Anda di halaman 1dari 10

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan

pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat

inap, jalan dan gawat darurat. Pelayanan kesehatan paripurna adalah pelayanan

kesehatan yang meliputi promotif, preventif, kuratif dan rehabilitative (UU NO.40

TAHUN 2009, 2009). Pelayanan keperawatan merupakan salah satu bagian dari

sistem pelayanan kesehatan di Rumah Sakit yang diberikan oleh profesi yang

berperan dalam pelayanan kesehatan. Salah satu profesi yang berperan penting dalam

melakukan pelayanan keperawatan serta dapat berinteraksi lebih lama dengan pasien

yaitu perawat.

Perawat adalah profesi di bidang kesehatan yang memberikan asuhan

keperawatan kepada pasien sebagai individu, keluarga, masyarakat dan kelompok.

Menurut Hidayat (2012), peran perawat adalah sebagai pemberi perawatan (Care

Giver), sebagai advocat keluarga, sebagai upaya dalam pencegahan penyakit, sebagai

pendidik, sebagai pemberi konseling, kolaborasi, pengambilan keputusan etik, dan

sebagai peneiti. Menurut Koizer terdapat 3 fungsi perawat yaitu fungsi keperawatan

mandiri (independen), fungsi keperawatan ketergantungan (dependen) dan fungsi

keperawatan kolaboratit (interdependen). Selain itu, perawat berperan dalam

mencapai tujuan rumah sakit yang bertaraf internasional dengan menerapkan

pelayanan

1
2

professional dan pelayanan bermutu. Untuk mencapai tujuan tersebut maka

diperlukan perawat yang kompeten dalam memberikan pelayanan yang aman kepada

pasien dan sesuai dengan kode etik profesi. Sehingga dalam hal ini, perawat dituntut

untuk memberikan asuhan keperawatan yang berkualitas kepada pasien.

Kinerja adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai dalam

melaksanakan tugas dan tanggungjawab yang diberikan kepadanya. Kinerja perawat

diukur dari pelayanan yang diberikan kepada pasien sehingga pasien merasakan puas

atau tidak puas (Kurniadih, 2013). Kinerja perawat dipengaruhi oleh berbagai faktor.

Menurut Gibson terdapat tiga faktor yang mempengaruhi kinerja individu yaitu 1)

faktor individu terdiri dari kemampuan dan keterampilan, 2) faktor psikologi terdiri

dari persepsi, sikap, kepribadian, belajar dan motivasi sedangkan 3) faktor organisasi

terdiri dari sumber daya, kepemimpinan, imbalan, struktur dan desain pekerjaan.

Dalam hal ini bahwa kinerja perawat tidak akan terlepas dari faktor yang

mempengaruhinya, perawat yang bekerja secara optimal dapat mempengaruhi peran

perawat tersebut dalam memberikan pelayanan keperawatan.

Indonesia hingga saat ini kinerja perawat masih menjadi permasalahan

disemua layanan keperawatan, hal yang terjadi dalam masyarakat ini karena

pelayanan yang masih rendah. Kinerja perawat yang rendah dapat memberikan

dampak terhadap kualitas pelyanan keperawatan. Oleh karena itu, rumah sakit harus

memiliki perawat yang bekerja baik yang akan menunjang kinerja rumah sakit

sehingga dapat tercapainya kepuasan pasien. Salah satu upaya untuk menjaga kinerja

perawat tetap baik dengan menerapkan system jenjang karir dirumah sakit.
3

Secara umum, jenjang karir diperlukan untuk terwujudnya asuhan

keperawatan yang bermutu mengingat perawat mempunyai tenaga terbanyak dan

terlama mendampingi pasien. Dengan kualitas asuhan keperawatan yang diberikan

oleh perawat sesuai dengan kompetensi yang dimiliki, maka perawat tersebut akan

berkontribusi terhadap kualitas pelayanan rumah sakit. Dengan ditetapkannya

kompetensi perawat pada tiap jenjang, akan memudahkan dalam rekruitmen, seleksi,

orientasi, pembinaan dan pengembangan SDM keperawatan (Nursalam, 2011 dalam

(Damayanti Hutapea, 2015).

Peraturan Mentri Kesehatan telah mengeluarkan pedoman jenjang karir

perawat profesioanal, didalamnya mengatur empat jalur karir yang dapat ditempuh

oleh perawat meliputi, Perawat Klinik (PK), Perawat Manajer (PM), Perawat

Pendidik (PP) dan Perawat Peneliti/Riset (PR). Masing-masing pengembangan karir

perawat di rumah sakit maupun pelayanan primer memiliki 5 (lima) level yaitu, level

I sampai dengan level V. Dalam hal ini, dalam Permenkes no 40 tahun 2017 telah

mengatur jenjang karir perawat professional perawat klinik menjadi 5 tingkatan yaitu

Perawat Klinik I sampai Perawat klinik V.

Beberapa rumah sakit telah menerapkan sistem jenjang karir perawat sesuai

dengan kebutuhannya masing-masing meskipun belum mengarah pada

pengembangan jenjang karir profesional (profesional career ladder). Pengembangan

karir pada saat ini lebih menekankan pada posisi atau jabatan baik struktural maupun

fungsional (job career), sedangkan pengembangan karir profesional (profesional

career) berfokus pada pengembangan jenjang karir profesional yang sifatnya

individual (Kementrian Kesehatan RI, 2017)


4

Penerapan sistem jenjang karir dibeberapa rumah sakit masih terdapat

beberapa kendala atau hambatan, antara lain: belum optimalnya dukungan pimpinan

dimana belum adanya kebijakan dan ketentuan jenjang karir perawat, bervariasinya

penerapan jenjang karir perawat, dan perawat belum memahami sistem jenjang karir

dengan baik (Reza, 2015). Selain itu, sebagian perawat juga mempersepsikan bahwa

pelaksanaan jenjang karir di rumah sakit menjadi beban tersendiri bagi perawat

tersebut, karna semakin tinggi level jenjang karir maka akan semakin berat tugas

yang akan dikerjakan. Penelitian yang dilakukan Rahmad pada tahun 2015 di RSUD

Tugurejo menunjukan bahwa persepsi perawat tentang jenjang karir masih cukup

rendah sebanyak 27,9%, hal ini dikarenakan perawat belum mendapatkan informasi

secara utuh mengenai jenjang karir (Reza, 2015).

Dampak tidak dilaksanakannya jenjang karir perawat di rumah sakit yaitu

tingkat kepuasan perawat di rumah sakit dan hal ini akan mempengaruhi motivasi

kerja perawat. Perawat merasa bahwa kinerja mereka tidak dihargai dan hal ini

cenderung membuat perawat meninggalkan rumah sakit (turnover) (Kornela Kolibu

et al., 2014). Sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Susanti S, Hendriani S,

dan Amsal C (2014) menunjukan bahwa rendahnya kepuasan kerja perawat

dipengaruhi dengan adanya sebagian perawat merasa bahwa gaji yang mereka terima

tidak mencukupi sehingga adanya turnover karyawan yang cukup tinggi, kurangnya

pengakuan di tempat kerja, adanya perawat yang merasa diberlakukan tidak adil

dalam upah dan promosi ditempat keja, kondisi kerja yang kurang mendukung.

Dalam hal ini, kepuasan kerja mempunyai peran penting dalam rangka mendukung

tercapainya tujuan. Teori hirarki Maslow, yang mengatakan bahwa setiap individu
5

akan merasakan kepuasan setelah kebutuhan dasarnya terpenuhi dan selalu berusaha

memuaskan dirinya dengan memenuhi kebutuhan yang tingkatnya lebih tinggi

(Susanti et al., 2014).

Maka dapat disimpulkan bahwa dengan adanya sistem jenjang karir di rumah

sakit dapat meningkatkan kinerja perawat, dapat mempengaruhi kepuasan kerja dan

motivasi perawat dalam bekerja. Pentingnya rumah sakit untuk memaksimalkan

sistem jenjang karir. Untuk itu, dalam pencapaian tujuan rumah sakit, dan untuk

meningkatkan pelayanan keperawatan sesuai dengan jenjang karir di perlukannya

perawat yang memiliki persepsi yang baik, karna jika persepsi perawat baik mengenai

jenjang karir maka nantinya akan mempengaruhi perilakunya dalam bekerja.

Berdasarkan informasi paparan sebelumnya maka tergambarkan bahwa

kinerja perawat dan kepuasan kerja masih menjadi masalah di semua pelayanan

keperawatan. Oleh karena itu, perlu adanya study literature unutk melihat bagaimana

persepsi perawat tentang jenjang karir, sehingga adanya informasi yang jelas terkait

kajian literature review yang membahas tentang persepsi perawat tentang jenjang

karir perawat di rumah sakit.

1.2 Rumusan Masalah

Pelaksanaan sistem jenjang karir di rumah sakit diharapkan meningkatkan

motivasi dan kepuasan kerja pada perawat. Apabila perawat termotivasi dan puas

terhadap pekerjaannya, maka perawat akan memberikan pelayanan yang terbaik bagi

pasien. Tetapi disamping itu perawat memiliki kepuasan kerja yang cukup rendah

dikarenakan persepsi perawat tentang jenjang karir yang masih rendah.


6

Oleh karena itu diperlukannya study literature ini untuk memperoleh data yang

berkaitan dengan variabel. Variabel tersebut meliputi persepsi tentang jenjang karir,

sehingga dengan demikian, rumusan masalah dalam pnenelitian ini adalah bagaimana

persepsi perawat tentang jenjang karir di rumah sakit.

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan study literature ini adalah:

Mengidentifikasi persepsi perawat tentang jenjang karir di rumah sakit

1.4 Manfaat

1.4.1 Manfaat Teoritis

Hasil dari study literature ini dapat memberikan manfaat dibidang keperawatan

dan menjadi referensi pembelajaran terkait jenjang karir bagi perawat dan atasan

rumah sakit mengenai persepsi perawat tentang jenjang karir.

1.4.2 Manfaat Praktis

Diharapkan hasil literature ini dapat menjadi hasil artikel jurnal yang

bermanfaat bagi tenaga kesehatan terutama perawat dan bagi penulis dalam hal riset

penelitian lanjutan.

1.5 Kerangka Pemikiran

Jenjang karir profesional merupakan sistem untuk meningkatkan kinerja dan

profesionalisme, sesuai dengan bidang pekerjaan melalui peningkatan kompetensi

(Kementrian Kesehatan RI, 2017). Secara umum, jenjang karir diperlukan untuk

terwujudnya asuhan keperawatan yang bermutu mengingat perawat mempunyai

tenaga terbanyak dan terlama mendampingi pasien. Dengan dijaminnya kualitas

asuhan keperawatan yang diberikan oleh perawat sesuai dengan kompetensi yang
7

dimiliki, maka akan berkontribusi terhadap kualitas pelayanan rumah sakit. Dengan

ditetapkannya kompetensi perawat pada tiap jenjang, akan memudahkan dalam

rekruitmen, seleksi, orientasi, pembinaan dan pengembangan SDM keperawatan

(Nursalam, 2011). Model jenjang karir di Indonesia terdapat empat bidang

penjenjangan karir professional perawat yaitu, perawat klinik, perawat manajer,

perawat pendidik dan perawat peneliti. Untuk saat ini bidang yang sedang dan

masih dikembangkan adalah jenjang karir perawat (Kementrian Kesehatan RI,

2017). Dalam hal ini, Permenkes 2017 telah mengatur jenjang karir perawat

professional perawat klinik menjadi 5 tingkatan yaitu Perawat Klinik I (PK I)

sampai Perawat klinik V (PK V). Selain itu, model jenjang karir perawat di enam

negara sepeperti yang dikembangkan oleh Patricia Benner yang diadaptasi dari

Model Dreyfus yang dikemukakan oleh Hubert Dreyfus dan Stuart Dreyfus. Teori

ini menjelaskan 5 tingkat/tahap akuisisi peran dan perkembangan profesi meliputi

Novice, Advence Beginner, Competent, Proficient dan Expert. Sedangkan model

jenjang karir yang dikeluarkan oleh Swansburg mengelompokan jenjang karir

menjadi empat yaitu perawat klinik, manajemen, pendidik dan peneliti. Model

tahapan perawat klinik Swansburg yaitu Perawat klinik/perawat I (pemula/belum

berpengalaman), perawat klinik/staf II (pemula tahap lanjut), perawat klinik/staf III

(kompeten), perawat klinik/staf IV (terampil) dan perawat klinik/staf V (ahli).

Model jenjang karir Blakemore yang dikembangkan sejalan dengan konsep Banner

dan Swansburg yang menetakan empat jalur karir. Namun konsep pengembangan

karir selanjutnya diarahkan pada lima career pathways yang meliputi family and

public health, acute and critical care, firt contact, acces and urgent care,
8

supporting long-term care, Mental health and psychososial care. Model jenjang

karir di Jepang terdiri dari perawat generalis dan advanced spesialis. Perawat

generalis memiliki beberapa tingkatan yang meliputi Licensed Nurse (LPN),

Registered Nurse (RN), Public Health Nurse (PHN) dan Bidan. Perawat di Taiwan

memungkinkan mencapai jalur lisensi lanjutan berupa Nurse Practitioner (NP) yang

memiliki dua aea spesialis medis dan bedah. Sedangkan di Thailand terdapat dua

jalur karir lanjutan (advanced practice nurse/APNs) yaitu nurse specialist (CNS)

yang memiliki lima area spesialis termasuk medis dan bedah, anak, Kesehatan

mental dan kejiwaan, usia dan keperawatan bersalin. Dan Nurse Practitioner (NP)

yang saat ini difokuskan pada kesehatan masyarakat.

Persepsi adalah suatu proses otomatis yang terjadi dengan sangat cepat dan

kadang tidak disadari, dimana seseorang dapat mengenali stimuls yang diterimanya.

Persepsi yang dimiliki akan mempengaruhi tindakan seseorang. Begitu juga dengan

persepsi yang dimiliki perawat tentang jenjang karir, semakin tinggi persepsi yang

dimiliki maka akan semakin tinggi motivasi dan kepuasan kerja yang dimiliki

perawat tersebut. Nyatanya kinerja perawat masih menjadi masalah dibeberapa

rumah sakit dimana perawat belum merasa termotivasi dan belum merasakan

kepuasan kerja dikarenakan sebagian perawat memiliki persepsi bahwa pelaksanaan

jenjang karir di rumah sakit menjadi suatu beban tersendiri bagi perawat tersebut,

karna semakin tinggi level jenjang karir maka akan semakin berat tugas yang akan

dikerjakan. Penelitian yang dilakukan Rahmad pada tahun 2015 di RSUD Tugurejo

menunjukan bahwa persepsi perawat tentang jenjang karir masih cukup rendah
9

sebanyak 27,9%, hal ini dikarenakan perawat belum mendapatkan informasi secara

utuh mengenai jenjang karir (Reza, 2015).


1.6 Kerangka Pemikiran Persepsi Perawat Tentang Jenjang Karir

Jenjang Karir Model Jenjang Karir di Indonesia


Perawat 1. Perawat Klinik (PK)
2. Perawat Manager (PM) Persepsi perawat terkait dengan
3. Perawat Pendidik (PP) sistem jenjang karir
4. Perawat Peneliti/Riset (PR)

Faktor yang mempengaruhi persepsi perawat


Model jenjang karir di 6 Negara tentang jenjang karir
Teori From Novice To Expert dari Patrici Banner; Novice, Usia
Advence Baginer, competent, proficient dan expert. Pengalaman lama kerja
Swansburg; perawat klinis/perawat I, Staf II, Staf III, Staf Pengalaman promosi
IV dan Staf V. Latar belakang pendidikan
Model career pathway Blakemore; family and public Status dalam jenjang karir
health, acute and critical care, firt contact, acces and Intensif
urgent care, supporting long-term care, Mental health and
psychososial care
Model carir pathways di Jepang, Taiwan dan Thailand;
Jepang: perawat generalis dan advance spesialis. Taiwan:
Nurse Practitioner (NP) yang memiliki 2 area spesialis Sumber : Peraturan Menteri Kesehatan No 40 Tahun 2017,
medis dan bedah. Thailand: Advanced Practice Asih Purwandari, Susilaningsing, Iman Somantri (2016)
Nurse/APNs: Clinical specialist (CNS), Nurse Practitioner = tidak diteliti
(NP) = diteliti

Anda mungkin juga menyukai