DHF
1. Fever
● Definition :
○ Demam adalah peningkatan suhu tubuh akibat pengaturan ulah
thermostat di hipotalamus ke set point yang lebih tinggi dari biasanya.
● Faktor yang mempengaruhi demam
○ Pirogen: zat yang menyebabkan/menginduksi terjadinya demam
○ Pirogen Eksogen
■ Berasal dari luar tubuh dan berkemampuan untuk merangsang
IL-2
■ Biasanya berupa produk microbial, microbial toxin,
mikroorganisme
■ Contoh: LPS, enterotoxin, bacterial endotoxin, peptidoglycan.
■ Kasus: DENV M protein → bind to host, NLRP3 protein →
promote, NLRP3 Inflammasome activation → release IL-1.
○ Pirogen Endogen
■ Berasal dari dalam tubuh dan mempunyai kemampuan untuk
merangsang demam dengan mempengaruhi pusat pengaturan
suhu di hipotalamus
■ Contoh: IL-1, TNF, IFN/Pirogen Sitokin, IL-6
● Faktor Etiologi
○ Infeksi : bakteri, virus, parasit
○ Non-infeksi : keganasan, autoimun, trauma, metabolik dll.
● Klasifikasi
○ Continuous fever: suhu melebihi normal sepanjang hari dengan
fluktuasi <1oC
○ Remittent fever: suhu melebihi normal sepanjang hari dengan
fluktuasi >1oC atau terjadi penurunan suhu selama episode febris
tetapi tidak pernah menyentuh suhu normal
○ Intermittent fever: terjadi penurunan suhu yang menyentuh suhu
normal (during the day) selama episode febris
○ Recurrent/relapsing fever: episode febris pendek di antara hari-hari
dengan suhu normal.
○ Undulating fever: rising and falling fever, seperti gelombang
○ Biphasic fever: peningkatan awal suhu tubuh diikuti oleh yang
berikutnya (di antara nya terdapat suhu normal), seperti camel back
● Mekanisme
○ Kondisi infeksi, toksin microbial, mediator inflamasi dan reaksi imun →
aktivasi monosit, makrofag, sel endothelial → mengeluarkan pyrogen
endogen sitokin (IL-1,IL-6, TNF,IFN) dan pyrogen exogen yang langsung
dari microbial toxin → pyrogen bersirkulasi di darah → sampai di
endothelium hypothalamus → aktivasi jalur sintesis Prostaglandin →
pembentukan PGE2 → PGE2 masuk ke POA → mengaktivasi cAMP →
menurunkan laju potensial aksi dari neuron sensitive-panas → meningkatkan
set poin di hipotalamus (di preoptic anterior hypothalamus) → heat
production lebih banyak lagi dan menurunkan heat loss → demam
2. Dengue Virus
● Characteristics
○ Genus : Flavivirus
○ Family : Flaviviridae
○ Serotype : DENV-1, DENV-2, DENV-3, dan DENV-4
○ RNA (+) strand
○ Dikelilingi oleh nucleocapsid berbentuk ikosahedral
○ Envelope dari lipid
○ Virion : diameter 50 nm
○ Genome :
■ 3 protein struktural :
● Core protein (C)
● Membrane-associated protein (M)
● Envelope protein (E)
■ 7 protein non-struktural :
● NS1, NS2A, NS2B, NS3, NS4A, NS4B, NS5
○
● Transmisi
○ Virus dengue ditularkan ke manusia melalui gigitan nyamuk Aedes
aegypti yang terinfeksi → arbovirus (arthropod-borne viruses)
○ Nyamuk yang terinfeksi akan selamanya terinfeksi, sehingga dapat
menularkan ke banyak orang.
○ Virusnya juga dapat menginfeksi anak nyamuk melalui transovarian
transmission.
○ Virus dengue berada di sirkulasi darah manusia, sehingga nyamuk
yang lainnya juga dapat tertular.
○ Diperlukan waktu sekitar 8 – 10 hari untuk nyamuk tersebut dapat
menularkan virus dengue ke orang lainnya.
● Host
○ Manusia
○ Inkubasi : 3-14 hari → fase akut 5-7 hari → respon imun
○ Infeksi menghasilkan imunitas jangka panjang untuk serotipe tersebut,
namun untuk serotipe lainnya sifatnya sementara dan parsial
● Life cycle
○ Virion mengikat molekul dan reseptor perlekatan permukaan sel
○ Endositosis
○ Karena pH endosom yang rendah, GP virus memediasi fusi membran
virus dan seluler
○ Pembongkaran virion
○ RNA dilepaskan ke sitoplasma
○ RNA diterjemahkan menjadi polipeptida tunggal
○ NSP mereplikasi genom RNA
○ Perakitan virus dalam protein ER & C dan RNA yang diselimuti oleh
membran ER dan GP untuk membentuk partikel virus yang belum
matang
○ Diangkut melalui jalur sekretori di aparatus Golgi
○ Pematangan virus
○ Dilepaskan dari sel melalui eksositosis
3. Aedes aegypti
● Morphology :
○ Ukuran lebih kecil dibandingkan dengan nyamuk rumah (Culex)
○ Dasar hitam dengan bintik putih pada badan dan kaki
○ Ciri khas: adanya gambaran menyerupai bentuk lira (lyre-form) yang
putih pada punggungnya (mesonotumnya)
○ Telur: dinding bergaris-garis dan membentuk bangunan menyerupai
gambaran kain kasa
○ Jentik: menyerupai pelana yang terbuka dan gigi sisir yang berduri
lateral
● Life cycle
○ Nyamuk betina dewasa menempelkan telurnya pada permukaan air
dan menempel pada dinding tempat perindukannya (penampungan
air) (~100)
○ 2 hari : menetas
○ Jentik nyamuk, mengalami 4x pengelupasan kulit
○ Pupa
○ Nyamuk dewasa (usianya 10 hari)
4. Dengue Infection
● Definisi : Penyakit yang disebabkan oleh virus dengue.
● Epidemiologi :
○ Bersifat endemik pada daerah tropis dan subtropics; transmisinya
meningkat saat musim hujan.
○ Pada daerah endemik, dengue paling banyak terjad pada anak-anak
usia 2—15 tahun
○ (infodatin 2016) menurut data 2011—2015, lima provinsi tertinggi
untuk incicdence rate DBD per 100K penduduk: bali, sulteng, kep.
Riau, Jakarta, jambi
● Etiology : Infeksi dengue virus
● Risk Factor : Perubahan iklim, Faktor lingkungan, Urbanisasi, Mobilitas
penduduk, Kepadatan penduduk
● Classification
● Patogenesis
○ Manusia terinfeksi DENV ketika nyamuk menggigit kulit → DENV
menginfeksi keratinosit dan sel Langerhans → sel Langerhans bermigrasi ke
LN dan merekrut makrofag dan monosit (untuk jadi target infeksi berikutnya)
→ amplifikasi infeksi dan virus (viremia primer) → menginfeksi sel hepar,
bone marrow stromal cells, endotel, makrofag beberapa jaringan (limpa) →
memengaruhi hemostasis dan respons imun
○ Terjadi infeksi dengue sekunder yang disebabkan oleh ADE
○ Antibody-dependent immune enhancement theory (ADE): severe
dengue lebih umum terjadi pada infeksi dengue yang kedua
○ Pada infeksi kedua dengan serotipe dengue yang berbeda, antibodi yang telah
ada gagal menetralisasi dan malah meningkatkan viral uptake dan replikasi
pada MN cells → viral load naik → semakin parah
● Patofisiologi
○ Hallmarks dari patofisiologi severe dengue adalah kebocoran plasma
dan hemotasis yang abnormal
○ PLASMA LEAKAGE
■ Kebocoran plasma menyebabkan naiknya Hct,
hipoproteinemia, efusi pleura, asites, berkurangnya volume
plasma → kegagalan hemodinamik dan syok hipovolemi
■ !!! anak-anak memiliki kapasitas filtrasi yang lebih tinggi pada
mikrovaskularnya sehingga DSS lebih sering terjadi
■ Viral load + immune response → gangguan glycocalyx layer
endotel (oleh virus atau NS1 antigen [viral product] yang
menempel pada endotel) → kompleks imun terbentuk +
aktivasi komplemen antibody-dependent → kerusakan
endotel → permeabilitas vascular naik
○ HAEMOSTASIS ABNORMALITY
■ Meliputi: vaskulopati, trombopati, koagulopati (difsungsi
endotel + sitokin → aktivasi sistem koagulasi), perubahan
pada sumsum tulang (berkurangnya elemen” sumsum
tulang)
■ Yang paling khas dan selalu ditemui: trombositopenia
transien (mekanisme belum jelas, tapi diduga akibat supresi
dari megakaryocytopoiesis [infeksi bone marrow dan efek
sitokin]; meningkatnya bersihan trombosit oleh DENV-
induce apoptosis dan antibodi platelet; aktivasi sistem
koagulasi). Virus juga dapat mengikat dan mengaktivasi
plasminogen → fibrinolysis
○
● Perjalanan Penyakit
● Clinical Manifestasi
○ Febrile phase
■ Demamnya tiba-tiba selama 2-7 hari
■ Disertai facial flushing, skin erythema, rash (trunk → wajah dan
ekstremitias), generalized body ache, myalgia, arthralgia, retro-
orbital pain, photophobia, rubeliform exanthema, headache; sore
throat, injected pharynx, conjunctival injection; anorexia, nausea,
vomit
■ TT (+) → kemungkinan dengue
■ Manifestasi hemoragik ringan: petechiae,
mucosal membrane bleeding (hidung, gusi),
hypermenorrhagia, GI bleeding
■ Penurunan WBC
○ Critical phase
■ Saat transisi ada 2 kemungkinan:
● Kritis → ada kebocoran plasma → warning signs
● Tidak kritis → tidak ada kebocoran plasma
■ Demam turun (time of fever defervescence) 37,5 - 38°C atau
kurang → hari ke 3-8
■ Kebocoran plasma : Hct , efusi pleura, ascites
■ Manifestasi hemoragik : easy bruising, bleeding at
venepuncture site
■ Shock : didahului oleh munculnya warning signs (WBC
sebagai respons stres adanya perdarahan hebat)
■
○ Recovery phase
■ Reabsorpsi bertahap cairan extravascular dalam waktu 2-3 hari
selanjutnya
■ Mulai membaik semua gejalanya
■ Pruritus
○
● Warning Signs
Warning signs umumnya terjadi menjelang fase akhir demam, antara hari ke-
3 sampai ke-7, dimana terjadi peningkatan permeabilitas kapiler bersamaan
dengan peningkatan kadar hematokrit. Berlangsung 24-48 jam
● Penegakkan Diagnosis
○ Tes Diagnostik Dengue
■ < Hari ke-5
● Isolasi virus
● NS1
● RT-PCR
■ Hari ke-5
● NS1
● RT-PCR
● IgM IgG
■ > Hari ke-5
● IgM IgG
*comfirmed*
Salah satu dari berikut:
■ PCR (+)
■ Kultur virus (+)
■ IgM
■ IgG
○ Uji bendung (Tourniquet test)
(+) —> meningkatkan kemungkinan infeksi dengue
○ Hematokrit dan Darah Perifer lengkap
■ Hematokrit meningkat
■ Leukosit, neutrofil dan trombosit menurun
○ Pemerikasaan lab lain dan pencitraan
● DD
○Febrile phase : influenza, measles, chikungunya, infectious
mononucleosis.
○ SARS outbreaks terjadi di negara endemik dengue, gambaran
laboratorium yang sangat prediktif untuk diagnosis dengue adalah
leukopenia dan jumlah trombosit yang rendah.
○ Chikungunya : fever, artharlgia, rash, malaise, leukopenia, symmetric
arthritis of small joint.
○ Typhoid & malaria : splenomegaly, prolonged fever.
○ Measles & rubella : rash nya dari head to trunk and extremities.
○ Leptospirosis : jaundice, riwayat kontak dengan tikus
● Complication
○ Komplikasi dapat terjadi akibat :
■ Misdiagnosis
■ Monitoring yg inadekuat dan misinterpretasi TTV
■ Monitoring yg inadekuat dari intake cairan dan output urin
■ Keterlambatan dalam menyadari perdarahan hebat
■ IV fluid yang inadekuat atau terlalu berlebihan
■ Tindakan aseptik yang kurang
○ Berupa:
■ Febrile phase : dehidrasi, temp → gangguan neorologis hingga
kejang
■ Critical phase : shock akibat kebocoran plasma, severe
hemorrhage, organ impairment
■ Recovery phase : hypervolemia (IV berlebih), acute pulmonary
● Management
○ GRUP A
■ Mendapatkan cairan oral yang cukup
■ Diuresis (buang air kecil) setidaknya sekali dalam 4 - 6 jam
■ Berikan pedoman sebelum pasien pulang:
● Follow up setiap hari
● Lakukan pemeriksaan darah lengkap berulang
● Identifikasi awal warning signs
○ GRUP B
■ Masuk perawatan secara dini (pada fase demam)
■ Monitor hematokrit, glukosa, tekanan darah
■ Anjurkan cairan oral
■ Jika tidak bisa oral —> IV (NaCl 0.9% atau Ringer’s lactate)
dengan atau tanpa dekstrose
■ Jika pasien sudah dapat minum secara oral, kurangi IV secara
bertahap
■ Monitor:
● Pola suhu
● Status hidrasi (intake oral, IV, output urin dan muntah)
● Kadar hematokrit, leukosist, dan trombosit
○ GRUP C
■ Rawat inap di RS yang memiliki fasilitas perawatan intensif
dan unit transfusi darah
■ Pemberian cairan (kristaloid isotonik) IV (SATU-SATUNYA
TERPAI YANG DIBUTUHKAN)
■ Transfusi darah, jika ada dugaan perdarahan hebat (saluran
cerna)
● Refferal
○ Infant < 1 tahun
○ Obesitas
○ Hamil
○ Profound / prolonged shock
○ Significant bleeding
○ Repeated shock 2-3 kali selama treatment
○ Tidak merespon terapi cairan
○ Hct terus naik dan tidak ada koloid
○ DM, BP , jantung, hemolytic disease
○ Tanda dan gejala fluid overlap
○ Isolated / multiple organ involvement
○ Manifestasi neurologis: perubahan kesadaran, semi-coma, coma,
kejang, dll
● Prevention
○ Gunakan pengusir nyamuk
○ Gunakan baju berlengan panjang
○ Menerapkan 3M plus (menutup dan menguras penampungan air,
mendaur ulang dan mengubur sampah)
PHOP Promotif: Penyuluhan sanitasi, PHBS, DBD, dan pemberantasan nyamuk dan
jentik nyamuk
Preventif:
1. Primer: Edukasi, pemberantasan nyamuk dan jentik
2. Sekunder: Hospitalisasi dan observasi
3. Tersier: Medikasi, hospitalisasi, observasi
Curatif:
1. IV fluid
2. Acetaminophen
Rehabilitatif: Kontrol paska pengobatan
TYPHOID
1. Anatomy & Histology Small Intestine
● Anatomy
○ Terdiri dari duodenum, jenujum, dan ileum. Pada kasus ini S. typhi
menyerang M cell pada ileum.
○ Ileum memiliki panjang 3-5 meter dan berada di RUQ, memiliki
dinding yang tipis dan ringan serat bewarna pale pink.
○ Vaskularisasi → dari superior mesentery artery dan menuju superior
mesenteric vein
○ Vaskularisasi → dari superior mesentery artery dan menuju superior
mesenteric vein
○ Lymphatic : lacteal villus → S. mesenteric LN → thoracic duct
○ Innervasi : vagal : parasympathetic, s. Mesenteric : sympathetic nerve
plexus
● Histology
○ Mucosa
■ Simple columnar
■ Jenis sel → M cell, Paneth cell, enteroendocrine cell, goblet
cell, enterocyte, stem cell
■ Lamina propria → terdapat Peyer patches
○ Submucosa
■ Terdapat Peyer patches
■ Terdapat pembuluh darah & limfatik & Meissner nerve
○ Muscularis
■ Inner circular
■ Auerbach plexus
■ Outer circular
○ Serosa
● Fisiology : motility (pada kasus meningkat sehingga diare), sekresi, digesti,
absorbsi
2. Thermoregulation & fever
Thermoregulation → Mekanisme untuk menjaga temperature
Heat gain
● Environment
● BMR
● Muscle activity
● Effect of thyroxine
● Effect of sympathetic stimulation
● Chemical activity in cell
● Digestion, absorption, storage food
Heat loss
● Environment
● Radiation
● Conduction
● Convenction
● Evaporation
3. Microbiology of Salmonella
Classification
Genus Salmonella terdiri dari spesies S. enterica dan S. bongori dengan ribuan
serotype. Namun serotype yang paling sering menyebabkan enteric fever dari
Salmonella enterica adalah:
a. Salmonella Paratyphi A (serogroup A)
b. Salmonella Paratyphi B (serogroup B)
c. Salmonella Choleraesuis (serogroup C1)
d. Salmonella Typhi (serogroup D)
Karakteristik
● Bakteri batang gram (-)
● Facultative anaerob
● Mempunyai flagel → motil
● Transmisi: fecal-oral
● Survive in freezing water
● Resistant to certain chemical
Antigen & virulence factor
● Capsule → Vi antigen → prevent phagocytosis
● Lipopolysaccharide (LPS) → O-antigen
● Flagella → H antigen
● Salmonella pathogenicity island (SPI)
o SPI-1 → untuk invasi
o SPI-2 → prevent killing
Diagnosis
Culture:
● Specimen: darah, bone marrow, stool, urine, rose spot
● Media:
o Differential medium → EMB, MacConkey, deoxycholate medium
o Selective medium → SS agar, HE agar, XLD agar, desoxycholate-citrate agar
o Enrichment → selenite F/tetrathionate broth
Biochemical:
● Catalase (+)
● Produce H2S → hitam di TSI agar
Serology:
● Agglutination test → known sera dicampur dengan unknown culture, kemudian
dilihat apakah terdapat penggumpalan
● Widal test →
o reaksi aglutinasi antibody terhadap antigen O dan H
o Biasanya, antibody terhadap antigen O muncul hari ke-6-8, dan terhadap
antigen H di hari ke-10-12
o Serum penderita dicampurkan dengan antigen, kemudian dilihat apakah
terjadi aglutinasi/penggumpalan. Kemudian dilakukan pengenceran dan
dilihat apakah masih ada aglutinasi. Semakin besar pengenceran/titer,
semakin besar kemungkinan pasien menderita demam tifoid
o Titer antibody O >1/320 atau H >1/160 → positif
● Rapid IgM detection:
o Melihat aglutinasi IgM antibody (serum) terhadap antigen O9 (spesifik
untuk Typhi)
o Prinsip: aglutinasi kompetitif → serum pasien dicampur dengan reagen A
(partikel magnetic yang dilapisi LPS S.Typhi) dan reagenB (partikel
berwarna biru yang dilapisi antibody spesifik untuk antigen O9)
o Jika ada antibody di serum → warna tetap biru
o Jika tidak ada antibody di serum → warna jadi merah
4. Typhoid fever
Definisi → Infeksi sistemik yang disebabkan oleh Salmonella Typhi, biasanya melalui
konsumsi makanan/minuman yang terkontaminasi
Epidemiologi
● Prevalence 33/1000
● 358-810 per 100,000 caused by Salmonella typhi
● 64% in Indonesia occurs in 3-19 years old
● Mortality rate in Jakarta: 3.1-10.4%
Risk factor
● Rendahnya kebersihan perorangan
● Rendahnya kebersihan makanan & minuman
● Sanitasi lingkungan buruk
● Pasien atau karier tifoid tidak diobati secara sempurna
● Bepergian ke daerah endemis
Clinical manifestasi
● Periode inkubasi
○ Typhoid fever : 10-20 (range 3-56) hari
○ Paratyphoid fever : 1-10 hari.
● Duration of fever (untreated case) 4 weeks :
○ 1st week (nonspecific): headache, malaise, remittent fever,
constipation, mild non-productive cough.
○ 2nd week: looks toxic/apathetic, sustained high temperature, relative
bradycardia, slightly distended abdomen, splenomegaly, rose spots.
○ 3rd week: unwell; continuous high fever; delirious confusional state;
pronounced abdominal distention; scanty bowel sound & ileus;
diarrhea with liquid foul green-yellow stools; death may occur.
○ 4th week: fever, mental state, abdominal distention sudah membaik,
tapi intestinal complication bisa masih ada
Diagnosis
● Suspect case: anamnesis & PE didapatkan demam, gejala saluran cerna,
gangguan kesadaran. Hanya dibuat pada pelayanan kesehatan dasar.
● Probable case: terdapat gejala klinis hampir / lengkap & gambaran lab. yang
mendukung.
● Confirmed case: ditemukan bakteri dari dalam darah / sumsum tulang.
● Gold standard → mengisolasi organisme (kultur)
○ Bone marrow: angka keberhasilan 90% dan tidak dipengaruhi
pemberian antibiotik, namun invasif
○ Blood: pada 1st dan 2nd week, angka keberhasilan 60-80%, namun
dipengaruhi pemberian antibiotic
○ Stool: 1st week dan presentasi positinya meningkat seiring berjalannya
waktu
○ Rose spot
● Serology
○ Widal
○ Rapid IgM test (Tubex)
●
Complication
● Intestinal : perdarahan dan perforasi krn erosi di peyer’s patch
● Kardiorespiratori : miokarditis, endokarditis, batuk, dan bronkitis
● Liver, gallbladder, pankreas : hepatomegali, peningkatan transaminase,
jaundice, pankreatitis
● Neurologis : diorientasi, delirium, gelisah,
● Muskuloskeletal : polymyositis
Management
● Non-Farmakologis
○ Bed rest (u/ mencegah komplikasi dn mempercepat penyembuhan)
○ Pemberian cairan yg cukup
○ Diet low fiber → supaya tidak merusak lumen usus, krn makanan high fiber
itu dia high volume. Di typhoid fever ini peyer patchnya udh membesar, trs
membuat lumennya menyempit → bisa ada nekrosis juga. jd makanan high
fiber bisa makin ngerusak dinding lumennya
○ Pemberian makan: dari bubur saring → bubur kasar → nasi (u/ menghindari
komplikasi perdarahan atau perforasi usus)
● Farmakologis : chloramphenicol : broad spectrum antibiotic. Berikatan dengan 50s
subunit ribosom bakteri → block peptidyl transferase → inhibit protein synthesis →
stop bacterial growth
1. Terapi symptomatic -> vitamin, antipiretik, antiemetic (bila muntah hebat)
2. Terapi etiologic (anti-mikroba)
- Anti mikroba segera diberikan bila diagnosis klinis demam thypoid telah dapat
ditegakkan, baik dalam bentuk diagnosis konfirmasi, probable, maupun
suspect
- Sebelum anti mikroba diberikan harus diambil specimen darah atau sumsum
tulang lebih dulu, untuk pemeriksaan Salmonella
Prevensi
1. Langkah-langkah strategies pengendalian karier, relaps, dan resistensi tifoid
● Karier = seseorang yang di tubuhnya terdapat basil salmonella
sehingga menjadi sumber infeksi untuk orang lain
● Relaps = kambuh kembali gejala-gejala klinis demam tifoid setelah 2
minggu masa penyembuhan. Biasanya karena pengobatan yang tidak
adekuat
● Resistensi = salmonella yang sudah resisten antibiotik.
2. Perbaikan sanitasi lingkungan → Penyediaan air bersih, memasak air hingga
mendidih selama 10 menit, jamban keluarga sehat, pengolahan limbah
3. Peningkatan higiene makanan dan minuman
Golden rules of WHO :
- pilih makanan yang sudah di proses dengan benar
- panaskan kembali makanan yang sudah dimasak dengan benar
- hindari kontak makanan mentah dengan yang sudah matang
- mencuci tangan dengan sabun
- bersihkan dapur
- lindungi makanan dari serangga dan binatang lainnya
- gunakan air bersih
4. Peningkatan higiene perorangan → Cuci tangan sebelum makan; setiap kontak
dengan feses, urin, maupun dubur
5. Imunisasi → Pemberian vaksin sejak anak-anak
6. Surveilans → Data pada kegiatan surveilan tifoid menunjukkan adanya orang yang
terserang tifoid serta info mengenai tempat dan waktu kejadian tifoid di masyarakat
7. Definisi kasus → Petugas wajib memiliki kemampuan dalam menentukan seorang
pasien demam tifoid atau bukan
8. Pencatatan dan pelaporan → Petugas wajib bertanggung jawab atas kelengkapan data
tersebut dalam catatan medis pasien
9. Penanggulangan KLB → Pemantauan wilayah setempat, penyelidikan epidemiologi,
implementasi tindakan penanggulangan dilapangan
Sumber : kemenkes 2006, pedoman pengendalian demam tifoid
2. Skin lesion
● Definisi lesi kulit: abnormalitas yang terjadi pada kulit
● Lesi Primer: lesi yang berkaitan langsung dengan proses/efek suatu
penyakit tertentu
○ Macula: area area yang mengalami perubahan warna daripada area
sekitarnya
○ Papula: area yang terelevasi dengan diameter < 0.5 cm
○ Pustula: lesi menonjol berisi pus
○ Plaque: lesi menonjol dengan area diameter > 0.5 cm
○ Nodule: lesi yang terelevasi dan berbentuk bulat dengan diameter >
0.5 cm
○ Wheal: edema pada kulit yang disebabkan oleh pelepasan plasma
melalui vessel wall
○ Vesicle: lesi menonjol dengan isi cairan bening dengan diameter < 0.5
cm
○ Bulla: vesikel dengan d > 0.5 cm
● Lesi Sekunder:
○ Erosi: hilangnya bagian epidermis kulit tapi belum sampai
menghilangkan stratum basale
○ Excoriasi: hilang bagian epidermis sampai s. basale, hingga upper
dermis sehingga terlihat pendarahan
○ Ulcer: hilang bagian kulit lebih dalam sampai ke bagian tendon
○ Atrophy: pengurangan ukuran sel sehingga terdapat depresi kulit
○ Scale: bagian dari stratum korneum yang mengelupas (squama)
○ Crust: pengerasan cairan tubuh yang dapat berupa serum, darah,
pus, atau obat
○ Fissure: hilangnya kontinuitas kulit secara linear
○ Scar: proliferasi jaringan fibrosa untuk menggantikan jaringan yang
rusak
● Lesi spesifik: lesi yang terbatas pada penyakit tertentu
○ Comedone
○ Telangiectasia
○ Burrow / canaliculi: tunnel bergelombang pada bagian terluar
epidermis akibat parasit
○ Milia
Relate to Kasus : ada itching-redness-papules-scales, hypopigmentation with scales (lesi
sekunder), erythematous macule, papule, canaliculi/burrow (lesi spesifik)
● Berdasarkan morfologi
○ Flat lesion : macule, patch, erythema
○ Raised lesion : papule, plaque, nodule, cyst, wheal, scar, comedo
○ Depressed lesion : erosi, ulcer, atrophy, burrow/canaliculi
○ Surface changes : scale, crust, excoriasi, fissure
○ Fluid filled : vesicle, bulla, pustule, furuncle, carbuncle, abcess
○ Vascular : purpura, telengiactasis
3. Mechanism of Itch
● Mediator : histamin, protease, IL-31, TLR7, acethylcoline
● Mekanisme : Stimulasi free nerve ending → keratinosit menghasilkan mediator →
stimulasi somatosensory cortex → respon garukan → aktivasi prefrontal &
orbitofrontal → aktivasi reward system → keinginan terus menggaruk
4. Scabies
● Definsi → infeksi yang bermanifestasi pada kulit manusia, disebabkan oleh
Sarcoptes scabiei var. hominis.
● Epidemiologi
○ Terdapat di seluruh dunia
○ Dapat menyerang siapapun tanpa membedakan apapun
○ 300 juta penduduk setiap tahunnya (WHO 2009)
○ Angka kejadian skabies tinggi di negara iklim panas dan tropis
○
● Etiologi dan mikrobiologi
○ Sarcoptes scabiei var. hominis yang berukuran 0,3 – 0,45 mm (betina)
dan jantan setengahnya.
○ Morfologi:
■ Warna putih, bentuk oval, tidak kasat mata
■ Adult dan nymph punya 8 kaki, larva punya 6 kaki
■ Pada permukaan dorsal dan lateral terdapat pasangan spine-
like projection, beberapa kaki memiliki stalked pulvilli (suckers)
dan spur-like claws
■ *ini yang membantu scabies menginvasi ke dalam kulit
■ Tidak bisa terbang dan tidak bisa lompat
■ Ukuran betina dua kali ukuran jantan
■ Penyebaran/transmisi (kasus) : secara direct/ indirect dari
fomites (benda) yang digunakan bersama
○ Life cycle:
Adult female bertelur di s. granulosum selagi membentuk burrow → Telur
menetas menjadi larva → Larva meranggas menjadi nymph dan dapat
ditemukan di molting pouch (vesicle ujung kanalikuli) → Mating satu sama
lain → Jantan mati, betina hamil dan menggali burrow baru sambil bertelur
*dari egg menjadi adult membutuhkan 10-13 hari.
● Faktor risiko
○ Tinggal di lingkungan padat penduduk (overcrowd place): nursing
home, hospitals, dormitory
○ Kontak langsung dengan penderita atau penggunaan barang pakai
milik penderita
● Clinical manifestation
○ Gejala muncul setelah 3 – 6 minggu setelah infeksi
○ Lebih gatal saat malam hari
○ Lesi kulit: makula, papula kemerahan, kanalikuki, burrows dengan
ukuran 2 – 10 mm, vesicle dengan cairan bening atau keruh
○ Predileksi: Antara jari, pergelangan tangan, penis, scrotum, ketiak,
pantat. (daerah yang berlipatan dan menyentuh permukaan satu
sama lain) atau disebut Circle of Hebra.
● Diagnosis
○ Memenuhi 2/4 cardinal signs:
■ Pruritus di malam hari
■ Menyerang sekelompok orang atau golongan orang
■ Terdapat skin lession terutama burrow / canaliculi di daerah
Circle of Hebra (finger webs, wrist, antecubital area, axila,
areola, umbilicus area, lower abdomen, genitals, buttocks)
■ Ditemukan Sarcoptes scabiei (telur, adult scybala, nympha)
dengan immersion oil pada skin scrapping.
○
● Treatment
○ Permethrin cream 5% ke seluruh tubuh (setelah mandi), kecuali
bagian mata dan bibir, pada malam hari sebelum tidur selama 8 jam
untuk 7 hari, BERSAMAAN dengan seluruh anggota keluarga atau
teman yang hidup bersama. Pemakaian permethrin kembali setelah 1
minggu dari pengobatan terakhir untuk membasmi sisa-sisa scabies.
■ Mechanism of action : Permetrin bekerja pada membran sel
saraf untuk mengganggu arus saluran natrium yang mengatur
polarisasi membran. Repolarisasi terganggu menyebabkan
kelumpuhan dan kematian pada hama
○ Oral antihistamine (apabila diperlukan untuk meredakan gatal)
○ Lindane 1%
○ Salep sulfur 5-10%
○ Krotamiton 10%
○ Emulsi benzil benzoat 10%
● Non farmako treatment
○ Kontak dekat juga harus diperlakukan secara bersamaan.
○ Barang-barang pribadi (misalnya, handuk, pakaian, tempat tidur)
harus dicuci dengan air panas dan dikeringkan dalam pengering
panas atau diisolasi (misalnya, dalam kantong plastik tertutup) selama
minimal 3 hari.
○
● Prevensi
○ Hindari kontak dengan penderita
○ Hindari penggunaan barang milik penderita
○ PHBS (Perilaku Hidup Bersih dan Sehat)
5. Tinea Cruris
● Definisi : Infeksi kulit yang terjadi pada bawah perut atau lipat paha oleh
dermatophytes. Biasanya terjadi pada laki-laki, bagian atas paha bagian
dalam, apalagi saat keadaan lembab.
● Etiologi dan mikrobio :
○ Biasanya disebabkan oleh T. rubrum. Predileksi yaitu hairless skin.
○ Capable of developing the capacity either to elicit immediate (IH) or
delayed type hypersensitivity (DTH).
○ Taxonomy:
■ Filum: Ascomycota
■ Ordo: Onygenales
■ Family: Arthrodermatoceae
■ Genus: Trichophyton
■ Spesies: T. rubrum
○ Morfologi:
■ Koloni berwarna putih, dengan pinggiran berwarna merah
maroon
■ Dengan mikroskop, penampakannya berupa microconidia
(tear-shaped) dan memiliki hifa panjang dan bersepta.
○ Virulence:
■ Protease: memungkinkan T. rubrum untuk mencerna lapisan
keratin, kolagen, dan elastin.
○ Habitat:
■ Area lembab dan lipatan, cenderung menginfeksi kulit yang
tidak berambut.
○
● Transmisi : Melalui handuk, seprai, pakaian yang terinfeksi (anthrophilic)
Atau dengan kontak langsung (zoophulic: cat, dog), (geophilic: ground, trees)
● Manifestasi klinis : plak anular, batas tegas, tepi meninggi scaly
menunjukkan “central clearing”, gatal (meningkat kalau berkeringat),
erythematous scaly patches dengan papul dan vesicle
● Diagnosis
○ Manifestasi klinis
○ Pemeriksaan mikroskop dengan larutan KOH 10% dengan hyphae
panjang bersepta.
○ Culture dari jamur (dengan Saboroud agar)
● Management dan Treatment
○ Non farmako
■ Reduksi dari aktivitas yang menyebabkan banyak berkeringat,
dan hindari kelembaban yang berlebih pada kulit dengan
mengeringkan, atau dengan mendinginkan suhu
■ Menggunakan pakaian yang tidak sempit atau ketat (karena
dapat menambahkan kelembaban)
■ Menggunakan talcum powder atau bedak anti jamur.
○ Farmako
■ Topical treatment biasanya efektif dan disarankan.
● Allylamines (terbinafine, butenafine, naftifine) dan
Azoles (clotrimazole, miconazole, sulconazole,
oxiconazole, econazole, ketoconazole) merupakan
topical treatment egiment.
● 1-2x/day selama 2-4 minggu
● Pertimabngan cost, accessibility, compliance
■ Oral/Systemic treatment
● Jika chronic, recurrent, recalcitrant disease OR
extensive rash, immunocompromised
● Pilihan obat : oral terbinafine, itraconazole.
● Prevention
○ Menjaga kebersihan diri dengan baik. (good hygiene: mandi,
selangkangan tetap kering, pakai pakaian bersih)
○ Tidak menggunakan pakaian atau handuk bersamaan
○ Tidak menggunakan pakaian atau celana dalam ketat
6. Tinea versicolor
● Definisi → Infeksi kulit yang disebabkan oleh normal flora Malassezia spp.
● Epidemiologi
○ Paling sering terjadi pada daerah tropis
○ Lebih banyak terjadi pada remaja dan dewasa muda, karena aktif nya
sebaceous gland.
● Etiologi dan mikrobio
○ Malassezia sp. Hidup di bagian superficial layer yang berkeratin
(stratum corneum), biasanya di sekitar hair follicle dan merupakan
normal flora dari kulit.
○ Menjadi pathogenic karena adanya lingkungan lembab dan low
hygiene
○ Hidup baik dengan adanya pengkingkatan kelembapan, temperatur,
dan CO2.
○ Merupakan lipophilic microbe, butuh liipid untuk hidup
○ Taksonomi:
■ Filum: Basodiomycota
■ Ordo: Malasseziales
■ Famili: Malasseziaceccae
■ Genus: Malassezia
■ Species: Malassezia sp. (bisa furfur, bisa glabosa)
○ Morfologi:
■ Terlihat sebagai kelompok berbentuk oval, disertai hifa pendek
tidak bercapang dengan spora bulat (spaghetti meatball)
○ Virulence factor:
■ Azelaic acid: yang menghambat tyrosinase sehingga
menghambat proses pembentukan melanin
■ Malassezin: metabolite memicu apoptosis melanocyte.
■ Pityriacitrin: merupakan yellow compound yang menyerap UV,
sehingga mengganggu proses tanning kulit & Wood’s Lamp
testnya menjadi kuning.
■ Pytiriarubins: mengganggu neutrophil respiratory burst
sehingga immune dapat disuppress.
○ Habitat: suasana lembab, temperature tinggi, dan CO2 tinggi.
● Manifestasi klinis
○ Makula yang oval atau bulat dengan scale, biasanya terdapat pada
trunk, neck, dan upper arms.
○ Warnanya bisa putih – kemerahan, atau cokelat
○ Scale nya bersifat furfuraceous atau dust-like, halus
○ Biasanya gatal
○
Predilection site: Bagian dada, Perut, Punggung, Pubis, Leher, dan
Intertriginous area: antecubital dan popliteal fossae
○ Wood’s lamp exam -> yellow-orrange fluorescence
○ Hasil Lab
■ Pemeriksaan mikroskop dengan larutan KOH : spaghetti and
meatballs appearance yaitu hyphae yang pendek-pendek
dengan spora bulat.
■ Culture jarang dibutuhkan
● Diagnosis
○ Pemeriksaan mikroskop di dengan larutan KOH, yang menampilkan
spaghetti and meatballs.
○ Wood’s lamp: (+) dengan fluorosence berwarna kuning.
○
● Management
○ First line
■ Shampoos (pyrithione zinc or 2.5 % selenium sulfide, twice
daily for 7 to 10 days
■ Propylene glycol in aquos solution
■ Topical imidazoles (ketoconazole)
○ Second line (pengobatan sistemik)
■ Pengobatan sistemik diberikan pada kasus pityriasis
versicolor yang luas atau jika pemakaian obat topical tidak
berhasil, namun dapat menyebabkan efek samping yang
serius.
■ Obat yang diberikan:
● Ketokonazole 200 mg/hari selama 7-10 hari
● Itrakonazol 200-400 mg/hari selama 3-7 hari
○ Moa: Penghambatan sintesis ergosterol sitokrom
P450 → mengubah fungsi sel jamur
● Flukonazol 400 mg, single dose oral.
● Prevention
○ Good hygiene. Mandi setelah berkeringat. Tidak membiarkan kulit
lembab.
PHOP Promotif: Penyuluhan PHBS, kebersihan diri terutama setelah berolah raga dan
mengganti pakaian, kebersihan kamar
Preventif:
1. Primer: Edukasi, good hygiene
2. Sekunder: medikasi, hygiene, mencuci pakaian, sprai, dan benda lain
tempat kutu bisa tinggal
3. Tersier: medikasi, hygiene
Curatif:
1. Antifungi
2. Scabimite
Rehabilitatif: Kontrol paska pengobatan
CRP Angka kejadian 130 juta orang di dunia (WHO 2014)
Prevalensi di Indonesia 3.9-6% (2013)
Prognosis Ad vitam ad bonam
Ad functionam ad bonam
Ad sanational dubia ad bonam
CC : White Skin Rash on Almost Entire Body which numb.
-VITILIGO → Skin Slit positive dan No more info (ga ada tes antibodi)
-PITYRIASIS VERSICOLOR → No Itchy di Lesi, Wood’s Lamp Negative
-SKIN CANCER → No lesi Skin Cancer yang gitu, Skin Slit Positive
LEPROSY
1. Pherheral nerve
● PNS menghubungkan CNS dg struktur perifer. PNS punya serabut saraf dan
badan sel yang memberi impuls menuju ke/pergi dari CNS
● Histology : Dendritic, Badan cell, Axon (diselimuti cell Schwan)
● Pembagian PNS:
○ Cranial nerve: keluar dari rongga kranial lewat foramen di cranium
○ Spinal nerve: keluar dari vertebral column melalui vertebral foramina
● PNS juga bisa dibagi menjadi:
○ Afferent (sensory) fiber: menghantarkan impuls dari sense organ
(mata) dan sensory receptors (kulit) ke CNS
○ Efferent (motor) fiber dari CNS ke otot dan kelenjar
● Tipe fiber yang disampaikan oleh cranial and spinal nerves adalah:
○ General somatic sensory fibers: membawa impuls dari sensasi
exteroceptive kulit dan sensasi proprioceptive dari otot, tendon dan
sendi
○ Somatic motor fibers: transmisi ke skeletal muscle (voluntarily)
○ Visceral sensory fibers: transmisi visceral reflex/sensasi dari organ
berongga ke CNS
○ Visceral motor fibers: transmisi ke smooth muscle (involuntarily) dan
jaringan kelenjar (keringat dan minyak). Ada 2 jenis fiber: pre-synaptic
dan post-synaptic
○ Special sensory fiber:untuk special senses
●
2. Skin Lession
● Definisi lesi kulit: abnormalitas yang terjadi pada kulit
● Lesi Primer: lesi yang berkaitan langsung dengan proses/efek suatu
penyakit tertentu
○ Macula: area area yang mengalami perubahan warna daripada
area sekitarnya
○ Papula: area yang terelevasi dengan diameter < 0.5 cm
○ Pustula: lesi menonjol berisi pus
○ Plaque: lesi menonjol dengan area diameter > 0.5 cm
○ Nodule: lesi yang terelevasi dan berbentuk bulat dengan diameter >
0.5 cm
○ Wheal: edema pada kulit yang disebabkan oleh pelepasan plasma
melalui vessel wall
○ Vesicle: lesi menonjol dengan isi cairan bening dengan diameter < 0.5
cm
○ Bulla: vesikel dengan d > 0.5 cm
● Lesi Sekunder:
○ Erosi: hilangnya bagian epidermis kulit tapi belum sampai
menghilangkan stratum basale
○ Excoriasi: hilang bagian epidermis sampai s. basale, hingga upper
dermis sehingga terlihat pendarahan
○ Ulcer: hilang bagian kulit lebih dalam sampai ke bagian tendon
○ Atrophy: pengurangan ukuran sel sehingga terdapat depresi kulit
○ Scale: bagian dari stratum korneum yang mengelupas (squama)
○ Crust: pengerasan cairan tubuh yang dapat berupa serum, darah,
pus, atau obat
○ Fissure: hilangnya kontinuitas kulit secara linear
○ Scar: proliferasi jaringan fibrosa untuk menggantikan jaringan yang
rusak
● Lesi spesifik: lesi yang terbatas pada penyakit tertentu
○ Comedone
○ Telangiectasiai
○ Burrow / canaliculi: tunnel bergelombang pada bagian terluar
epidermis akibat parasit
○ Milia
● Berdasarkan morfologi
○ Flat lesion : macule, patch, erythema
○ Raised lesion : papule, plaque, nodule, cyst, wheal, scar, comedo
○ Depressed lesion : erosi, ulcer, atrophy, burrow/canaliculi
○ Surface changes : scale, crust, excoriasi, fissure
○ Fluid filled : vesicle, bulla, pustule, furuncle, carbuncle, abcess
○ Vascular : purpura, telengiactasis
3. Leprosy
a. Definition
● Infeksi granuloma kronis yang disebabkan Mycobacterium leprae
● *granuloma = lesi akibat inflamasi; makrofag mengelilingi pathogen
untuk mencegah penyebaran tapi tidak dapat mengeliminasi
● Ciri: infeksi kulit dan saraf akibat respo ns imun
b. Epidemilogi
● Menyerang seluruh usia, insidensi puncak pada dewasa muda
● Pria:wanita = 2:1
● WHO 2016: Indonesia memiliki penderita kusta terbanyak nomor 3 di
dunia
●
c. Etiology (M. leprae)
● Etiology : Mycobacterium leprae
● Incubation period :
- tuberculoid 2.9—5.3 tahun
- lepromatous 9.3—11.6 tahun
● Diagnosis : slit skin procedure → staining dengan ziehl neelsen
● Characteristic
○ gram (+)
○ acid-fast bacilli (AFB)
○ obligate intrasellular, obligate anaerob
○ none-spore forming
○ non motile
○ ukuran : 1-8 m x 0,5m
○ menginfeksi saraf tepi/perifer, kulit, dan sel mukosa
● Virulence Factor
○ M leprae memiliki sel membran membrane lipid bilayer.
Kemudian dikelilingi o/ dinding sel (dalam-keluar)
■ Peptidoglikan
■ Arabinogalactan
■ Mycolic acid: very large lipid → waxy walls → restriksi
intake nutrisi → slow doubling time
■ Phenolic glycolipid I (PGL-1) → dapat berikatan dg laminin-
2 di basal lamina sel schwann-axon unit
○ Di antara dinding sel terdapat LAM yg memanjang ke permu-
kaan.
■ LAM → faktor virulensi u/ menghambat aktivasi makrofag
dan mentrigger aktivitas cytocidal
d. Transmisi → droplet dan kontak kulit
e. Klasifikasi
● Klasifikasi kusta menurut Ridley dan Jopling dibuat berdasarkan
gambaran klinis, bakteriologis, histopatologis dan imunologis menjadi
5
tipe yang muncul karena reaksi imun yang berbeda
Bentuk lesi Makula saja; Makula Makula; Makula; plak; Plak; dome-
makula dibatasi dibatasi infiltrat/plak papul shaped;
infiltrat infiltrat; difus; punched-out
infiltrat saja. papul;nodus
Permukaa Kering bersisik Kering Halus berkilat Halus berkilat Agak kasar,
n bersisik agak berkilat
● Menurut WHO pada tahun 1987: klasifikasi kusta menjadi 2 tipe, yaitu
tipe Pausibasiler (PB) (lesi <5, BTA negatif, kerusakan satu saraf)
dan tipe Multibasiler (MB) (lesi >= 5, BTA positif, kerusakan lebih
dari satu saraf)
● Tipe Pausibasiler (PB) menurut WHO adalah tipe Tuberkuloid (TT)
dan Borderline Tuberkuloid (BT) menurut Ridley dan Jopling,
sedangkan tipe Multibasiler (MB)adalah tipe Mid Borderline
(BB),Borderline Lepromatosa (BL) dan Lepromatosa (LL), atau tipe
apapun dengan BTA positif
f. Risk Factor
● Tinggal serumah dengan pasien leprosy (5X lebih berisiko)
● Tinggal di negara endemic kusta
● Riwayat kontak dengan pasien kusta
● Sosioekonomi rendah
● Pendidikan rendah
● Tinggal di rumah dengan sanitasi buruh
g. Reaksi kusta
● Perubahan tiba tiba respon imun yang diperantai terhadap antigen M.
leprae
● RF terjadinya reaksi kusta → adanya lesi multiple yang dekat saraf tepi,
keterlibatan wajah, dan adanya penebalan saraf tanpa gangguan fungsi
● Type 1 :
○ Terjadi pd pasien BT, BB, BL
○ RF: vaksin, MDT, hamil, nifas, infeksi, stress,
○ trauma, kontrasepsi oral
○ Ada 2 subtipe:
○ Reversal: pasien yg di terapi → jd tuberculoid
○ Downgrading: pasien ga terapi → jd lepromatous
○ aktivitas Th1 (hipersensitivitas tipe 4-delayed)
○ Treatment: anti-inflammatory, kortikosteroid, MDT tetep lanjut
● Type 2
○ Terjadi pada tipe multibacillary (BL dan LL)
○ Butuh wktu lama u/ tubuh mengeliminasi bakteri didalam
makrofag
○ RF: bacterial load tinggi vaksin, infeksi, pubertas, kehamilan,
nifas, perubahan hormonal
○ Treatment: MDT + clofazimine. Penambahan supresi inflamasi
(kortikosterois, NSAID, chloroquine, dil)
○ Aktivasi Th2 (tipe III hipersensitivitas immune complex formation
and deposition) → humoral immunity
○
h. Manifestasi Klinis
● Kulit :
○ Lesi kulit:
■ Bercak
● Makula (lesi datar, batas tegas) eritematous
● Makula hipopigmentasi (seperti panu)
■ Papul (lesi meninggi, bulat, padat, d=<0,5cm)
■ Nodul (lesi bulat, meninggi, batas tegas, lebih besar
dari papul)
○ Awalnya bercak hanya sedikit baik ukuran maupun jumlahnya,
tetapi lama-lama semakin melebar dan banyak
○ Adanya pelebaran/pembesaran syaraf
○ Kulit tampak tipis dan mengkilap akibar kelenjar keringat
kurang bekerja secara normal
○ Madarosis, saddle nose, gynecomastia, testicular athrphy
○ Lepuh tidak nyeri
● Syaraf :
○ Rasa kesemutan, tertusuk-tusuk dan nyeri pada anggota
badan atau muka
k. Complication
● Defisit motoric: claw hand, clawing toes, ape hand, foot drop, wrist
drop, facial palsy
● Anesthesia → luka → infeksi → kerusakan jaringan → sembuh dg
deformitas: trophic ulcer (plantar ulcer), kontraktur, mutilasi
● Kelainan wajah: madarosis, megalobules ear, saddle nose (leonine
face)
● Kelainan mata: conjunctivitis, scleritis, lagoftalmos, corneal ulcer
● Disfungsi testis: impotensi, infertilitas, ginekomastia
● Amyloidosis: masalah hepatic dan renal
Diagnosis Multibacillary Leprosy/ Leromatous Leprosy (Type I Reaction)
Erythematous Nodule Leprosy (Type II Reaction)
Managemen 1. Rifampin 600 mg
t 2. Clofazimine 300 mg
3. Dapsone 100 mg
1. Prednisone
2. Paracetamol
3. Bed rest
BHP Informed consent
Stage IV Family trajectory illness – communicate with the family
PHOP Promotif: Penyuluhan PHBS, berhati-hati dalam lingkungan endemic
penyakit tertentu
Preventif:
1. Primer: Edukasi, PHBS, imun yang kuat, hindari kontak langusng
dengan penderita leprosy
2. Sekunder: medikasi, prevention of disability
3. Tersier: medikasi, rehab medik
Curatif:
1. Anti-leprosy (medication)
Rehabilitatif: prevention of disability, rehab medic tangan
CRP Di Indonesia banyak terjadi di Jawa Timur dan Papua Barat.
Penderita di Indonesia terbesar ke-3 di dunia (WHO 2016)
Prevalensi di Indonesia 6.9% pada tahun 2017
Insidensi 213.899 kasus baru di dunia (WHO 2014)
Prognosis Ad vitam dubia ad bonam,
Ad functionam ad malam
Ad sanational dubia ad malam
CC : Shortness of Breath
-Foreign Bodies Obstruction→ Normal Exam, Pseudomembrane, Kultur +
-Asthma → No Wheezing, Kultur +
-CVS→ EKG normal, No signs, Kultur +
-Allergy → Normal Exam, Kultur +
DIPHTHERIA
1. Faring & Tonsil (Kasus : difteri yang terjadi adalah faucial diphtheria, yaitu di
pharynx dan tonsil)
● Faring
○ a/ saluran muskular yang menghubungkan rongga hidung
dengan larynx dan esophagus, terbagi menjadi 3 :
■ Nasopharynx : posterior terhadap hidung dan superior
soft palate. Memiliki fungsi respirasi, di mana terdapat
bukaan dari koana.
■ Oropharynx : posterior dari mulut. Memiliki fungsi
digestif. Membantu dalam proses deglutinasi.
■ Laryngopharynx : posterior dari larynx. Berfungsi
sebagai saluran yang dilewati baik oleh makanan
maupun udara.
○ Faring dilapisi oleh dua epitelium, yaitu epitelium respirasi
(pseudostratified columnar epithelia dengan cilia dan goblet)
dan epitelium stratified squamous.
● Tonsil
○ a/ masa besar, irregular dari jaringan limfosid.
○ Berdasarkan letaknya, tonsil terbagi menjadi palatine tonsil,
lingual, pharyngeal, dan tubal tonsil.
2. Fisiologi deglutinasi
● Fisiologi Deglutinasi (krna pasien mengalami dysphagia)
● Proses perjalanan makanan dari pharynx ke lambung. Ada 3 stage :
○ Voluntary Stage : bolus secara volunter didorong ke bagian
posterior pharynx oleh tekanan lidah
○ Pharyngeal Stage (involunter) : memindahkan bolus dari mulut →
faring → esofagus.
○ Esophageal Stage (involunter) : membawa bolus ke lambung
dengan gerakan peristaltik
●
3. Diphtheri
● Definsi → Difteri adalah infeksi kulit dan nasofaring (faringitis) yang
disebabkan oleh Corynebacterium diphteriae
● Etiologi → Corynebacterium diphteriae.
○ Gram positif, rod, aerobic, non-spore forming, non-motile.
○ Diameternya 0.5-1 mikrometer, dan panjangnya beberapa
micrometer
○ club-shaped.
○ Memiliki granul (metachromatic granule)
○ Terdapat 4 biotipe C. diphtheriae : gravis, mitis, intermedius,
dan belfanti
○ Transmisi: menyebar melalui droplets atau kontak dengan
individu yang rentan → tumbuh pada mucus membrane/skin
→ produce toxin.
○ Toxin : Fragment A (Catalytic) dan B (receptor dan
transmembrane)
■ fragment B berikatan dengan membrane sel host
■ Fragment A bisa masuk ke dalam sel melalui receptor-
mediated endocytosis
● Epidemiologi :
○ Umumnya menyerang anak-anak
○ Kematian biasanya disebabkan karena obstruksi airway,
myocarditis, atau polyneuritis
● Clinical manifestasi dan Klasifikasi
○ Setelah inkubasi 2-5 hari, gejala yang muncul akan berbeda-
beda
○ tergantung pada lokasi pseudomembrane yaitu membrane
putih keabuan, ciri khas difteri
○ Pada praktik klinis, difteri dibagi menjadi 5 (Pada daerah
endemic, paling sering adalah faucial diphtheria dan
cutaneous diphtheria jarang ditemukan.):
○ Anterior Nasal Diphtheria
■ Gejala utamanya adalah nasal discharge (100%).
Biasanya unilateral, mucopurulent discharge, dan bisa
terdapat darah
■ Terdapat membrane putih di nasal septum
■ Sering pada bayi, umumnya ringan, kecuali jika bentuk
pharyngeal dan faucial juga terjadi
○ Faucial Diphtheria (Pharyngeal Tonsillar D. ) (JELASIN KRN
PD KASUS)
■ Faucial adalah saluran pada belakang mulut ke
pharinyx yang dibatasi oleh soft palate, dasar lidah,
dan palatine arches.
■ Onset biasanya lambat, disertai dengan panas
sedang, malaise, dan sakit tenggorokan (80%).
Gejala lain adalah mual, muntah, dan disfagia
■ Terdapat pseudomembrane pada satu atau kedua
amandel. Muncul setelah 2-3 hari onset. Pada awal
penyakit, difteri bisa terlihat seperti jenis tonsilitis,
hanya dengan satu titik kecil membran pada satu
amandel. Membran kemudian bisa meluas ke uvula,
langit-langit lunak, orofaring, nasofaring atau laring.
■ Kelenjar getah bening di leher membesar dan sakit,
■ Leher mungkin sedikit membengkak (bullneck)
○ Tracheolaryngeal Diphtheria
■ Tersering kedua setelah faucial, bisa terjadi akibat
perluasan pharyngeal diphtheria atau tidak
■ Gejala awal berupa panas sedang dengan suara serak,
batuk tidak berdahak, dan dyspnea
○ Malignant Diphtheria
■ Paling parah. Onset lebih akut dibanding yang lain
■ Demam tinggi, denyut nadi cepat, tekanan darah turun,
dan sianosis
■ Bull neck dan pendarahan
○ Cutaneous Diphtheria
■ Scaling, ruam, pustule,non-healing ulcer
● Diagnosis
○ HT : Riw. Imunisasi, orang sekitar dengan gejala sama
○ PE : Gejala-gejala yang telah disebut di atas
○ Lab :
■ Dilakukan smears pada area yang terinfeksi.
Diagnosis terkonfirmasi dengan isolasi dan
identifikasi C. diphthteria pada area tersebut. Jika
sebelumnya pasien sudah meminum antibiotik, maka
kultur cenderung negatif. Swab-nya itempatkan di semi
solid media, contoh Amies.
STAINING
■ Distain dengan alkaline methylene blue/gram stain →
batang bermanik
■ Neisser staining → deteksi polyphosphate, metachromatic
granule
CULTURE
■ Diinokulasi di blood agar untuk merule out hemolytic
streptococci,
■ dan selective medium seperti tellurite → koloni hitam
dengan brown halo
■ Loeffler serum agar : bintik-bintik putih opaque kecil
kekuningan
TOXIGENITY TEST : PCR, ELISA
○ DIAGNOSIS PROBABLE : gejala klinis
○ DIAGNOSIS PRESUMPTIVE : sudah positif C. diphtheria
(kultur, staining)
○ DIAGNOSIS PASTI : positif tes toksigenisitas (positif kalau C.
diphtheria nya strain toxin, TES ELEC)
○
● Komplikasi
○ Sebagian besar komplikasi dari difteri disebabkan oleh toksin.
Komplikasi tersering adalah myocarditis dan neuritis.
○ Risiko dan keparahan dari kerusakan akibat toksin berkorelasi
dengan perluasan pseudomembrane dan keterlambatan dalam
pemberian antitoksin.
○ Myocarditis dapat muncul di minggu-minggu awal.
○ Paralysis soft palate biasanya muncul pada minggu ke 3
● Tatalaksana
○ Anti difteri serum (ADS)
■ Secepat mungkin
■ Secara IV
○
HERPES ZOSTER
1. Anatomi dan Histologi Kulit
● Kulit terdiri dari lapisan epidermis, dermis, dan subkutan. Pada
epidermal junction, antara epidermis dan dermis terdapat dermal
papillae dan epidermal ridges, yang mengait satu sama lain untuk
memperkuat penempelan kedua lapisan tersebut.
○ Epidermis (Vesicle herpes zoster terbentuk di epidermis)
■ Tersusun oleh epitel stratified squamous keratinized
yang berupa sel keratinocytes.
■ Epidermis memiliki ketebalan yang bervariasi,
menciptakan adanya kulit tebal (telapak tangan dan
kaki), dan kulit tipis. Keratinocytes pada epidermis
terbagi dalam 4-5 layer
● Basal layer (stratum basale) → Berada di atas
basement membrane, 1 lapis sel kuboid atau
kolumnar. Aktivitas mitotic tinggi, terdapat
progenitor sel.
● Spinous layer (stratum spinosum) → Beberapa lapis
keratinocytes, semakin ke atas bentuknya seperti
duri. Terdapat sel Langerhans. Gabungan dari basal
dan spinous layer = stratum germinativum. Kulit
tebal memiliki stratum spinosum yang lebih tebal
● Granular layer (stratum granulosum) → 3-5 lapis
keratinocytes sel pipih.
● Stratum lucidum → 2-3 layer, anucleate, dead cells.
Hanya ditemukan pada kulit yang tebal, terdiri dari
keratinocytes eosinophilic pipih.
● Stratum corneum → 15-20 later sel squamous, pipih,
anucleate, berisi keratin, proteksi terhadap friksi dan
kehilangan air
○ Dermis → Lapisan jaringan ikat yang menyokong epidermis
dan berikatan dengan subkutan di bawahnya. Ketebalan
dermis bervariasi bergantung region. Kaya akan vaskularisasi,
limfatik, dan saraf. Terdiri dari papillary layer dan reticular layer
○ Subkutan → Disebut juga sebagai hypodermis atau superficial
fascia, tersusun atas adipocyte. Memiliki vaskularisasi yang
luas
● Epidermis memiliki derivate : rambut, kuku, sweat gland, dan
sebaceous gland
● Pada kasus ini, furuncle terjadi pada hair follicle, ekstensif hingga ke
subkutan
2. Fisiologi kulit
● Kulit adalah organ terbesar di tubuh, menyumbang 15-20% total berat
tubuh, dengan luas permukaan 1.5-2m2. Nama lain : integument,
lapisan kutan.
● Fungsi :
○ Protektif
- Sebagai physical barrier terhadap gangguan termal
maupun mekanik, seperti friksi pathogen melalui APC
yang ada di kulit
- Melamin berfungsi melindungi dari radiasi UV
- Sebagai permeability barrier, melawan kehilangan air
○ Sensori → Pada kulit terdapat reseptor-reseptor sensorik
○ Termoregulator → Menjaga temperature tubuh agar konstan
melalui lapisan lemak, rambut yang ada di kepala, produksi keringat,
dan mikrovaskulatur di kulit
○ Metabolik
- Mensintesis vitamin D yang dibutuhkan untuk
metabolism kalsium.
- Membuang elektrolit yang berlebih melalui keringat dan
- Penyimpanan energy berupa lemak di lapisan subkutan
○ Signal seksual → Pigmen, rambut, dan feromon terlibat dalam
atraksi seksual
3. Skin lesion
● Definisi lesi kulit: abnormalitas yang terjadi pada kulit
● Lesi Primer: lesi yang berkaitan langsung dengan proses/efek suatu
penyakit tertentu
○ Macula: area area yang mengalami perubahan warna daripada
area sekitarnya
○ Papula: area yang terelevasi dengan diameter < 0.5 cm
○ Pustula: lesi menonjol berisi pus
○ Plaque: lesi menonjol dengan area diameter > 0.5 cm
○ Nodule: lesi yang terelevasi dan berbentuk bulat dengan
diameter > 0.5 cm
○ Wheal: edema pada kulit yang disebabkan oleh pelepasan
plasma melalui vessel wall
○ Vesicle: lesi menonjol dengan isi cairan bening dengan
diameter < 0.5 cm
○ Bulla: vesikel dengan d > 0.5 cm
● Lesi Sekunder:
○ Erosi: hilangnya bagian epidermis kulit tapi belum sampai
menghilangkan stratum basale
○ Excoriasi: hilang bagian epidermis sampai s. basale, hingga
upper dermis sehingga terlihat pendarahan
○ Ulcer: hilang bagian kulit lebih dalam sampai ke bagian tendon
○ Atrophy: pengurangan ukuran sel sehingga terdapat depresi
kulit
○ Scale: bagian dari stratum korneum yang mengelupas
(squama)
○ Crust: pengerasan cairan tubuh yang dapat berupa serum,
darah, pus, atau obat
○ Fissure: hilangnya kontinuitas kulit secara linear
○ Scar: proliferasi jaringan fibrosa untuk menggantikan jaringan
yang rusak
● Lesi spesifik: lesi yang terbatas pada penyakit tertentu
○ Comedone
○ Telangiectasia
○ Burrow / canaliculi: tunnel bergelombang pada bagian terluar
epidermis akibat parasit
○ Milia
● Berdasarkan morfologi
○ Flat lesion : macule, patch, erythema
○ Raised lesion : papule, plaque, nodule, cyst, wheal, scar,
comedo
○ Depressed lesion : erosi, ulcer, atrophy, burrow/canaliculi
○ Surface changes : scale, crust, excoriasi, fissure
○ Fluid filled : vesicle, bulla, pustule, furuncle, carbuncle, abcess
○ Vascular : purpura, telengiactasis
●
4. Physiology Pain
● Definisi : rasa sensoris dan emosional yang tidak enak/tidak
menyenangkan yang berhubungan dengan kerusakan jaringan atau
keadaan yang berpotensi merusak jaringan.
● Klasifikasi, berdasarkan :
○ Waktu
■ Akut :
- Muncul tiba-tiba, hilang ketika mediator kimia
yang merangsang reseptor rasa sakit sudah
tidak ada.
- Merupakan mekanisme protektif
- Biasanya nyerinormal, waktu (<3 bulan)
■ Kronik :
- Rasa sakit yang muncul selama 3 bulan atau
lebih dan tidak hilang denganpengobatan
- Biasanya nyeri ini sudah tidak memiliki fungsi
protektif lagi
○ Mekanisme
■ Nociceptive pain → Dapat somatic atau visceral :
- Somatik : Dapat terjadi superficial (skin,
muscle), deep (joint, tendons, bones) (well
localized)
- Visceral : Sakit dalam internal organ dan lining
of body cavities (referred pain)
■ Neuropathic pain → Terdapat 2 tipe nyeri neuropatik:
- Peripheral neurophatic: yaitu nyeri neuropathic
yang terjadi di PNS
- Central neuropathic: yaitu nyeri neurophatic
yang terjadi di CNS.
5. Mikrobio : Herpes Virus
● Struktur
○ Besar (150 nm, diameter), memiliki envelope, double stranded
DNA
○ Capsid berbentuk icosadeltahedral
○ Capsid diselimuti oleh envelope dengan glycoprotein,
glycoprotein berfungsi untuk penempelan virus, fusi, dan
menghindar dari kontrol imun
○ Herpesvirus sensitive terhadap aciid, solvent, dan detergent
● Virulence factor
○ α protein → Regulasi replikasi virus
○ β protein → mendukung replikasi virus
○ γ protein → netralisir antibodi dan imun respon
6. Varicella (Chickenpox)
● Definisi → Varicella adalah infeksi menular akut yang disebabkan oleh virus
varicella-zoster
● Etiologi → Varicella Zoster Virusi
● Faktor risiko →Usia muda (anak-anak) dan Imun rendah
● Clinical Manifastasi :
○ Prodromal – gejala muncul sebelum adanya rash
Demam, menggigil, malaise, sakit kepala, anorexia, sakit
punggung, batuk.
○ Rash – lesi kulit
■ Pada orang tanpa vaksin → lesi biasa dimulai dari wajah ke
batang tubuh namun jarang ke bagian ekstremitas
■ Lesi berkembang dengan progresif. Dalam 12 jam lesi
dapat berubah dari macule – papule – vesicle – pustule
– crusts
■ Vesicle memiliki ciri khas ukuran 2-3 mm, ellips,
dikelilingi rash kemerahan (dewdrop on a rose petal)
■ Vesicle bisa juga terdapat di mukosa
■ Cairan mulanya bening namun semakin cloudy (akibat
adanya debris) dan berubah menjadi pustule. Pustule
pecah menjadi crust
■ Scaring jarang terjadi (jika terjadi pun akan hilang
dalam beberapa minggu). Scaring yang tidak hilang
diakibatkan oleh luka infeksi bakteri atau trauma
■ Munculnya lesi sering disertai demam dan gatal (akibat
inflameasi)
● Diagnosis
○ Anamnesis
■ Riwayat imunisasi
■ Riwayat paparan
○ Pemeriksaan fisik
■ Tampakan lesi dan karakteristik khususnya
○ Pemeriksaan penunjang
■ Tzanck smear: Multinucleated giant cells dan Epithelial
cells yang mengandung acidophilic intranuclear
inclusion bodies
■ Tzanck smear dilakukan pada bedside dengan
specimen cairan pada vesicle, ditaruh pada glass slide,
fiksasi menggunakan acetone atau methanol, diwarnai
dengan HE atau Giemsa atau Papanicolaou atau
Paragon multiple stain.
■ Punch biopsy
● Tatalaksana
○ Anti-viral agent
■ Acyclovir, famciclovir, etc.
■ Brivudin
Uracil analogue yang berinteraksi kuat melawan VZV
■ Foscarnet
Inorganix pyrophosphate analogue yang menginhibisi
pyrophosphate-binding site dari DNA polymerase virus
sehingga menghambat replikasi VZV
○ Kompres air dingin
○ Antihistamin
○ Antibiotic (jika ada secondary infection)
7. Herpes Zoster (shingles)
● Definisi → Herpes zoster adalah penyakit yang disebabkan oleh reaktivasi
dan multiplikasi varicella-zooster virus yang sebelumnya dalam kondisi laten.
● Etiologi : Varicella Zoster Virus
● Faktor risiko
○ Usia lanjut
○ Immunodeficiency – terlebih antibodi VZV yang menurun dan
stress
○ Jenis kelamin (wanita > pria)
○ Trauma fisik pada lokasi dermatom tertentu
○ Ras kulit putih
○ Kontak langsung dengan penderita
● Epidemiologi
● Clinical Manifastasi
○ Prodrome – gejala muncul sebelum lesi
■ Sakit dan paresthesia hyperesthesia pada dermatome
yang terinfeksi
■ Acute segmental neuralgia dapat terjadi namun tanpa
disertai timbulnya rash yang kondisinya disebut zoster
sine herpete
○ Rash
■ Lesi kulit muncul khas secara distribusi dan lokalisasi
dimana hanya melibatkan dermatome (distribusi
ganglion terinfeksi) dan unilateral
■ Perkembangan lesi lambat
■ Dimulai dari erythematous macule – papule – vesicle
(dalam 12-24 jam) – pustule (dalam 3 hari) – crusts
(dalam 7-10 hari) dan menetap hingga 2-3 minggu
■ Lesi baru biasa muncul selama 1-4 hari (atau hingga 7
hari)
○ Nerve involvement
■ Jika menyerang trigeminal branches ke-2 dan ke-3,
dapat muncul lesi pada mukosa, mulut, telinga, faring,
orofaring dan dikenal istilah Ramsay Hunt Syndrome
(facial palsy dibarengi dengan herpes zoster)
○ Pain
■ Sakit dermatomal atau Tidak nyaman selama fase akut
(30 hari setelah onset rash).
■ Sakit : tidak nyaman, terbakar, deep aching,
kesemutan, gatal, atau ditusuk-tusuk
● Diagnosis
○ Anamnesis
■ Riwayat varicella
■ Itching, tingling, burning pain
■ Anorexia, malaise, fever
○ Pemeriksaan fisik
■ Ciri khas lesi zosteriform dermatomal
○ Pemeriksaan penunjang
■ Tzank smear
- Tujuan : membedakan infeksi VZV dengan
erupsi vesikel lainnya (variola, paoxvirus,
coxsakievirus, exhovirus) berdasarkan
histopatologi. Namun tidak bisa membedakan
infeksi VZV dengan herpes
- Cara : scrap dasar dari early vesicle, disebar di
glass slide, difiksasi dengan acetone atau
methanol, di staining dengan hematoxylin-
eosin, Giemsa, Papaniculou, atau Paragon
multiple stain
- Hasil : multinucleated giant cell dan epitel
yang mengandung acidophilic intranuclear
inclusion bodies
■ Punch Biopsi dan pemeriksaan histologi
■ Kultur virus
■ Immunofluorescent atau immunoperozidase staining
■ PCR
■ Serologi → ELISA dan FAMA (Fluorescent antibody to
membrane antigen)
● Komplikasi
○ Kulit : Gangren superfisialis, selulitis, impetigo, dll
○ Neurologis : Neuralgia paska herpes (NPH),
○ THT : Ramsay Hunt Syndrome, disebut HZ otikus
○ Visceral : hepatitis, miokarditis, pericarditis, artitis.
● Tatalaksana
○ Antiviral therapy → Acyclovir 5 x 800mg daily for 7 days orally
■ Antivirus diberikan tanpa melihat waktu timbulnya lesi
pada: Usia >50 tahun, (+) Risiko NPH, HZO/Sindrom
Ramsay Hunt/HZ cervical/HZ sacral,
Imunokompromais, dieminata/generalisata, dengan
komplikasi
■ Tujuan utama antivirus:
● Membatasi tingkat, durasi, dan keparahan nyeri
dan ruam pada dermatome primer
● Mencegah penyakit di tempat lain.
■ PP: ACYCLOVIR
● Merupakan obat pertama yang digunakan
secara luas untuk pengobatan infeksi HSV dan
VZV.
● MOA : Asiklovir adalah analog nukleosida yang
menghambat aksi DNA polymerase virus
dan replikasi DNA dari virus herpes yang
berbeda.
● Efek samping: Mual, diare, sakit kepala
○ Analgetik/NSAIDs (Mefenamic acid) prn
■ Tujuan: Membatasi keparahan nyeri hingga <3 pada
skala 0-10, dan hingga tingkat nyeri tidak mengganggu
tidur.
■ Pemberian obat:
● Nyeri ringan: parasetamol 3x500 mg/hari atau
NSAID
● Nyeri sedang-berat: kombinasi dengan tramadol
atau opioid ringan
○ Topikal :
■ Kompres dingin (lesi intact)
■ Calamine lotion (lesi pecah)
■ Salicylic acid 2%
● Analgetic
● Menghambat COX1 & COX2 → nyeri dan gatal
menurun
● Gunakan setelah mandi max 4X/hari
● EDUKASI KE PASIEN :
○ Pastikan ruam tertutup
○ Hindari menyentuh atau menggaruk ruam.
○ Sering cuci tangan untuk mencegah penyebaran virus varicella
zoster
○ Sampai ruam telah menjadi krusta, hindari kontak dengan
■ wanita hamil yang tidak pernah menderita cacar air
atau vaksin cacar air;
■ bayi dengan berat lahir prematur atau rendah; dan
■ orang dengan sistem kekebalan yang lemah, seperti
orang yang menerima obat imunosupresif atau
menjalani kemoterapi, penerima transplantasi organ,
dan orang-orang dengan infeksi virus kekebalan tubuh
manusia (HIV).
○ Jika pasien imunokompeten dengan
■ herpes zoster terlokalisir → maka tinndakan pencegahan
standar harus diikuti dan lesi harus benar-benar tertutup.
■ disseminasi herpes zoster → maka tindakan pencegahan
standar ditambah airborne precaution dan kontak harus
diikuti sampai lesi kering dan berkerak.
○ Jika pasien immunocompromised dengan
■ herpes zoster terlokalisir → maka tindakan pencegahan
standar ditambah tindakan pencegahan di udara dan kontak
harus diikuti sampai infeksi disseminasi di rule out.
Kemudian tindakan pencegahan standar harus diikuti sampai
lesi kering dan berkulit.
■ disseminasi herpes zoster, maka tindakan pencegahan
standar ditambah tindakan pencegahan di udara dan
kontak harus diikuti sampai lesi kering dan berkerak.
● Prevensi (VAKSINASI HERPES ZOSTER)
○ Vaksin Zoster diberikan pada orang dewasa (diatas 50-60
tahun) untuk mengurangi resiko terkena herpes zoster
○ Mengandung VZV yang telah dilemahkan, bedanya dengan
vaksin varicella adalah dosis vaksin zoster lebih besar
○ orang dewasa yang kontak dengan ibu hamil dan bayi yang
rentan, harus diberi vaksin zoster juga
● Kriteria rujukan
○ Penyakit Tidak sembuh pada 7-10 hari setelah terapi
○ Terjadi pada pasien bayi, anak, dan geriatri
(immunocompromised)
○ Terjadi komplikasi
○ Terdapat penyakit penyerta yang menggunakan multifarmaka
8. Pyoderma
● Definisi
○ Pyoderma adalah infeksi pada kulit lapisan epidermis di bawah
stratum corneum atau folikel rambut.
● Umumnya disebabkan oleh Staphylococcus aureus dan
Streptococcus sp.
● Mikrobio : s. Aureus
● Karakteristik
○ Genus : staphylococcus
○ Gram posiDve, berbentuk spherical dan tersusun
seperri anggur
○ Non-morile, non-spore forming
○ Coagulase (+), membedakan staph dengan strep
○ Katalase (+), membedakan aureus dengan staph yang
lain
○ Kultur pada blood agar : koloni berwarna abu sampai
kuning gelap keemasan, terdapat zona hemolisis
● Virulens faktor
○ Faktor virulensi meliputi komponen struktural yang
memfasilitasi penempelan terhadap jaringan inang dan
menghindari fagositosis, dan berbagai toksin dan
enzim hidrolitik
● Pyoderma terbagi menjadi dua yaitu primer dan sekunder. Pada
infeksi primer, disebabkan oleh 1 patogen sedangkan infeksi sekunder
adalah infeksi yang terjadi pada kulit yang sudah memiliki penyakit
sebelumnya
● Furuncle termasuk ke dalam pyoderma primer
● Local Manifestation
○ Folliculitis – radang pada folikel rambut
○ Furunculosis – radang di sekitar folikel rambut
○ Ecthyma – thickly crusted erosion or ulceration
○ Impetigo
● Tata Laksana
○ Antibiotic
○ Menghindari faktor
9. Furuncle
● Definisi
○ Inflamatori nodule yang dalam yang muncul di sekitar folikel
rambut dan biasanya berkembang menjadi abses.
● Etiologi
○ Methicillin-resistance Staphylococcus aureus (MRSA) adalah
penyebab paling sering
○ Sering terjadi pada remaja dan dewasa muda, lebih sering
pada laki-laki dibanding perempuan
● Faktor risiko
○ Kebersihan yang kurang baik
○ Lingkungan tempat Dnggal yang overcrowded
○ Penurunan daya tahan tubuh yang dapat disebabkan karena
gizi kurang, anemia, penyakit kronis, keganasan, dan diabetes
melitus
● Manisfestasi klinis
○ Muncul sebagai (soliter maupun multiple) lesi yang keras,
sakit, terdapat folikel rambut ditengah nodule dan berada pada
hair-bearing site
○ Menjadi lebih sakit dan timbul dalam beberapa hari
(membentuk abses)
○ Jika pecah akan mengelaurkan nanah dan debris
○ Rasa sakit kemudian perlahan hilang dan lesi menghilang
dalam beberapa hari-minggu
● Diagnosis
○ Diagnosis klinis : terdapat nodule, eritem, dengan pustul
ditengahnya. Bisa soliter atau beberapa, terkadang disertai
demam
○ Pemeriksaan lab : apus pus, kemudian diperiksa dengan gram
staining, kultur, atau dilakukan isolasi S. aureus. Pemeriksaan
lab berfungsi untuk konfirmasi diagnosis
● Tatalaksana
○ Amoxicillin-Clavulanic Acid
■ Class: beta-lactam
■ MoA: Berikatan dengan PBP (penicillin binding protein) →
menghambat transpeptidase pada sintesis proteoglycan →
dinding sel tidak terbentuk → bakteri lisis
■ Clavulanic acid: menginaktivasi enzim B-lactamse di S.
aureus → mencegah destruksi amoxicillin à obat efektif.
○ Mupirocin (pseudomonic acid) cream
■ Topical application
■ Indikasi: Topical treatment untuk infeksi minor pada
kulit akibat S. aureus atau S.pyogenes
○ MoA: Berikatan dengan bacterial isoleucyl tRNA synthase →
menghambat sintesis RNA dan protein bakteri
○
Managem 1. Acyclovir
ent 2. Amoxicillin – claviculanic acid
BHP Informed consent
6. Family Tools
● Genogram/anatomi keluarga : pohon keluarga yang menggambarkan aspek
biopsikososial, seperti penyakit, siklus hidup, interaksi antaranggota keluarga
dan struktur keluarga secara keseluruhan. → minimal 3 generasi
● Family map : untuk menilai hubungan dan interaksi dalam keluarga
● APGAR : untuk menilai fungsi keluarga → Adaptasi, Partnership, Growth,
Affection, Resolve
● BATHE : melihat impact, konseling
● SCREEM : sumber daya yang dimiliki keluarga membantu individu
untuk mengatasi masalah kesehatannya..
7. Family Planning
a. Def : rencana yang membuat individu dan pasangannya dapat
mengantisipasi dan mencapai jumlah anak yang diinginkan serta
mengatur jarak dan waktu kelahiran setiap anak
b. Tipe
i. Non hormonal : sterilisasi, kondom, Cu-IUD
ii. Hormonal : oral kombinasi, progestin only, transdermal
kontrasepsi, implant, LNG-IUD
IUD → blok bersatunya ovum dan sperma sangat efektif mencegah kehamilan waktu lama
8. High Risk Pregnancy
a. Def : kehamilan dengan adanya 1/lebih faktor resiko yang dapat
berdampak pada peningkatan komplikasi pada kehamilan, persalinan,
nifas
b. RF :
i. Usia ibu < 16/ >35 tahun
ii. TB < 145 cm
iii. Riwayat kehamilan yang buruk
iv. Riwayat penyakit ibu yang mempengaruhi kehamilan (HF,
hipertensi, seizure, STD, Diabet, hyperthyroid)
v. Riwayat operasi sistem reproduksi
vi. Deformitas tulang panggul
vii. Riwayat genetik keluarga
17
Tabel 2.1 Klasifikasi World Health Organization Asia Pacific
Klasifikasi IMT
Obesitas I 25 – 29,9
Obesitas II > 30
8. Indikasi rujukan
● Adanya komorbid
● Apabila perlu ditinjau lebih lanjut
● Bila terapi konvensional gagal
● Bila terapi spt VLCD dibutuhkan
● Bila operasi bariatric diperlukan
9. Prevention
● Primary: usaha kesmas dengan target seluruh populasi untuk mencegah dan
menurunkan prevalensi obesitas. Ex. Membangun lingkungan yg kondusif,
membangun pollicy program
● Sekunder: fokus untuk penurunan berat badan pada pasien overweight dan obesitas
serta mencegah progres penyakit untuk jangka panjang & perkembangan
komorbiditas. Ex. weight management, behavioral program.
● Tertiary: intervensi diberiakn u/ menurunkan atau mencegah komplikasi
10. Lifestyle Advice During Pandemi
● makan makanan yang segar dan tidak diproses setiap hari
● minum air yang cukup 8-10 gelas
● konsumsi lemah dalam jumlah sedang
○ konsumsi lemak takjenuh dibandingkan lemak jenuh
○ hindari produk trans fat seperti pizza, cookies, fast foo
● konsumsi rendah gula dan garam
● batasi konsumsi minuman bersoda dan yang tinggi gula
● hindari makan di luar rumah
● jika butuh, bisa melakukan konseling dan harus didukung secara psikososial
Diagnosis Overweight
4. Parenting style
● Klasifikasi
Stroke dapat diklasifikasikan berdasarkan etiologinya:
○ Pendarahan (hemorrhagic) → Tipe ini terjadi jika terdapat
pendarahan pada pembuluh darah yang mensuplai darah ke
bagian tertentu dari otak
■ Pendarahan intracerebral → Berakibat pada hilangnya
kesadaran dan disfungsi otak akibat kematian sel saraf.
■ Pendarahan subarachnoid → Berakibat peningkatan
intracranial pressure sehingga terjadi hipoperfusi,
kerusakan jaringan, dan toxic.
■ Pendarahan subdural atau epidural → Dapat menyebabkan
coma
○ Penyumbatan (iskemik) → turun/hilangnya aliran darah ke otak
sehingga suplai glukosa dan oksigen yang diperlukan otak menjadi
terganggu.
■ Thrombosis → Biasanya menyumbat pembuluh darah besar
seperti internal carotid artery, middle cerebral atau
basilar atau arteri yang menyusup dalam otak seperti
lacunar.
■ Emboli → Emboli adalah penyumbatan oleh massa. Embolus
biasanya menyumbat pembuluh darah middle cerebral
artery atau percabangannya
● Clinical Manifestasi :
○ Paralisis atau hemiparesis pada satu sisi tubuh.
○ Gangguan penglihatan
○ Pusing atau kebingungan serta sakit
○ Kehilangan kesadaran → ini hanya pada stroke pendarahan
○ Gangguan keseimbangan dan koordinasi
○ Disfagia
○ Based on classification:
■ Embolic Stroke → Onset gejala klinis mendadak dan deficit
saat onset
■ Large-vessel stroke → kadang didahului oleh TIA
(Transient ischaemic attack atau stroke ringan) dan
memiliki sikap gagap
■ ICH (intracerebral hemorrhage) → deficit neurologis
fokal, sakit kepala parah, perubahan status mental dan mual
■ SAH (Subarachnoid hemorrhage) → sakit kepala
mendadak terparah yang pernah dialami pasien dengan/tanpa
deficit neurologis
● Diagnosis
○ history taking
■ Onset, progresitas, dan keadaan gejala neurologis
■ Time of onset: jika pasien mengalami gejala saat
pasien sadar, maka dapat ditentukan waktu onsetnya.
■ Riwayat stroke atau TIA sebelumnya, atrial fibrilasi,
penyakit jantung, diabetes, dll.
■ Penggunaan narkoba, trauma, kejang, dll.
○ pemeriksaan fisik
■ ABC (Airway, breathing, and circulation)
■ Neurologic exam (evaluasi lokasi dan keparahan)
● GCS
● Mental status
● Cranial nerves exam
● Motoric examination
● Sensory examination
● Gait
● Deep tendon reflexes
● Meningeal sign
■ NIHSS (National Institute of Neurologic Disease and Stroke
Score → Severity and potential outcome
○ LE
■Blood glucose → rule out hypoglycemia
■ECG → Menilai arrhythmia, concurrent cardiac ischemia, or
infarct
■ Fasting lipid profile and glucose
■ Other exam to suspect the cause → Kadar kolesterol, Gula
darah, CBC, Elektrolit, Creatinine,
○ SE → imaging
■ MRI
■ CT Scan
■ Catheter contrast cerebral angiography
■ Electroencephalography
● Komplikasi
○ komplikasi neurologis
- Brain edema
- Bleeding infarction
- Vasospasm
- Hydrocephalus
- Hygroma
○ komplikasi non-neurologis Karena proses intrakranial:
- Reactive hypertension
- Reactive hyperglicemia
- Lung edema
- Heart disorder
- Syndroma Inappropiate
- AntiDiuretic Hormon (SIADH
○ komplikasi non-neurologis Karena imobilisasi
- Thrombophlebitis
- Bronkhopneumonia
- Urinary Tract Infection
- Decubitus
- Contractur
● Treatment
○ farmako
■ Ischemic : antiplatelet, anticoagulant, antihipertensi
■ Hemorrhagic : antihipertensi (IV)
○ Nonfarmako : surgery, thrombolysis, dan biopsychosocial
aspect
● BIOPSYCHOSOCIAL ASPECT
○ Dukungan keluarga: dorongan yang didapatkan individu dari
orang lain melalui hubungan interpersonal yang meliputi
perhatian, emosional dan penilaian. 4 bentuk dukungan
biopsikososial keluarga:
■ dukungan informasional → Keluarga memberi nasihat,
saran, petunjuk & memberi info kepada pasien tentang stroke
& bagaimana penanganannya
■ dukungan emosional → menjaga hubungan emosional
meliputi dukungan yang diwujudkan dalam bentuk afeksi,
adanya kepercayaan, perhatian, dan mendegarkan atau
didengarkan saat mengeluarkan perasaannya
■ dukungan instrumental → sumber pertolongan praktis dan
konkrit, diantaranya keteraturan dalam menjalani terapi,
kesehatan penderita dalam hal kebutuhan makan dan minum,
istirahat, dan terhindarnya penderita dari kelelahan.
■ dukungan penghargaan → memberikan penghargaan dan
perhatian saat pasien menjalani rehabilitasi.
2. Rehab Medik
a. Functional diagnosis :
● Impairment : gangguan anatomi, fisiologis, psikologis → pasien :
gangguan bicara, hemiparesis
● Disabilitas : gangguang Activity Daily Living → tdk bisa ADL,
imobilisasi
● Handicap : hambatan karena impairment&disability → tdk memenuhi
peran : bergantung pada keluarga, ga kerja
b. Mobility : untuk bergerak
● Bed reposisi : pasien bed ridden
● Transfer : duduk ke berdiri
● Wheelchair
c. ADL : kegiatan untuk perawatan pribadi : mandi, bak, pakai baju, makan, dll
→ pasien nya gabisa
3. Impact of Illness to family
● Sebelum menganalisis dampak illnes terhadap keluarga pasien,
dokter harus menganalisis arti illness bagi pasien dan/atau
keluarganya dengan cara:
○ Explanatory models : minta pasien menjelaskan asal
usul/perjalanan penyakitnya.
○ Patient’s semantic illness network : analisis pemahaman,
pengalaman dan perhatian pasien terhadap illness yang
dialaminya.
● Dampak illness terhadap keluarga;
○ Menimbulkan sense of vulnerability
Stages
Diagnosis Post stroke with weakness of right extremities, motoric aphasia, and
hypertension as risk factors
Managemen 1. Home care management
t 2. Antiplatelet drug
3. Antihypertensive drug
4. Rehabilitation program
BHP Informed consent
Management 1. Calcium
2. Vitamin D
3. Bisphosphonate
4. Fall prevention and caring for elderly
BHP Informed consent
CRP Fraktur akibat osteoporosis sebanyak 1.7 juta orang di Asia menurut WHO
2011.
Total penderita osteoporosis di dunia sebanayk 200 juta (2009)
Risiko patah tulang 30% pada orang dengan osteoporosis
Di Indonesia prevalensi sebanyak 18-30%.
1 dari 3 wanita dan 1 dari 5 pria mengalami osteoporosis
Prognosis Ad vitam ad bonam
Ad functionam ad malam
CERVICAL CANCER
1. Cervical cancer
● Definisi ; pertumbuhan sel yang abnormal di cervix.
● Etio: HPV tipe 16 & 18 (protein E6&7).
● RF:
○ Sex usia muda (pertama kali < 20tahun), multipartner
○ Partus usia muda, multipara (>6)
○ Immunocompromised
○ Kontrasepsi : prolonged hormonal oral
○ Low socioeconomic & education –> skrining rendah
○ Family history
○ Merokok
● Klasifikasi:
○ Based on papsmear : ASCUS, LSIL, HSIL, CIS, invasive
carcinoma.
○ Kalo biopsy : CIN 1,2,3.
● Diagnosis:
○ HT : perdarahan, keputihan abnormal, nyeri pinggang,
penurunan BB, gangguan urinasi
○ Obgyn :
■ Inspeksi: cervix membesar, merah, mudah berdarah.
■ Bimanual: cervix membesar.
● Penunjang: histopat & biopsy (via coloposcopy), papsmear, tumor
marker.
● Staging:
○ 0 = carcinoma in situ
○ 1 = terbatas pd cervix
○ 2= meluas tp gasampe dinding panggul atau 1/3 distal vagina.
○ 3= sampe dinding panggul atau 1/3 distal vagina.
○ 4= sampe bladder/rectum/lebih jauh.
● Management:
○ Per staging, di kasus 3B (sampe 1/3 distal vagina):
kemoradiation
● Prevention:
○ Primer: cegah terpapar HPV
■ Edukasi: RF, hygiene, sex, monogami, kontrasepsi
barier
■ Vaksin: HPV dari usia dini (10 tahun), IM 3x (bulan
1,2,6). Jenis vaksin: quadrivalent & bivalent.
○ Sekunder: deteksi HPV & lesi prekanker
■ Papsmear & IVA test
■ Screening pd wanita 25-65 thn @3-5 thn.
○ Tersier: pencegahan pd individu yg memiliki kanker serviks
untuk mencegah komplikasi
■ Rehabilitasi pasca operasi
2. Pain
● Definisi → Nyeri adalah pengalaman sensorik dan emosional yang tidak
melibatkan komponen fisiologis, sensorik, afektif, kognitif, dan perilaku.
● Concept of Total Pain → Dame cucely Saunders menyampaikan komponen
total pain terdiri dari:
○ Physical → nyeri akibat efek (penyakitnya), tumor secara langsung.
○ Psychological: nyeri akibat ketakutan, kecemasan, dan
depresi.
○ Social → menarik diri dari lingkungan, budaya, isu keuangan
○ Spiritual → takut kematian dan menganggap sakitnya terjadi karena
kutukan/dosa yang dilakukan.
● Classification
○ Based on time
■ Akut
■ Kronik
■ Breakthrough
○ Based on mechanism
■ Nociceptive pain
● Somatic
● Visceral
■ Neuropathic pain
■ Mixed pain
● Molecular mechanism:
○ Selain sel kanker, tumor juga terdiri dari sel inflamasi (makrofag,
neutrophil, dan sel T) yang menghasilkan pG, TNF, endotelin, IL-
1,6,EGF,TGF,PDGF → sensitisasi atau mengeksitasi primary
afferent nociceptors terdekat → pelepasan neurotransmitter seperti
calcitonin gene-related peptide (CGRP), endotelin, histamin,
glutamate, dan substansi P dan PG
● Pain @ cancer:
○ Caused by:
■ Direct: kompresi saraf, keterlibatan tulang.
■ Indirect: infeksi, metabolic imbalance, oklusi vena/limfa.
■ Terapi tumor: kemo, radiasi, operasi.
○ Nyeri kanker bisa parah, persisten (kronis) → menyebabkan pasien
mengalami demoralisasi & depresi.
● Assessment:
○ VAS (Visual Analogue Scale)
○ SOCRATES
○ Determine the etiology of pain.
○ Evaluation of the impact of pain on sleep, functional capability,
activity level, psychosocial well-being.
● Treatment:
○ Tujuan
■ Bebas nyeri selama seharian dan saat istirahat
■ Bebas nyeri saat bergerak
■ Bebas nyeri selama malam hari agar istirahat malam
tidak terganggu
● Prinsip :
○ Tentukan etiologi pain: neuropatik (kompresi / peripheral
neuropati) / nosispetif.
○ Obat berdasarkan derajat nyeri:
■ Nyeri ringan: parasetamol, NSAID.
■ Sedang: opioid ringan (kodein), tramadol
■ Berat: opioid berat (morfin), fentanyl.
○ Kasih obat antinyeri berdasarkan derajat pain, jangan takut
adanya adiksi / until pain is severe
○ Pemberian opioid dapat dikombinasi dengan non-opioid.
○ Pemberian antinyeri dapat ditingikatkan kalau nyerinya persisten
dengan ↑dosis, kalau masih persisten: add a new drug.
○ Adjuvan : steroid, antidepressant, anticonvulsant, dan
biophosphonate
3. Palliative Care
● Definisi (total care): sistem pelayanan bertujuan ↑kualitas hidup
denga↓nnyeri & penderitaan lain, kasih dukungan spiritual & psikososial
mulai dari diagnosis – akhir hayat.
● Tujuan&prinsip:
○ Terapi simptomatis: nyeri & keluhan lain.
○ Menjaga keseimbangan psikologis & spiritual.
○ Membantu pasien hidup aktif & kreatif sampai mati.
○ Membantu keluarga menghadapi penyakit & masa berduka.
○ Menggunakan sumber daya dari tim multidisiplin dari awal
perjalanan penyakit.
○ Menghargai kehidupan & mengerti kalo kematian = proses yg normal
→ gak dipercepat/diperlambat.
○ Manajemen bersifat individual.
● Indikasi:
○ Penyulit yang berat
○ Permintaan pasien/keluarga
○ Hidup <12bulan
○ Pasien kanker stadium akhir yg gak respon thd pengobatan.
● Tim:
○ Dokter
○ Perawat
○ Pekerja sosial
○ Pemuka agama
○ Apoteker
○ Pengobatan komplementer & tradisional
○ Psikolog
● Lingkup pelayanan palliative
○ Aspek fisik → Pasien biasa mengeluhkan apapun yang
dirasakannya dari penyakitnya seperti rasa nyeri, sesak napas, tidak
nyaman, dan lain sebagainya. Seorang dokter perlu memberikan
pelayanan terbaik untuk menghilangkan gejala simptomatik
tersebut.
○ Aspek psikologis → Pasien dan keluarga dapat mengalami
gangguan psikologis akibat adanya penyakit dan dalam
mempersiapkan kedukaan. Seorang dokter perlu memberikan
dukungan emosional, pemahaman, dan kerja sama
dengan psikolog agar kondisi psikologis pasien dan keluarga
terjaga
○ Aspek spiritual → Pasien sering menghubungkan penyakit yang
dideritanya dengan dosa yang ia lakukan sebelumnya. Seorang dokter
perlu bekerja sama dengan pemuka agama atau psikiatri spiritual agar
pasien paham betul kondisinya
○
Aspek social budaya → Pasien sering kali menarik diri dari
lingkungan social. Seorang dokter perlu memberikan
pemahaman kepada pasien dan meningkatkan rasa
percaya diri pasien agar senantiasa aktif kembali dalam
lingkungan sosialnya.
○ Aspek komunikasi → Seorang dokter dan tenaga multidisiplin lain
harus menunjukkan rasa empati, jujur, terbuka, dan mau
berdiskusi dengan pasien dan keluarga yang membutuhkan
palliative care.
4. END OF LIFE CARE (Care fo Dying Patient)
● Duka (grief) merupakan reaksi normal terhadap kehilangan, proses
menyesuaikan diri dengan kenyataan yang sulit. 5 stages of grief:
○ Denial
■ Menyangkal/tidak menerima kejadian yang dialami
■ Tidak mampu atau tidak mau menerima kejadian yang
dialami, seolah-olah sedang mimpi buruk dan
menunggu untuk “bangun” dan berharap bahwa hal-hal
akan menjadi normal.
○ Anger
■ Marah
■ Marah dengan situasi yang ada pada dirinya. “Kenapa
harus aku”
○ Bargaining
■ Pasien sudah menerima, tetapi masih berharap.
Individu akan mengharapkan kekuatan yang lebih
besar untuk tubuh dia, ada sesuatu yang mungkin
dapat mempengaruhi penyakitnya.
○ Depression
■ Menyadari bahwa keadaan tidak dapat diubah.
■ Mulai menyadari bahwa keadaanya dan
ketidakberdaannya untuk mengubah keadaan;
menangis, mengubah kebiasaan, menarik diri dari
lingkungan.
○ Acceptance
■ Menerima kondisi yang dialami.
■ Mampu menerima bahwa sesuatu telah terjadi dan
tidak dapat diubah kembali dan mulai mampu membuat
rencana untuk masa depan.