Anda di halaman 1dari 35

TUGAS UJIAN AKHIR SEMESTER BIMBINGAN KONSELING

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Akhir Semester Ganjil Matakuliah Bimbingan Konseling

Dosen Pengampu Dr. Rofiqoh, M. Pd

Oleh :

Faqih Mua’lla Ahmad (19410206)

Bimbingan Konseling D

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG

2021
SOAL UJIAN AKHIR SEMESTER

1. a. Jelaskan sejarah, tokoh, dan konsep konseling Cognitive Behaviour Therapy dengan
merujuk dari beberapa buku, jurnal, atau sumber lain serta tambahkan uraian
penjelasan secara rinci dengan bahasamu sendiri? Tuliskan rujukan yang kau
gunakan.
b. Paparkan prinsip dasar dan karakteristik konseling Cognitive Behaviour Therapy
dengan merujuk dari beberapa buku, jurnal, atau sumber serta tambahkan uraian
penjelasan secara rinci dengan bahasamu sendiri? Tuliskan rujukan yang kau
gunakan.
c. Kemukakan secara tertulis teknik, proses, langkah konseling Cognitive Behaviour
Therapy dengan merujuk dari beberapa buku, jurnal, atau sumber lain serta
tambahkan uraian penjelasan secara rinci dengan bahasamu sendiri? Tuliskan rujukan
yang kau gunakan.
d. Susunlah skrip atau skenario konseling Cognitive Behaviour Therapy dengan
memperhatikan beberapa hal yang ada prinsip dasar, karakteristik, teknik, proses,
langkah konseling Cognitive Behaviour Therapy?
2. a. Jelaskan sejarah, tokoh, dan konsep konseling Rational Emotif Behaviour Therapy
dengan merujuk dari beberapa buku, jurnal, atau sumber lain serta tambahkan uraian
penjelasan secara rinci dengan bahasamu sendiri? Tuliskan rujukan yang kau
gunakan.
b. Paparkan prinsip dasar dan karakteristik konseling Rational Emotif Behaviour
Therapy dengan merujuk dari beberapa buku, jurnal, atau sumber serta tambahkan
uraian penjelasan secara rinci dengan bahasamu sendiri? Tuliskan rujukan yang kau
gunakan.
c. Kemukakan secara tertulis teknik, proses, langkah konseling Rational Emotif
Behaviour Therapy dengan merujuk dari beberapa buku, jurnal, atau sumber lain serta
tambahkan uraian penjelasan secara rinci dengan bahasamu sendiri? Tuliskan rujukan
yang kau gunakan.
d. Susunlah skrip atau skenario konseling Rational Emotif Behaviour Therapy dengan
memperhatikan beberapa hal yang ada prinsip dasar, karakteristik, teknik, proses,
langkah konseling Rational Emotif Behaviour Therapy?
3. a. Jelaskan sejarah, tokoh, dan konsep konseling Solution Focused Brief Therapy
dengan merujuk dari beberapa buku, jurnal, atau sumber lain serta tambahkan uraian
penjelasan secara rinci dengan bahasamu sendiri? Tuliskan rujukan yang kau
gunakan.
b. Paparkan prinsip dasar dan karakteristik konseling Solution Focused Brief Therapy
dengan merujuk dari beberapa buku, jurnal, atau sumber serta tambahkan uraian
penjelasan secara rinci dengan bahasamu sendiri? Tuliskan rujukan yang kau
gunakan.
c. Kemukakan secara tertulis teknik, proses, langkah konseling Solution Focused
Brief Therapy dengan merujuk dari beberapa buku, jurnal, atau sumber lain serta
tambahkan uraian penjelasan secara rinci dengan bahasamu sendiri? Tuliskan rujukan
yang kau gunakan.
d. Susunlah skrip atau skenario konseling Solution Focused Brief Therapy dengam
memperhatikan beberapa hal yang ada prinsip dasar, karakteristik, teknik, proses,
langkah konseling Solution Focused Brief Therapy?

JAWABAN

1.
A. SEJARAH DAN TOKOH COGNITIVE BEHAVIOR THERAPY
Terapi Cognitive Behavior sendiri teknik modifikasi perilaku dan mengubah
keyakinan maladaptif. Ahli terapi membantu individu mengganti interpretasi yang
irasional terhadap suatu peristiwa dengan interpretasi yang lebih realistik. Atau,
membantu pengendalian reaksi emosional yang terganggu, seperti kecemasan dan depresi
dengan mengajarkan mereka cara yang lebih efektif untuk menginterpretasikan
pengalaman mereka. Cognitive Behavior Therapy sendiri dikembangkan oleh beberapa
ahli, antara lain Albert Ellis dengan Rational Emotive Therapy, Aaron T. Beck dengan
Cognitive Therapy, Donald Meichenbaum dengan Cognitive Behavior Modification, dan
Arnold Lazarus dengan Multimodal Therapy. Sumbangan yang tidak kalah berharga
diberikan pula oleh Michael Mahoney, Vittorio Guidano dan Giovanni Liotti.
Ellis memberikan argumentasi bahwa manusia cenderung berbicara pada diri
sendiri, menilai diri sendiri dan defensif. Mereka mulai bermasalah dalam emosi dan
tingkah laku ketika mereka tertarik untuk memilih kebutuhan tertentu (kebutuhan akan
cinta, pengakuan, atau keberhasilan) dan membuat kesalahan dengan menganggap
kebutuhan tersebut sebagai mutlak dipenuhi. Kata-kata harus, mesti, berhak, menuntut,
perintah, dan sejenisnya akan meningkatkan keinginan seseorang untuk menjadi dogmatis
dan irrasional. Pola pikir yang tidak rasional dan tidak logis akan menimbulkan gangguan
perasaan dan selanjutnya menghasilkan gangguan tingkah laku pula.

Menurut Oemarjoedi (2003:17) Cognitive Therapy Aaron T. Beck menyebut


aliran teorinya sebagai Cognitive Therapy (CT), dimana ia mengembangkan teori ini
pada kasus-kasus depresi yang kemudian berkembang pada kasus kecemasan dan phobia,
serta berlanjut pada kasus-kasus gangguan kepribadian. Cognitive Therapy dari Beck ini
memiliki banyak kesamaan dengan Rational Emotive Therapy, dalam hal pendekatan
aktif, direktif, terpusat pada masa kini, dan terstruktur. Ia menekankan upaya terapi pada
teknik mengenali dan merubah pikiran negatif sekaligus sistem kepercayaan yang
maladaptif (kaku). Pendekatan Beck didasarkan kepada pemikiran logis bahwa cara
seseorang merasa dan bertindak sangat dipengaruhi oleh cara ia memandang dan
memahami pengalamannnya. Tujuan utama Cognitive Therapy adalah untuk
merestrukturisasi pikiran negatif dan sistem kepercayaan yang kaku. Latar belakang
sebagai seorang psikoanalisis dimana ia sering menemukana adanya karakteristik pola
pikir yang menyimpang 38 dalam kasus-kasus klinis yang ditanganinya, membuat Beck
tertarik untuk menjelajah pikiran otomatis klien dalam teori Cognitivenya.

Beck meyakinkan bahwa klien dengan gangguan emosi cenderung memiliki


kesulitan berpikir logis yang menimbulkan gangguan pada kapasitas pemahamannya,
yang disebut sebagai distorsi kognitif. Distorsi kognitif merupakan model terbaik yang
dikenal dalam pemrosesan kognitif yang digunakan konselor Kognitif Behavioral milik
Beck. Dalam kerja ini, pengalaman berupa ancaman akan berakibat pada hilangnya
kemampuan untuk memproses informasi secara efektif.
Menurut Oemarjoedi (2003:18) Teori Cognitive Behavior Modification (CBM)
dikembangkan oleh Donald Meichenbaum menggunakan teknik terapi “self instructional”
yang pada dasarnya adalah proses merestrukturisasi sistem kognisi klien, namun terpusat
pada perubahan pola verbalisasinya. Menurut Meichenbaum, pernyataan diri akan
mempengaruhi tingkah laku seseorang sebagaimana pernyataan diberikan oleh orang lain.
Sebagai langkah awal dalam CBM, sebagai prasyarat untuk perubahan perilaku, klien
harus mengenali cara mereka berpikir, merasa, dan bertindak, serta bagaimana akibatnya
terhadap orang lain. Sedikit berbeda dengan teknik Rational Emotive Therapy yang lebih
direktif dan konfrotatif, atau teori Cognitive Beck yang lebih terstruktur pada pencarian
pola pikir otomatis, CBM lebih memusatkan perhatian kepada menyadarkan klien dalam
melakukan komunikasi dengan diri sendiri (self talk). Self talk memiliki banyak nama
lain, termasuk inner monologue (monolog batin), inner dialogue (dialog batin), inner
speech (pembicaraan batin), self verbalizing (verbalisasi diri), self instructing (memberi
instruksi pada diri sendiri), dan berbicara kepada diri sendiri.

Adapun Bush mengungkapkan bahwa konseling Cognitive Behavior merupakan


perpaduan dari dua pendekatan dalam psikoterapi yaitu Cognitive Therapy dan Behavior
Therapy. Terapi kognitif memfokuskan pada pikiran, asumsi dan kepercayaan. Terapi
Cognitive memfasilitasi individu belajar mengenali dan mengubah kesalahan dalam
berpikir atau pikiran yang irasional menjadi rasional. Sedangkan terapi tingkah laku
membantu individu untuk membentuk perilaku baru dalam memecahkan masalahnya.
Pendekatan Cognitive Behavior tidak berfokus pada kehidupan masa lalu dari individu
akan tetapi memfokuskan pada masalah saat ini dengan tidak mengabaikan masa lalu.
Secara umum, proses Konseling Cognitive Behavior adalah pembukaan, tahapan inti dan
terminasi (pengakhiran).

Terapi perilaku kognitif/Cognitive Behavior Therapy (CBT), atau disebut juga


dengan istilah Cognitive Behavior Modification merupakan salah satu terapi modifikasi
perilaku yang menggunakan kognisi sebagai “kunci” dari perubahan perilaku. Terapis
membantu klien dengan cara membuang pikiran dan keyakinan buruk klien, untuk
kemudian diganti dengan konstruksi pola pikir yang lebih baik.1 Perilaku merupakan
pendekatan konseling dan terapi yang memadukan pendekatan cognitive (pikiran) dan
behavior (perilaku) untuk memecahkan masalah. Pendekatan cognitive (pikiran) berusaha
memfokuskan untuk menempatkan suatu pikiran, keyakinan, atau bentuk pembicaraan
diri (self talk) terhadap orang lain (misalnya, hidup saya sengsara sehingga sulit untuk
dapat menentukan tujuan hidup saya).

Berdasarkan paparan definisi mengenai CBT, maka penulis mengambil


kesimpulan bahwa pengaertian CBT adalah pendekatan konseling yang menitik beratkan
pada restrukturisasi atau pembenahan kognitif yang menyimpang akibat kejadian yang
merugikan dirinya baik secara fisik maupun psikis. CBT merupakan konseling yang
dilakukan untuk meningkatkan dan merawat kesehatan mental. Konseling ini akan
diarahkan kepada modifikasi fungsi berpikir, merasa dan bertindak, dengan menekankan
otak sebagai penganalisa, pengambil keputusan, bertanya, bertindak, dan memutuskan
kembali. Sedangkan, pendekatan pada aspek behavior diarahkan untuk membangun
hubungan yang baik antara situasi permasalahan dengan kebiasaan mereaksi
permasalahan. Seseorang harus mampu mengubah cara berfikir dan prilakunya sendiri
demi
mencapai masa depan yang dia inginkan.

B. KONSEP DASAR COGNITIVE BEHAVIOR THERAPY


Teori Cognitive Behavior pada dasarnya meyakini bahwa pola pemikiran manusia
terbentuk melalui proses rangkaian Stimulus Kognisi-Respon (SKR), yang saling berkait
dan membentuk semacam jaringan SKR dalam otak manusia, dimana proses kognitif
akan menjadi faktor penentu dalam menjelaskan bagaimana manusia berpikir, merasa,
dan bertindak.2

Sementara dengan adanya keyakinan bahwa manusia memiliki potensi untuk


menyerap pemikiran yang rasional dan irasional, dimana pemikiran yang irasional dapat
1
Kasandra Oemarjoedi, Pendekatan Cognitive Behavior dalam Psikoterapi (Jakarta: Creativ Media, 2003), hal, 20
2
Kasandra Oemarjoedi, Pendekatan Cognitive Behavior Dalam Psikoterapi, (Jakarta: Creativ Media, 2003), hal. 6.
menimbulkan gangguan emosi dan tingkah laku, maka Terapi Cognitive Behavior
diarahkan kepada modifikasi fungsi berpikir, merasa, dan bertindak, dengan menekankan
peran otak dalam menganalisa, memutuskan, bertanya, berbuat, dan memutuskan
kembali. Dengan merubah status pikiran dan perasaannya, klien diharapkan dapat
merubah tingkah lakunya, dari negatif menjadi positif.

C. PRINSIP DASAR COGNITIVE BEHAVIOR THERAPY


Meskipun konseling harus disesuaikan dengan karakteristik atau permasalahan
konseli, tentunya konselor harus memahami prinsip-prinsip yang mendasari CBT.
Pemahaman terhadap prinsip-prinsip ini diharapkan dapat mempermudah konselor dalam
memahami konsep, strategi dalam merencanakan proses konseling dari setiap sesi, serta
penerapan teknik-teknik CBT. Meskipun konseling harus disesuaikan dengan
karakteristik atau permasalahan konseli, tentunya konselor harus memahami prinsip-
prinsip yang mendasari CBT. Pemahaman terhadap prinsip-prinsip ini diharapkan dapat
mempermudah konselor dalam memahami konsep, strategi dalam merencanakan proses
konseling dari setiap sesi, serta penerapan teknik-teknik CBT.

Berikut adalah prinsip-prinsip dari CBT berdasarkan kajian yang diungkapkan


oleh Aron T Beck3:

1. Prinsip 1: Cognitive Behavior Therapy berdasarkan pada formulasi yang terus


berkembang dari permasalahan konseli dan konseptualisasi kognitif konseli.
Formulasi konseling terus diperbaiki seiring dengan perkembangan evaluasi dari
setiap sesi konseling. Pada momen yang strategis, konselor mengkoordinasikan
penemuan-penemuan konseptualisasi kognitif konseli yang menyimpang dan
meluruskannya sehingga dapat membantu konseli dalam penyesuaian antara berfikir,
merasa dan bertindak.
2. Prinsip 2: Cognitive Behavior Therapy didasarkan pada pemahaman yang sama
antara konselor dan konseli terhadap permasalahan yang dihadapi konseli. Melalui
3
Kasandra Oemarjoedi, Pendekatan Cognitive Behavior Dalam Psikoterapi, (Jakarta: Creativ Media, 2003), hal. 6-
21.
situasi konseling yang penuh dengan kehangatan, empati, peduli, dan orisinilitas
respon terhadap permasalahan konseli akan membuat pemahaman yang sama
terhadap permasalahan yang dihadapi konseli. Kondisi tersebut akan menunjukan
sebuah keberhasilan dari konseling.
3. Prinsip 3: Cognitive Behavior Therapy memerlukan kolaborasi dan partisipasi aktif.
Menempatkan konseli sebagai tim dalam konseling maka keputusan konseling
merupakan keputusan yang disepakati dengan konseli. Konseli akan lebih aktif dalam
mengikuti setiap sesi konseling, karena konseli mengetahui apa yang harus dilakukan
dari setiap sesi konseling.
4. Prinsip 4: Cognitive Behavior Therapy berorientasi pada tujuan dan berfokus pada
permasalahan. Setiap sesi konseling selalu dilakukan evaluasi untuk mengetahui
tingkat pencapaian tujuan. Melalui evaluasi ini diharapkan adanya respon konseli
terhadap pikiran-pikiran yang mengganggu tujuannya, dengan kata lain tetap berfokus
pada permasalahan konseli.
5. Prinsip 5: Cognitive Behavior Therapy berfokus pada kejadian saat ini. Konseling
dimulai dari menganalisis permasalahan konseli pada saat ini dan di sini (here and
now). Perhatian konseling beralih pada dua keadaan. Pertama, ketika konseli
mengungkapkan sumber kekuatan dalam melakukan kesalahannya. Kedua, ketika
konseli terjebak pada proses berfikir yang menyimpang dan keyakinan konseli dimasa
lalunya yang berpotensi merubah kepercayaan dan tingkahlaku ke arah yang lebih
baik.
6. Prinsip 6: Cognitive Behavior Therapy merupakan edukasi, bertujuan mengajarkan
konseli untuk menjadi terapis bagi dirinya sendiri, dan menekankan pada pencegahan.
Sesi pertama CBT mengarahkan konseli untuk mempelajari sifat dan permasalahan
yang dihadapinya termasuk proses konseling cognitive-behavior serta model
kognitifnya karena CBT meyakini bahwa pikiran mempengaruhi emosi dan perilaku.
Konselor membantu menetapkan tujuan konseli, mengidentifikasi dan mengevaluasi
proses berfikir serta keyakinan konseli. Kemudian merencanakan rancangan pelatihan
untuk perubahan tingkah lakunya.
7. Prinsip 7: Cognitive Behavior Therapy berlangsung pada waktu yang terbatas. Pada
kasus-kasus tertentu, konseling membutuhkan pertemuan antara 6 sampai 14 sesi.
Agar proses konseling tidak membutuhkan waktu yang panjang, diharapkan secara
kontinyu konselor dapat membantu dan melatih konseli untuk melakukan self-help.
8. Prinsip 8: Sesi Cognitive Behavior Therapy yang terstruktur. Struktur ini terdiri dari
tiga bagian konseling. Bagian awal, menganalisis perasaan dan emosi konseli,
menganalisis kejadian yang terjadi dalam satu minggu kebelakang, kemudian
menetapkan agenda untuk setiap sesi konseling. Bagian tengah, meninjau
pelaksanaan tugas rumah (homework asigment), membahas permasalahan yang
muncul dari setiap sesi yang telah berlangsung, serta merancang pekerjaan rumah
baru yang akan dilakukan. Bagian akhir, melakukan umpan balik terhadap
perkembangan dari setiap sesi konseling. Sesi konseling yang terstruktur ini membuat
proses konseling lebih dipahami oleh konseli dan meningkatkan kemungkinan
mereka mampu melakukan self-help di akhir sesi konseling.
9. Prinsip 9: Cognitive Behavior Therapy mengajarkan konseli untuk mengidentifikasi,
mengevaluasi, dan menanggapi pemikiran disfungsional dan keyakinan mereka.
Setiap hari konseli memiliki kesempatan dalam pikiran-pikiran otomatisnya yang
akan mempengaruhi suasana hati, emosi dan tingkah laku mereka. Konselor
membantu konseli dalam mengidentifikasi pikirannya serta menyesuaikan dengan
kondisi realita serta perspektif adaptif yang mengarahkan konseli untuk merasa lebih
baik secara emosional, tingkahlaku dan mengurangi kondisi psikologis negatif.
Konselor juga menciptakan pengalaman baru yang disebut dengan eksperimen
perilaku. Konseli dilatih untuk menciptakan pengalaman barunya dengan cara
menguji pemikiran mereka (misalnya: jika saya melihat gambar laba-laba, maka saya
akan merasa sangat cemas, namun saya pasti bisa menghilangkan perasaan cemas
tersebut dan dapat melaluinya dengan baik). Dengan cara ini, konselor terlibat dalam
eksperimen kolaboratif. Konselor dan konseli bersama-sama menguji pemikiran
konseli untuk mengembangkan respon yang lebih bermanfaat dan akurat.
10. Prinsip 10: Cognitive Behavior Therapy menggunakan berbagai teknik untuk
merubah pemikiran, perasaan, dan tingkah laku. Pertanyaan-pertanyaan yang
berbentuk sokratik memudahkan konselor dalam melakukan konseling cognitive-
behavior. Pertanyaan dalam bentuk sokratik merupakan inti atau kunci dari proses
evaluasi konseling. Dalam proses konseling, CBT tidak mempermasalahkan konselor
menggunakan teknik-teknik dalam konseling lain seperti kenik Gestalt, Psikodinamik,
Psikoanalisis, selama teknik tersebut membantu proses konseling yang lebih saingkat
dan memudahkan konselor dalam membantu konseli. Jenis teknik yang dipilih akan
dipengaruhi oleh konseptualisasi konselor tehadap konseli, masalah yang sedang
ditangani, dan tujuan konselor dalam sesi konseling tersebut.

D. KARAKTERISTIK COGNITIVE BEHAVIOR THERAPY


CBT merupakan bentuk psikoterapi yang sangat memperhatikan aspek peran
dalam berpikir, merasa, dan bertindak. Terdapat beberapa pendekatan dalam psikoterapi
CBT termasuk di dalamnya pendekatan Rational Emotive Behavior Therapy, Rational
Behavior Therapy, Rational Living Therapy, Cognitive Therapy, dan Dialectic Behavior
Therapy. Akan tetapi CBT memiliki karakteristik tersendiri yang membuat CBT lebih
khas dari pendekatan lainnya. Karakteristik CBT menurut Para ahli yang tergabung
dalam National Association of Cognitive-Behavioral Therapists (NACBT) adalah sebagai
berikut.4

a) CBT didasarkan pada model kognitif dari respon emosional. CBT didasarkan
pada fakta ilmiah yang menyebabkan munculnya perasaan dan perilaku, situasi
dan peristiwa. Keuntungan dari fakta ini adalah seseorang dapat mengubah cara
berpikir, cara merasa, dan cara berperilaku dengan lebih baik walaupun situasi
tidak berubah.
b) CBT lebih cepat dan dibatasi waktu. CBT merupakan konseling yang
memberikan bantuan dalam waktu yang relatif lebih singkat dibandingkan dengan
pendekatan lainnya. Rata-rata sesi terbanyak yang diberikan kepada konseli hanya
16 sesi. Berbeda dengan bentuk konseling lainnya, seperti psikoanalisa yang
membutuhkan waktu satu tahun. Sehingga CBT memungkinkan konseling yang
lebih singkat dalam penanganannya
c) Hubungan antara konseli dengan terapis atau konselor terjalin dengan baik.
Hubungan ini bertujuan agar konseling dapat berjalan dengan baik. Konselor

4
Idat Muqodas, Cognitive-Behavior Therapy : Solusi Pendekatan Praktek Konseling Indonesia,
http://idatmuqodas.blogspot.com/2012/02/cognitive-behaviortherapy-solusi.html, diakses tanggal 23 Desember
2016.
meyakini bahwa sangat penting untuk mendapatkan kepercayaan dari konseli.
Namun, hal ini tidak cukup bila tidak diiringi dengan keyakinan bahwa konseli
dapat belajar mengubah cara pandang atau berpikir sehingga akhirnya
konselidapat memberikan konseling bagi dirinya sendiri.
d) CBT merupakan konseling kolaboratif yang dilakukan terapis atau konselor dan
konseli. Konselor harus mampu memahami maksud dan tujuan yang diharapkan
konseli serta membantu konseli dalam mewujudkannya. Peranan konselor yaitu
menjadi pendengar, pengajar, dan pemberi semangat.
e) CBT didasarkan pada filosofi stoic (orang yang pandai menahan hawa nafsu).
CBT tidak menginformasikan bagaimana seharusnya konseli merasakan sesuatu,
tapi menawarkan keuntungan perasaan yang tenang walaupun dalam keadaan sulit
f) CBT mengunakan metode sokratik. Terapis atau konselor ingin memperoleh
pemahaman yang baik terhadap hal-hal yang dipikirkan oleh konseli. Hal ini
menyebabkan konselor sering mengajukan pertanyaan dan memotivasi konseli
untuk bertanya dalam hati, seperti “Bagaimana saya tahu bahwa mereka sedang
menertawakan saya?” “Apakah mungkin mereka menertawakan hal lain”.
g) CBT memiliki program terstruktur dan terarah. Konselor CBT memiliki agenda
khusus untuk setiap sesi atau pertemuan. CBT memfokuskan pada pemberian
bantuan kepada konseli untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya.
Konselor CBT tidak hanya mengajarkan apa yang harus dilakukan oleh konseli,
tetapi bagaimana cara konseli melakukannya.
h) CBT didasarkan pada model pendidikan. CBT didasarkan atas dukungan secara
ilmiah terhadap asumsi tingkah laku dan emosional yang dipelajari. Oleh sebab
itu, tujuan konseling yaitu untuk membantu konseli belajar meninggalkan reaksi
yang tidak dikehendaki dan untuk belajar sebuah reaksi yang baru. Penekanan
bidang pendidikan dalam CBT mempunyai nilai tambah yang bermanfaat untuk
hasil tujuan jangka panjang.
i) CBT merupakan teori dan teknik didasarkan atas metode induktif. Metode
induktif mendorong konseli untuk memperhatikan pemikirannya sebagai sebuah
Jawaban sementara yang dapat dipertanyakan dan diuji kebenarannya. Jika
Jawaban sementaranya salah (disebabkan oleh informasi baru), maka konseli
dapat mengubah pikirannya sesuai dengan situasi yang sesungguhnya.
j) Tugas rumah merupakan bagian terpenting dari teknik CBT, karena dengan
pemberian tugas, konselor memiliki informasi yang memadai tentang
perkembangan konseling yang akan dijalani konseli. Selain itu, dengan tugas
rumah konseli terus melakukan proses konselingnya walaupun tanpa dibantu
konselor. Penugasan rumah inilah yang membuat CBT lebih cepat dalam proses
konselingnya.

E. TEKNIK COGNITIVE BEHAVIOR THERAPY


CBT adalah pendekatan psikoterapeutik yang digunakan oleh konselor untuk
membantu individu ke arah yang positif. Berbagai variasi teknik perubahan kognisi,
emosi dan tingkah laku menjadi bagian yang terpenting dalam Cognitive Behavior
Therapy. Metode ini berkembang sesuai dengan kebutuhan konseli, di mana konselor
bersifat aktif, direktif, terbatas waktu, berstruktur, dan berpusat pada konseli.

Konselor atau terapis Cognitive Behavior biasanya menggunakan berbagai teknik


intervensi untuk mendapatkan kesepakatan perilaku sasaran dengan konseli. Teknik yang
biasa dipergunakan oleh para ahli dalam Cognitive Behavior Therapy CBT yaitu5 :

1. Menata keyakinan irasional.


2. Bibliotherapy, menerima kondisi emosional internal sebagai sesuatu yang menarik
ketimbang sesuatu yang menakutkan.
3. Mengulang kembali penggunaan beragam pernyataan diri dalam role play dengan
konselor.
4. Mencoba penggunaan berbagai pernyataan diri yang berbeda dalam situasi ril.
5. Mengukur perasaan, misalnya dengan mengukur perasaan cemas yang dialami
pada saat ini dengan skala 0-100.
6. Menghentikan pikiran. Konseli belajar untuk menghentika pikiran negatif dan
mengubahnya menjadi pikiran positif.
5
John McLeod, Pengantar Konseling: Teori dan Studi Kasus Alih Bahasa oleh A.K. Anwar, (Jakarta:Kencana,2006),
hal. 157-158.
7. Desensitization systematic. Digantinya respons takut dan cemas dengan respon
relaksasi dengan cara mengemukakan permasalahan secara berulang-ulang dan
berurutan dari respon takut terberat sampai yang teringan untuk mengurangi
intensitas emosional konseli.
8. Pelatihan keterampilan sosial. Melatih konseli untuk dapat menyesuaikan dirinya
dengan lingkungan sosialnya.
9. Assertiveness skill training atau pelatihan keterampilan supaya bisa bertindak
tegas.
10. Penugasan rumah. Memperaktikan perilaku baru dan strategi kognitif antara sesi
konseling.
11. In-vivo exposure. Mengatasi situasi yang menyebabkan masalah dengan
memasuki situasi tersebut.
12. Covert conditioning, upaya pengkondisian tersembunyi dengan menekankan
kepada proses psikologis yang terjadi di dalam diri individu. Peranannya di dalam
mengontrol perilaku berdasarkan kepada imajinasi, perasaan dan persepsi.

F. LANGKAH DAN PROSES COGNITIVE BEHAVIOR THERAPY


Berikut ini adalah tahapan terapi yang diungkapkan oleh Kasandra Oemarjoedi
dalam buku A.Kasandra Putranto6 :

NO. PROSES SESI


1. Assesment dan Diagnosa 1
2. Mencari akar permasalahan yang bersumber dari emosi negatif, 2
penyimpangan proses berfikir, dan keyakinan utama yang
berhubungan dengan gangguan
3. Konselor bersama konseli menyusun rencana intervensi dengan 3
memberikan konsekwensi positif-negatif kepada konseli
4. Formulasi status, Fokus terapi, Intervensi tingkah laku 4

6
A.Kasandra Putranto, Aplikasi Cognitive Behaviour dan Behaviour Activation dalam Intervensi Klinis,
(Jakarta:Grafindo Books Media,2016),235-239
5. Pencegahan Relapse dan Training Self-Help 5
Keterangan :

Sesi 1: Asesmen dan Diagnosa Awal


Dalam sesi ini, terapis (konselor) diharapkan mampu:
a) Melakukan asesmen, observasi, anamnese, dan analisis gejala, demi menegakkan
diagnosa awal mengenai gangguan yang terjadi
b) Memberikan dukungan dan semangat kepada klien untuk melakukan perubahan
c) Memperoleh komitmen dari klien untuk melakukan terapi dan pemecahan
masalah terhadap gangguan yang dialami
d) Menjelaskan kepada klien formulasi masalah dan situasi kondisi yang dihadapi

Sesi 2: Mencari emosi negatif, pikiran otomatis, dan keyakinan utama yang
berhubungan dengan gangguan
Beberapa tokoh meyakini bahwa sesi ini sebaiknya dilakukan di sesi (paling tidak) 8-10.
Namun pada prakteknya sesi ini lebih mudah dilakukan segera setelah asesmen dan
diagnosa, selain karena tuntutan klien akan gambaran yang lebih jelas dalam waktu yang
singkat, klien juga menuntut adanya manfaat terapi yang dapat segera dirasakan dalam
pertemuan kedua, dalam sesi ini, terapis diharapkan mampu :
a) Memberikan bukti bagaimana sistem keyakinan dan pikiran otomatis sangat erat
hubungannya dengan emosi dan tingkah laku, dengan cara menolak pikiran
negatif secara halus dan menawarkan pikiran positif sebagai alternatif untuk
dibuktikan bersama.
b) Memperoleh komitmen klien untuk melakukan modifikasi secara menyeluruh,
mulai dari pikiran, perasaan sampai perbuatan, dari negatif menjadi positif

Pada umumnya, dalam sessi ini klien cukup dapat menerima penjelasan terapis
dan tertarik untuk mencoba bereksperimen dengan pikiran dan perasaannya. Namun
seringkali, mereka melaporkan kesulitan dalam menerapkan teknik-teknik modifikasi
pikiran dan perasaan, karena sistem keyakinan meeka sudah membentuk semacam rajutan
yang kokoh dalam ingatannya. Semakin negatif pikiranseseorang semakin gelap dan tebal
pula rajutan distorsi kognitifnya. Oleh karena itu, hipnoterapi sudah dapat dilkukan
dalam sesi ini, karena umumnya klien akan dapat langsung merasakan manfaat
hipnoterapi segera setelah menyelesaikan sessi ini, terutama terhadap perasaanya. Klien
juga diberikan rekomendasi untuk melakukanlatihan di rumah, demi mencapai
keterampilan “auto hypnose” yang diharapkan dapat meningkatkan potensi keberhasilan
terapi

Sesi 3: Menyusun rencana intervensi dengan memberikan konsekwensi


positif-konsekwensi negatif kepada klien dan kepada “significant persons”
Pada dasarnya terapis diharapkan mampu menerapkan prinsip-prinsip teori belajar
dengan memberikan penguatan (reinforcement) dan hukuman (punishment) secara kreatif
kepada klien dan keluarganya sbagai orang-orang yang signifikan dalam hidupnya.
Terapis juga diharapkan dapat memantapkan komitmen untuk merubah tingkah laku dan
keinginan untuk merubah situasi. Namun seringkali terjadi, istilah hukuman dan hadiah
kurang dapat diterima klien, terutama pada klien dewasa. Oleh karena itu terapis dapat
menampilkan kreativitas dengan memberikan istilah yang lebih
sesuai, misalnya istilah konsekwensi positif dan negatif. Terapis jugaperlu memperjelas
hubungan antara pikiran negatif yang menghasilkan konsekwensi negatif, dan pikiran
positif yang menghasilkan konsekwensi positif.

Klien diajak membuat komitmen tentang bagaimana ia dan terapis menerapkan


konsekwensi positif dan negatif terhadap kemajuan proses belajarnya. Keterlibatan
“significant persons” untuk turut memberi dan menerima konsekwensi yang telah
disepakati akan sangat berpengaruh terhadap keberhasilan terapi. Penggunaan
konsekwensi positif dan negatif ini pada tahap selanjutnya bahkan dianggap sebagai
faktor utama dalam kemampuan klien mengatasi Relapse (kekambuhan).

Sesi 4: Formulasi status, fokus terapi, intervensi tingkah laku lanjutan


Pada sessi ini, formulasi status yang dilakukan adalah lebih kepada kemajuan dan
perkembangan terapi. Terapis diharapkan dapat memberikan feed back atas hasil
kemajuan dan perkembangan terapi, mengingatkan fokus terapi, dan mengevaluasi
pelaksanaan intervensi tingkah laku dengan konsekwensi-konsekwensi yang telah
disepakati. Beberapa perubahan mungkin dilakukan untuk memberikan efek yang lebih
maksimal. Dalam sesi ini, terapis diharapkan mampu memberikan:

1. Dukungan dan semangat kepada kemajuan yang dicapai klien


2. Keyakinan untuk tetap fokus kepada masalah utama

Sesi 5: Pencegahan Relapse


Pada sesi ini, diharapkan klien sudah memiliki pengalaman yang lebih mendalam
tentang Cognitive Behavior dan bagaimana manfaat langsung dari hipnoterapi, serta
pentingnya melakukan keterampilan “auto hypnose” untuk mencegah Relapse
(kembalinya gejala gangguan). Pengetahuan umum tentang istilah Relapse perlu
diperjelas oleh terapis di awal sessi untuk meyakinkan agar klien memahami artinya dan
mampu memilih tindakan yang harus dilakukan. Dalam sesi ini, terapis diharapkan
mampu memperoleh:

a) Komitmen klien untuk melanjutkan terapi dalam sesi yang lebih jarang dan
melakukan metode “self help” secara berkesinambungan.
b) Komitmen klien untuk secara aktif membentuk pikiran-perasaan-perbuatan positif
dalam setiap masalah yang dihadapi.

1. M
2. RATIONAL EMOTIVE BEHAVIOR THERAPY
A. SEJARAH DAN TOKOH RATIONAL EMOTIVE BEHAVIOR THERAPY
Pendekatan Rational Emotive Behavioral Therapy (REBT) adalah pendekatan behavior
kognitif yang menekankan pada keterkaitan antara perasaan, tingkah laku, dan pikiran.
Pendekatan Rational Emotive Behavioral Therapy (REBT) dikembangkan oleh Albert
Ellis melalui beberapa tahapan. Pandangan dasar pendekatan ini tentang manusia adalah
bahwa individu memiliki tendensi untuk berpikir irrasional yang salah satunya didapat
melalui belajar sosial. Di samping itu, individu juga memiliki kapasitas untuk belajar
kembali untuk berpikir rasional. Pendekatan ini bertujuan untuk mengajak individu untuk
mengubah pikiran-pikiran irasionalnya ke pikiran yang rasional melalui teori GABCDE.7

Pengertian rational emotive diperkenalkan pertama kalinya oleh seorang klinisi


yang bernama Albert Ellis pada tahun 1995. Pada awalnya Ellis merupakan seorang
psikoanalisis, tetapi kemudian ia merasakan bahwa psikoanalisis tidak efisien. 8
Sebagaimana diketahui aliran ini dilatarbelakangi oleh filsafat eksistensialisme yang
berusaha memahami manusia sebagaimana adanya. Manusia adalah subjek yang sadar
akan dirinya dan sadar akan objek-objek yang dihadapinya. Manusia adalah makhluk
berbuat dan berkembang dan merupakan individu dalam satu kesatuan yang berarti;
manusia bebas, berpikir, bernafsu, dan berkehendak.9

Rational Emotive Beavior Therapy (REBT) adalah sebuah aliran psikoterapi yang
berlandaskan asumsi bahwa manusia dilahirkan dengan potensi, baik untuk berpikir
rasional dan jujur maupun berfikir irasional yang jahat. Manusia memiliki
kecenderungan-kecenderungan untuk memelihara diri, berbahagia, berpikir dan
mengatakan, mencintai, bergabung dengan orang lain, serta tumbuh dan mengaktualkan
diri. Akan tetapi, manusia juga memiliki kecenderungan-kecenderungan kearah
menghancurkan diri, menghindari pemikiran, berlambat-lambat, menyesali kesalahan-
kesalahan secara tak berkesudahan, takhayul, intoleransi, perfeksionisme dan mencela
diri, serta menghindari pertumbuhan dan aktualisasi diri, untuk menghancurkan diri.10

Menurut George & Cristiani seperti yang dikutip oleh Hartono & Boy
Soedarmadji, menyatakan bahwa pendekatan Rational Emotive Therapy (RET) ini
menekankan pada proses berpikir konseli yang dihubungkan dengan perilaku serta
kesulitan psikologis dan emosional. Pendekatan RET lebih diorientasikan pada kognisi,
perilaku dan aksi yang lebih

7
Gantina Komalasari, dkk, Teori Dan Teknik Konseling, (Jakarta: PT Indeks, 2016), p.201
8
Namora Lumongga Lubis, Memahami Dasar-Dasar Konseling Dalam Teori dan Praktik, (Jakarta: Kencana,
2011),p.175
9
Sofyan S. Willis, Konseling Individual Teori dan Praktek, (Bandung: Alabeta, 2014) h.75.
10
Gerald Corey, Terapi dan Praktik Konseling Psikoterapi….,h.238
mengutamakan berpikir, menilai, menentukan, menganalisis dan melakukan sesuatu.
Menurut pandangan pendekatan RET permasalahan yang dimiliki seseorang bukan
disebabkan oleh lingkungan dan perasaannya, tetapi lebih pada sistem keyakinan,
bagaimana dia menilai dan bagaimana dia menginterpretasi apa yang terjadi padanya.
Dapat disimpulkan bahwa jika emosi terganggu, maka pikiran juga akan terganggu
sehingga mucullah pemikiran yang irasional.11

Pandangan REBT menyatakan bahwa manusia sebagai individu didominasi oleh


sistem berpikir dan sistem perasaan yang berkaitan dengan sistem psikis indivu. Menurut
George dan Cristiani yang dikutip oleh Gantina Komalasari dkk, secara khusus
pendekatan Rational Emotive Behavioral Therapy (REBT) berasumsi bahwa individu
memiliki karakteristik sebagai berikut12 :

1) Individu memiliki potensi yang unik untuk berpikir rasional dan irasional.
2) Pikiran irasional berasal dari proses belajar yang irasional yang didapat dari orang
tua dan budayanya.
3) Manusia adalah makhluk verbal dan berpikir melalui simbol dan bahasa, dengan
demikian, gangguan emosi yang dialami individu disebabkan oleh verbalisasi ide
dan pemikiran irasional.
4) Gangguan emosional yang disebabkan oleh verbalisasi diri (self verbalising) yang
terus menerus dan persepsi serta sikap terhadap kejadian merupakan akar
permasalahan, bukan karena kejadian itu sendiri.
5) Individu memiliki potensi untuk mengubah arah hidup personal dan sosialnya.
6) Pikiran dan perasaan yang negatif dan merusak diri dapat diserang dengan
mengorganisasikan kembali persepsi dan pemikiran, sehingga menjadi logis dan
rasional

Landasan filosofi Rational Emotive Behavior Therapy (REBT) tentang manusia


tergambar dalam quotation dari Epicetus yang dikutip oleh Ellis :

11
Hartono & Boy Soedarmadji, Psikologi Konseling, (Jakarta: Kencana, 2012), h. 131
12
Gantina Komalasari, dkk, Teori Dan Teknik Konseling….h.202
“Men are disturbed not by things, but by the views which they take of them”
(Manusia terganggu bukan karena sesuatu, tetapi karena pandangan terhadap sesuatu) 13

Rational Emotive Behavior Therapy (REBT) berasumsi bahwa berpikir logis itu
tidak mudah, kebanyakan individu cenderung ahli dalam berpikir tidak logis. Contoh
berpikir tidak logis yang biasanya banyak menguasai individu adalah :

1) Saya harus sempurna.


2) Saya baru saja melakukan kesalahan, bodoh sekali!
3) Ini adalah bukti bahwa saya tidak sempurna, maka saya tidak sempurna14

Secara sistem nilai, terdapat dua nilai eksplisit dalam filosofi Rational Emotive
Behavior Therapy (REBT) yang biasanya dipegang oleh individu namun tidak sering
diverbalkan, yaitu:
1. Nilai untuk bertahan hidup (Survival)
2. Nilai kesenangan (enjoyment)

Kedua nilai ini didesain oleh individu agar ia dapat hidup lebih panjang,
meminimalisir stress emosional dan tingkah laku yang merusak diri serta
mengaktualisasi diri sehingga individu dapat hidup dengan penuh dan bahagia. Tujuan-
tujuan ini dipandang sebagai pilihan daripada kebutuhan. Hidup yang rasional terdiri
dari pikiran, perasaan, dan tingkah laku yang berkontribusi terhadap pencapaian tujuan-
tujuan yang dipilih individu. Sebaliknya, hidup yang irrasional terdiri dari pikiran,
perasaan, dan tingkah laku yang menghambat pencapaian tersebut.15

Manusia dipandang memiliki tiga tujuan fundamental, yaitu: untuk bertahan hidup
(to survive), untuk bebas dari kesakitan (to be relatively free from pain) dan untuk
mencapai kepuasan (to be reasonably or content). Rational Emotive Behavior Therapy
(REBT) juga berpendapat bahwa individu adalah hedonistic, yaitu kesenangan dan

13
Gantina Komalasari, dkk, Teori Dan Teknik Konseling….h.203
14
Gantina Komalasari, dkk, Teori Dan Teknik Konseling….h.204
15
Gantina Komalasari, dkk, Teori Dan Teknik Konseling….h.204
bertahan hidup adalah tujuan utama hidup. Hedonisme dapat diartikan sebagai
pencarian
kenikmatan dan menghindari kesakitan. Bentuk hedonisme khusus yang membutuhkan
perhatian adalah penghindraan terhadap kesakitan dan ketidaknyamanan. Dalam
Rational
Emotive Behavior Therapy (REBT) hal ini menghasilkan Low Frustation Tolerance
(LFT). Individu yang memiliki LFT terlihat dari pernyataan-pernyataan verbalnya
seperti: ini terlalu berat, saya pasti tidak mampu, ini menakutkan, saya tidak bisa
menjalani ini.

B. KONSEP DASAR RATIONAL EMOTIVE BEHAVIOR THERAPY


Ellis mengatakan beberapa asumsi dasar REBT yang dapat dikategorisasikan antara
lain:
1. Pikiran, perasaan dan tingkah laku secara berkesinambungan saling berinteraksi
dan mempengaruhi satu sama lain.
2. Ganguan emosional disebabkan oleh faktor biologi dan lingkungan.
3. Manusia dipengaruhi oleh orang lain dan lingkungan sekitar dan individu juga
secara mengajak mempengaruhi orang lain di sekitarrnya.
4. Manusia menyakiti diri sendiri secara kognitif, emosional, dan tingkal laku.
Individu sering berfikir yang menyakiti diri sendiri dan orang lain.
5. Ketika hal yang tidak menyenangkan terjadi, individu cenderung menciptakan
keyakinan yang irasional tentang kejadian tersebut. Keyakinan irasional menjadi
penyebab ganguan kepribadian individu.
6. Sebagian besar manusia memiliki kecendrungan yang besar untuk membuat dan
mempertahankan ganguan emosionalnya.
7. Ketika individu bertingkahlaku yang menyakitkan diri sendiri (self-defeating
behavior).

Menurut Nelson dan Jones pendekatan Rational Emotive Behavior Therapy (REBT)
memiliki tiga hipotesis fundamental yang menjadi landasan berpikir dari teori ini, yaitu:

1. Pikiran dan emosi sering berkaitan.


2. Pikiran dan emosi biasanya saling mempengaruhi satu sama lain, keduanya
bekerja sepeti llingkaran yang memilii hubungan sebab-akibat, dan pada poin
tertentu, pikiran emosi menjadi hal yang sama.
3. Pikiran dan emosi berperan dalam self-talk (perbincangan dalam diri individu
yang kerap kali diuapkan oleh individu sehingga menjadi pikiran dan emosi).
Sehingga pernyataan internal individu sangat berarti dalam menghasilkan dan
memodifikasi emosi individu.

Menurut Ellis, terdapat enam prinsip teori Rational Emotive Behavior Therapy
(REBT), antara lain:

1. Pikiran adalah penentu proksimal paling penting terhadap emosi individu.


2. Disfungsi berpikir adalah penentu utama setres emosi.
3. Cara terbaik untuk melakukan setres adalah dengan mengubah cara berpikir.
4. Percaya atas berbagai faktor yaitu genetik dan lingkungn yang menjadi penyebab
pikiran yang irasional.
5. Menekankan pada masa sekarang (present) dari pada pengaruh masa lalu.
6. Perubahan tidak terjadi dengan mudah.16

C. PROSES BERPIKIR

Ellis membagi pikiran individu dalam tiga tingkatan, yaitu : dingin (Cool), hangat
(warm), dan panas (hot). Pikiran dingin adalah pikiran yang bersifat deskriptif dan
mengandung sedikit emosi, sedangkan pikiran yang hangat adalah pikiran yang mengarah
pada satu preferensi atau keyakinan rasional, pikiran ini mengandung unsur evaluasi yang
mempengaruhi pembentukan perasaan. Adapun pikiran yang panas adalah pikiran yang
mengandung unsure evaluasi yang tinggi dan penuh dengan perasaan.

D. PRINSIP DASAR

Prinsip dasar REBT adalah kognisi sebagai penentu proksimal paling penting dari
emosi manusia. Secara sederhana, kita merasakan apa yang kita pikirkan. Peristiwa dan
16
Gantina Komalasari, dkk, Teori Dan Teknik Konseling….h.207
orang lain tidak membuat kita "merasa baik" atau "merasa tidak enak"; Kita
melakukannya untuk diri kita sendiri, secara kognitif. Seolah-olah kita menulis naskah
untuk reaksi emosional kita, meski biasanya kita tidak sadar akan hal itu.

Prinsip kedua menyatakan bahwa pemikiran irasional adalah penentu utama


tekanan emosional. Keadaan emosional yang disfungsional dan banyak aspek
psikopatologi adalah hasil dari proses pemikiran disfungsional, yang dapat ditandai
dengan pembesar-pembesar, penyederhanaan yang berlebihan, asumsi tidak logis yang
tidak teruji, deduksi yang salah, dan tuntutan bahwa emosi, pikiran, atau kenyataan
dilakukan atau dilakukan.

E. KARAKTERISTIK
Pendekatan REBT merupakan pendekatan yang lebih menekankan pada
pemikiran rasional, menyelesaikan permasalahan menggunakan pemikiran yang logis dan
realistis, tehnik pendekatan REBT memiliki ciri khusus, ciri-ciri tersebut dapat diuraikan
sebagai berikut:
1) Dalam menelusuri masalah klien yang dibantunya, konselor berperan lebih aktif
dibandingkan klien. Maksudnya adalah bahwasannya peran konselor disini harus
bersikap efektif dan memiliki kapasitas untuk memecahkan masalah yang
dihadapi klien dan bersungguh-sungguh dalam mengatasi masalah yang dihadapi,
artinya konselor harus melibatkan diri dan berusaha menolong kliennya supaya
dapat berkembang sesuai dengan keinginan dan disesuaikan dengan potensi yang
dimilikinya.
2) Dalam proses hubungan konseling harus tetap diciptakan dan dipelihara hubungan
baik dengan klien. Dengan sikap yang ramah dan hangat dari konselor akan
mempunyai pengaruh yang penting demi suksesnya proses konseling sehingga
dengan terciptanya proses yang akrab dan rasa nyaman ketika berhadapan dengan
klien.
3) Tercipta dan terpeliharanya hubungan baik ini dipergunakan oleh konselor untuk
membantu klien mengubah cara berfikirnya yang tidak rasional menjadi rasional.
4) Dalam proses hubungan konseling, konselor tidak banyak menelusuri masa
lampau klien

F. TEKNIK

Pendekatan REBT menggunakan berbagai teknik yang bersifat kognitif, afektif,


behavioral yang disesuaikan dengan kondisi klien. Teknik-teknik pendekatan REBT
adalah sebagai berikut :

1) Teknik-teknik Kognitif

Teknik kognitif adalah teknik yang digunakan untuk mengubah cara berfikir klien. Dewa
Ketut menerangkan ada empat tahap dalam teknik-teknik kognitif :

a) Tahap Pengajaran

Dalam pendekatan REBT, konselor mengambil peranan lebih aktif dari pelajar.Tahap
ini memberikan keleluasaan kepada konselor untuk berbicara serta menunjukkan sesuatu
kepada klien, terutama menunjukkan bagaimana irasional berfikir itu secara langsung
menimbulkan gangguan emosi kepada klien tersebut.

b) Tahap Persuasif

Meyakinkan klien untuk mengubah pandangannya karena pandangan yang ia


kemukakan tersebut merupakan pandangan yang salah. Kemudian konselor juga mencoba
meyakinkan, berbagai argumentasi untuk menunjukkan apa yang dianggap oleh klien
tersebut adalah pandangan yang salah.

c) Tahap Konfrontasi

Konselor mengubah cara berfikir klien yang tidak logis dan membawa klien ke arah
berfikir yang lebih logika.

d) Tahap Pemberian Tugas

Konselor memberi tugas kepada klien untuk mencoba melakukan tindakan tertentu
dalam situasi nyata.Misalnya, menugaskan klien bergaul dengan anggota masyarakat jika
mereka merasa dikucilkan dari pergaulan, atau membaca buku untuk memperbaiki
kekeliruan cara berfikirnya.

2) Teknik-teknik Emotif

Teknik-teknik emotif adalah teknik yang digunakan untuk mengubah emosi klien.
Teknik yang sering digunakan antara lain ialah:

a) Teknik Sosiodrama
Memberi peluang mengekspresikan berbagai perasaan yang menekan klien itu
melalui suasana yang didramatisasikan sehingga klien dapat secara bebas
mengungkapkan dirinya sendiri secara lisan, tulisan atau melalui gerakan dramatis.
b) Teknik Self Modelling
Dilakukan dengan meminta klien berjanji dengan konselor untuk menghilangkan
perasaan yang menimpanya. Klien diminta taatdan setia pada janjinya.
c) Teknik Assertive Training.
Digunakan untuk melatih, mendorong dan membiasakan klien dengan pola perilaku
tertentu yang diinginkannya.
3) Teknik-teknik Behaviouristik

Terapi Rasional Emotif banyak menggunakan teknik behavioristik terutama dalam hal
upaya modifikasi perilaku negatif klien, dengan mengubah akar-akar keyakinannya yang
tidak rasional dan tidak logis, beberapa teknik yang tergolong behavioristik adalah:

a) Teknik Reinforcement

Teknik Reinforcement (penguatan), yaitu: untuk mendorong klien ke arah tingkah


laku yang lebih rasional dan logis dengan jalan memberikan pujian verbal (reward)
ataupun hukuman (punishment). Teknik ini dimaksudkan untuk membongkar sistem
nilai-nilai dan keyakinan yang irasional pada klien dan menggantinya dengan sistem nilai
yang lebih positif.

b) Teknik Social Modeling (Pemodelan Sosial)

Teknik Social Modeling (pemodelan sosial), yaitu teknik untuk membentuk perilaku-
perilaku baru pada klien. Teknik inidilakukan agar klien dapat hidup dalam suatu model
sosial yang diharapkan dengan cara mutasi (meniru), mengobservasi dan menyesuaikan
dirinya dan menginternalisasikan norma-norma dalam sistem model sosial dengan
masalah tertentu yang telah disiapkan konselor.

c) Teknik Live Models

Teknik Live Models (mode kehidupan nyata), yaitu teknik yang digunakan untuk
menggambar perilaku-perilaku tertentu. Khususnya situasi-situasi interpersonal yang
kompleks dalam bentuk percakapan-percakapan sosial, interaksi dengan memecahkan
masalah-masalah.

G. LANGKAH DAN PROSES


Tahap-Tahap Konseling Rational Emotive Behavior Therapy (REBT) membantu
konseli mengenali dan memahami perasaan, pemikiran dan tingkah laku yang irasional.
Dalam proses konseling dengan pendekatan REBT terdapat beberapa tahap yang
dilakukan yaitu sebagai berikut17 :

1. Tahap 1
Proses di mana konseli diperlihatkan dan disadarkan bahwa mereka tidak logis dan
irasional. Proses ini membantu konseli memahami bagaimana dan mengapa dapat
menjadi
irasional. Pada tahap ini konseli diajarkan bahwa mereka memiliki potensi untuk
mengubah hal tersebut.

2. Tahap 2
Pada tahap ini konseli dibantu untuk yakin bahwa pemikiran dan perasaan negatif
tersebut dapat ditantang dan diubah. Pada tahap ini konseli mengeksplorasi ide-ide untuk
menentuan tujuan-tujuan rasional. Konselor juga mendebat pikiran irasional konseli
dengan menggunakan pertanyaan untuk menantang validitas ide tentang diri, orang lain
dan sekitar. Pada tahap ini konselor menggunakan teknik-teknik konseling Rasional

17
Gantina Komalasari dkk, Teori Dan Teknik Konseling.… h.215-216
Emotive Behavior Therapy (REBT) untuk membantu konseli mengembangkan pikiran
rasional.
3. Tahap 3
Pada tahap akhir ini, konseli dibantu untuk secara terus menerus mengembangkan
pikiran rasional serta mengembangkan filosofi hidup yang rasional sehingga konseli tidak
terjebak pada masalah yang disebabkan oleh pemikiran irasional. Terdapat dua tugas
utama konselor pada tahap ini yaitu, yang pertama interpersonal adalah membangun
hubungan terapeutik, membangun rapport, dan suasana yang kolaboratif. Yang kedua
yaitu organizational adalah bersosialisasi dengan konseli untuk memulai terapi,
mengadakan proses asesmen awal, menyetujui wilayah masalah dan membangun tujuan
konseling.18
1. K
2. L
3. SOLUTION FOCUSS BRIEF COUNSELING
A. SEJARAH DAN TOKOH SOLUTION FOCUS BRIEF COUNSELING

SFBC (solution focus brief counseling) adalah salah satu teknik konseling pendekatan
postmodern. Terapi ini berorientasi pada penyelesaian masalah bukan pada masalah apa
yang terjadi. SFBC didirikan oleh dua orang tokoh, yakni Insoo Kim Berg dan Steve De
Shaver. Insoo Kim Berg merupakan direktur eksekutif pusat terapi keluarga yang singkat
di Milmaukee. Ia juga menghasilkan tulisan berupa jasa keluarga yang didasarkan pada
Pusat pendekatan solusi (1994), bekerja dengan masalah-masalah pemabuk (1992), Pusat
Pendekatan solusi (1992), dan Interviewing solution (2002).

Steve De Shaver sendiri merupakan salah seorang senior perkumpulan penelitian di


Milwaukee yang juga seorang pengarang buku terapi singkat berfokus pada solusi beserta
petunjuk-petunjuk dan cara kerja SFBT. Dia mempresentasikan tulisan tersebut melalui
tempat-tempat kerja, pelatihan, dan memperluas kemampuannya sebagai konsultan di
Amerika Utara, Eropa, Australia, dan Asia untuk pengembangan teori dan solusi-solusi
pada praktek.

SFBC berbeda dengan terapi tradisional yang mengulas masa lalu dalam membantu
proses terapi saat ini maupun masa depan. Konselor fokus pada apa yang mungkin, dan

18
Gantina Komalasari dkk, Teori Dan Teknik Konseling.… h.215-216
kurang mengeksplorasi masalah. De Shazer mengatakan bahwa tidak perlu mengetahui
penyebab masalah untuk menyelesaikannya dan tidak perlu menghubungkan antara
penyebab masalah dengan solusi. Pengumpulan informasi mengenai masalah tidak
dibutuhkan dalam mengubah keadaan yang terjadi.

Jika mengetahui dan memahami masalah itu tidak penting, maka selanjutnya adalah
mencari solusi yang tepat. Setiap orang mungkin mempertimbangkan banyak hal yang
akan terjadi karena yang baik menurutnya bukan berarti baik pula untuk orang lain.
Dalam SFBC, konseli memilih tujuan penyelesaian yang mereka harapkan dari sedikit
perhatian dalam memberikan diagnosis pembicaraan masa lalu atau eksplorasi
masalah.19

SFBC dibangun atas dasar asumsi optimis bahwa setiap manusia adalah sehat dan
kompeten serta memiliki kemampuan dalam mengkonstruk solusi yang dapat
meningkatkan kualitas hidupnya dengan optimal. Asumsi pokok dalam SFBC ini bahwa
kita memiliki kemampuan dalam mengatasi tantangan hidup, walaupun terkadang kita
seringkali kehilangan arah atau kesadaran tentang kemampuan kita. Tanpa
memperhatikan apa yang dibentuk konseliketika mereka memulai konseling. Mereka
percaya konseli yang kompeten dan tugas konselor bertujuan untuk membantu konseli
mengenali kompetensi yang mereka miliki. Esensi dari konseling ini melibatkan konseli
dalam membangun harapan dan optimis dengan membuat ekspektasi positif dalam
melakukan perubahan. SFBC adalah pendekatan non patologis yang menekankan
kompetensi daripada kekurangan, dan kekuatan dari pada kelemahan. Model SFBC
membutuhkan sikap filosofis dalam menerima konseli dimana mereka dibantu dalam
membuat solusi. O’Hanlon mendeskripsikan orientasi positif: “mencari solusi dan
meningkatkan kehidupan manusia dari fokus pada bagian-bagian patologi masalah dan
perubahan menakjubkan dapat terjadi dengan cepat”.

Karena konseli sering datang kepada konselor dengan pernyataan “orientasi masalah”,
bahkan sedikit solusi yang mereka pertimbangkan bersampul dalam kekuatan orientasi
masalah. Konseli sering memiliki cerita yang berakar dalam sebuah pandangan dalam
menentukan apa yang terjadi di masa lalu yang kemudian akan membentuk masa depan

19
Bannink, Soluction Focused Brief Therapy, Jurnal Konseling Indonesia, Vol.1, No.1 (Oktober, 2015), hal.36-37
mereka. Konselor SFBC menentang pernyataan konseli dengan percakapan optimis
yang mengacu pada keyakinan mereka dalam pencapaiannya dengan menggunakan
tujuan dari berbagai sudut. Konselor dapat menjadi perantara dalam membantu konseli
membuat perubahan dari pernyataan masalah pada kondisi dengan kemungkinan-
kemungkinan baru. Konselor dapat mendorong dan menantang konseli untuk menulis
cerita berbeda yang dapat menyebabkan akhir baru.20

Dari pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa pendekatan Solution Focused Brief
Therapy adalah pendekatan yang berfokus pada solusi dan mencari yang dapat bekerja
atau kekuatan klien yang mengarahkan untuk mencari solusi. Dalam konseling
kelompok Solution Focused Brief Therapy difokokuskan untuk bagaimana
meningkatkan resiliensi akademik dan Self-Efficacy siswa di sekolah menegah atas.

B. KONSEP DASAR DAN PRINSIP DASAR


Konsep kunci atau prinsip dasar dalam SFBT adalah bahwa terapi ini berbeda
dengan terapi tradisional yakni menghindari masa lalu dan mendukung pada masa
sekarang atau masa depan yang didasarkan pada pembuatan solusi daripada pemecahan
masalah. Terapi ini memiliki fokus pada apa yang mungkin, dan kepentingan yang
mereka miliki sedikit atau tidak dalam mendapatkan pemahaman tentang masalah.De
Shazer menunjukkan bahwa tidak perlu untuk mengetahui penyebab masalah untuk
memecahkan masalah karena tidak ada hubungan antara penyebab masalah dan solusi
dari permasalahan mereka. Mengumpulkan informasi tentang suatu masalah tidak
diperlukan dalam melakukan perubahan. Jika mengetahui dan mengerti bahwa
permasalahan tidak penting, maka carilah solusi yang “tepat”.

Setiap orang menganggap pilihan ganda kuat, hal ini benar untuk seorang klien
namun belum tentu benar untuk orang lain. Dalam terapi ini, klien berharap untuk
menyelesaikan masalah dan sedikit perhatian untuk memberi diagnosis, bercerita atau
mengungkap masalah. 21

20
Gerald Corey, Theory and Practice of Counseling and Psychotherapy, (Belmont, CA : Brooks/Cole), hal. 378
21
Gerald Corey, Theory and Practice of Counseling and Psychotherapy, (Belmont, CA :Brooks/Cole), hal. 378
pendekatan SFBT, ada bebrapa konsep utama yang menjadi tujuan terapeutik
(Berg & Miller, 1992, Walter & Peller,1992 dalam Miller, Hubble dan Duncan, 1996;
Proschaska & Norcross, 2007 dalam Corey 2005). Adapun kriteria tersebut adalah:
a. Bersifat Positif
Ungkapan tujuan yang terapiutik tidak berpusat pada kata-kata negatif. Ia
mengandung kata “ maka, sebagai gantinya” (instead). Sebagai contoh:
ungkapan tujuan” saya akan meninggalkan kebiasaan minum-minuman keras”
atau “saya akan keluar dari depresi dan ansietas”, belum cukup mencerminkan
suasana positif. Suasana positif baru tergambar dengan jelas ketika ungkapan
tersebut bermuatan tindakan positif yang akan dilakukan, sehingga menjadi
“sebagai ganti kebiasaan minum-minuman keras, saya berolahraga teratur
lima kali dalam sepekan”, “ sebagai ganti depresi dan ansietas, saya mengikuti
perkumpulan rohani setiap malam jum`at”.
b. Mengandung Proses
Kata kunci mewakili proses bagaimana, pertanyaan bertajuk bagaimana,
semisal yang terwakili oleh pertanyaan “bagaimana anda akan melaksanakan
alternatif yang lebih sehat dan lebih membuahkan kebahagiaan ini?” perlu
terimplisitkan juga dalam tujuan terapeutik. Dalam tujuan terapeutik itu pula
perlu terkandung jawaban atas pertanyaan tersebut.
c. Merangkum Gagasan Tentang Kurun Waktu Kini
Perubahan terjadi kini, bukan kemarin, bukan pula esok. Pertanyaan sederhana
yang bisa membantu adalah, “ setelah anda meninggalkan hal yang lama hari
ini, dan kemudian anda tetap berada pada jaluryang tepat, hal apa yang akan
anda lakukan dengan cara yangberbeda? Apa dengan cara pula yang akan
anda katakan dengan carayang berbeda kepada diri anda sendiri, hari ini juga,
bukan esok?”
d. Bersifat Praktis
Sifat praktis itu terwakili oleh jawaban yang memadai atas pertanyaan “sejauh
mana tujuan anda bias dicapai?”. Kata kunci disini adalah dapat dicapai, dapat
dilaksanakan. Konseli-konseli yang hanya menginginkan pasangan meraka,
karyawan mereka, orang tua mereka, atau guru mereka berubah, tidak
memiliki solusi yang dapat dilaksanakan, dan mereka hanya akan ada dalam
kehidupan yang dimuati lebih banyak problem.
e. Berusaha Untuk Merumuskan Tujuan Spesifik Mungkin
Hal tersebut terwakili oleh jawaban yang memadai atas pertanyaan “ spesifik
apa andaikan melakukan pekerjaan anda?” tujuan yang bersifat umum, global,
abstrak atau ambigu, semisal yang terwakili oleh ungkapan “ menggunakan
waktu lebih banyak bersama keluargaku”, tidak spesifik “ aku akan
menggunakan waktu 15 menit untuk berjalan-jalan dengan ayahku setiap
sore”, atau “ aku akan secara sukarela melatih regu sepak bola anakku”.
f. Adanya Kendali Ditangan Konseli
Hal ini terwakili oleh jawaban yang memadai atas pertanyaan “ apa yang akan
anda lakukan ketika alternatif baru terwujud?”. Kata kunci disini adalah anda.
Artinya kata nada karena memiliki kemampuan, tanggung jawab, dan kendali
untuk mewujudkan hal-hal yang lebih baik.
g. Menggunakan Bahasa Konseli
Gunakan kata-kata konseli untuk membentuk tujuan, bukan bahasa teoritis
konselor, “ aku akan bercakap-cakap sebagai sesama orang dewasa dengan
ayahku lewat telepon seminggu sekali” (bahasa konseli) adalah lebih efektif
dari pada “ aku akan menyelesaikan konflik dengan ayahku”.

C. HAKIKAT KONSELING

Walter dan Peller berpikir mengenai konseling berfokus solusi sebagai model yang
menerangkan bagaimana orang berubah dan bagaimana mereka dapat meraih tujuan
mereka. Berikut ini beberapa asumsi dasar SFBC:

1. Individu yang datang untuk melakukan proses konseling telah mempunyai


kemampuan berperilaku yang efektif, meskipun keefektifan tersebut mungkin
sementara terhambat oleh pikiran negatif. Pikiran berfokus pada masalah yang
mencegah orang mengenali cara efektif mereka dalam menangani masalah.
2. Ada keuntungan untuk fokus yang positif pada solusi di masa depan. Jika konseli
dapat mereorientasi diri mereka dengan mengarahkan pada kekuatan menggunakan
solution–talk, merupakan suatu kesempatan bagus dalam konseling singkat.
3. Proses konseling diorientasikan pada peningkatan kesadaran eksepsi (harapan-
harapan yang menyenangkan) terhadap pola masalah yang dialami dan pemilihan
proses perubahan
4. Konseli sering mengatakan satu sisi dari diri mereka. SFBC mengajak konseli untuk
memerika sisi lain dari cerita hidupnya yang disampaikan.
5. Perubahan kecil membuka peluang bagi perubahan yang besar. Seringkali, perubahan
kecil adalah semua yang diperlukan untuk menyelesaikan masalah yang dibawa
konseli ke konseling.
6. Konseli ingin berubah, memiliki kemampuan untuk berubah, dan melakukan yang
terbaik untuk membuat perubahan. Konseli harus mengambil sikap kooperatif
dengan konseli daripada merancang strategi sendiri untuk mengendalikan hambatan.
Ketika konselor mencari cara untuk kooperatif dengan konseli, maka perlawanan/
resistensi tidak akan terjadi.
7. Konseli bisa percaya pada niat mereka untuk menyelesaikan masalah mereka. Tidak
ada solusi yang “benar” untuk masalah spesifik yang dapat diaplikasikan pada semua
orang. Setiap individu unik dan begitu juga pada setiap penyelesaian masalahnya.22

D. KARAKTERISTIK

Konselor

a. Klien sepenuhnya mengambil bagian dalam proses terapeutik jika mereka


berkeinginan untuk menentukan arah dan tujuan percakapan (Walter & Peller,
1996).
b. Terapis berusaha untuk menciptakan hubungan kolaboratif untuk membuka berbagai
kemungkinan sekarang dan perubahan masa depan (Bertolipo & O’Hanlon, 2002).

22
Gerald Corey, Theory and Practice of Counseling and Psychotherapy, (Belmont, CA : Brooks/Cole), hal. 379.
c. Terapis menciptakan iklim saling menghormati, dialog, pertanyaan, dan penegasan
di mana klien bebas untuk menciptakan, mengeksplorasi, dan menulis cerita-cerita
mereka yang berkembang (Walter & Peller, 1996).
d. Tugas utama terapeutik terdiri dari membantu klien membayangkan bagaimana
mereka akan menyukai hal-hal yang berbeda dan apa yang diperlukan untuk
membawa perubahan-perubahan ini (Gingericli & Eisengart, 2000). Beberapa
pertanyaan Walter dan Peller (2000) yang berguna adalah;

“Apa yang Anda inginkan datang ke sini?”

“Bagaimana hal itu membuat perbedaan bagi Anda?” dan

“Apa yang menjadi tanda-tanda bagi Anda bahwa perubahan yang Anda inginkan
terjadi?”

Konseli

Konseli mampu berkolaborasi dengan konselor, berpartisipasi secara aktif, mempunyai


motivasi dan keterlibatannya dalam konseling

Situasi Hubungan

De Shazer (1988) menggambarkan tiga jenis hubungan yang dapat dikembangkan


antara terapis dan klien untuk membangun SFBT:

a. Klien dan terapis secara bersama-sama mengidentifikasi masalah dan solusi. Klien
menyadari bahwa untuk mencapai tujuannya, usaha pribadi akan diperlukan.
b. Klien menggambarkan masalah tetapi tidak mampu berperan dalam membangun
sebuah solusi. Dalam situasi ini, mantan klien umumnya respek pada terapis untuk
mengubah orang lain kepada siapa klien masalah atribut.
c. Konselor memposisikan dirinya pada posisi tidak tahu tentang klien bahwa klienlah
yang ahli dalam kehidupannya sendiri.
d. Konselor menggunakan teknik empati, summarization, parafrase, pertanyaan
terbuka, dan keterampilan mendengarkan secara aktif untuk memahami situasi klien
secara jelas dan spesifik.

E. TEKNIK
1) Exception Questions adalah dasar dari dugaan atau maksud yang ada dalam
kehidupan klien dimana masalah yang teridentifikasi bukanlah sebuah problem
(ketika klien mengidentifikasi masalah mengatakan mereka tidak bermasalah),
Waktu-waktu ini disebut exception dan atau news of difference. Exception adalah
pengalaman-pengalaman masa lalu dalam kehidupan klien yang akan menjadi
alasan timbulnya sebuah masalah, tetapi terkadang tidak.
2) The miracle question hasil dari terapi adalah pengembangan dengan
menggunakan apa yang de Shazer katakan dengan The Miracle Question. Yang
ahli terapi katakan, “jika sebuah keajaiban terjadi dan masalah yang kalian miliki
terselesaikan dalam waktu semalam, bagaimana kamu tahu itu akan selesai /
terpecahkan? apa yang akan berbeda?” Kemudian klien didorong untuk
menetapkan “apa yang akan berbeda” terlepas dari masalah-masalah. Ini juga
merupakan cara bagi banyak klien untuk melakukan “latihan virtual” masa depan
yang mereka sukai.23
3) Scaling Question digunakan ketika perubahan dalam pengalaman manusia tidak
mudah diamati, seperti: perasaan, suasana hati, atau komunikasi. Terapis meminta
Skala miracle question: dari 0-10, dimana 0 berarti penunjukan ketika awal diatur
dan 10 berarti sehari setelah keajaiban, mana hal-hal yang sekarang?24
4) Coping Question, jika laporan klien bahwa masalah ini tidak lebih baik, terapis
kadang-kadang mengatasi dengan bertanya seperti, “Bagaimana Anda berhasil
mencegahnya semakin buruk? “atau” ini terdengar keras – Bagaimana Anda
mengelola untuk mengatasi hal ini pada level Anda “?

23
Gerald Corey, Theory and Practice of Counseling and Psychotherapy, (Belmont, CA : Brooks/Cole) , hal. 389.
24
Gerald Corey, Theory and Practice of Counseling and Psychotherapy, (Belmont, CA : Brooks/Cole) , hal. 390.
F. LANGKAH DAN PROSES
1) Membangun hubungan kolaboratif, penting bahwa terapis benar-benar percaya
bahwa klien adalah satu-satunya orang yang berhak atas kehidupan mereka
sendiri. Semua teknik yang dibahas di sini harus dilakspelajaran atas dasar
hubungan kerja kolaboratif.
2) Pretherapy change/ pre-session change, pada awal atau pada awal sesi terapi
pertama SFBT terapis biasanya bertanya, “Apa yang Anda inginkan datang ke
sini?”, “Bagaimana hal itu membuat perbedaan bagi Anda?”25
3) Solution-focused goals memiliki tujuan yang jelas, konkret, dan spesifik adalah
komponen penting dari SFBT, apabila terapis mencoba untuk memperoleh tujuan
yang lebih spesifik. Sebagai contoh, untuk memilih tujuan lebih baik, “Kami ingin
anak kami berbicara lebih baik kepada kita”.
4) Constructing solutions and exceptions, Terapis SFBT menghabiskan sebagian
besar sesi dengan mendengarkan penuh perhatian untuk berbicara tentang solusi
sebelumnya, exception, dan tujuan.
5) Taking a break and reconvening, banyak model terapi family telah mendorong
terapis untuk istirahat menjelang akhir sesi. Biasanya ini melibatkan percakapan
antara terapis dan tim dari rekan atau tim pengawasan yang telah menonton sesi
dan yang memberikan umpan balik dan saran kepada terapis.26
6) Experiments and homework assignments merupakan bentuk pekerjaan rumah
dari ahli terapi yang akan diberikan kepada klien untuk menyempurnakan antara
sesi kedua dan pertama mereka. Para ahli terapi berkata :” diantara hari ini dan
besok apa yang akan terjadi pada kehidupan (Keluarga, kehidupanmu, pernikahan,
dan hubungan-hubunganmu) yang kamu ingin untuk melanjutkannya “. Dalam
terapis SFBT konselor sering mengakhiri sesi dengan mengusulkan suatu
eksperimen bagi klien untuk mencoba antar sesi jika mereka menginginkannya.
7) Therapist feedback to clients adalah focus pemecahan masalah umumnya
membutuhkan 5 hingga 10 menit untuk maju hingga akhir sesi dan untuk
25
Gerald Corey, Theory and Practice of Counseling and Psychotherapy, (Belmont, CA : Brooks/Cole), hal. 383.
26
Gerald Corey, Theory and Practice of Counseling and Psychotherapy, (Belmont, CA : Brooks/Cole), hal. 385.
menyusun kesimpulan pesan dari para klien. Selama sela ini ahli terapi
memformulasi timbal balik yang akan diberikan kepada klien setelah jeda.27
8) Terminating dari focus pemecahan interview pertama kali, ahli terapi berfikir
penuh untuk mengakhiri dahulu. Sekali para klien dapat menyusun sebuah solusi
yang memuaskan, hubungan terapi dalam arti klien dan ahli terapi dapat
diahirkan. Formasi pertanyaan tujuan pertama yang sering kali ahli terapi
tanyakan adalah: apa yang diperlukan sehingga mengetahui apa yang anda
butuhkan untuk mengetahui fokus yang akan diambil dan hasil dari terapi yang
dilakukan

27
Gerald Corey, Theory and Practice of Counseling and Psychotherapy, (Belmont, CA : Brooks/Cole), hal. 386.

Anda mungkin juga menyukai