Anda di halaman 1dari 11

AKAD SALAM

A. Pengertian Akad Salam


Akad salam disebut juga akad salaf. Secara bahasa, keduanya memiliki
makna yang serupa, yakni “menyegerakan modal dan mengemudiankan barang”.
Bai’ as-salam atau disingkat salam disebut juga dengan salaf secara bahasa
berarti pesanan atau jual beli dengan melakukan pesanan terlebih dahulu. Salam
dapat didefinisikan sebagai transaksi atau akad jual beli di mana barang yang
diperjualkan belum ada ketika transaksi dilakukan dan pembeli melakukan
pembayaran di muka sedangkan penyerahan barang baru dilakukan di kemudian
hari. PSAK 103 mendefinisikan salam sebagai akad jual beli barang pesanan
(muslam fiih) dengan pengiriman di kemudian hari oleh penjual (muslam ilahi) dan
pelunasannya dilakukan oleh pembeli (al muslam).pada saat akad disepakati sesuai
dengan syarat-syarat tertentu.
Dalam murabahah, kita kenal ada penjualan tangguh yang artinya barang
diserahkan terlebih dahulu sedangkan pembayaran kemudian. Salam merupakan
kebalikannya, di mana pembayaran dilakukan terlebih dahulu dan penyerahan
barang dilakukan kemudian. Dalam akad salam harga barang pesanan yang sudah
disepakati tidak dapat berubah selama jangka waktu akad. Apabila barang yang
dikirim tidak sesuai dengan ketentuan yang telah disepakati sebelumnya, maka
pembeli boleh melakukan khiar yaitu memilih apakah transaksi dilanjutkan atau
dibatalkan. Untuk menghindari risiko yang merugikan, pembeli boleh meminta
jaminan dari penjual.
Apabila pembeli menerima, sedangkan kualitasnya lebih rendah maka
pembeli akan mengakui adanya kerugian dan tidak boleh meminta pengurangan
harga karena sudah disepakati dalam akad tidak dapat diubah. Demikian juga jika
kualitasnya lebih tinggi, penjual tidak dapat meminta tambahan harga dan pembeli
tidak boleh mengakui adanya keuntungan, karena kalay diakui sebagai keuntungan
dapat dipersamakan ada unsure riba (kelebihan yang tidak ada iwad/factor
pengembang yang dibolehkan syariah).
B. Jenis Akad Salam
1. Salam biasa adalah transaksi jual beli di mana barang yang diperjualbelikan belum
ada ketika transaksi dilakukan. Pembeli melakukan pembayaran di muka
sedangkan penyerahan barang baru dilakukan di kemudian hari.

1
SKEMA SALAM BIASA

Pembeli
(1)
Penjual

(2)
(3)

Keterangan :
(1) Pembeli dan penjual menyepakati akad salam.
(2) Pembeli membayar kepada penjual.
(3) Penjual menyerahkan barang.

2. Salam parallel, artinya melaksanakan dua transaksi salam yaitu antara pemesan
pembeli dan penjual serta antara penjual dengan pemasok (Supplier) atau pihak
ketiga lainnya. Hal ini terjadi ketika penjual tidak memiliki barang pesanan dan
memesan kepada pihak lain untuk menyediakan barang pesanan tersebut. Salam
parallel dibolehkan asal akad salam kedua tidak tergantung pada akad pertama
yaitu akad antara penjual dan pemasok tidak tergantung pada akad antara pembeli
dan penjual, jika saling tergantung atau menjadi syarat tidak diperbolehkan. Selain
itu, akad antara penjual dan pemasok terpisah dari akad antara pembeli dan
penjual.

(1)-a (1)
Penjual/ Pembel
Pembeli/
pemaso k
(2)-a (2)
Penjual
(3)
(3)-a

C. Dasar Syariah
Landasan syari’ah transaksi ba’i as-salam terdapat dalam Al-Qur’an dan Al-Hadits.
a. Al-Qur’an
“ Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermuamalah tidak secara tunai
untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya...(QS. Al-
Baqarah:282).

2
Dalam kaitan ayat tersebut, Ibnu Abbas menjelaskan keterkaitan ayar tersebut
dengan transaksi ba’i as-salam. Hali ini tampak jelas dari ungkapan beliau,
“Saya bersaksi bahwa salaf (salam) yang dijamin untuk jangka waktu tertentu
telah dihalalakan oleh Allah pada kitab-Nya dan diizinkan-Nya.”Ia lalu membaca
ayat tersebut diatas.
b. Al-Hadits
Ibnu Abbas meriwayatkan bahwa Rassulullaah ssaw. Datang ke madinah
dimana penduduknya melakukan salaf (salam) dalam buah-buahan (untuk jangka
waktu) satu, dua, dan tiga tahun. Beliau berkata:
“Barang siapa yang melakukan salaf (salam), hendaknya ia melakukan dengan
takaran yang jelas dan timbangan yang jelas pula, untuk jangka waktu yang
diketahui.”

D. Perlakuan akuntansi PSAK 103


PSAK 103: Akuntansi Salam (PSAK 103) dikeluarkan oleh Dewan Standar
Akuntansi Keuangan Ikatan Akuntan Indonesia (DSAK IAI) pada 27 Juni 2007. PSAK
103 menggantikan pengaturan mengenai akuntansi salam dalam PSAK 59: Akuntansi
Perbankan Syariah yang dikeluarkan pada 1 Mei 2002.
Berdasarkan surat Dewan Pengurus Nasional (DPN) IAI No. 0823-
B/DPN/IAI/XI/2013 maka seluruh produk akuntansi syariah yang sebelumnya
dikeluarkan oleh DSAK IAI dialihkan kewenangannya kepada Dewan Standar Akuntansi
Syariah (DSAS) IAI.
Setelah pengesahan awal di tahun 2007, PSAK 103 mengalami perubahan pada
06 Januari 2016 terkait terkait definisi nilai wajar yang disesuaikan dengan
PSAK 68: Pengukuran Nilai Wajar. Perubahan ini berlaku efektif 1 Januari 2017
secara retrospektif.
Perlakuan Akuntansi PSAK 103 Pernyataan ini diterapkan untuk entitas yang
melakukan transaksi salam, baik sebagai penjual atau pembeli. Pernyataan ini tidak
mencakup pengaturan perlakuan akuntansi atas obligasi syariah (sukuk) yang
menggunakan akad salam. Salam adalah akad jual beli barang pesanan (muslam fiih)
dengan pengiriman di kemudian hari oleh penjual (muslam illaihi) dan pelunasannya
dilakukan oleh pembeli pada saat akad disepakati sesuai dengan syarat-syarat tertentu.
1. Akuntansi untuk Pembeli
Piutang salam diakui pada saat modal usaha salam dibayarkan atau dialihkan

3
kepada penjual. Pembeli menyajikan modal usaha salam yang diberikan sebagai
piutang salam.Denda yang diterima oleh pembeli diakui sebagai bagian dana
kebajikan.

Pembeli dalam transaksi salam mengungkapkan:


a. besarnya modal usaha salam, baik yang dibiayai sendiri maupun yang
dibiayai secara bersama-sama dengan pihak lain;
b. jenis dan kuantitas barang pesanan; dan
c. pengungkapan lain sesuai dengan PSAK 101: Penyajian Laporan Keuangan
Syariah.
2. Akuntansi untuk Penjual
Kewajiban salam diakui pada saat penjual menerima modal usaha salam sebesar
modal usaha salam yang diterima. Kewajiban salam dihentikan pengakuannya
(derecognation) pada saat penyerahan barang kepada pembeli. Penjual
menyajikan modal usaha salam yang diterima sebagai kewajiban salam.
Penjual dalam transaksi salam mengungkapkan:
a. piutang salam kepada produsen (dalam salam paralel) yang memiliki
hubungan
b. istimewa;
c. jenis dan kuantitas barang pesanan; dan
d. pengungkapan lain sesuai dengan PSAK 101: Penyajian Laporan Keuangan
Syariah.

E. Ilustrasi Kasus Akad Salam


Berikut ini kami sajikan perlakuan akuntansi salam berdasarkan PSAK 103
pada lembaga keuangan syariah (LKS), lengkap dengan contoh dan jurnal
transaksinya.
Lembaga Keuangan Syariah Sebagai Penjual
Salah satu karakteristik transaksi salam adalah pembayaran uang salam
dilakukan diawal saat disepakati akad salam bukan pada saat penyerahan barang.
Pembayaran modal salam dapat dilakukan dalam bentuk kas atau non-kas. Pada saat
nasabah membayar modal salam diawal akad diakui sebagai liabilitas / utang salam.
Kewajiban salam berakhir saat penyerahan barang salam oleh penjual (LKS)
kepada pembeli (nasabah). Jika penjual melakukan transaksi salam paralel dalam

4
pengadaan barang, maka selisih antara jumlah yang dibayar oleh pembeli akhir
(nasabah) dan biaya perolehan barang pesanan diakui sebagai keuntungan atau
kerugian pada saat penyerahan pesanan oleh penjual kepada pembeli akhir.

Berikut ini contoh akuntansi salam dimana LKS sebagai penjual:


Contoh Kasus 1
Tanggal 1 April 2015 Bank Berkah Syariah menerima pembayaran modal salam
sebesar Rp 100.000.000 dari BULOG atas pemesanan beras jenis beras putih pandan
wangi sebanyak 5 ton. Penyerahan barang akan dilakukan 2 bulan kemudian.
Jurnal transaksi:
Dr Kas Rp 100.000.000
1 April 2015
Cr Hutang Salam Rp 100.000.000

Tanggal 30 Mei 2015 barang salam telah selesai pengerjaannya atau telah jadi dengan
harga perolehan sebesar Rp 80.000.000.
Jurnal transaksi:
Dr Persediaan Barang Salam Rp 80.000.000
1 Juni 2015
Cr Kas Rp 80.000.000

Tanggal 1 Juni 2015 berdasarkan kesepakatan Bank Berkah Syariah menyerahkan


barang salam yang dipesan oleh tuan Ahmad.
Jurnal transaksi:
Dr Hutang Salam Rp 100.000.000

Cr Persediaan Barang Salam Rp 80.000.000

1 Juni 2015
Cr Pendapatan Margin Salam Rp 20.000.000

Contoh Kasus 2
Tanggal 1 April 2015 Bank Berkah Syariah menerima pembayaran modal salam
5
sebesar Rp 100.000.000 dari BULOG atas pemesanan beras jenis “beras putih pandan
wangi” sebanyak 5 ton. Penyerahan barang akan dilakukan 2 bulan kemudian.
Jurnal transaksi:
Dr Kas Rp 100.000.000
1 April 2015
Cr Hutang Salam Rp 100.000.000

Tanggal 30 Mei 2015 barang salam telah selesai pengerjaannya atau telah jadi dengan
harga perolehan sebesar Rp 110.000.000.
Jurnal transaksi:
Dr Persediaan Barang Salam Rp 110.000.000
1 Juni 2015
Cr Kas Rp 110.000.000

Tanggal 1 Juni 2015 berdasarkan kesepakatan Bank Berkah Syariah menyerahkan


barang salam yang dipesan oleh tuan Ahmad.
Jurnal transaksi:
Dr Hutang Salam Rp 100.000.000

Dr Beban Kerugian Salam Rp 10.000.000


1 Juni 2015
Cr Persediaan Barang Salam Rp 110.000.000

Lembaga Keuangan Syariah Sebagai Pembeli


Pada umumnya atas pemesanan barang dengan akad salam oleh nasabah, LKS
akan melakukan salam paralel kepada pihak lain. Maka posisi LKS adalah sebagai
pembeli.
Pada saat LKS menyerahkan modal salam kepada penjual diakui sebagai piutang
salam sebesar jumlah yang dibayarkan.
Berikut ini contoh akuntansi salam dimana LKS bertindak sebagai pembeli:
Contoh kasus :
Tanggal 2 April 2015 Bank Berkah Syariah menyerahkan modal salam sebesar
Rp80.000.000 kepada KUD Petani Mandiri untuk pemesanan beras jenis “beras putih
6
pandan wangi” sebanyak 5 ton. Penyerahan barang akan dilakukan pada tanggal 28
Mei 2015.

Jurnal transaksi:
Dr Piutang Salam Rp 80.000.000
2 April 2015
Cr Kas Rp 80.000.000

Barang pesanan yang diterima diakui sebagai persediaan. Pada saat penerimaan
barang diakui dan diukur sebagai berikut:
 Jika barang pesanan sesuai dengan akad, maka dinilai sesuai dengan nilai
yang disepakati
Contoh :
Tanggal 28 Mei 2015 berdasarkan kesepakatan, Bank Berkah Syariah menerima
barang salam dari KUD Petani Mandiri senilai Rp 80.000.000.
Jurnal :
Dr Persediaan Barang Salam Rp 80.000.000
28 Mei 2015 Cr Piutang Salam Rp 80.000.000

 Jika barang pesanan berbeda kualitasnya, maka:


Barang pesanan yang diterima dinilai sesuai dengan nilai akad, jika nilai wajar dari
barang pesanan yang diterima nilainya sama atau lebih tinggi dari nilai barang
pesanan yang tercantum dalam akad.
Contoh:
Tanggal 28 Mei 2015 berdasarkan kesepakatan, Bank Berkah Syariah menerima
barang salam dari KUD Petani Mandiri senilai Rp 90.000.000.
Jurnal :
Dr Persediaan Barang Salam Rp 80.000.000
28 Mei 2015
Cr Piutang Salam Rp 80.000.000

 Barang pesanan yang diterima dinilai diukur sesuai dengan nilai wajar pada saat
7
diterima dan selisihnya diakui sebagai kerugian, jika nilai wajar dari barang
pesanan yang diterima lebih rendah dari nilai barang pesanan yang tercantum
dalam akad. Contoh:
Tanggal 28 Mei 2015 berdasarkan kesepakatan, Bank Berkah Syariah menerima
barang salam dari KUD Petani Mandiri senilai Rp 70.000.000.
Jurnal :
Dr Persediaan Barang Salam Rp 70.000.000

Dr Beban Kerugian Salam Rp 10.000.000

28 Mei 2015
Cr Piutang Salam Rp 80.000.000

 Jika pembeli tidak menerima sebagian atau seluruh barang pesanan paa tanggal
jatuh tempo pengiriman, maka:
Jika tanggal pengiriman diperpanjang, maka nilai tercatat piutang salam sebesar
bagian yang belum dipenuhi sesuai dengan nilai yang tercantum dalam akad.
Contoh:
Tanggal 28 Mei 2015 KUD Petani Mandiri tidak dapat menyerahkan barang salam,
dan Bank Berkah Syariah memperpanjang jangka waktu penyerahan hingga 10 hari
kedepan.
Jurnal : No Entry
 Jika akad salam dibatalkan sebagian atau seluruhnya, maka piutang salam berubah
menjadi piutang yang harus dilunasi oleh penjual sebesar bagian yang tidak dapat
dipenuhi.
Contoh:
Tanggal 28 Mei 2015 KUD Petani Mandiri hanya bisa menyerahkan barang pesanan
salam senilai Rp 40.000.000. Jurnal jika LKS menerima sebagian saja:
Dr Persediaan Barang Salam Rp 40.000.000

Dr Piutang Usaha Rp 40.000.000


28 Mei 2015
Cr Piutang Salam Rp 80.000.000

Jurnal jika LKS membatalkan seluruhnya:

8
Dr Piutang Usaha Rp 80.000.000
28 Mei 2015
Cr Piutang Salam Rp 80.000.000

 Jika akad salam dibatalkan sebagian atau seluruhnya dan pembeli mempunyai
jaminan atas barang pesanan serta hasil penjualan jaminan tersebut lebih kecil dari
nilai piutang salam, maka selisih antara nilai tercatat piutang salam dan hasil
penjualan jaminan tersebut diakui sebagai piutang kepada penjual. Sebaliknya, jika
hasil penjualan jaminan tersebut lebih besar dari nilai tercatat piutang salam maka
selisihnya menjadi hak penjual.
Contoh: Tanggal 28 Mei 2015 KUD Petani Mandiri hanya bisa menyerahkan
barang pesanan salam senilai Rp 40.000.000. Dan disepakati sisa kewajiban
dibayar dengan penjualan jaminan KUD Petani Mandiri.
Jurnal jika LKS menerima sebagian saja dan sisa piutang salam dibayar dari
penjualan jaminan. Nilai jaminan lebih kecil dari sisa piutang salam. Misal nilai
jaminan Rp 35.000.000
28 Mei 2015 Dr Persediaan Barang Salam Rp 40.000.000

Dr Kas Rp 35.000.000

Dr Piutang Usaha Rp 5.000.000

Cr Piutang Salam Rp 80.000.000

Jurnal jika LKS menerima sebagian saja dan sisa piutang salam dibayar dari
penjualan jaminan. Nilai jaminan lebih besar dari sisa piutang salam. Misal nilai
jaminan Rp
45.000.000 :
28 Mei 2015 Dr Persediaan Barang Salam Rp 40.000.000

Dr Kas Rp 45.000.000

Hak Penjual Atas Sisa


Cr Penjualan Jaminan Rp 5.000.000

9
Cr Piutang Salam Rp 80.000.000

Jurnal jika LKS membatalkan seluruh barang pesanan dan piutang salam dibayar
dari penjualan jaminan. Nilai jaminan lebih kecil dari piutang salam. Misal nilai
jaminan Rp 75.000.000 :
Dr Kas Rp 75.000.000

Dr Piutang Usaha Rp 5.000.000

28 Mei 2015
Cr Piutang Salam Rp 80.000.000

Jurnal jika LKS membatalkan seluruh barang pesanan dan piutang salam dibayar
dari penjualan jaminan. Nilai jaminan lebih besar dari piutang salam. Misal nilai
jaminan Rp 85.000.000:
Dr Kas Rp 85.000.000

Hak Penjual Atas Sisa

28 Mei 2015 Cr Penjualan Jaminan Rp 5.000.000

Cr Piutang Salam Rp 80.000.000

10

Anda mungkin juga menyukai