan konsekuensi.
Konsekuensi atau akibat ini bisa saja bersifat
fungsional atau disfungsional. Dikatakan
bersifat fungsional ketika konflik tersebut
justru menghasilkan perbaikan kinerja
kelompok, sedangkan disfungsional adalah

106
ketika konflik tersebut menjadi penghambat
kinerja kelompok.21

5.6. Strategi Penyelesaian Konflik


Beberapa pendekatan yang dapat digunakan
dalam penyelesaian konflik ialah :
1. Kompetisi
Penyelesaian konflik yang menggambarkan satu
pihak mengalahkan atau mengorbankan yang
lain. Penyelesaian bentuk kompetisi dikenal
dengan istilah win-lose orientation.
2. Akomodasi
Penyelesaian konflik yang menggambarkan
kompetisi bayangan cermin yang memberikan
keseluruhannya penyelesaian pada pihak lain
tanpa ada usaha memperjuangkan tujuannya
sendiri. Proses tersebut adalah taktik
perdamaian.
3. Sharing

21
Prof. DR. Soehardi Sigit, Perilaku Organisasional, (BPFE
Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa 2003), hlm. 148
107
Suatu pendekatan penyelesaian kompromistis
antara dominasi kelompok dan kelompok damai.
Satu pihak memberi dan yang lain menerima
sesuatu. Kedua kelompok berpikiran moderat,
tidak lengkap, tetapi memuaskan.
4. Kolaborasi
Bentuk usaha penyelesaian konflik yang
memuaskan kedua belah pihak. Usaha ini adalah
pendekatan pemecahan problem (problem-
solving approach) yang memerlukan integrasi
dari kedua pihak.22
5. Penghindaran
Strategi untuk menjauhi sumber konflik dengan
mengalihkan persoalan sehingga konflik itu tidak
terjadi.

5.7. Strategi Manajemen Konflik


Strategi manjemen konflik diterapkan untuk
menjadikan konflik dan pemecahannya sebagai
dinamisasi dan optimalisasi pencapaian tujuan
organisasi. Gordon (dalam Sopiah, 2008)

22
Ibid. hal. 150-151
108
mengemukakan secara umum bahwa strategi
manajemen konflik adalah sebagai berikut:
1. Strategi Menang-Kalah
Strategi ini ada kalanya pihak tertentu
menggunakan wewenang atau kekuasaan untuk
memenangkan/menekan pihak lain.

2. Strategi Kalah-Kalah
Strategi ini dapat berupa kompromi, di mana
kedua belah pihak berkorban untuk kepentingan
bersama.
3. Strategi Menang-Menang
Konflik dipecahkan melalui metode problem
solving. Metode ini dianggap paling baik karena
tidak ada pihak yang dirugikan. Scmuck (1976)
menunjukkan bahwa: (1) Metode pemecahan
masalah mempunyai hubungan positif dengan
manajemen konflik yang efektif, (2) pemecahan
masalah banyak dipergunakan oleh pihak-pihak

109
yang memiliki kekuasaan tetapi lebih suka
bekerja sama.23

5.8 . Strategi Negosiasi


a. Negosiasi Menang-Kalah (Win-Lose)
Pandangan klasik menyatakan bahwa negosiasi
terjadi dalam bentuk sebuah permainan yang nilai
totalnya adalah nol (Zero Gum game). Artinya apapun
yang terjadi dalam negosiasi pastilah salah satu pihak
akan menang, sedangkan pihak yang lainnya kalah, atau
biasa dikenal dengan pendekatan distributive.

b. Negosiasi Menang-Menang (Win-win)


Pendekatan yang sama-sama menguntungkan,
atau pendekatan integratif, dalam bernegosiasi
memberikan cara pandang yang berbeda dalam proses
negosiasi. Negosiasi menang-menang adalah
pendekatan penjumlahan positif. Situasi–situasi
penjumlahan positif adalah pendekatan di mana setiap

23
Dr. Sopiah,MM.,M.Pd, Perilaku Organisasi, (Penerbit Andi 2008)
hlm. 64
110
pihak mendapatkan keuntungan tanpa harus merugikan
pihak lain.
Dalam konteks organisasi, negosiasi dapat terjadi
antara dua orang (seperti antara atasan dengan
bawahan dalam menentukan tanggal penyelesaian
proyek yang dilimpahkan kepada bawahan), dalam satu
kelompok (seperti pada kebanyakan proses pengambilan
keputusan dalam kelompok), antarkelompok (seperti
yang terjadi antara departemen pembelian dan
penyedia material mengenai harga, kualitas, atau
tanggal pengiriman), melalui internet.

5.9. Proses Negosiasi


Robbins menjelaskan tahap-tahap negosiasi
sebagai berikut:
1) Persiapan dan perencanaan: sebelum
bernegosiasi perlu mengetahui apa tujuan dari
Anda bernegosiasi dan memprediksi rentangan
hasil yang mungkin diperoleh dari “paling baik”
hingga “paling minimum bisa diterima”.
2) Penentuan aturan dasar: begitu selesai
melakukan perencanaan dan menyusun strategi,

111
selanjutnya mulai menentukan aturan-aturan,
dan prosedur dasar dengan pihak lain untuk
negosiasi itu sendiri. Siapa yang akan melakukan
perundingan? Di mana perundingan akan
dilangsungkan? Kendala waktu apa, jika ada,
yang mungkin akan muncul? Pada persoalan-
persoalan apa saja negosiasi dibatasi? Adakah
prosedur khusus yang harus diikuti jika menemui
jalan buntu? Dalam fase ini, para pihak juga akan
bertukar proposal atau tuntutan awal mereka.
3) Klarifikasi dan justifikasi: ketika posisis awal
sudah saling dipertukarkan, baik pihak pertama
maupun kedua akan memaparkan, menguatkan,
mengklarifikasi, mempertahankans, dan
menjustifikasi tuntutan awal.
4) Penutupan dan implementasi: tahap akhir dalam
negosiasi adalah memformalkan kesepakatan
yang telah dibuat serta menyusun prosedur yang
diperlukan untuk implementasi dan pengawasan
pelaksanaan.

112
BAB VI
PERANAN SUMBER DAYA MANUSIA
DALAM ORGANISASI

6.1 Pengertian Sumber Daya Manusia dan


Manajemen Sumber Daya Manusia

Sumber Daya Manusia adalah potensi yang


terkandung dalam diri manusia untuk mewujudkan
perannya sebagai makhluk sosial yang adaktif dan
transformatif yang mampu mengelolah dirinya sendiri
serta seluruh potensi yang terkandung di alam menuju
tercapainya kesejahteraan kehidupan dalam tatanan
yang seimbang dan berkelanjutan. Dalam pengertian
praktis sehari-hari, SDM lebih dimengerti sebagai
bahagian integral dari sistem yang membentuk suatu
organisasi.24
Manajemen sumber daya manusia merupakan
bagian dari ilmu manajemen yang memfokuskan
perhatiannya pada pengaturan peranan sumber daya
manusia dalam kegiatan suatu organisasi. Dalam
mencapai tujuannya tentu suatu organisasi memerlukan

24
Greer, charles R. Strategy and human resources: a general
managerial perspective.new jersey:prentice hall.1995
113
sumber daya manusia sebagai pengelolah sistem, agar
sistem ini berjalan tentu dalam pengelolaannya harus
memperhatikan beberapa aspek penting seperti
pelatihan, pengembangan, motivasi, dan aspek-aspek
lainnya.
Sumber daya manusia merupakan aset organisasi
yang sangat vital karena itu peran danm fungsinya tidak
bisa digantikan oleh sumber daya lainnya. Eksistensi
sumber daya manusia dalam kondisi lingkungan yang
terus berubah tidak dapat dihindari, oleh karena itu
dituntut kemampuan beradaptasi yang tinggi agar
mereka tidak tergilas oleh perubahan itu sendiri. Sumber
daya manusia dalam organisasi harus senantiasa
berorientasi terhadap visi, misi, tujuan, dan sasaran
organisasi dimana dia berada di dalamnya.
Lima karakteristik kompetensi manusia menurut
spencer and spencer(1993:9-11) :
a. Motif, apa yang secara konsisten difikirkan atau
keinginan-keinginan menyebabkan melakukan
tindakan. Apa yang mendorong, perilaku yang
mengara dan pilih terhadap kegiatan atau tujuan
tertentu.

114
b. Sifat atau ciri bawaan, ciri fisik dan reaksi-reaksi yang
bersifat konsisten terhadap sebuah situasi atau
informasi.
c. Konsep diri, sikap, dan nilai dari orang-orang.
d. Pengetahuan, yaitu suatu informasi yang dimiliki
seseorang dalam bidang yang sepesipik.
e. Keterampilan atau skil, kemampuan untuk mampu
melaksanakan tugas-tugas fisik dan mental.
Wiley (1992) menyatakan bahwa terdapat tiga (3)
peran sumber daya manusia yaitu proses strategis,
aspek-aspek resmi, dan aspek-aspek oprasional.
Peran sumber daya manusia dalam menciptakan
organisasi yang komperatif:
a. Manjemen SDM yang strategis.
Menyamakan strategi dan prktek SDM dalam
tujuan bisnis perusahaan. Untuk mencapai ini SDM
harus berperan sebagai partner strategis.
b. Manajemen infrastruktur perusahaan.
Menciptakan infrastruktur organisasi adalah
peran tradisional dari peran SDM. Sebagai
penanggung jawab infrastruktur perusahaan
profesional-profesional perusahaan harus

115
menyakinkan bahwa proses-proses dalam organisasi
berjalan sesuai dengan disain dan berjalan dengan
efektif seperti staffing, training, hadiah, penghargaan,
promosi, maupun hal lain yang berhubungan dengan
karyawan dalam organisasi.
c. Manajemen kontribusi karyawan.
Peran kontribusi terhadap karyawan membuat
profesional-profesional SDM harus terlibat dalam
masalah harian, sangat peduli, dan memperhatikan
kebutuhan-kebutuhan karyawan.
d. Manajemen transformasi dan perubahan.
Transformasi meliputi perubahan budaya dasar
atau fundamental yang terjadi dalam perusahaan
profesional SDM mengarahkan transformasi baik sebagi
penjaga budaya maupun penyaringan budaya.
Perubahan mengarah pada kemampuan perusahaan
untuk mendesain dan menerapkan ide-ide atau inisiatif
dan mengurangi perputaran waktu dalam semua
aktifitas organisasi, profesional SDM membantu
mengidentifikasi, dan menerapkan proses-proses
perubahan.

116
6.2 Tujuan dan Sasaran Sumber Daya Manusia
6.2.1 Tujuan Sumber Daya Manusia
Meningkatkan kontribusi produktif orang-orang
yang ada dalam organisasi melalui sejumlah cara yang
bertanggungjawab secara strategis, etis, dan sosial.
Menejemen SDM mendorong para menejer dan tiap
karyawannya untuk melaksanakan strategi yang telah
ditetapkan oleh perusahaan. Tujuan menejemen SDM
tidak hanya mencerminkan kehendak menejemen
senior, tetapi juga harus menyeimbangkan tantangan
organisasi, fungsi sumber daya manusia dan orang-orang
terpengaruh. Kegagalan melakukan tugas itu dapat
merusak kinerja, produktifitas, laba, bahkan
kelangsungan hidup organisasi atau perusahaan.
Empat tujuan menejemen Sumber Daya Manusia :
1. Tujuan sosial.
Agar organisasi atau prusahaan bertanggungjawab
secara sosial dan etis terhadap keutuhan dan
tantangan mmasyarakat dengan meminimalkan
dampak negatifnya.
2. Tujuan organisasional.

117
Sasaran formal yang dibuat untuk membantu
organisasi mencapai tujuannya.
3. Tujuan fungsional.
Untuk mempertahankan konstribusi departemen
sumber daya manusia pada tingkat yang sesuai
dengan kebutuhan organisasi.
4. Tujuan individual.
Tujuan pribadi dari setiap anggota organisasi atau
perusahaan yang hendak mencapai melalui
aktifitasnya dalam organisasi.
6.2.2 Sasaran Sumber Daya Manusia
Sebagai suatu acuan atau standar melalui kegiatan
sumberdaya manusia yang dilakukan untuk mencapai
tujuannya yakni membantu organisasi mencapai tujuan,
kegiatan-kegiatan tersebut mengacu pada empat
sasaran :
1. Societal objective
Kegiatan yang dilakukan agar dapat memberikan
keuntungan bagi masyarakat, organisasi atau
perusahaan. Organisasi dalam lingkungan
masyarakat dan dimaksudkan untuk memberikan

118
suatu nilai bagi masyarakat atau menungkatkan
kesejahteraannya.

2. Organizational objective
Kegiatan yang dilakukan harus dapat memberikan
bantuan mencapai tujuan organisasi. Agar
organisasi dapat bertahan dan memberi manfaat,
organisasi harus dapat mencapai keuntungan atau
bekerja secara efektif dan efesien. Oleh karena itu,
program-program kepegawaian harus ditujukan
untuk meningkatkan produktifitas organisasi.
3. Functional objective
Sasaran ini mengusahakan adanya kesesuaian
antara kegiatan, kemampuan departmen sumber
daya manusia, dengan kegiatan bisnis perubahan-
perubahannya.
4. Personal objective
Kegiatan agar dapat membantu pegawai untuk
mencapai tujuan-tujuan pribadi.

119
BAB VII
PERENCANAAN SUMBER DAYA MANUSIA
DALAM ORGANISASI

7.1. Pengertian dan Manfaat Perencanaan Sumber


Daya Manusia

Perencanaan merupakan proses untuk


memutuskan tujuan-tujuan apa yang akan dicapai
selama periode waktu mendatang dan apa yang akan
dilakukan agar mencapai tujuan tersebut. Perencanaan
harus mendahului semua aktivitas manajemen agar
organisasi sukses dalam mencapai tujuannya.
Perencanan sumber daya manusai (SDM) menghimpun
dan mengunakan informasi untuk mendukung
keputusan–keputusan yang melalui investasi sumber-
sumber daya dalam kaitannya dengan aktivitas SDM.
Informasi ini meliputi tujuan mendatang,tren,dan
kesenjangan antara hasil aktual dengan yang diinginkan.
Perencanaan dipandang sebagai suatu proses
manajemen dari pada hanya sebagai fungsi stap
personalia. Perencanaan ini merupakan proses
menganalisis kebutuhan sumber daya manusia dan

120
melakukan aktivitas-aktivitas yang diperlukan untuk
memenuhi kebutuhan ini.
Berikut ini beberapa pengertian perencanaan
sumber daya manusia,yaitu:
1. Menurut William Werther dan Keith Davis
Perencanaan sumber daya manusia (PSDM
adalah proses yang sistematis untuk
meramalkan kebutuhan pegawai (demand)
dan ketersediaan (surply) pada masa yang
akan datang, baik jumlah maupun jenisnya,
sehingga departemen SDM dapat
merencanaan pelaksanaan rekrutmen, seleksi,
pelatihan, dan aktivitas yang lain dengan lebih
baik.
2. Menurut Torrington dan Tan Chwee Huat
PSDM adalah kegiatan khusus yang berkaitan
dengan penentuan kebutuhan SDM
perusahaan, baik kebutuhan dengan jangka
pendek maupun kebutuhan jangka panjang.
Dalam bentuk ysng lebih operasional adalah
kegiatan yang berkaitan dengan memprediksi
atau memperkirakan seberapa banyak orang

121
atau pegawai yang dibutuhkan untuk
melakukan tugas-tugas baik jumlahnya
maupun jenisnya, berapa yang akan tersedia
dan apa yang dilakukan untuk memastikan
bahwa penawaran sama dengan permintaan
pada waktu yang bersamaan.

7.2. Manfaat dan Tujuan Perencanaan SDM


Manfaat PSDM menurut Hadari, yaitu :
1. Meningkatkan informasi SDM.
2. Meningkatkan pendayagunaan SDM,
menyelaraskan aktivitas SDM dengan
sasaran organisasi secara lebih efesien,
menghemat tenaga, waktu, dan dana.
3. PSDM berfungsi untuk mempermudah
pelaksaan koordinasi SDM oleh manejer
SDM.
4. PSDM jangka panjang bermanfaat bagi
organisasi atau perusahaan untuk
memperkirakan kondisi, dan kebutuhan
pengelolaan SDM selama 2-10 tahun
mendatang.

122
5. PSDM jangka pendek bermanfaat untuk
mengetahui posisi,jabatan, atau pekerjaan
yang kosong pada tahun mendatang.25
Organisasi memberi informasi tentang hal-hal
sebagai berikut :
1) Tujuan yang ingin dicapai, apakah laba atau
memberikan pelayanan.
2) Jenis organisasi, apakah organisasi lini, lini, dan
staff, fungsional, atau komite.
3) Dasar pendepartemenan dan struktur
organisasi.
4) Rentang kendali setiap departeman/bagian.
5) Kepemimpinan organisasi individu dan kolektif.
6) Jumlah karyawan dan perincian manajerial dan
operasional.
7) Jenis-jenis authory yang didelegasikan dalam
organisasi.
8) Tingkat-tingkat posisi pejabat26

25
Sunyoto, Danang. 2012. Manajemen sumber daya
manusia.jakarta: buku seru Hal.35-38
26
Hasibuan, malayu. 2000. Manajemen sumber daya manusia.
Jakarta: Bumi aksara. Hal.252
123
Sedangkan tujuan perencanaan sumber daya
manusia adalah sebagai berikut:
1. Untuk menentukan kualitas dan kuantitas
karyawan yang akan mengisi jabatan dalam
semua perusahaan.
2. Untuk menjamin tersedianya tenaga kerja
saatini maupun masa depan, sehingga setiap
pekerjaan ada yang mengerjakannya.
3. Untuk menghindari terjadinya miss
manajemen, dantumpang tindih dalam
pelaksanaan tugas.
4. Untuk mempermudah koordinasi, integrasi,
dan sinkronisasi sehingga produktifitas kerja
meningkat.
5. Untuk menghindari kekurangsan atau
kelebihan karyawan.
6. Untuk menjadi pedoman dalam menetapkan
program penarikan, seleksi, kompensasi,
pengembangan, pengintegrasian,
pemeliharaan, kedisiplinan, dan
pemberhentian karyawan.

124
7. Menjadi pedoman dalam melaksanakan
mutasi dan pensiun karyawan.
8. Menjadi dasar dalam melakukan penilaian
karyawan.

7.3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perencanaan


Sumber Daya Manusia

Perencanaan SDM dipengaruhi oleh berbagai


faktor baik yang berasal dari dalam organisasi itu sendiri
atau internal maupun berasal dari lingkaran organisasi
itu organisasi atau eksternal. (Gomes,1999)
1. Faktor internal
Yang dimaksud faktor internal adalah berbagai
kendala yang terdapat di dalam organisasi itu
sendiri. Faktor internal menurut Siagian, meliputi :
a) Rencana strategik
b) Anggaran
c) Estimasi produksi dan penjualan
d) Usaha atau kegiatan baru
e) Rancangan organisasi dan tugas pekerjaan.

2. Faktor eksternal

125
Faktor eksternal adalah berbagai hal yang
pertumbuhan dan perkembangannya berada di luar
kemampuan organisasi untuk mengendalikannya.
Menurut Siagan .faktor eksternal meliputi :
a) Situasi ekonomi
b) Sosial budaya
c) Politik
d) Peraturan perundang-undangan
e) Teknologi
f) Pesaing
Antara faktor-faktor tersebut baik faktor internal
maupun faktor eksternal saling berinterksi dan
berpengaruh. Perencanaan sumber daya manusia harus
bertitik tolak dari pengkajian terhadap kedua faktor itu.

Perencanaan sumber daya manusia adalah


penting pada organisasi kecil. Masalah manusia berada
di antara hal yang paling membuat frustasi bagi pemilik
usaha kecil dan bersifat wiraswasta (Malthis &
Jackson,2001).
1. Evolusi kegiatan sumber daya manusia.

126
Pada awal dari sebuah usaha kecil, hanya
kegiatan SDM yang sangat dasar yang perlu
diterapkan. Kompensasi dan keuntungan yang
sudah menjadi regulasi pemerintah harus dibayar.
Karena organisasi berkembang, lebih banyak lagi
tenaga kerja yang harus direkrut dan pilih. Juga
beberapa orientasi dan pelatihan kerja walaupun
seringkali hanya dilakukan jika diperlukan saja.
Evolusi dari suatu usaha melalui beberapa
tahap. Fokus dari setiap tahap mempengaruhi
kebutuhan organisasi tersebut pada periode waktu
tertentu. Pada tahap awal, organisasi mula-mula
akan memperkerjakan seorang SDM, kemudian
kemungkinan seorang administrasi SDM. Sejalan
dengan pertumbuhan organisasi, mereka mungkin
menambah lebih banyak lagi praktisi SDM.
2. Perusahaan kecil dengan Isu Keluarga.
Salah satu faktor yang sering mempengaruhi
kegiatan PSDM pada perusahaan kecil adalah
pertimbangan masalah keluarga. Kesulitan bisa
timbul saat usaha mulai berkembang dan tumbuh
dari satu generasi kegenerasi berikutnya,

127
menimbulkan satu campuran tenaga kerja dengan
ada hubungan keluarga dan dengan bukan.
Beberapa anggota keluarga menggunakan tenaga
kerjanya sebagi korban jika terjadi perseteruaan
dengan anggota keluarga lain dalam suatu
perusahaan.
Kunci sukses transisi bisnis dari satu generasi
kegenerasi lain memiliki PSDM dengan jelas.
Masalah sulit yang hadapi perusahaan kecil adalah
menggabungkan peranan kunci dari tenaga kerja
bukan termasuk anggota keluarga dengan usaha
PSDM. Seringkali tenaga kerja ini memiliki
kemampuan dan keahlian yang tidak dimiliki oleh
anggota keluarga. Maka rencana untuk menarik dan
mempertahan kan mereka adalah penting demi
kesuksesan suatu organisasi kecil.27

7.4. Proses Perencanan Sumber Daya Manusia


1. Mengidentifikasi isu bisnis yang utama.

27
Mathis, Robert .2001. manajemen sumber daya manusia. Jakarta :
Salemba empat. Hal. 52
128
Fase pertama PSDM ini mengumpulkan data
untuk mempelajari dan memahami semua aspek
lingkungan organisasi. Ini membantu organisasi
mengantisifasi dan merencanakan isu yang
muncul dari kondisi yang stabil maupun dinamis.
PSDM dan manajer ini harus dapat
memperkirakan apa implikasi dari kebutuhan
staffing untuk melakukan hal ini mereka
menggunakan sistem informasi sumber daya
manusia untuk mengukur kinerja
divisi,kantor,kelompok kerja,atau posisi tertentu.
2. Menentukan implikasi sumber daya manusia.
Fase kedua ini memiliki sasaran: (a)
mengembangkan pemahaman yang jelas
mengenai bagaimana informasi yang dihasilkan
selama fase ke-1 memengaruhi permintaan
organisasi dimasa yang akan datang,dan (b)
mengembangkan gambaran yang akurat
mengenai penawaran sekarang yang terjadi
secara internal.
a) Memperkirakan permintaan sumber daya
manusia.

129
Jenis pemikiran yang digunakan tergantung
pada kerangka waktu, jenis organisasi,
ukuran organisasi, dan ketepatan serta
kepastian informal yang tersedia. Ada 2
kelompok teknik yang dapat digunakan
untuk PSDM dan manejer lini guna
menentukan proyeksi permintaan
perusahaan terhadap SDM, yaitu peramalan
berdasarkan pengalaman, dan peramalan
statistik konvensional.
b) Memperkirakan penawaran sumber daya
manusia
Untuk memperkirakan penawaran SDM
digunakan informasi dari sumber internal
dan eksternal. Yang menjadi fokus adalah
sumber internal, sedangkan sumber
eksternal dipertimbangkan pada tahap
selanjutnya. Pemikiran penawaran dapat
dibandingkan dengan pemikiran permintaan
untuk membantu menentukan antara lain
program tindakan untuk mengidentifikasi
potensi SDM dan menyeimbangkan

130
penawaran dan permintaan. Memperkirakan
penawarran lebih sering bersifat jangka
pendek, dengan fokus terletak pada
penganggaran dan pengendaliann biaya.
Ada 2 metode penilaian yang dibuat, yaitu :
 Perancanaan penempatan (replacement
planning). Perencanaan dibuat bagan
penempatan yang berisi nama
jabatandan pemegangnya yang ada
sekarang.
 Perencaan suksesi (succession planning).
Perencanaan ini sama dengan
perencanaan penempatan,kecuali jangka
waktunya lebih panjang dan bersifat
pengembangan. Perusahan sekarang
lebih banyak mempraktekkan
perencanaan suksesi karena menyadari
kebutuhan mereka akan kepemimpinan
yang efektif dalam lingkungan bisnis yang
cepat berubah.
3. Mengembangkan tujuan dan sasaran sumber
daya manusia

131
Fase ketiga ini melibatkan interfretasi informasi
dan menggunakannya untuk menetapkan
prioritas,sasaran,dan tujuan. Dalam jangka
pendek yang sering kali merupakan kerangka
waktu yang ada dalam usaha perampingan,
sasaran terkadang lebih mudah dinyatakan
dalam istilah yang dapat dikuantifikasi.
4. Merancang dan melaksanakan kebijakan,
program, dan praktik sumber daya manusia.
Fase keempat membicarakan bagaimana
mencapai sasaran yang ditetapkan dalam fase
ketiga. Sejumlah kebijakan, program, dan
kegiatan dapat dilakukn dalam fase ini. Hal Ini
termasuk program keanekaragaman yang
ditujukan untuk menarik pelamar, memperbaiki
usaha sosialisasi sehingga karyawan yang baik
ingin tetap tinggal dengan perusahaan, program
perampingan, dan program untuk
memberdayakan karyawan.
5. Mengevaluasi, merevisi, dan memfokuskan
kembali.

132
Dalam fase ini sasaran yang ditetapkan dan
digunakan untuk mendefenisikan kriteria yang
akan digunakan dalam mengevaluasi apakah
program akan berhasil atau masih
membutuhkan resvisi.

7.5 Tanggung Jawab Perencanaan Sumber Daya


Manusia
Banyak organisasi yang melakukan PSDM
(perencanaan sumber daya manusia), jenjang
tertinggi dari eksekutif sumber daya manusia dan
staff khusus bawahannya memiliki sebagian
besar tanggung jawab didalam perencanaan ini.
Seperti di perlihatkan pada tabel.1 di bawah ini,
para manajer yang lain harus menyediakan data
untuk di analisis oleh sumber daya manusia.
Selanjutnya para manajer ini memerlukan data
dari unit sumber daya manusia, dikarenakan
manajer puncak bertanggung jawab atas
perencanaan strategis secara keseluruhan,
mereka biasanya meminta unit sumber daya
manusia untuk memproyeksikan kebutuhan SDM

133
dalam menerapkan sasaran organisasi secara
keseluruhan.
Tabel 7.1
Jenis-jenis Perencanaan Sumber Daya Manusia

Unit Sumber Daya Manusia Manajer


a. Turut serta dalam proses a. Mengidentifikas
perencanaan strategis i kebutuhan
organisasi scara tenaga kerja
keseluruhan. pada setiap
b. Mengidentifikasi strategis divisi atau
sumber daya manusia. departemen.
c. Merancang sistem data b. Membahas
perencanaan sumber daya informasi PSDM
manusia. dengan para ahli
d. Menyusun dan menganalisis SDM.
data yang berasal dari c. Mengintegrasi
manejer sehubungan kan rencana SDM
dengan kebutuhan tenaga dengan rencana
kerja. departemental.
e. Menerapkan rencana d. Mengawasi
sumber daya manusia yang rencana SDM untuk
telah disetujui manajemen mengidentifikasi
puncak. perubahan yang
diperlukan.
e. Mengulas
rencana
kesuksesan tenaga
kerja sehubungan
dengan rencana
SDM.
134
BAB VIII
Pengembangan Sumber Daya Manusia

8.1. Hakikat Pengembangan Sumber Daya Manusia

Pengembangan sumber daya manusia merupakan


upaya untuk mengembangkan daya yang dimiliki
manusia itu sendiri berupa kompetensi, wewenang, dan
tanggungjawab dalam rangka meningkatkan kinerja
organisasi.Menyimak pemberdayaan sumber daya
manusia sangat signifikan untuk meningkatkan kinerja
organisasi, maka pemberdayaan sumber daya manusia
harus terencana, terarah, dan strategis yang pada
akhirnya dapat digunakan dan diimplementasikan pada
unit-unit kerja organisasi yang bersangkutan.
Pemberdayaan SDM hanya terfokus pada daya
manusianya, namun perlu disimak bahwa unsur-unsur
manajemen dalam suatu organisasi, dimana unsur yang
paling penting adalah unsur manusianya. Hal ini bukan
berarti bahwa daya dari unsur-unsur lainnya tidak perlu
seperti, uang, metode, peralatan/perlengkapan, mesin,
dan pasar. Akan tetapi berdayanya, bergunanya, dan
bermanfaatnya unsur-unsur atau hal-hal tersebut justru

135
sangat ditentukan oleh daya yang ada pada manusia itu
sendiri, atau dengan perkataan lain bahwa karena
manusialah maka unsur-unsur lain tersebut menjadi ada
dayanya, gunanya, dan manfaatnya dalam manajemen.
Pemberdayaan dalam konteks sumber daya
manusia dimaksudkan upaya yang dilakukan (terutama
oleh pimpinan) untuk meningkatkan daya dukung
tenaga pendidik dan kependidikan terhadap sekolah,
melalui peningkatan kemampuan, kinerja serta
komitmen.
Pemberdayaan potensi sumber daya manusia,
demikian pula potensi lainnya, merupakan tuntutan
mutlak apabila sekolah ingin menampilkan kinerja yang
sehat.Sekolah yang sehat adalah sekolah yang memiliki
kemampuan untuk memahami kekuatan-kekuatan dan
kelemahan-kelemahan yang dimilikinya, serta mampu
melihat tantangan dan memperhitungkan peluang yang
ada.
Kemampuan ini akan melahirkan potret posisi
sekolah. Dalam kondisi tersebut, sekolah akan mampu
mengembangkan visinya, merumuskan program-
program stratejik, mengembangkan cara-cara yang tepat

136
untuk melaksanakannya disertai pengendalian yang
berfungsi diagnostik dan evaluatif. Oleh karena itu
pemberdayaan SDM merupakan bagian dari budaya
manajemen stratejik. Pemberdayaan SDM dapat
meningkatkan kinerja sekolah, kesehatan sekolah,
efisiensi, dan percepatan pengembangan sekolah.

8.2. Manfaat Pengembangan Sumber Daya Manusia


dalam Organisasi

Pengembangan seperti pengertian yang


dimaksudkan di atas sangat penting dilakukan dalam
sekolah apapun.Pembangunan dan kemajuan yang
dicapai oleh sekolah pada dasarnya bersifat akumulatif
dan berkelanjutan.Ini mengandung arti bahwa segala
sesuatu yang telah dicapai sebelumnya merupakan
modal lanjutan bagi pengembangan lanjut. Dengan kata
lain, apabila terjadi upaya pemberdayaan dalam
berbagai bentuk potensi sekolah, maka akan terjadi
penghematan. Di samping itu, kondisi tersebut dapat
mempercepat proses pengembangan sekolah, yang
disebabkan oleh terjadinya akumulasi potensi yang

137
dimilki sekolah. Pemberdayaan potensi SDM memiliki
“opportunity cost” dan “opportunity ussage”.
Hal ini dimungkinkan karena sumberdaya yang
telah ada memiliki durasi pelayanan yang lama dan
manfaat yang besar, sedangkan biaya pengadaan tenaga
pendidik dan kependidikan baru dapat digunakan untuk
pengembangan program lain, di samping meneruskan
program-program pengembangan yang telah ada.
Pentingnya mengembangkan sumber daya
manusia dalam suatu organisasi, karena melalui daya
yang melekat pada sumber daya manusia akan dapat
dimanfaatkan berbagai sumber-sumber yang terdapat
dalam organisasi dan berbagai aktivitas-aktivitas yang
ditetapkan akan dapat digerakkan dalam rangka
mencapai tujuan dan sasaran sebagaimana diharapkan.
Mengingat betapa pentingnya pemberdayaan
sumber daya manusia, karena manfaatnya terhadap
berbagai sumber-sumber lainnya dan mensinergikan
setiap proses kegiatan organisasi, maka
keberadaannya berperan antara lain:

138
 Sebagai alat manajemen dalam rangka
memberdayakan berbagai sumber-sumber untuk
mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
 Sebagai pembaharu manajemen, dalam rangka
meningkatkan kinerja organisasi.
 Sebagai inisiator terhadap organisasi dalam rangka
memanfaatkan peluang guna meningkatkan dan
mengembangkan organisasi.
Sebagai mediator terhadap pihak-pihak lain dalam
rangka meningkatkan kinerja organisasi.
 Sebagai pemikir dalam rangka pengembangan
organisasi.
Oleh karena itu, sumber daya manusia selaku
pegawai yang tidak memberi daya adalah tidak
dikategorikan sebagai sumber daya manusia dalam
suatu organisasi. Oleh karena itu, sumber daya manusia
selaku pegawai yang tidak memberi daya maka tidak
dikategorikan sebagai sumber daya manusia dalam
suatu organisasi.
Komponen-komponen yang perlu mendapat
perhatian dalam rangka pengembangan sumber daya
manusia adalah berikut:

139
1. Kemampuan meliputi pengetahuan, keterampilan,
dan sikapatau perilaku.
2. Penempatan pegawai yang sesuai dengan tuntutan
kebutuhan jabatan dalam suatu organisasi.
3. Kewenangan yang jelas, artinya seorang pegawai
yang diserahi tugas, harus jelas kewenangannya.
4. Tanggungjawab pegawai yang jelas, artinya
seseorang pegawai melakukan tugas atau
wewenangnya, senantiasa diikuti dengan
tanggungjawab.
5. Kepercayaan terhadap pegawai yang bersangkutan,
artinya bahwa seorang pegawai yang ditugasi atau
diserahkan wewenang dengan pertimbangan yang
matang dari berbagai aspek-aspek yang pada
hakikatnya dapat disimpulkan bahwa yang
bersangkutan adalah dipercayai atau diberi
kepercayaan sepenuhnya untuk mengemban tugas,
dan wewenang.
6. Dukungan terhadap pegawai yang bersangkutan,
artinya pegawai tersebut kita yakini dan percayai
untuk mengemban misi organisasi.

140
7. Kepemimpinan adalah kegiatan mempengaruhi
orang-orang agar mereka mau bekerja sama untuk
mencapai tujuan yang diinginkan.
8. Motivasi, merupakan semua kekuatan yang ada
dalam diri seseorang yang memberi daya, memberi
arahan, dan memelihara tingkah laku.

8.3. Tujuan Pengembangan Sumber Daya Manusia

Tujuan pengembangan pada dasarnya menyangkut


hal-hal sebagai berikut:
a. Produktifitas kerja, dengan pengembangan
produktifitas, kualitasn dan kuantitas akan semakin
baik
b. Efisiensi, pengembangan kariawan untuk
meningkatkan efisiensi tenaga, waktu, bahan baku
sehingga nilai produktif relatif kecil dan daya saing
perusahaan semakin besar
c. Mengurangi kemungkinan terjadinya kerusakan-
kerusakan pada produksi dan mesin.
d. Mengurangi kecelakaan pegawai sehingga jumlajh
biaya yang dikeluarkan lembaga/instansi berkurang

141
e. Pelayanan, meningkatanya pelayanan yang baik
terhadap masyarakat merupakan daya tarik yang
sangat penting bagi perusahaan yang bersangkutan.
f. Moral, dalam pengembangan moral karyawan akan
lebih baik sehingga mereka antusias untuk
menyelesaiakan pekerjaanya akan lebih baik
g. Karier, dengan prestasi kerja yang lebih baik maka
kesempatan untuk meningkatkan karir pegawai
semakin besar.

8.4. Faktor-faktor Penentu Produktivitas Sumber Daya


Manusia

Setidaknya ada enam faktor utama yang


menentukan produktivitas tenaga kerja yaitu :
1. Sikap kerja, seperti kesediaan untuk bekerja secara
bergiliran (shift work), dapat menerima tambahan
tugas, dan bekerja dalaam satu tim.
2. Tingkat keterampilan, yang ditentukan oleh
pendidikan, latihan dalam manajemen dan supervisi
serta keterampilan dalam tehnik industri.
3. Hubungan antara tenaga kerja dan pimpinan
organisasi yang tercermin dalam usaha bersama

142
antara pimpinan organisasi dengan tenaga kerja
untuk meningkatkan produktivitas melalui lingkaran
pengawasan mutu (quality control circles).
4. Manajemen produktivitas, yaitu manajemen yang
efisien mengenai sumber dan system kerja untuk
mencapai peningkatan produktivitas.
5. Efisiensi tenaga kerja, seperti perencanaan tenaga
kerja dan tambahan tugas.
6. Kewiraswastaan, yang tercermin dalam
pengambilan resiko kreativitas dalam berusaha, dan
berada pada jalur yang benar dalam berusaha.

8.5. Pelatihan, Pembelajaran, dan Pemberdayaan


Sumber Daya Manusia

Sumber Daya Manusia (SDM) adalah faktor sentral


dalam suatu organisasi.Apapun bentuk serta tujuannya,
organisasi dibuat berdasarkan berbagai visi untuk
kepentingan manusia dan dalam pelaksanaan misinya
dikelola dan diurus oleh manusia.Jadi, manusia
merupakan faktor strategis dalam semua kegiatan
institusi/organisasi.

143
Selanjutnya, Manajemen SDM berarti mengatur,
mengurus SDM berdasarkan visi perusahaan agar tujuan
organisasi dapat dicapai secara optimum.Karenanya,
MSDM juga menjadi bagian dari Ilmu Manajemen
(Management Science) yang mengacu kepada fungsi
manajemen dalam pelaksanaan proses-proses
perencanaan, pengorganisasian, staffing, memimpin dan
mengendalikan.
Langkah-langkah dalam melakukan
pemberdayaan SDM yaitu :
1. Menetapkan Arah: Yaitu dengan mengembangkan
Visi dan misi bersama, menetapkan tujuan yang
akan dituju dan merumuskan sasaran.
Visi organisasi memuat secara verbal atau visual,
aspirasi organisasi yang memberikan inspirasi kerja, apa
yang mau dicapai organisasi dan bagaimana organisaasi
berusaha mencapainya.
2. Menganalisis lingkungan kerja; mengidentifikasi
masalah, menganalisis tujuan merumuskan dan
menguji sasaran/mencari alternatif solusi dan
merencanakan serta memantau implementasi yang
ada.

144
Tujuan yang dicanangkan harus jelas, spesifik dan
mudah dipahami bersama.Tujuan merupakan peta yang
digunakan untuk mengarahkan langkah setiap orang
mencapai misi. Adalah sangat rasional apabila para
pimpinan atau pimpinan pada tingkat apapun memiliki
pemikiran untuk meningkatkan efisiensi setinggi-
tingginya untuk menghasilkan output yang sebesar-
besarnya. Akan tetapi perlu diwaspadai jangan sampai
terjadi upaya peningkatan efisiensi menjadi penyebab
bagi rendahnya mutu dan menurunnya jumlah produk.

8.6. Bentuk-bentuk Pemberdayaan Sumber Daya


Manusia

Hal pertama yang harus kita lakukan dalam


pemberdayaan SDM, yaitu membudayakan praktek
manajemen stratejik. Analisis lingkungan internal
sekolah (kekuatan dan kelemahan) dan analisis
lingkungan external (tantangan dan peluang) yang
dilakukan dengan benar memungkinkan diketahuinya
posisi lembaga pada saat ini. Dengan cara demikian
dengan sendirinya dapat diketahui kondisi-kondisi SDM
saat ini dihubungkan dengan dukungannya terhadap

145
program-program yang akan dikembangkan di masa
depan.
Kedua, menyusun program-program berdasarkan
hasil “need assessment”, di mana dapat diketahui
kegiatan-kegiatan mana yang perlu ditetapkan untuk
meningkatkan kinerja lembaga. Dengan cara seperti ini
kebutuhan sumber pendukung seperti biaya,
alat/fasilitas, dan teknologi dapat diidentifikasi dan
disusun lebih teliti. Tata kerja seperti itu pada dasarnya
mensejalankan antara “programming” dan “resourcing”.
Ketiga, Merumuskan spesifikasi pelayanan yang
ada, dan menterjemahkannya kepada tuntutan SDM.
Cara seperti ini memungkinkan dilakukannya “human
resource sharing” di antara unit-unit kerja yang
ada.Dalam pelaksanaannya diperlukan koordinasi dan
kerjasama.Kesamaan visi di antara pimpinan unit-unit
kerja sangat diperlukan untuk menghindari adanya
kultus kepentingan.Sekolah sebagai sistem terdiri dari
berbagai komponen/bagian yang saling berkaitan.
Siatem hanya akan berfungsi secara efektif apabila di
antara masing-masing unsur dapat saling membangun

146
sinerjik yang harmonis, termasuk dalam resource
sharing.”
Keempat, meningkatkan tingkat kepuasan tenaga
pendidik dan kependidikan.Cara seperti ini diwujudkan
melalui penciptaan budaya kerja yang melahirkan sistem
pengawasan suportif, evaluasi kinerja yang obyektif bagi
pengembangan karir dan renumerasi, penciptaan mutu
lingkungan kerja yang kondusif, sistem “reward and
funishment” yang diterapkan secara konsisten, dan
kegiatan sejenisnya.
Kelima, melakukan audit kinerja.Audit kinerja
dapat dilakukan oleh pimpinan masing-masing unit
kerja.Audit dapat dilakukan pada kinerja individual,
kelompok yang mengerjakan satuan tugas, dan unit
kerja secara utuh.Hal ini dapat dilakukan apabila
deskripsi tugas dan target-target pencapaiannya
dirumuskan dengan jelas.
Keenam, mempraktekan gugus kendali mutu untuk
meningkatkan tanggung jawab bersama dan rasa
memiliki di antara anggota sekolah.Praktek ini
dimungkinkan apabila gagasan pengendalian mutu
menyeluruh difahami, di mana tenaga pendidik dan

147
kependidikan telah terbiasa mengidentifikasi masalah
yang dihadapinya dan terlibat dalam memecahkan
persoalan tersebut

148
BAB IX
PENILAIAN KINERJA ORGANISASI

9.1 Pengertian Penilaian Kinerja

Penilaian ialah penentuan derajat kualitas


berdasarkan indikator yang ditetapkanterhadap
penyelenggara pekerjaan.
Kinerja adalah performance atau unjuk kerja.
Kinerjadapat pula diartikan prestasi kerja atau pelaksanaan kerja
atau hasil unjuk kerja.
Menurut August W. Smith, performance is output
derives from processes, human otherwise, artinya kinerja
adalah hasil dari suatu proses yang dilakukan manusia.
Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa kinerja
merupakan suatu wujud perilaku seseorang atau
organisasi dengan orientasi prestasi. Kinerja seseorang
dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti: ability,
capacity, held, incentive, environment, danvalidity.
Maka penilaian kinerja merupakan alat yang
berfaedah untuk mengevaluasi kerja parakaryawan dan
mengembangkan/memotivasi kalangan pegawai. Akan
tetapi, penilaian kinerja juga dapat menjadi sumber

149
kerisauan dan frustasi para manajer dan pegawai
karenaketidakpastian atau kurang objektif dalam
penilaian.
Penilaian kinerja merupakan suatu sistem
penilaian secara berkala terhadap kinerja anggota
organisasi yang mendukung kesuksesan organisasi atau
yang terkait dengan pelaksanaan tugasnya. Proses
penilaian dilakukan dengan membandingkan kinerja
anggota organisasi terhadap standar yang telah
ditetapkan atau memperbandingkan kinerja antar
anggota organisasi yang memiliki kesamaan tugas.

9.2. Fungsi dan Tujuan Penilaian Kerja


Fungsi penilaian kinerja antara lain:
1. Meningkatkan objektivitas kinerja pegawai;
2. Meningkatkan keefektifan kinerja pegawai;
3. Meningkatkan kinerja pegawai;
4. Mendapatkan bahan-bahan pertimbangan yang
objektif dalam pembinaan pegawai tersebut baik
berdasarkan sistem karir maupun prestasi.

150
Adapun tujuan penilaian kinerja terbagi dua
jenis28, antara lain:
a) Tujuan Umum
1. Penilain kinerja bertujuan untuk memperbaiki
pelaksanaan pekerjaan para pekerja, dengan
memberikan bantuan agar setiap pekerja
mewujudkan dan mempergunakan potensi yang
dimilikinya secara maksimal dalam
melaksanakan missi organisasi/perusahaan
melalui pelaksanaan pekerjaan masing-masing.
2. Penilain kinerja bertujuan untuk menghimpun
dan mempersiapkan informasi bagi pekerja dan
para manajer dalam membuat keputusan yang
dapat dilaksanakan, sesuai dengan bisnis
organisasi/perusahaan ditempatnya bekerja.
3. Penilain kinerja secara umum bertujuan untuk
menyusun imventarisasi SDM dilingkungan
organisasi/perusahaan yang dapat digunakan
dalam mendesain antara atasan dan bawahan,
guna mewujudkan saling pengertian dan

28
H. hadari nawawi,Manajeman Sumber Daya Manusia. Yokyakarta:
gadjah mada university press. 2011, hlm. 248
151
penghargaan dalam rangka mengembangkan
keseimbangan antara keinginan pekerja secara
individual dengan sasaran
organisasi/perusahaan.
4. Penilain kinerja bertujuan untuk meningkatkan
motivasi kerja, yang berpegarauh pada prestasi
para pekerja dalam melaksanakan tugas-
tugasnya. Untuk itu hasil penilaian kinerja perlu
diketahui oleh para pekerja.
b) Tujuan Khusus
1. Penilian kinerja merupakan kegiatan yang
hasilnya dapat dijadikan dasar dalam
melakukan promosi, menghentikan
pelaksanaan pekerjaan yang keliru,
menegakkan disiplin sebagai kepentingan
bersama, menetapkan pemberian
penghargaan/balas jasa, dan merupakan ukuran
dalam mengurangi atau menambah pekerja
melalui perencanaan SDM.
2. Penilain kinerja menghasilkan informasi yang
dapat dipergunakan sebagai kriteria dalam
membuat tes yang validitasnya tinggi.

152
3. Penilain kinerja menghasilkan informasi sebagai
umpan balik atau feed back bagi pekerja dalam
meningkatkan efisiensi kerjanya, dengan
memperbaiki kekurangan atau kekeliruannya
dalan melaksanakan pekerjaannya.
4. Penilaian kinerja berisi informasi yang dapat
digunakan untuk mengidentifikasi kebutuhan
pekerja dalam meningkatkan prestasi kerjanya,
baik yang berkenaan dengan pengetahuan, dan
keterampilan/keahlian dalam bekerja, maupun
yang menyentuh sikap terhadap pekerjaannya.
5. Penilaian kinerja memberikan informasi tentang
spesifiksi jabatan, baik menurut
pembidangannya maupun berdasarkan
penjejangan dalam struktur
organisasi/perusahaan.
6. Penilain kinerja yang harus dilaksanakan oleh
manajer atau supervisor, dengan atau tanpa
kerja sama petugas manajemen SDM terhadap
bawahanya.

153
Penilaian kinerja menurut Werther dan Davis
mempunyai beberapa tujuandan manfaat bagi
organisasi dan pegawai yang dinilai, yaitu:
1. Performance Improvement, yaitu memungkinkan
pegawai dan manajer untuk mengambiltindakan
yang berhubungan dengan peningkatan kinerja.
2. Compensation adjustment, yaitu membantu para
pengambil keputusan untuk menentukan
siapasaja yang berhak menerima kenaikan gaji
atau sebaliknya.
3. Placement decision, yaitu menentukan promosi,
perpindahan, dan penurunan pangkat.
4. Raining and development needs, yaitu mengevaluasi
kebutuhan pelatihan dan pengembangan bagi
pegawai agar kinerja mereka lebih optimal.

9.3. Jenis-jenis Penilaian Kinerja


1. Penilaian hanya oleh atasan. Secara cepat
dan langsung, dan dapat mengarah ke
distorsi karena pertimbangan-pertimbangan
pribadi.

154
2. Penilaian oleh kelompok lini, yaitu atasan dan
atasnya lagi bersama-sama membahas
kinerja dari bawahannya yang di nilai. Dimana
objektivitasnya lebih akurat dibandingkan
dengan atasannya sendiri. Dan individu yang
dinilai tinggi dapat mendominasi penilaian.
3. Penilaian oleh kelompok staf, yaitu atasan
meminta satu atau lebih individu untuk
bermusyawarah, dan atasan yang langsung
membuat keputusan akhir.
4. Penilaian berdasarkan pininjauan lapangan,
hal ini sama seperti pada kelompok staf,
namun melibatkan wakil dari pimpinan
pengembangan atau departemen SDM yang
bertindak sebagai peninjau yang independen.
5. Penilaian oleh bawahan dan sejawat. Hal ini
mungkin telalu subjektif, dan juga mungkin
digunakan sebagai tambahan pada metode
penilaian yang lain.29

29
Veithzal Rivai, dan Ella Jauvani sagala. Manajemen Sumber Daya
Manusia Untuk Perusahaan. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada,2009.
Hlm. 562.
155
9.4. Faktor-faktor dalam Penilaian Kinerja

Ada 5 faktor dalam penilain kinerja SDM, antara


lain:
1. Kualitas pekerjaan, diantaranya yaitu akurasi,
ketelitian, penampilan, dan penerimaan keluaran .
2. Kuantitas pekerjaan, diantaranya yaitu volume
keluaran, dan kontribusi.
3. Supervise yang di perlukan, diantaranya yaitu saran,
arahan ,dan perbaikan.
4. Kehadiran, diantaranya yaitu regulasi, dapat
dipercaya/diandalkan, dan ketetapan waktu.
5. Konservasi, diantaranya yaitu pencegahan
pemborosan, kerusakan, dan pemeliharaan
peralatan.

9.5. Metode Penilaian Kinerja


Dalam penilaian kinerja di perlukan sebuah
metode yang relavan. Tidak semua metode penilaian
kinerja digunakan untuk semua maksud atau tujuan

156
dalam penilaian kinerja. Maka dibawah ini akan
paparkan metode penilian kinerja antara lain:30
1. Metode Uraian Ringkas.
Metode ini dilakukan dengan cara
meminta/memerintahkan kepada pekerja yang dinilai,
untuk menguraikan secara ringkas mengenai segala
sesuatu yang telah dikerjakan selama suatu jangka
waktu tertentu. Metode ini efektif untuk memperoleh
informasi/data yang digunakan sebagai umpan balik
(feed back) bagi pekerja. Tetapi metode ini tidak efektif
digunakan dalam membandingkan kemampuan antara
pekerja. Karena metode ini dilakukan sendiri oleh setiap
pekerja, yang sifatnya member peluang pada masuknya
unsur subjektifitasnya sebagai manusia.

2. Metode Rangking/Skala Nilai.


Metode ini dilakukan dengan menetapkan aspek-
aspek yang hendak dinilai, diiringi dengan nilai berupa
angka dari 1,0 s/d 7,0 , yang diartikan bahwa semakin

30
H. hadari nawawi,Manajeman Sumber Daya Manusia. Yokyakarta:
gadjah mada university press. 2011, hlm. 267
157
tinggi angkanya menunjukkan gejala yang dinilai
semakin baik atau semakin efektif.
3. Metode Daftar Cek (Chek List) Perilaku.
Daftar cek (chek list) adalah sebuah daftar yang
berisi sejumlah perilaku yang harus dilaksanakan dalam
bekerja menurut pembidangan masing-masing
dilingkungan sebuah perusahaan. Metode ini mudah
menggunakanya dan berkaitan langsung dengan analisis
pekerjaan, karena didalamnya telah terdapat secara rinci
tugas-tugas yang harus dilaksanakan untuk setiap
pekerjaan atau jabatan.
4. Metode Distribusi / Penyebaran Kemampuan.
Metode ini bertujuan untuk mengetahui semua
aspek dalam kemampuan pekerja secara individual
dengan menempatkannya dalam grafik untuk
mengetahui posisinya dalam sebaran/distribusi kurve
normal, atau kurve yang miring ke kanan (positif) atau
kurve yang miring ke kiri (negative). Metode ini efektif
untuk membandingkan kemampuan pekerja secara
individual, tetapi metode ini tidak efektif untuk
membandingkan kemampuan kerja kelompok.
Metode Grafik Nasilonal Skala Nilai

158
Metode ini menggabungkan antara metode skala
nilai dengan metode sebaran kemampuan dalam
bekerja. Dengan demikian banyak kelemahan yang
menyebabkan masing-masing tidak efektif untuk suatu
kepentingan dalam penilain kinerja yang dapat di atasi.
Metode ini dapat digunakan secara efektif untuk
mendapatkan umpan balik baik bagi pekerja yang dinilai
maupun para manajer masing-masing.
6. Metode Pencatatan Kejadian Penting.
Metode ini dilaksanakan dengan menyediakan
lembaran kertas kosong, untuk mencatat sewaktu-waktu
pelaksanaan pekerjaan oleh seorang dan setiap pekerja,
yang menunjukkan kelebihan atau kekurangannya.
Pencatatan berkala tersebut dilakukan selama periode
penilaian kinerja, yakni antara selesainya penilain kinerja
yang satu sampai yang berikutnya.
7.Manajemen Berorientasi pada Hasil
Metode ini dilakukan dengan membandingkan
antara hasil yang dicapai dalam pelaksanaan dan tujuan
berupa sasaran atau target yang harus di capai selama
satu periode tertentu. Perbandingan itu tidak saja dari
segi kuantitasnya, tetapi juga dari segi kualitas, yang

159
terlihat dari kontinyuitas/kesinambungan pemasaranya.
Metode ini baik digunakan untuk penilaian kinerja
jangka pendek, karena keterlambatan melakukannya
apabila hasil kerja/produk ternyata buruk/rendah, akan
menimbulkan berbagai kerugian. Disamping itu mudah
mengukurnya karena tolak ukurnya jelas dan dapat
dikuantitatifkan. Sebaliknya metode ini memiliki pula
beberapa kelemahan. Diantaranya adalah sulit
mengedintifikasi kontribusi setiap pekerja, dalam
keberhasilan unik kerja atau organisasi/perusahaan
secara keseluruhan.

9. Metode penyusunan dan Review


Metode ini sebenarnya berfokus pada proses,
tidak ada hasil/sasaran, dan cenderung pada penerapan
manajemen pengendalian mutu terpadu. Akan tetapi
karena proses berpengaruhpada hasil, maka sulit
dibedakan dengan penilaian kinerja yang berorientasi
pada hasil. Metode ini memerlukan jumlah (frekuensi)
review yang berulang-ulang, menggunakan banyak
waktu dan kerja sama yang intensif antara para
supervisor dengan para pekerja bawahannya. Disamping

160
itu setelah menghasilkan perancanaan kerja baru
sebagai hasil reviuw, diperlukan waktu yang cukup
panjang dalam mengimplementasikannya untuk
mengetahui hasilnya. Akhirnya metode ini tidak dapat
digunakan untuk membandingkan kemampuan kerja
individual.

161
DAFTAR PUSTAKA

Ariyanto. 2011. Teori Organisasi dan Administrasi,.


Jakarta; Salemba Hunamika

Fattah, Nanang. 1996. Landasan Manajemen


Pendidikan. Bandung : Rosdakarya

Griffin, EM. 2003. A First Look at Communication


Theory. McGraw-Hill Companies.

Hasibuan, Malayu. 2000. Manajemen Sumber Daya


Manusia. Jakarta: Bumi aksara

J.H. Shonk, 1992. Team-Based Organizations


Homewood, IL: Bussines One Irwin

J. Lipnack dan J. Stamps, 2000. Pople Working Across


Boundaris, and Technologi. New York: Wiley

Kartini, Dwi. Manajemen Strategik Keorganisasian


Publik, 2010. Bandung: PT. Refika Aditama

Kusdi. 2009. Teori Organisasi dan Administrasi. Jakarta;


Salemba Humanika
Mathis, Robert .2001. Manajemen Sumber Daya
Manusia. Jakarta : Salemba empat

Mulyana, Deddy. 2007. Ilmu Komunikasi Suatu


Pengantar. Cetakan Kesembilan. Bandung: Remaja
Rosdakarya

Nawawi, Hadari. 2011. Manajeman Sumber Daya


Manusia. Yokyakarta: Gadjah Mada University Press

Robbins, Steppens. 2003. Perilaku organisasi. Jakarta :


Indexs

_______________. 1994. Teori Organisasi. Struktur,


Desain & Aplikasi. Jakarta: Arcan

Sigit, Soehardi . 2003. Perilaku Organisasional. BPFE


Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa

Sopiah, 2008. perilaku organisasi, Yogyakarta: Andi


Offset

Sunyoto, Danang. 2012. Manajemen Sumber Daya


Manusia. Jakarta: buku seru
Ukas, Maman. 1999. Manajemen Konsep, Prinsip, dan
Aplikasi. Bandung: OssaPromo

Winardi, J, 2006. Teori Organisasi dan


Pengorganisasian, Rajawali Press, Jakarta

_________, 2004. Manajemen Perilaku Organisasi.


Jakarta: Kencana Prenada Media Group

Wiryanto. 2005. Pengantar Ilmu Komunikasi. Jakarta:


PT. Gramedia Widiasarana Indonesia

Rivai, Veithzal. dan Ella Jauvani sagala. 2009.


Manajemen Sumber Daya Manusia Untuk Perusahaan.
Jakarta: PT RajaGrafindo Persada

Anda mungkin juga menyukai