Anda di halaman 1dari 9

1.

(1) Adi dan Ade memiliki kepribadian yang berbeda meskipun saudara kembar, karena
perlakuan berbeda yang didapatkan dari orang tua, teman-teman, atau orang-orang di
sekitarnya dapat berpengaruh terhadap kepribadian anak kembar identik yang berbeda.
Kepribadian kembar identik juga dipengaruhi pertumbuhan saraf. Penelitian lain yang
dilakukan oleh sekelompok ilmuwan dari Jerman menemukan bahwa kepribadian anak
kembar identik yang berbeda juga dipengaruhi oleh adanya pertumbuhan saraf baru.
Secara natural sesungguhnya hubungan antara orang tua dengan anak tidak pernah terputus.
Jalinan hubungan ini secara biologis bisa dilacak melalui hubungan darah keduanya. Setiap
anak selalu membawa gen orang tuanya. Pewarisan gen ini secara behavioral menyebabkan
seorang anak cenderung memiliki karakter orang tuanya entah itu karakter bapak atau ibu
bergantung gen mana yang lebih dominan. Faktor keturunan akan berpengaruh terhadap
karakter yang pada gilirannya akan mempengaruhi pula kepribadian seseorang. Penjelasan ini
sekaligus menegaskan bahwa sejak lahir seseorang sesungguhnya telah memiliki kepribadian.
Sumbernya tidak lain adalah kepribadian orang tuanya. Penjelasan ini menunjukkan bahwa
faktor keturunan merupakan salah satu faktor penting yang mempengaruhi kepribadian
seseorang.
Sebuah penelitian yang dilakukan oleh tim dari fakultas psikologi Universitas Oslo
menemukan kemungkinan lingkungan juga dapat memberi dampak pada pembentukan
karakter anak.
Untuk melihat perbedaan di antara kepribadian sepasang anak kembar identik, penelitian
tersebut mengacu pada teori big five personality atau juga disebut lima dimensi besar
kepribadian.
Teori tersebut diartikan sebagai keseluruhan cara seseorang dalam berinteraksi dengan orang-
orang di sekitarnya.
Big five personality meliputi lima aspek:
- Openness. Aspek ini mengelompokkan sebagaimana besar keterbukaan seseorang untuk
mengeksplor hal-hal yang baru.
- Conscientiousness. Hal ini memperlihatkan orang-orang yang cenderung berhati-hati dan
mempertimbangkan banyak hal sebelum membuat keputusan.
- Extraversion. Berkaitan dengan tingkat kenyamanan seseorang ketika bersosialisasi dengan
individu lainnya.
- Agreeableness. Orang-orang yang memiliki sifat ini biasanya lebih patuh dan cenderung
menghindari konflik.
- Neuroticism. Aspek ini melihat kemampuan seseorang ketika berhadapan dengan berbagai
tekanan atau stres.
Pada beberapa studi, big five personality yang dimiliki oleh seseorang setengahnya dapat
dipengaruhi dari faktor genetik. Setengahnya lagi dipengaruhi oleh faktor lingkungan atau
pengalaman yang telah terjadi di hidupnya.
Penelitian dilakukan kepada 53 pasangan anak kembar dengan 35 di antaranya merupakan
kembar identik. Para peneliti mendatangi rumah peserta setiap beberapa tahun sekali dari usia
anak masih dua bulan sampai 29 tahun. Penelitian tersebut mengumpulkan data dengan
interview dan laporan tentang keadaan diri sendiri dari para peserta.
(2) Penjelasan dari faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kepribadian selain dari
keturunan adalah, sebagai berikut :
* Faktor Pengalaman Hidup
Faktor selain keturunan yang mempengaruhi kepribadian adalah pengalaman hidup
(nurture) seseorang. Sebagaimana kita ketahui, tidak seorang pun bisa tinggal dalam ruang
isolasi. Sebaliknya, ia hidup dalam lingkungan terbuka, baik dalam lingkungan keluarga,
tempat tinggal, sekolah atau tempat kerja. Akibatnya, seseorang tidak bisa menghindar untuk
tidak berinteraksi dengan sesama. Dari itulah ia menimba pengalaman hidup dan pada
gilirannya pengalaman hidup tersebut secara gradual bisa mengubah kepribadian seseorang.
Kembali kepada contoh dua saudara kembar Ety dan Eny, ketika keduanya masih anak-anak
dan tinggal bersama kedua orang tuanya, kepribadian mereka seperti telah disebutkan pada
poin 1 (faktor keturunan) boleh jadi pada mulanya sangat dipengaruhi faktor keturunan.
Namun, bukan berarti kepribadian keduanya semata-mata dipengaruhi oleh faktor tersebut.
Faktor lingkungan juga bisa mempengaruhi kepribadiannya. Hal ini misalnya ditegaskan oleh
George and Jones yang merujuk pada penelitian Tegellen, dan kawan-kawan.
Penelitian ini mengungkapkan bahwa 50% dari sampel (sampelnya tidak lain adalah dua
orang kembar) yang sejak lahir sudah terpisah dan dibesarkan pada keluarga yang berbeda,
misalnya karena salah satunya diadopsi keluargalain, ternyata menunjukkan kepribadian yang
berbeda. Perbedaan ini disebabkan karena keduanya memiliki pengalaman hidup yang
berbeda.
* Faktor Situasi
Faktor selain keturunan yang lainnya adalah situasi atau konteks. Berbeda dengan dua
faktor pertama yang dianggap sebagai sumber terbentuknya kepribadian seseorang, situasi
atau konteks justru seringkali menjadi tabir yang menutupi kepribadian seseorang. Meski
telah dikemukakan bahwa kepribadian seseorang tidak mudah berubah, namun pada saat-saat
tertentu kadang-kadang seseorang tidak berperilaku sebagaimana biasanya. Kepribadian asli
yang menjadi dasar berperilaku seolah-olah tergantikan oleh kepribadian lain. Penyimpangan
kepribadian seperti ini, biasanya bersifat temporer, disebabkan konteks atau situasinya
memang menuntut orang tersebut berperilaku demikian. Atau dengan kata lain, kepribadian
seseorang terkadang tertutupi oleh konteks atau situasi yang melingkupi perilaku seseorang.
Sebagai contoh, pada saat semangat atau gairah kerja (mood) seseorang sedang tinggi sifat
suka marah pada orang lain yang biasanya ditunjukkan orang tersebut boleh jadi tidak
muncul ke permukaan. Ia terkesan sangat ramah dan bersahabat. Demikian juga ketika
seseorang sedang diwawancarai untuk suatu pekerjaan, ia akan menutupi perilaku yang
sebenarnya karena ada kekhawatiran jika menunjukkan kepribadian yang sesungguhnya bisa
jadi dia tidak akan mendapat pekerjaan tersebut. Kedua contoh ini sekali lagi memperkuat
pernyataan bahwa kepribadian seseorang pada dasarnya bersifat dinamis.
* Faktor Lingkungan
Lingkungan adalah dimana tempat kita tumbuh dan dibesarkan, norma dalam keluarga,
teman-teman, dan kelompok social, serta pengaruh-pengaruh lain yang kita alami. Budaya
membentuk norma, sikap, dan nilai yang diwariskan dari satu generasi ke generasi berikutnya
serta menghasilkan kosistensi berjalannya waktu. Ideology yang secara instens berakar
disuatu kultur mungkin hanya akan berpengaruh sedikit pada kultur yang lain, akan tetapi
pada umummnya stabil dan kosisten, dapat berubah tergantung pada situasi dan kondisi yang
dihadapinya.
* Faktor Kebudayaan
Kebudayaan menjadi salah satu faktor pembentuk kepribadian lainnya. Dimana ini berperan
melalui proses pembiasan yang terjadi terus-menerus. Dengan proses pembiasan tersebut,
individu akan mengalami perkembangan ke arah kepribadian tertentu.
Pengaruh kebudayaan ini akan jelas terlihat ketika salah satu individu dalam suatu
masyarakat tertentu berada di luar kelompok budayanya dan bertemu dengan individu lain
dari kelompok budaya yang berbeda. Contohnya, seseorang yang berasal dari Yogyakarya
terbiasa berbicara dengan gaya bicara yang halus. Ketika ia pindah ke Flores, dimana
masyarakatnya berbicara dengan nada yang keras, maka ia akan merasa berbeda dengan
orang-orang di sekitarnya.

Sumber referensi : BMP/EKMA4158/MODUL 2/HAL. : 2.13 – 2.14


https://hellosehat.com/parenting/anak-6-sampai-9-tahun/perkembangan-anak/kembar-identik-
tapi-punya-perilaku-dan-kepribadian-beda-kenapa/
https://www.academia.edu/11346073/Perilaku_Organisasi_KEPRIBADIAN_DAN_NILAI
https://www.kelaspintar.id/blog/tips-pintar/faktor-pembentuk-kepribadian-apa-saja-12169/
#:~:text=Seperti%20telah%20diungkapkan%20sebelumnya%2C%20bahwa,kelompok%2C
%20pengalaman%20unik%20dan%20kebudayaan

2. (1) Stress yang terjadi di Perusahaan A tersebut adalah stress pada “level kelompok”. Hal
ini dapat dilihat dari manajer yang kurang menunjukkan kepeduliannya pada karyawan dan
hal tersebut menyebabkan stress. Dinamika kelompok dan perilaku manajerial juga
merupakan bentuk stressor yang bersumber pada level kelompok. Sebagai contoh, hubungan
interpersonal yang tidak harmonis antara atasan dan bawahan merupakan salah satu sebab
timbulnya stres dikalangan bawahan.
(2) * Pada level kelompok, dinamika kelompok dan perilaku manajerial merupakan
bentuk stressor yang bersumber pada level kelompok. Sebagai contoh, hubungan
interpersonal yang tidak harmonis antara atasan dan bawahan merupakan salah satu sebab
timbulnya stres dikalangan bawahan. Stressor dari manajer yang bisa mengakibatkan stress di
level ini adalah:
a. menunjukkan perilaku yang tidak konsisten,
b. tidak memberi dukungan kepada karyawan,
c. menunjukkan ketidakpeduliannya pada karyawan,
d. tidak memberi arahan yang cukup,
e. menciptakan suasana kerja yang hyper competitive, atau
f. hanya peduli pada hal-hal buruk, tetapi mengabaikan kinerja yang baik.
Selain itu, stres yang bersumber pada level kelompok juga bisa disebabkan karena pelecehan
baik pelecehan seksual maupun bentuk-bentuk pelecehan lainnya. Yang pasti pelecehan bisa
menyebabkan seseorang merasa tertekan dan mengalami distress.
* Upaya yang harus dilakukan oleh manajer untuk mengurangi stress di level
kelompok ini adalah, dengan :
1. Membangun Budaya Dan Iklim Kerja Yang Kondusif
Meskipun disadari bahwa persaingan bisnis dewasa ini semakin ketat yang secara berturut-
turut pada akhirnya juga menuntut karyawan untuk mampu bersaing - dengan dirinya, teman
kerja maupun dengan perusahaan lain; dan menuntut karyawan berbuat lebih banyak dengan
biaya lebih sedikit bukan berarti karyawan bisa dibiarkan untuk mengatasi persoalan tersebut
sendirian. Paling tidak pihak manajemen juga harus bertanggung jawab untuk menyiapkan
budaya dan iklim kerja yang kondusif untuk mengurangi stres karena tuntutan kerja tersebut.
Penciptaan budaya dan iklim kerja seperti ini misalnya bisa dilakukan dengan mengubah
struktur dan proses organisasi yang memungkinkan karyawan memiliki keleluasaan dalam
bekerja.
2. Membangun Quality Of Work Life (QWL) atau Kualitas Kehidupan Kerja
Yang dimaksudkan dengan QWL adalah lingkungan kerja yang menyenangkan atau tidak
menyenangkan bagi karyawan. Berdasarkan definisi ini, yang dimaksudkan dengan
membangun QWL adalah menciptakan program, membuat kebijakan atau mendesain
organisasi untuk meningkatkan derajat kesehatan karyawan baik kesehatan fisik, mental
maupun ekonomi. Sederhananya, tujuan meningkatkan QWL adalah untuk membangun
lingkungan kerja yang lebih manusiawi (humanized work environment) dengan harapan
karyawan merasa nyaman dalam bekerja dan ujung-ujungnya sekali lagi berkurangnya
tingkat stres. Lingkungan kerja seperti ini akan bisa tercapai bila terjadi kecocokan (best fit)
antara karyawan, pekerjaan, teknologi, dan lingkungan. Untuk mencapai kondisi seperti itu,
salah satu upaya yang bisa dilakukan pihak manajemen adalah dengan memperkaya
pekerjaan (job enrichment) yang komponen-komponennya terdiri dari job contents dan job
characteristics. Yang dimaksudkan dengan job content (kandungan pekerjaan) adalah kondisi
yang mengaitkan langsung pekerjaan dengan kinerja yang dicapai seseorang. Termasuk
dalam job content misalnya tanggung jawab karyawan, pengakuan terhadap karyawan dan
kesempatan karyawan untuk mencapai hasil, tumbuh, dan berkembang. Sedangkan yang
termasuk dalam job characteristics (karakteristik pekerjaan) adalah keragaman skill, identitas
tugas, arti penting tugas, otonomi, dan umpan balik. Dengan memperkaya pekerjaan seperti
tersebut di atas diharapkan karyawan, dalam konteks pekerjaan, akan merasa bahwa dirinya
lebih bermakna dan dengan demikian diharapkan pula motivasi kerjanya meningkat serta
yang lebih penting lagi tingkat stres menjadi berkurang.
3. Mengurangi Konflik Dan Memperjelas Peran Karyawan Dalam Organisasi
Seperti telah dijelaskan pada uraian sebelumnya, salah satu faktor yang menjadi penyebab
stres adalah kebingungan karyawan dalam menjalankan tugas karena ketidakjelasan beban
tugas, tidak adanya informasi yang jelas mengenai tugas tersebut dan/atau tidak adanya
dukungan dari atasan dalam menjalankan tugas. Semua persoalan tersebut disebut role
conflict (konflik peran) atau role ambiguity (ambiguitas peran). Untuk menghindari semua
persoalan tersebut tentunya pihak manajemen harus menetapkan peran-peran apa yang harus
dijalankan seorang karyawan. Salah satu caranya dengan membuat daftar tugas yang
seharusnya dijalankan seorang karyawan dan selanjutnya daftar tugas tersebut
diperbandingkan dengan harapan karyawan berkaitan dengan tugas yang akan dijalankannya.
Jika ada perbedaan yang signifikan maka perbedaan tersebut bisa didiskusikan bersama
(antara karyawan dan pemberi tugas) untuk menghindari kemungkinan timbulnya konflik di
belakang hari.
4. Membuat Perencanaan Karir Dan Memberi Konseling
Selama ini ada anggapan bahwa karir seorang karyawan akan ditentukan oleh karyawan itu
sendiri tanpa campur tangan pihak manajemen. Boleh jadi anggapan ini tidak seluruhnya
keliru karena seharusnya memang karyawan itu sendiri yang menentukan masa depannya.
Namun, tidak jarang seorang karyawan tidak tahu bagaimana harus menyongsong masa
depannya, apalagi jika jenjang karir di organisasi tempat kerja tidak jelas dan lebih ditentukan
oleh pertimbangan politik ketimbang pertimbangan prestasi kerja. Situasi semacam ini
tentunya akan menimbulkan ketidakpastian dan ujung-ujungnya stres. Oleh karena itu, pihak
manajemen seharusnya terlibat dalam menyelesaikan persoalan karir tersebut misalnya
dengan memberikan bimbingan dan konseling dan memberi arahan bagaimana seorang
karyawan menentukan masa depannya.
Kalau memang karyawan dianggap tidak bisa menapak ke atas karena keterbatasan
kemampuan dirinya maka karyawan pun harus mengetahuinya sehingga dirinya bisa
memperbaiki diri atau kalau tidak bisanya naik ke atas bukan karena kemampuan, tetapi
karena sebab lain, misal, karena antrian yang panjang maka karyawan mungkin bisa
dipersilakan untuk berkarir di organisasi lain. Kejelasan seperti ini tentunya tidak menjadikan
karyawan frustasi dan pada akhirnya bisa bekerja lebih baik, sebuah situasi yang baik bagi
karyawan dan juga baik bagi organisasi. Dengan bahasa yang lebih sederhana, kejelasan karir
seorang karyawan, dan bantuan konseling dari pihak organisasi akan membantu karyawan
mengurangi stres.
5. Menciptakan Suasana Kerja Yang Menyenangkan Dan Nyaman
Kenyamanan kerja dan suasana kerja yang menyenangkan menjadi salah satu faktor
seseorang bertahan menjadi karyawan di perusahaan tersebut. Suasana yang nyaman dan
menyenangkan akan membuat kantor terhindar dari konflik antar karyawan. Biasanya
masalah persaingan menjadi salah satu pemicu adanya konflik di dalam kantor. Dalam poin
ini, seorang HRD harus mengambil peran untuk membuat program yang menciptakan
kenyamanan di dalam kantor. Namun, jika saat ini kebanyakan karyawan menjalani WFH,
maka dapat dibuat untuk menjaga komunikasi yang menyenangkan dalam bekerja walaupun
berbeda tempat.
6. Memberikan Penghargaan Atas Kerja Kerasnya
Penghargaan atas kerja keras tentu membuat karyawan merasa diperhatikan dan dihargai
atas setiap pekerjaan atau pencapaiannya. Reward tidak selalu mengenai materi tetapi juga
dapat berupa pujian atau ucapan terima kasih sebagai tanda bahwa perusahaan sangat senang
dengan apa yang dikerjakannya. Selain itu perusahaan juga dapat memberikan jabatan baru
atau kenaikan gaji. Bahkan perusahaan juga dapat memberikan pelatihan karyawan guna
meningkatkan skillnya yang berujung pada gelar yang diberikan oleh karyawan tersebut.
7. Memfasilitasi Pengembangan Skill Karyawan Agar Semakin Fokus Dalam Pekerjaannya
Tuntutan tanpa disertai dengan fasilitas maka hanya akan menimbulkan konflik atau situasi
stres pada karyawan. Ada baiknya perusahaan selalu memberikan ruang untuk karyawan
semakin berkembang dengan tuntunan seperti pengembangan dan pelatihan SDM baik secara
offline maupun dalam bentuk training online. Dengan begitu karyawan tidak merasa tertuntut
tetapi merasa dibimbing dan difasilitasi oleh perusahaan untuk semakin maju dalam karirnya.

Sumber referensi : BMP/EKMA4158/MODUL 3/HAL. : 3.50 – 3.64


https://marksharetraining.co.id/cara-mengelola-stres-karyawan-di-tempat-kerja/

3. Faktor-faktor yang menyebabkan hambatan dalam proses komunikasi yaitu :


* Hambatan Karena Proses Komunikasi
Setiap elemen dalam proses komunikasi sangat potensial menjadi faktor penghambat dalam
berkomunikasi. Elemen-elemen penghambat tersebut misalnya :
1. Pengirim pesan. Karyawan baru yang belum punya pengalaman, meski sebelumnya sudah
menjalani proses pelatihan, seringkali salah dalam menjelaskan hal-hal penting kepada
pelanggan sehingga bukan tidak mungkin pelanggan mendapatkan informasi yang keliru.
Akibatnya, tidak jarang pula pelanggan merasa dirugikan.
2. Encode. Seperti dijelaskan di atas, encode adalah ide atau buah pikiran yang dituangkan
dalam bentuk simbol sebelum seseorang bisa menyampaikan pesan. Namun, hambatan
seringkali muncul karena pengirim pesan tidak bisa menuangkan buah pikirannya bentuk
simbol. Katakanlah ia tahu apa yang harus disampaikan, tetapi tidak tahu bagaimana
menuangkannya karena buah pikiran tersebut harus dituangkan dalam bahasa Inggris yang
tidak ia kuasai. Akibatnya, sekali lagi pesan tidak pernah terwujud.
3. Pesan. Seseorang katakanlah tidak menghadiri sebuah pertemuan penting. Penyebabnya
bukan karena ia mengabaikan pertemuan tersebut, tetapi karena ia merasa tidak pernah
diundang. Padahal tiga hari sebelumnya undangan sesungguhnya telah dikirim melalui email
namun karena email tidak pernah dibuka jadinya pesan tidak pernah sampai.
4. Media. Komunikasi melalui surat sangat baik untuk menghindari konflik pribadi, namun
menjadi tidak efektif jika persoalan yang dikomunikasikan begitu krusial dan pengirim pesan
membutuhkan umpan balik segera. Media dengan demikian menjadi salah satu faktor yang
boleh jadi menjadi penghambat efektivitas komunikasi.
5. Decode. Seperti halnya encode pada pengirim pesan, decode adalah upaya penerima pesan
untuk menerjemahkan pesan ke dalam simbol sebelum merespon pesan. Permasalahan yang
dihadapi dalam mendecode sesungguhnya sama dengan permasalahan encode.
6. Penerima pesan. Tingkat intelegensi penerima pesan seringkali menjadi salah satu faktor
yang menghambat efektivitas komunikasi. Dalam perkuliahan misalnya, seorang mahasiswa
menanyakan hal yang sama padahal pertanyaan tersebut baru saja dijelaskan seorang dosen.
Contoh ini paling tidak menggambarkan tingkat intelegensi mahasiswa yang rendah sehingga
meski sudah diterangkan dengan jelas tetap saja daya terimanya rendah.
7. Umpan balik. Dalam proses wawancara, katakanlah saat seseorang melamar pekerjaan,
pewawancara mengangguk-angguk sambil tersenyum mendengar jawaban calon karyawan.
Boleh jadi calon karyawan merasa jawabannya memuaskan padahal yang terjadi sebaliknya.
Anggukan pewawancara seolah-olah menjadi umpan balik positif bagi calon karyawan
sehingga ia merasa telah melakukan yang terbaik dalam wawancara.
* Hambatan Karena Faktor Individu Pelaku Komunikasi
Disamping karena proses komunikasi, hambatan terciptanya komunikasi yang efektif bisa
datang dari individu pelaku komunikasi. Beberapa bentuk hambatan karena faktor ini
diantaranya adalah :
1. Kemampuan seseorang untuk berkomunikasi secara efektif.
2. Cara seseorang memproses dan menginterpretasikan informasi.
3. Tingkat kepercayaan diantara pihak-pihak yang berkomunikasi.
4. Menyamaratakan (stereotype) dan berprasangka buruk (prejudice) terhadap pihak lain.
5. Tingkat egoisme seorang pelaku komunikasi.
6. Kemampuan mendengar yang buruk.
7. Kecenderungan untuk memberi penilaian terhadap pesan yang dikirim.
8. Ketidakmampuan seseorang untuk mendengar sambil memahami yang didengar.
* Hambatan Karena Faktor Fisik
Faktor ketiga yang bisa menghambat efektitivitas komunikasi berkaitan dengan faktor fisik.
Komunikasi misalnya bisa terdistorsi jika lokasi tempat kerja karyawan saling berjauhan atau
sebaliknya jika lokasi kerja karyawan justru terlalu berdekatan. Perbedaan zona waktu di
Indonesia yang dibagi menjadi tiga zona waktu berbeda, masing-masing berselisih satu jam –
Waktu Indonesia Timur, Waktu Indonesia Tengah, dan Waktu Indonesia Barat merupakan
representasi dari hambatan fisik. Jika katakanlah seorang karyawan yang berlokasi di Papua
pada jam 9 pagi hendak menghubungi kantor pusat di Jakarta (dua jam lebih lambat
dibanding waktu Papua) tentunya akan menghadapi hambatan karena kantor pusat pada jam
tersebut belum buka. Namun, karena pentingnya persoalan Si Karyawan tersebut berinisiatif
menghubungi seseorang via handphone seseorang di kantor pusat. Belum tentu upaya
tersebut juga berhasil jika karena jarak terlalu jauh, sinyal telepon kualitasnya juga buruk.
Sebaliknya, ruang kantor yang berhimpit-himpitan juga menjadi penghambat komunikasi
karena saat kita berinteraksi bukan tidak mungkin akan terganggu oleh orang yang mungkin
sedang melakukan pembicaraan telepon.
* Hambatan Karena Faktor Semantik
Semantik berarti sesuatu yang berhubungan “kata” atau studi tentang kata. Jadi, hambatan
komunikasi yang disebabkan semantik akan terjadi jika seseorang melakukan kesalahan
dalam melakukan encode atau decode karena kedua aktivitas ini, masing-masing merupakan
proses menuangkan ide dan menerima pesan dalam bentuk kata-kata atau simbol.
Sebagai contoh, seorang warga negara asing yang bahasa Indonesianya pas-pasan
mengomentari perilaku seorang teman yang berjenis kelamin perempuan yang memang
orangnya supel dan mudah bergaul. “Wah Si A itu orangnya mudah digauli ya? Dengan saya
yang baru kenal saja sudah akrab”. Bagi kita kesalahan tata bahasa ini tentunya sangat fatal
karena apa yang disampaikan warga asing tersebut dengan apa yang dimaksud artinya
menjadi lain. Kesalahan semantik ini akan lebih parah jika dalam menyusun pesan digunakan
jargon atau kata-kata yang tidak dimengerti orang lain. Perhatikan contoh tulisan dalam SMS
berikut: “Ebez mn coz aq bth fls tuk byr kul”. Untuk memahami pesan tersebut kita yang
tidak terbiasa dengan bahasa gaul seperti ini mungkin membutuhkan waktu dan harus
mengulang-ulang pesan tersebut. Itupun belum tentu kita memahaminya.

Sumber referensi : BMP/EKMA4158/MODUL 6/HAL. : 6.19 – 6.21

4. * Berdasarkan kasus tersebut, termasuk ke dalam tipe “konflik kepribadian”.


Jadi, konflik kepribadian secara umum adalah saling beroposisi antarindividu yang
didasarkan pada perasaan tidak suka, tidak sependapat, dan/atau perbedaan gaya masing-
masing. Persoalan seperti ini bukan hanya terjadi antara atasan dan bawahan, tetapi juga bisa
terjadi antarteman kerja. Bahkan penyebabnya kadang-kadang bermula dari hal-hal sepele.
Hal ini dapat dilihat dari seorang Udin yang sebagai manajer produksi di perusahaan
makanan dengan karakter yang tegas, cepat bertindak, ingin cepat selesai. Edi sebagai
Supervisor produksi yang memiliki anak buah bernama Umar merasa Udin sebagai manajer
yang tidak sabar, cenderung diktator, dan merasa tertekan dalam posisinya sebagai supervisor
saat ini. Karena hal tersebut, tim produksi kinerjanya menurun karena sering terjadi konflik
antara Udin & Edi.
Konflik kepribadian seperti ini cenderung mengarah pada konflik tidak sehat yang merugikan
organisasi. Oleh karena itu, bukan hanya pihak-pihak yang terlibat konflik yang harus
menghindarinya atau menyelesaikannya dengan segera, pihak manajemen juga harus segera
turun tangan menangani persoalan ini. Kalau tidak secara keseluruhan kinerja organisasi akan
terganggu. Dua cara sederhana untuk menangani konflik kepribadian, yakni mengabaikannya
atau memindahkan salah seorang yang berkonflik ke unit kerja lain. Namun, dua cara ini
hanya akan menimbulkan latent conflict – konflik terpendam yang sewaktu-waktu akan
muncul kembali. Cara yang komprehensif adalah dengan melibatkan semua pihak yang
berkonflik yang dipandu manajemen dan kalau perlu dimediasi pihak ketiga.
* Cara penyelesaian jenis konflik tersebut adalah :
(A.) Bagi karyawan yang terlibat konflik kepribadian yaitu, dengan :
1. Mengkomunikasikan secara langsung dengan pihak lain untuk menyelesaikan persepsi
konflik (tekankan pembicaraan pada pokok persoalan bukan pada kepribadian).
2. Menghindari untuk menarik teman kerja ke dalam konflik.
3. Jika konflik disfungsi terus berlanjut, segeralah minta bantuan atasan langsung atau
manajer SDM.
(B.) Bagi pihak ketiga pemantau konflik kepribadian adalah, dengan :
1. Tidak memihak salah satu pihak yang berkonflik.
2. Memberi saran pihak-pihak yang berkonflik berupaya mencari jalan untuk menyelesaikan
konflik secara konstruktif dan positif.
3. Jika konflik disfungsi terus berlanjut, bawalah persoalan tersebut ke atasan masing-masing
pihak.
(C.) Bagi manajer yang karyawannya terlibat konflik kepribadian, dengan :
1. Dengan melakukan investigasi dan buatlah catatan berkaitan dengan konflik.
2. Jika dianggap perlu, dapat melakukan tindakan korektif.
3. Jika dianggap perlu, dapat diselesaikan secara informal.
4. Untuk konflik yang sangat sulit, dapat membawa persoalan ini ke manajer SDM ataupun
konsultan.

Sumber referensi : BMP/EKMA4158/MODUL 6/HAL. : 6.51 – 6.53

Anda mungkin juga menyukai