Disusun Oleh:
Nelly Agustin
Data Teoritis
Hukum kewarisan Islam (fiqh mawaris) ialah fiqh yang berhubungan dengan pembagian
harta warisan yang ditinggalkan oleh orang yang sudah meninggal dunia. Untuk mengetahui
perhitungan sampai dengan yang mengetahui bagian harta warisan dan porsi yang wajib
diterima dari harta peninggalan yang berhak menerimanya (Muhibbussabry, 2020). Fiqh
mawaris merujuk dalam aturan dan perintah hukum yang sesuai dengan Al-Qur’an dan al-
Hadist (Ali, 2008). Dalam hukum kewarisan di-Nyatakan bahwa bagian anak pria dan anak
perempuan perbandingannya berupa dua banding satu. Hal ini sudah tertera di surat An-Nisa
ayat 11 memerintahkan:
Fakta Lapangan
Kewarisan adat suku Minangkabau masih menggunakan system matrilineal yaitu garis
keturunan ibu (perempuan) (Syarifuddin, 1984). Dalam adat Minangkabau harta waris
dibedakan menjadi harta pusaka tinggi, dan harta pusaka rendah. Harta pusaka tinggi
didapatkan secara turun-temurun dari nenek moyang garis keturunan ibu (Yaswirman, 2013
(Muhibbussabry, 2020). Harta ini berupa tanah, sawah, maupun rumah gadang yang
diperoleh garis matrilineal. Namun, pria di Minangkabau tidak memiliki ha katas harta
pusaka tinggi. Dia hanya memiliki tugas untuk melindungi, mengamankan dan
mempertanggungjawabkan harta tersebut. Hal ini tentu berbeda dengan apa yang disyariatkan
dalam hukum kewarisan Islam. Sedangkan, harta pusaka rendah berupa harta dari mata
pencaharian kedua orang tua. Harta ini dapat dibagikan untuk anak pria maupun anak
perempuan sesuai dengan hukum kewarisan yaitu 2:1.
Sumber:
Yarwirman. (2013). Hukum Keluarga: Karateristik dan prospek doktrin Islam dan adat
dalam masyarakat matrilineal Minangkabau. Jakarta: Rajawali Pers.