Anda di halaman 1dari 9

A.

PENGERTIAN INDIVIDU
Dalam kamus Echols dan Shadaly (1975), Individu adalah kata benda dari
individual yang berarti orang, perseorangan, dan oknum. Bedasarkan pengertian di atas
dapat di bentuk suatu lingkungan untuk anak yang dapat yang dapat merangsang
perkembanganpotensi-potensi yang di milikinya dan akan membawa perubahan-
perubahan apa saja yang di inginkan dalam kebiasaan dan sikap-sikapnya.
Menurut Lindgren (1980) makna “perbedaan” dan “perbedaan individual”
menyangkut tentang variasi yang terjadi, baik variasi pada aspek fisik dan psikilogis.
Perbedaan Individual menurut Chaplin (1995:244) adalah “sebarang sifat atau perbedaan
kuantitatif dalam suatu sifat, yang bisa membedakan satu individu dengan individu
lainnya”. Gerry (1963) dalam buku perkembangan peserta didik karya Sunarto dan B.
Agung Hartono mengategorikan perbedaan individual seperti berikut:
1. Perbedaan fisik, tingkat dan berat badan, jenis kelamin, pendengaran, penglihatan,
dan kemampuan bertindak.
2. Perbedaan sosial termasuk status ekonomi, agama, hubungan keluarga, dan suku.
3. Perbedaan kepribadian termasuk watak, motif, minat, dan sikap.
4. Perbedaan inteligensi dan kemampuan dasar.
5. Perbedaan kecakapan atau kepandaian di sekolah.
Dari beberapa pengertian di atas maka dapat kita peroleh bahwa perbedaan
individual adalah hal-hal yang berkaitan dengan “psikologi pribadi” yang menjelaskan
perbedaan psikologis maupun fisik antara orang-orang serta berbagai persamaannya.
B. FAKTOR-FAKTOR PERBEDAAN INDIVIDU
1. Faktor bawaaan atau genetik
Faktor bawaan merupakan faktor-faktor biologis yang dilakukan melalui
pewarisan genetik oleh orang tua. Pewarisan genetik ini dimulai saat terjadinya
pembuahan. Yaitu ketika sel reproduksi perempuan yang disebut ovum dibuahi oleh
sel reproduksi laki-laki yang disebut spermatozoon. Hal ini terjadi kira-kira 280 hari
sebelum lahir. Dalam masing-masing sel reproduksi, baik spermatozoa maupun ovum
atau sel telur terdapat 23 kromosom. Kromosom adalah partikel seperti benang yang
masing-masing didalamnya terdapat untaian partikel yang sangat kecil, yang disebut
gen. Gen inilah pembawa ciri bawaan yang diwariskan orangtua kepada keturunannya
(Hurlock,1995). Perkiraan jumlah gen dalam genome (kumpulan gen) manusia
bergerak antara 60.000 sampai 150.000, masing-masing membawa potensi ciri
bawaan fisik dan mental. Gen ini mengandung petunjuk untuk produksi protein, yang
selanjutnya protein ini yang akan mengatur proses fisiologis tubuh dan penampakan
sifat-sifat fenotip: bentuk tubuh, kekuatan fisik, kecerdasan, dan berbagai pola
perilaku lainnya (Zimbardo & Gerig 1999).
Perbedaan gen merupakan salah satu alasan mengapa setiap individu berbeda
dengan individu lainnya, baik secara fisik, psikologis, maupun perilaku meskipun
merupakan saudara sendiri. Selain faktor genetik selebihnya dipengaruhi oleh
lingkungan, karena setiap individu tidak pernah berada di lingkungan yang sama
persis (Zimbardo & Gerig, 1999).
2. Faktor lingkungan
Lingkungan menunjuk pada segala sesuatu yang terjadi di luar diri individu.
faktor ini meliputi:
a. Status sosial ekonomi dan pola asuh orang tua, meliputi tingkat pendidikan
orangtua, pekerjaan orang tua, dan penghasilan orangtua. Meskipun tidak mutlak,
tingkat pendidikan orangtua mempengaruhi sikap orangtua terhadap pendidikan
anak serta aspirasinya terhadap pendidikan anak. Begitu pula dengan pekerjaan
dan penghasilan orangtua yang berbeda-beda. Perbedaan ini akan membawa
implikasi pada berbedanya aspirasi orangtua terhadap pendidikan anak,dan
aspirasi anak terhadap pendidikannya, fasilitas yang diberikan, dan juga waktu
yang diberikan pada anak untuk pendidikan. Demikian juga dengan perbedaan
status ekonomi akan mempengaruhi perbeedaan individu, salah satu implikasinya
adalah perbedaan pola gizi yang diterapkan dalam keluarga. Tidak dipungkiri
bahwa gizi merupakan aspek penting yang mempangaruhi perkembangan
kecerdasan anak. Keluarga dengan status ekonomi rendah tidak memungkinkan
untuk memenuhi pola gizi anak dengan baik. Sedangkan, keluarga dengan status
ekonomi tinggi, akan memberikan gizi yang terbaik untuk anaknya. Padahal gizi
yang baik merupukan kebutuhan yang harus dipenuhi pada anak untuk tumbuh
kembang fisik dan kecerdasannya. Selain itu, pola asuh dalam keluarga juga
merupakan salah satu faktor lingkungan yang mempengaruhi perbedaan setiap
individu.
b. Budaya, Budaya merupakan pikiran, akal budi, hasil karya manusia, atau dapat
juga didefinisikan sebagai adat-istiadat. Budaya dan kebudayaan sebagai
rangkaian tindakan dan aktifitas manusia yang berpola dapat dilihat dalam tiga
wujud. Wujud pertama adalah wujud ideal dari kebudayaan. Hal ini berupa ide-
ide, gagasan, nilai-nilai, norma-norma, peraturan dan sebagainya. Wujud kedua
adalah budaya dari suatu aktifitas dan tindakan berpola dari manusia dan
masyarakat. Wujud ketiga, kebudayaan sebagai benda-benda hasil karya manusia.
Kebudayaan ini berupa benda-benda yang dapat dilihat, diraba, atau difoto.
Ketiga bentuk budaya dan kebudayaan tersebut mempengaruhi perilaku manusia.
c. Urutan kelahiran, beberapa penelitian menunjukkan bahwa perbedaan perilaku
individu dipengaruhi salah satunya oleh urutan kelahiran. Teori Alfred Adler
adalah yang pertama kali mempelajari hubungan antara urutan kelahiran dengan
kepribadian. Adler sangat percaya bahwa urutan kelahiran di antara saudara dapat
memiliki efek yang langgeng dan kuat pada kepribadiannya. Menurut Adler,,
urutan kelahiran mempengaruhi cara seseorang menangani suatu persoalan dan
faktor-faktor seperti pengambilan keputusan, komunikasi dan berhubungan
dengan orang lain. Alfred Adler mempunyai alasan bahwa anak yang lebih tua
menunjukkan ciri-ciri seperti kesadaran dan keramahan. Anak yang lahir pertama
atau anak sulung cenderung lebih teliti, ambisius, dan agresif jika dibandingkan
dengan adik-adiknya. Anak tengah atau anak kedua biasanya berperan sebagai
mediator dan pecinta damai. Sementara itu, anak yang terlahir terakhir atau anak
bungsu cenderung lebih kreatif dan menarik. Karena terkadang dianggap anak
bawang, anak bungsu ingin diperlakukan sama. Sedangkan anak tunggal atau
anak semata wayang biasanya lebih percaya diri, supel, dan memiliki imajinasi
tinggi. Meskipun anak tunggal sering merasa terbebani dengan harapan yang
tinggi dari orangtua mereka terhadap diri mereka sendiri. Karakteristik yang
berbeda-beda tersebut disebabkan karena perlakuan yang berbeda-beda dari
orangtua maupun anggota keluarga lainnya berdasarkan urutan kelahiran masing-
masing.
C. MACAM-MACAM PERBEDAAN INDIVIDU
Seperti yang sudah di jelaskan sebelumnya, setiap manusia merupakan individu
yang unik dan berbeda antara satu dengan yang lainnya. Begitu pula di dalam sebuah
proses pembelajaran. Peserta didik selaku individu memiliki karakteristik tersendiri yang
membedakan antara satu dengan yang lainnya. Khususnya dalam proses pembelajaran
matematika. Sebagai seorang pengajar dan pendidik guru tidak bisa meremehkan
perbedaan-perbedaan yang ada. Berikut akan dijabarkan macam-macam perbedaan
individual dalam proses pembelajaran matematika.
1. Perbedaan gender dan jenis kelamin.
Istilah gender dan jenis-kelamin sering dianggap sama. Perbedaan jenis kelamin
terkait dengan perbedaan biologis atau fisik yang tampak antara laki-laki dengan
perempuan. Sedangkan perbedaan gender merupakan aspek psikososial yang berbeda
antara laki-laki dan perempuan. Perbedaan gender termasuk dalam hal peran, tingkah
laku, kecenderungan, sifat, dan atribut lain yang menjelaskan arti menjadi seorang laki-
laki atau perempuan.
Dalam proses pembelajaran sebenarnya perbedaan jenis kelamin dan gender itu
sendiri tidak bisa dikatakan penentu keberhasilan belajar para siswa. Namun faktor sosial
dan kultural dapat menyebabkan adanya perbedaan gender dalam prestasi akademik.
Faktor tersebut meliputi familiaritas siswa dengan mata pelajaran, perubahan aspirasi
pekerjaan, persepsi terhadap mata pelajaran khusus yang dianggap tipikal gender tertentu,
dan harapan guru terhadap siswa.
Perbedaan gender terkait dengan kemampuan akademik siswa terlihat pada
perbedaan kemampuan verbal, kemampuan spasial, kemampuan matematika dan sains.
Pada umumnya dalam mata pelajaran matematika dan sains, perempuan cenderung
menunjukkan prestasi yang lebih baik dari laki-laki. Namun pada tahun-tahun berikutnya
di sekolah menengah, prestasi perempuan cenderung menurun dan laki-laki menunjukkan
prestasi yang meningkat. Padahal sebenarnya dalam penelitian kemampuan kognitif tidak
ada yang menunjukkan bahwa laki-laki mempunyai bakat yang lebih besar dalam
pelajaran sains dan matematika.
Keadaan ini memunculkan mitos bahwa perempuan dianggap tidak dapat
mengerjakan pelajaran matematika dan sains dengan baik, sehingga menyebabkan adanya
perbedaan perlakuan terhadap siswa laki-laki dan perempuan. Dalam proses pembelajaran
khususnya matematika, seringkali guru lebih memperhatikan siswa laki-laki dibandingkan
perempuan, sehingga perempuan merasa tidak harus menguasai pelajaran. Hal ini
menimbulkan motivasi belajar matematika siswa perempuan menjadi rendah. Perempuan
merasa tidak perlu mempelajari matematika karena pelajaran tersebut dikhususkan untuk
laki-laki saja.
2. Perbedaan kemampuan
Pada umumnya, kemampuan sering disamaratakan dengan kecerdasan. Dalam
konteks perbedaan individual, kecerdasan merujuk pada kemampuan belajar siswa. Sejak
lahir manusia diberi kecerdasan yang berbeda-beda. Perbedaan kecerdasan tersebut dapat
dilihat dari perbedaan skor IQ yang didapat dari hasil test kecerdasan. Angka yang
didapatkan dari skor menunjukkan tingkatan kemampuan intelejen siswa. Dari penggolongan
skor IQ tersebut, terdapat dua jenis golongan yang perlu mendapat perhatian yaitu gifted dan
retarded.
a. Gifted
Siswa yang memiliki skor IQ di atas 130 disebut gifted. Dalam proses pembelajaran
khususnya matematika, siswa yang tergolong gifted ditunjukkan dengan prestasi belajar yang
tinggi. Siswa gifted akan mudah memahami pelajaran yang diberikan bahkan lebih dahulu
mempelajari materi yang belum diajarkan. Mereka dapat mengerjakan soal-soal sulit yang
kebanyakan siswa tidak bisa mengerjakannya. Bahkan terkadang siswa gifted dapat
mengerjakan soal-soal untuk tingkat yang lebih tinggi.
Karakteristik siswa gifted yang terlihat dalam proses pembelajaran antara lain
prestasinya yang di atas rata-rata, cara berfikir yang kreatif dan komitmen terhadap tugas
yang tinggi. Pada saat proses belajar-mengajar berlangsung misalnya, saat guru menjelaskan
tentang suatu rumus matematika, siswa pada umumnya akan menelan bulat-bulat penjelasan
yang mereka terima. Namun siswa gifted biasannya akan aktif bertanya darimana rumus itu
berasal, bagaimana mendapatkan penyelesaian masalah dengan rumus lain dan sebagainya.
Begitu pula dalam mengerjakan tugas, ia akan mengerjakan tugas yang sulit-sulit, sedangkan
tugas yang mudah tidak akan dikerjakannya karena dianggapnya membosankan.
Siswa gifted memiliki kemungkinan kesulitan bersosialisasi. Akan terjadi
kesenjangan sosial antara anak gifted dan siswa lainya. Ia menganggap siswa lain dengan
kemampuan jauh dibawahnya tidak sebanding dengan dirinya sehingga menarik diri dari
pergaulan. Kemungkinan lainnya yaitu siswa gifted akan menganggap remeh gurunya karena
kemampuannya mungkin melebihi sang guru. Ia menganggap belajar di dalam kelas
membosankan karena materi yang diajarkan terlalu mudah.
b. Retarded
Siswa yang tergolong retarded yaitu yang memiliki IQ dibawah 70. Pada umumnya
siswa retarded mendapat perhatian yang lebih khusus dan terpisah dengan siswa pada
umumnya. Oleh Panel Mental Retardasi, anak retarded terbagi menjadi beberapa klasifikasi
yaitu mild (IQ 50-70), moderate (IQ 36-50), severe (IQ 20-36), dan profound (IQ dibawah
20).
Siswa retarded membutuhkan bimbingan yang lebih khusus untuk belajar. Pengajaran
kepada siswa retarded lebih diutamakan untuk bersosialisasi dan keterampilan yang sesuai
dengan bakatnya. Pembelajaran seperti matematika tidak perlu ditekankan. Hanya untuk
siswa dengan tingkat kecerdasan yang mendekati normal. Sedangkan untuk anak yang
tergolong moderate dan severe retarded lebih ditekankan pada bimbingan untuk merawat
dirinya sendiri.
3. Perbedaan Kepribadian
Definisi kepribadian menurut Atkinson dkk adalah pola perilaku dan cara berpikir
yang khas, yang menentukan penyesuaian diri seseorang terhadap lingkungan. Seseorang
mempunyai kepribadian yang berbeda satu dan lainya. Perbedaan kepribadian menyebabkan
adanya perbedaan perilaku dalam proses kegiatan belajar pula. Terdapat berbagai model
untuk menunjukkan perbedaan kepribadian, salah satunya yaitu model big five. Dalam model
big five kepribadian dikelompokkan menjadi lima dimensi.
a. Extroversion. Siswa dengan kepribadian ini menyukai belajar dengan berkelompok.
Mereka sangat antusias dalam diskusi kelompok. Sedangkan siswa introvert cenderung
menyukai belajar seorang diri. Bukan karena menarik diri dari pergaulan, namun siswa
tipe ini membutuhkan keadaan yang tenang untuk menyerap materi pelajaran.
b. Agreeableness. Siswa jenis ini senang bergaul dengan orang lain dan terbuka dengan
pendapat orang lain. Sedangkan disagreeable akan mempertahankan pendapatnya sendiri.
Dalam proses belajar matematika siswa disagreeable dapat menunjukkan sikap kritisnya.
Misalnya saat mengerjakan soal yang berbentuk pembuktian, jika siswa disagreeable
merasa dirinya benar, ia akan mempertahankan jawabannya dengan membuktikan
kebenarannya. Siswa ini hanya dapat menerima jawaban lain apabila jawabannya terbukti
salah dengan dalil-dalil yang sudah ada. Sedangkan siswa agreeable kemungkinan
menerima semua jawaban tanpa mencoba membuktikan dulu apakah jawaban itu benar
atau salah.
c. Concientiousness. Berkaitan dengan cara seseorang mengontrol, mengatur dan
memerintah inpuls. Anak yang conscientious akan menghindari kesalahan, mempunyai
tujuan yang jelas dan gigih demi mencapai tujuan yang diinginkannya. Sedangkan
unconcientious kurang berambisi, tidak terikat dengan tujuan yang harus dicapai. Siswa
conscientious cenderung serius dan bersungguh-sungguh dalam belajar demi mencapai
target prestasi yang terbaik. Namun hal ini menyebabkan hubungan dengan sesama
temannya terlihat kaku karena terpaku pada belajar saja. Sedangkan siswa unconcientious
lebih luwes dalam bergaul namun kurang dapatserius dalam belajar.
d. Stabilitas emosional. Neoriticism merujuk pada kecenderungan untuk mengalami emosi
negatif. Siswa yang mempunyai neoriticism yang tinggi akan mudah terpancing oleh hal-
hal yang kecil. Mereka mudah terganggu pada saat belajar sehingga menyebabkan bad
mood dan akhirnya mengganggu proses belajar. Siswa yang tingkat neoriticism nya
rendah dapat mengontrol emosi dengan baik sehingga tidak mudah terganggu oleh hal-
hal kecil.
e. Openness to experience. Kepribadian siswa yang terbuka dengan hal-hal yang baru dan
mau mencoba. Berani mengambil resiko demi menjawab keingintahuan mereka. Dalam
pembelajaran, siswa dengan tipe ini tidak cepat puas dengan apa yang mereka dapatkan
di pelajaran. Siswa akan mencoba soal-soal yang baru, mencari rumus-rumus baru yang
berkaitan dengan topic yang sedang mereka pelajari. Sedangkan siswa pada umumnya
mugnkin hanya menerima apa yang mereka dapat saja.
4. Perbedaan Gaya Belajar
Setiap inidividu mempunyai cara tersendiri dalam memahami sesuatu. Begitu pula
cara siswa dalam menyerap materi pelajaran yang didapatkan dari guru berbeda-beda. Gaya
belajar siswa berkaitan dengan cara belajar yang mereka sukai, atau yang mereka anggap
paling efektif. Gaya belajar siswa juga dapat dipengaruhi bentuk kepribadiannya. Seperti
siswa dengan kepribadian extrovert akan senang dengan pembelajaran yang melibatkan
kelompok. Siswa yang introvert lebih menyukai belajar di tempat yang tenang.
Namun gaya belajar tidak bersifat statis, artinya dapat berubah-ubah sesuai dengan
situasi. Misalnya dalam pembelajaran matematika yang membutuhkan visualisasi dan
praktek dalam kehiuspan sehari-hari. Siswa yang terbiasa belajar sendiri mungkin akan
merasa kesulitan dalam visualisasi dan membutuhkan bantuan orang lain. Siswa tersebut mau
tidak mau harus bertanya pada siswa lain, dengan begitu akan terciptalah kelompok diskusi.

UPAYA MENYIKAPI PERBEDAAN INDIVIDU DALAM PROSES


PEMBELAJARAN
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, di dalam sebuah proses pembelajaran
terdapat siswa dengan berbagai perbedaan individual. Perbedaan itu sangatlah lumrah dan
tidak dapat dihindari. Sebagai seorang pengajar yang baik, guru tidak dapat meniadakan
perbedaan-perbedaan tersebut dengan menganggap semua siswa sama. Oleh karena itu
dibutuhkan upaya dalam menyikapi perbedaan-perbedaan setiap siswa. Upaya tersebut dapat
berupa cara mengajar yang bervariatif.
Untuk menyikapi perbedaan gender antara siswa laki-laki dan perempuan di kelas,
hendaknya guru memberikan pengertian bahwa pembelajaran khususnya matematika tidak
hanya diperuntukkan untuk laki-laki saja. Guru memberikan kesempatan pada siswa
perempuan untuk dapat lebih aktif dalam pembelajaran. Selain itu membantu siswa yang
kurang memahami pelajaran baik itu siswa laki-laki maupun siswa perempuan.
Menyikapi perbedaan kemampuan siswa di dalam kelas dapat dengan cara variasi dalam
penyampaian materi. Siswa dengan kecerdasan tinggi dapat menerima materi yang diajarkan
dengan cepat. Namun siswa yang mempunyai kecerdasan rata-rata kebawah mungkin akan
membutuhkan sekali dua kali pengulangan lagi. Siswa gifted membutuhkan perhatian khusus
agar tidak terjadi ketimpangan dengan siswa lainnya. Guru menjelaskan materi secara umum
untuk seluruh siswa. Kemudian guru memberikan soal-soal latihan bagi siswa-siswa yang dirasa
telah jelas dengan materi yang disampaikan. Setelah itu guru menanyakan lagi kepada siswa
lainnya jika ada materi yang perlu dijelaskan kembali.
Perbedaan kepribadian dan gaya belajar siswa dapat disikapi dengan variasi metode
pengajaran oleh guru. Pada pertemuan pertama biasanya digunakan guru untuk mengobservasi
macam-macam perilaku siswa ketika di kelas, sehingga guru mempunyai referensi untuk
menentukan metode mengajar yang akan digunakan. Misalnya untuk menyikapi anak
extroversion, guru sesekali mengadakan diskusi kelompok untuk memudahkan belajar siswa
extrovert. Pemberian tugas mandiri atau tugas rumah akan memberi kesempatan siswa introvert
untu lebih memahami materi sendiri.
Menyikapi siswa yang kritis diperlukan metode pembelajarn yang terbuka. Memberi
kesempatan siswa untuk mencoba dan membuktikan jawaban yang benar atau salah. Guru juga
harus memberi jalan untuk siswa yang mengeksplorasi materi yang diajarkan. Tetapi perlu
diperhatikan agar tidak memaksakan kehendak kepada siswa-siswa karena akan menjadi beban
mereka. Selain itu guru diharapkan dapat memberi motivasi secara terus menerus kepada siswa
untuk dapat berprestasi.
TUGAS INDIVIDU
MATA KULIAH STRATEGI PEMBELAJARAN MATEMATIKA

OLEH:

Arifah Monica

Dosen Pengampu Mata Kuliah:


Dr. H. Zulkarnain, M.Pd

PENDIDIKAN MATEMATIKA 4 A
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS RIAU
2017

Anda mungkin juga menyukai