Anda di halaman 1dari 37

Oleh:

Hari Kaskoyo, Ph.D.

JURUSAN KEHUTANAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
 Pengelola hutan rakyat oleh masyarakat umumnya
lebih banyak bertujuan untuk tabungan ataupun
persediaan yang bisa digunakan sewaktu-waktu
untuk memenuhi kebutuhan.
 Jenis tegakan atau tanaman yg ada pd lahan ini
sangat beragam dan tidak hanya berupa tanaman
kehutanan saja antara tanaman kehutanan dan
pertanian.
 Pencampuran tanaman ini akan menyebabkan
perbedaan mengenai cara pemanenan,
pemeliharaan, waktu pemanenan serta tingkat
kebutuhan pemanenan antara jenis tanaman 1
dengan jenis tanaman lain.
 Salah satu hal yg penting dalam menentukan
stabilitas bahkan peningkatan SD hutan rakyat
adalah pemanenan.
 Pemanenan yg tdk memenuhi syarat akan
menurunkan SD lahan hutan.
Gambar 1. Alur Pikir Pendekatan Masalah Pemanenan Hasil Hutan
 Pemanenan merupakan akumulasi berbagai
faktor yg terjadi di dalam pribadi pengelola.
 Faktor-faktor yg mempengaruhi pemanenan
adalah:
 Faktor teknis.
 Faktor social
 Faktor ekonomi
 Tebang pilih dan tebang butuh
 Jenis tanaman
 Harga pasar
 Diteres dan tidak diteres
 Alat-alat penebangan: gergaji mesin, gergaji tangan,
kapak, parang, dll.
No Unsur Ciri-ciri
1. Tinggi Pertumbuhannya tertekan oleh pohon yg lain
2. Besar Telah mencapai ukuran maksimum/terhenti
3. Kelurusan Kurang/bengkok/banyak mata tunas
4. Ukuran < 20 cm
5. Manfaat Kurang dimanfaatkan utk bahan bangunan
 Alat Circulair saw mobile
 Alat penyaradan
 Alat bantu untuk mengeluarkan kayu dengan traktor
pertanian
 Alat bongkar muat kayu
a. Memerlukan biaya lebih kecil dalam pengadaan dan operasinya.
b. Memerlukan lebih sedikit sumberdaya.
c. Lebih mudah dipelihara.
d. Mempunyai dampak lingkungan yang minimal.
e. Lebih sesuai untuk masyarakat di sekitar hutan.
f. Menggunakan teknologi sederhana atau relatif sederhana.
g. Dapat dioperasikan dan dipelihara oleh orang yang tingkat
penguasaan teknologinya rendah.
h. Sesuai untuk kegiatan ekonomi berskala kecil.
i. Berfokus pada ekonomi masyarakat kelas menengah dan bawah.
j. pembangunan dan penggunaan TTG membuka seluas-luasnya
partisipasi masyarakat lokal.
k. Tidak perlu tergantung pada barang impor
a. Kurang mampu beroperasi di medan yang berat.
b. Kurang mampu menangani kayu berukuran besar.
c. Biasanya sulit meyakinkan masyarakat untuk memberikan
apresiasi pada produk lokal.
d. Biasanya sulit mendapatkan orang yang kreatif dalam
mengembangkan TTG di masyarakat tingkat bawah.
e. Biasanya sulit mendapakan kredit untuk mengembangkan TTG di
kelas masyarakat ekonomi lemah.
 Keterlibatan dalam kelompok tani
 Keberadaan pembeli kayu
 Kondisi social petani (kebutuhan rumah baru utk
anggota keluarga yg baru menikah)
 Kebutuhan hidup pengelola hutan rakyat (kebutuhan pokok,
memperbaiki rumah, hajatan, menyekolahkan anak, kesehatan,
dsb).
 Penawaran dan permintaan kayu
 Penebangan, penyaradan kayu, muat bongkar dan
pengangkutan kayu.
 Penebangan dilakukan oleh satu regu tebang dan
menggunakan alat penebangan.
 Prosedur penebangan antara lain menyangkut penentuan
arah rebah, pembuatan takik rebah dan takik balas.
 Berkaitan dengan cara penarikan kayu di pinggir jalan maka
cara penebangan dapat dikelompokkan menjadi tiga
macam, yaitu paralel, tegak lurus dan condong pada alur
jalan.
 Berdasarkan alat yang digunakan penebangan dapat
dilakukan dengan menggunakan kapak, gergaji tangan dan
gergaji rantai (chainsaw).
 Penyaradan kayu merupakan kegiatan pemindahan kayu
dari tempat di mana pohon ditebang dan telah mengalami
pemotongan batang tingkat pertama ke tempat
pengumpulan kayu melalui jalan sarad yang tidak
dipersiapkan secara maksimal.
 Penyaradan kayu dilakukan oleh satu regu penyarad dengan
menggunakan alat penyarad untuk penyaradan kayu.
Penyaradan secara manual dilakukan dengan menggunakan
tenaga manusia dan tenaga hewan (gajah, kerbau, sapi atau
kuda).
 Penyaradan secara mekanis dilakukan dengan
menggunakan alat “feller buncher”, “forwader”, bulldozer,
trakor berban karet (wheel skidder) dan yarder (sistem
kabel).
 KAYU ATAU POHON MARGINAL
 WILAYAH HUTAN MARGINAL
 Memilih apakah suatu pohon akan ditebang dan diangkut ke pabrik,
atau ditinggal saja dalam hutan.
 Kegiatan Pemanenan meliputi penebangan, pembagian batang,
penyaradan, pengangkutan – komponen biaya pemanenan.
 Pohon dengan harga jual lebih daripada jumlah biaya pemanenan akan
ditebang dan diangkut ke pabrik.
 Perlu ditentukan diameter terkecil pohon yang akan dipanen/ditebang
– prinsip marjinal
 Pengerjaan pohon berdiameter kecil lebih mahal persatuan
volumenya.
 Kualitas kayu mempengaruhi batas diameter terkecil pohon yang
ditebang.
 Kualitas Kayu tinggi maka harga jual tinggi - jika biaya pemanenan
tidak lebih mahal maka batas diameter minimum pohon yang
ditebang turun.
 Analisis grafis
Hubungan Biaya Pemanenan Tegakan (per 100 Ha), Biaya Marginal, dan Diameter Minimum yang Ditebang
Diameter Vol. Pemanenan Total Biaya Kenaikan Kenaikan Biaya
Minimum Kayu Biaya Volume Marginal (MC)
(cm) (m3) (x Rp 1.000) (x Rp 1.000) (m3) (x Rp 1.000/m3)
100 3.000 2.900.000
90 4.000 3.000.000 100.000 1.000 100
80 4.950 3.200.000 200.000 950 211
70 5.800 3.500.000 300.000 850 353
60 6.550 3.900.000 400.000 750 533
50 7.200 4.400.000 500.000 650 769
40 7.700 4.950.000 550.000 500 1.100
30 8.100 5.550.000 600.000 400 1.500
20 8.400 6.250.000 700.000 300 2.333

Berapakah diameter minimum yang ditebang jika:


A. Harga kayu Rp 800.000/m3
B. Harga kayu Rp 600.000/m3
C. Harga kayu Rp 2.000.000/m3
Dengan Memperhitungkan “Pembelian Tegakan”
 Pembelian Tegakan Menurut Luas – tidak mempengaruhi batas
diameter minimum pohon yang ditebang.
 Pembelian Tegakan Menurut Volume Kayu Yang Dikeluarkan –
mempengaruhi batas diameter minimum.
 Umumnya harga pembelian tegakan menurut luas
berpengaruh netral terhadap batas diameter minimum yang
ditebang.
 Namun bila pengusaha dapat memanen luasan-luasan
selanjutnya dengan biaya yang dimilikinya:
makin tinggi harga pembelian tegakan maka makin rendah
batas diameter minimum pohon yang ditebang, selama masih
menguntungkan.
 Konsep sama dengan pohon dan kayu marjinal
 Wilayah hutan marjinal merupakan wilayah hutan yang
harga manfaatnya sama atau lebih besar dari semua
biaya pengelolaan hutan
 Faktor utama yang mempengaruhi wilayah hutan
marginal:
1. Bonita – Bonita tinggi, harga pembelian tegakan
tinggi.
Wilayah hutan marjinal jika Bonita = NPV
2. Biaya transport/penyaradan – Kontour Biaya
Transport.
Wilayah hutan marjinal jika harga pembelian tegakan
+ biaya transport + biaya pemanenan = harga jual
kayu di pabrik
 DAUR:
Jangka waktu yang diperlukan oleh suatu tegakan hutan
dari satu waktu pemanenan ke waktu pemanenan
berikutnya (ISTILAH UMUM)
 ROTASI:
Jangka waktu yang diperlukan oleh suatu jenis pohon untuk
mencapai umur masak tebang, dihitung sejak pohon tersebut
ditanam (istilah daur untuk hutan tanaman/tegakan seumur)

 SIKLUS TEBANG (cutting cycle):


Jangka waktu yang diperlukan oleh suatu tegakan hutan tidak
seumur dari satu waktu pemanenan ke waktu pemanenan
berikutnya (istilah daur untuk hutan alam/tegakan tidak
seumur)
 DAUR FISIK
 DAUR SILVIKULTUR
 DAUR TEKNIK
 DAUR HASIL KAYU MAKSIMUM
 DAUR PENDAPATAN MAKSIMUM
 DAUR KEUNTUNGAN MAKSIMUM
 Daur yang berimpitan dengan kemampuan suatu jenis untuk
dapat bertahan hidup secara alami.
 Terkadang juga diartikan sebagai waktu sampai dengan suatu
jenis pohon masih mampu untuk menghasilkan biji yang
dapat tumbuh menjadi anakan yang sehat.
 Daur fisik tidak berkaitan langsung dengan masalah ekonomi.
 Daur fisik dipengaruhi oleh: keadaan iklim, ketinggian
tempat, dan kesuburan tanah.
 Penting diperhatikan untuk jenis pohon yang umurnya relatif
pendek (misalnya: sengon, mangium).
 Daur pemanenan suatu jenis pohon lazimnya tidak melebihi
daur fisiknya.
 Daur silvikultur adalah jangka waktu yang diperlukan oleh
suatu jenis pohon untuk mulai dapat melakukan permudaan
kembali dengan baik (misalnya mulai menghasilkan biji atau
bagian lain (vegetatif) yang dapat dipergunakan untuk
berbiak dengan baik).
 Bandingkan dengan Daur Fisik!
 Lazimnya Daur Pemanenan tidak lebih pendek daripada Daur
Silvikultur.
 Bagaimana bila dibiakkan dengan kultur jaringan?
 Daur teknik adalah daur yang didasarkan pada penggunaan
kayu yang akan dipanen.
 Daur teknik adalah umur pada waktu suatu jenis pohon yang
diusahakan sudah dapat menghasilkan kayu yang dapat
dipakai untuk tujuan tertentu (misal: kayu serat, kayu
pertukangan).
 Jadi, daur teknik berbeda tergantung pada tujuan dari
penggunaan kayu yang akan dipanen.
 Daur hasil kayu maksimum adalah umur tegakan dimana hasil
kayu tahunan mencapai volume yang tertinggi.
 Hasil tidak hanya dihitung dari hasil kayu tebangan akhir saja,
tetapi juga termasuk seluruh kayu hasil tebangan
penjarangan.
 Panjang daur hasil kayu maksimum berimpit dengan umur
tegakan pada saat laju pertumbuhan rata-rata atau riap
volume tahunan mencapai maksimum.
 Panjang daur ini ditunjukkan oleh perpotongan antara grafik
riap tahunan berjalan (CAI) dengan grafik riap tahunan rata-
rata (MAI).
m3
TOTAL

CAI

MAI

Tahun
 Daur pendapatan maksimum adalah daur dimana pada umur
tersebut suatu tegakan hutan (tanaman) akan menghasilkan
pendapatan bersih maksimum.
 Daur pendapatan maksimum sering pula disebut dengan
daur rente hutan maksimum.
 Pendapatan bersih perusahaan diperoleh dari penjualan kayu
hasil tebangan dan penjarangan, dikurangi biaya penanaman
dan pemeliharaan tegakan sampai akhir daur serta biaya
administrasi.
Fr 
Y  T
r r  C  r.a 
Dimana: r
 Fr = rata-rata pendapatan bersih tahunan (Rp/Ha)
 Yr = hasil kayu pada umur daur (m3/Ha)
 Tr = jumlah hasil penjarangan sampai akhir daur
(m3/Ha)
 C = Biaya pembuatan tanaman (Rp/Ha)
 a = rata-rata biaya administrasi tahunan (Rp)
 r = panjang rotasi (tahun)
 Daur keuntungan maksimum juga disebut daur finansial, yaitu
umur tebang tegakan (hutan tanaman) yang dapat
menghasilkan keuntungan tertinggi.
 Daur finansial terkait dengan “Nilai Harapan Lahan”.
 Nilai Harapan Lahan adalah pendapatan bersih yang dapat
diperoleh dari sebidang lahan, yang dihitung untuk tingkat
bunga tertentu.
 Nilai Harapan Lahan dapat dihitung dengan menggunakan
Formula Faustmann.
Dimana:
 Le = nilai harapan lahan (Rp/Ha)
 Yr = hasil kayu pada tebangan akhir daur (m3/Ha)
 Ta = hasil penjarangan pada tahun ke-a (m3/Ha)
 C = biaya penanaman (Rp/Ha)
 Sa = biaya pemeliharaan pada tahun ke-1 (Rp/Ha)
 e = biaya tahunan pajak, administrasi, perlindungan hutan, dsb
(Rp/Ha)
 r = panjang daur (tahun)
 i = tingkat bungan (dalam desimal)
 a = tahun kegiatan
 Pemanenan hasil hutan bukan kayu masih perlu
mendapat perhatian terutama untuk pemanenan bambu,
buah-buahan, minyak atsiri, resin dan getah-getahan.
 Potensi bambu cukup banyak di lahan masyarakat.
Bambu dapat digunakan untuk berbagai keperluan.
Pemanenan bambu diharapkan tidak merusak
permudaan.
 Pemanenan buah2an juga perlu diperhatikan khususnya
yg tergantung pada musim. Perlu pengaturan bakal buah
agar diperoleh buah yg besar dan penggunaan hormon
agar musim berbuahnya lebih panjang
 Pemanenan minyak atsiri perlu memperhatikan waktu
pemanenan yang optimal agar diperoleh kandungan
minyak yang tinggi.
 Pemanenan resin dan getah-getahan belum
menghasilkan produksi dan kualitas yang optimal. Resin
dan getah-getahan cukup prospektif untuk diusakan.
Resin dan getah-getahan ini dapat dijadikan sebagai
bahan baku berbagai produk. Potensi resin dan getah-
getahan cukup besar. Untuk itu perlu dilakukan
penelitian teknik pemanenan untuk meningkatkan
produktivitas dan kualitas resin dan getah-getahan.
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai