Anda di halaman 1dari 7

Pertemuan 1

Silabus: Materi Kuliah S2: Principles Of Education (2 SKS)


1. Hakikat manusia:
a. Pengertian sifat dan wujud sifat hakikat manusia
b. Dimensi dan pengembangan dimensi hakikat manusia
c. Sosok manusia Indonesia seutuhnya
2. Hakikat pendidikan:
a. Pengertian pendidikan
b. Tujuan pendidikan
c. Prinsip pendidikan
d. Asas-asas pokok pendidikan
e. Fungsi pendidikan
f. Peran pendidikan
3. Unsur pendidikan, aliran pendidikan, pilar pendidikan:
a. Unsur pendidikan
b. Aliran pendidikan
c. Pilar pendidikan
4. Masalah pokok pendidikan dan pemecahannya
a. Masalah pemerataan pendidikan
b. Masalah efisiensi pendidikan
c. Masalah relevansi pendidikan
d. Masalah mutu pendidikan
5. Sistem pendidikan nasional
a. Pengertian sistem pendidikan nasional
b. Kelembagaan pendidikan
c. Undang-undang nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
d. Undang-Undang nomor 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen
6. Landasan pendidikan nasional:
a. Landasan filosofis
b. Landasan sosiologis
c. Landasan Kultural
d. Landasan psikologis
e. Landasan ilmu pengetahuan dan teknologi
f. Landasan agama
g. Landasan hukum (yuridis)
h. Landasan sejarah (historis)
i. Landasan ekonomi
7. Tugas
8. UTS
9. Upaya pembaharuan pendidikan:
a. Pembaharuan yuridis
b. Pembaharuan kurikulum
c. Pembaharuan pola masa studi
d. Pembaharuan tenaga kependidikan
10. Otonomi dan desentralisasi pendidikan:
a. Pengertian otonomi dan desentralisasi pendidikan

1
b. Implikasi otonomi dan desentralisasi pendidikan
11. Strategi pembelajaran yang berorientasi pada standar proses:
a. Eksplorasi
b. Elaborasi
c. Konfirmasi
12. Guru profesional menciptakan pembelajaran kreatif dan menyenangkan: Undang-undang Nomor 14 Tahun
2005 tentang Guru dan Dosen Bab I, II dan III.
a. Pengertian guru profesional
b. Kedudukan, fungsi dan tujuan
c. Kualifikasi akademik
d. Kompetensi guru
e. Sertifikasi pendidik
f. Menciptakan Pembelajaran yang kreatif dan menyenangkan
13. Tugas Akhir
14. UAS

Klasifikasi Nilai
Nilai Keterangan
A 90 -100
A- 80 – 89,99
B+ 76 - 79,99
B 72 - 75,99
B- 68 – 71,99
C+ 62 – 67,99
C 56 - 61,99
D 45 – 55,99
E 0 - 44,99

Sumber:

1. Hidayat, Syarif. 2015. Teori dan Prinsip Pendidikan. Tangerang: Pustaka Mandiri
2. Mulyasa, E. 2005 Menjadi Guru Profesional. Bandung: Remaja Rosdakarya
3. Permendiknas RI Nomor 41 Tahun 2007. Standar Proses. Jakarta: BSNP
4. Pidarta, Made. 2014. Landasan Kependidikan. Jakarta: Rineka Cipta.
5. Solikodin, Moh. Djaelani, dkk. 2015.
Dasar-Dasar Kependidikan. Tangerang: Pustaka Mandiri.
6. Tirtarahardja, Umar dan S.L.La Sulo. 2005. Pengantar Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta
7. Undang-undang nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
8. Undang-undang nomor 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen

Hakikat Manusia:
a. Pengertian sifat dan wujud sifat hakikat manusia
b. Dimensi dan pengembangan dimensi hakikat manusia
c. Sosok manusia Indonesia seutuhnya

2
Sifat hakikat manusia adalah ciri khas manusia yang pada hakikatnya adalah makhluk
yang berbeda dengan hewan baik gradual (bentuk/susunan fisik) maupun prinsipil (mental
emosional). Manusia dan hewan diciptakan masing-masing dalam bentuk berbeda, hewan
tidak dapat menjadi manusia dan manusia tidak dapat menjadi hewan.
Manusia pada hakikatnya adalah makhluk yang mempunyai ciri khas yang berbeda
dengan hewan yang disebut sifat hakikat manusia. Disebut demikian karena sifat yang
terdapat pada manusia, tidak terdapat pada hewan
Umar Tirtaraharja dan S.L. La Sulo (2005: 3) mengemukakan “Sifat hakikat manusia
diartikan sebagai ciri-ciri karakteristik secara prinsipil (bukan hanya gradual) membedakan
manusia dari hewan. Meskipun antara manusia dengan hewan banyak kemiripan terutama
jika dilihat dari segi biologisnya”.
Socrates menamakan manusia sebagai Zoon Politicon (hewan yang bermasyarakat) dan
Max Scheller menggambarkan manusia sebagai Das Kranke Tier (hewan yang sakit). M.J
Langeveld meyebut manusia sebagai Enimal Educandum yaitu hewan yang dapat dididik.
Menurut Aristoteles, manusia disebut sebagai Animal Rasionale (hewan yang berakal budi
yang dapat berpikir dan bertindak). Cassirer mengatakan: manusia sebagai Animal
Symbolicium (hewan yang berkomunikasi dengan simbol). Padahal manusia dan hewan
masing-masing diciptakan dalam bentuk berbeda, hewan tidak dapat menjadi manusia atau
manusia tidak dapat menjadi hewan. Sebutan lain manusia adalah: manusia sebagai Homo
Feber (manusia pekerja), manusia sebagai Homo Sapiens (manusia masa kini yang berpikir)
dan manusia sebagai Homo Socius (manusia sebagai makhluk sosial).
Umar Tirtaraharja dan S.L. La Sulo (2005: 4) mengatakan wujud sifat hakikat manusia
yang tidak dimiliki oleh hewan dikemukakan oleh paham eksistensialisme (paham tentang
keberadaan manusia) yaitu:
1. Kemampuan menyadari diri

2. Kemampuan bereksistensi
3. Pemilikan kata hati
4. Memiliki moral
5. Kemampuan bertanggung jawab
6. Rasa kebebasan (kemerdekaan)
7. Kesediaan melaksanakan kewajiban dan menyadari hak
8. kemampuan menghayati kebahagiaan

3
Penjelasan tentang wujud sifat manusia sebagai berikut:
1. Kemampuan Menyadari Diri
Manusia menyadari dirinya berbeda dengan hewan, berbeda dengan pribadi manusia
lainnya dan berbeda dengan lingkungan sekitarnya. Kemampuan menyadari diri berperan
ganda yaitu manusia sebagai subjek dan sebagai objek. Manusia sebagai subjek, pelaku yang
menjalani kehidupan, yang menjalani proses pendidikan, untuk mengembangkan potensi
(kemampuan yang dibawa sejak lahir) yang ada pada dirinya, mematuhi norma (peraturan)
agama, masyarakat, negara dan sekolah serta melestarikan lingkungannya. Manusia sebagai
objek yang dikenai norma tersebut, sehingga timbul pengabdian, pengorbanan, tenggang
rasa dan empati serta sebagai objek uji coba dalam pelaksanaan pengobatan maupun
pendidikan.

Kemampuan manusia menyadari diri berbeda dengan lingkungannya. Kemampuan ini


mengalami pengembangan ganda ke arah luar dan ke arah dalam.
Pengembangan ke arah luar, memandang lingkungan sebagai objek untuk dimanfaatkan
demi memenuhi kebutuhannya sehingga aspek sosialitas terbina. Pengembangan ke arah
dalam berarti pembinaan aspek individualitas manusia dengan mengeksplorasi
(menumbuhkembangkan) potensi yang ada pada dirinya ke arah kesempurnaan diri.
Kemampuan ini dapat dikembangkan melalui pendidikan oleh seorang pendidik dengan
memberi tugas kelompok dan tugas mandiri.
2. Kemampuan Bereksistensi
Manusia bukan hanya sekedar ada (eksis) tetapi mempunyai kemampuan bereksistensi
artinya keberadaan dirinya dapat menempatkan diri dan menerobos ruang dan waktu, bebas
berpikir untuk mengantisipasi peristiwa, merencanakan dan melihat jauh prospek masa
depan. Kemampuan bereksistensi dapat dikembangkan melalui pendidikan dengan
mengembangkan daya imajinasi dan kreativitas sejak usia dini.
3. Pemilikan Kata Hati (Hati Nurani)
Kata hati adalah kemampuan pada diri manusia untuk mengambil keputusan tentang
baik buruknya perbuatannya sebagai manusia. Manusia yang tajam kata hatinya, memiliki
kecerdasan akal budi yang tinggi sehingga mampu membedakan yang baik/benar dan yang
buruk/salah. Sebaliknya kata hati yang tumpul, tidak mampu membedakan yang baik dan
yang buruk. Kata hati merupakan petunjuk bagi moral/perbuatan. Kata hati yang tumpul
dapat ditajamkan dengan pendidikan kata hati (gewetan forming) yaitu melatih akal
kecerdasan dan kepekaan emosi, tujuan agar manusia memiliki keberanian moral (berbuat)

4
baik yang didasari kata hati yang tajam.
4. Memiliki Moral
Moral (etika) menunjuk kepada perbuatan yang benar atau salah. Moral berkaitan
dengan nilai-nilai maka moral adalah nilai-nilai kemanusiaan. Etiket bagian dari etika yaitu
sopan santun. Orang yang memiliki kata hati yang tajam belum tentu perbuatannya
(moralnya) baik. Yang diperlukan untuk melakukan perbuatan baik adalah kemauan untuk
melakukannya. Moral manusia yang singkron (sesuai) dengan kata hati yang tajam,
menjadikan manusia yang bermoral tinggi (luhur). Sebaliknya moral manusia yang singkron
dengan kata hati yang tumpul menjadikan manusia bermoral rendah. Demikian pula
perbuatan yang tidak singkron dengan kata hati yang tajam, menjadikan manusia tidak
bermoral.
5. Kemampuan Bertanggung Jawab
Tanggung jawab merupakan kesediaan untuk menanggung akibat dari satu perbuatan.
Wujud` dari tanggung jawab ada bermacam-macam yaitu:
a. Tanggung jawab pada diri sendiri: berarti menanggung tuntutan kata hati dalam bentuk
penyesalan yang dalam.
b. Tanggung jawab kepada masyarakat: berarti menanggung norma sosial, dalam bentuk
menerima sanksi sosial berupa cemoohan masyarakat dan hukuman penjara.
c. Tanggung jawab kepada Tuhan: berarti tuntutan norma agama berupa perasaan
berdosa/terkutuk kemudian bertobat.
Ada kaitannya dengan kata hati, moral dan tanggung jawab. Kata hati memberi
pedoman, moral melakukan dan tanggung jawab merupakan kesediaan menerima
konsekuensi/akibat dari perbuatan.
6. Rasa Kebebasan (Kemerdekaan)
Tuntutan kodrat manusia adalah rasa bebas merdeka. Tidak terikat oleh sesuatu, artinya
bebas berbuat sepanjang tidak bertentangan dengan norma (aturan) yang berlaku pada
agama, masyarakat dan negara. Ada kaitan antara moral, kata hati, tanggung jawab dan
kebebasan. Perbuatan yang bermoral baik sesuai dengan kata hati yang tajam. Orang yang
bertanggung jawab terhadap perbuatan yang dilakukannya akan merasa bebas, merdeka,
tidak merasa bersalah dan tidak terkungkung oleh ketakutan.
7. Kesediaan Melaksanakan Kewajiban dan Menyadari Haknya
Seseorang mempunyai hak untuk menuntut sesuatu dan berkewajiban untuk memenuhi
suatu tuntutan. Orang yang melaksanakan kewajiban dengan kesadaran tanpa keterpaksaan
merupakan suatu keluhuran. Pemenuhan hak dan kewajiban bertalian dengan keadilan.
5
Keseimbangan antara pemenuhan hak dan kewajiban dilaksanakan oleh orang yang adil.
Orang itu lebih dahulu melaksanakan kewajibannya, daripada mendahulukan menuntut
haknya. Untuk menumbuhkembangkan rasa kewajiban melalui pendidikan disiplin agar
bertanggung jawab melaksanakan kewajibannya.
8. Kemampuan Menghayati Kebahagiaan
Kebahagiaan merupakan integrasi dari segenap kesenangan, kegembiraan, kepuasan,
pengalaman pahit dan penderitaan. Manusia dapat menghayati kebahagiaan apabila
kepribadiannya kuat mempunyai jiwa yang bersih, stabil, jujur, bertanggung jawab,
mempunyai keyakinan hidup yang kukuh, tekad kuat untuk berusaha dan kesediaan
menerima hasilnya sehingga suasana hidup penuh kedamaian. Pendidikan dapat membina
terbentuknya kepribadian yang kuat tersebut.
Dimensi Hakikat Manusia
1. Dimensi keindividualan:
Manusia mempunyai kepribadian yang khas, potensi/kemampuan, tanggung jawab,
kemandirian.Pola pendidikan untuk mengembangkan dimensi ini dengan pendidikan
demokratis, yang berpedoman kepada Ing ngarso sung tulodo, Ing madya mangun karso
dan tut wuri handayani
2. Dimensi kesosialan:
Manusia mempunyai dorongan untuk bergaul, bekerja sama, berkomunikasi, berinteraksi,
sang membutuhkan, saling menerima dan memberi serta menyadari hak dan kewajibannya.
Pendidikan merupakan wadah pembinaan rasa sosial antar sesama manusia
3. Dimensi kesusilaan
Manusia sebagai makhluk susila memiliki dan meyakini nilai-nilai kebaikan yang
dijunjung tinggi sebagai pedoman hidup dan melaksanakan nilai tersebut dalam perbuatan.
Pendidikan kesusilaan diberikan kepada peserta didik agar menjadi manusia yang berakhlak
mulia
Tiga macam nilai:
a. Nilai otonom yang bersifat individual: kebaikan menurut pendapat masing-masing orang.
b. Nilai heteronom yang bersifat kolektif: kebaikan menurut kelompok masyarakat.
c. Nilai theonom (kebaikan menurut agama berdasarkan kepercayaan kepada Tuhan).
4. Dimensi keberagamaan:
Manusia sebagai makhluk religius yang percaya kepada Tuhan akan mengambil
keputusan sejak lahir sampai meninggal berdasarkan agama yang dianutnya. Pendidikan
agama wajib diberikan kepada peserta didik mulai pendidikan dasar, menengah sampai
perguruan tinggi agar menjadi manusia yang bertakwa kepada Tuhan Yang maha Esa.

6
Pengembangan dimensi hakikat manusia:
1. Pengembangan yang utuh:
Dengan pendidikan, manusia dapat tumbuh (jasmani) dan berkembang (rohani)
dengan selaras, seimbang. Keseimbangan kemampuan kognitif, afektif dan
psikomotor. Keseimbangan pemanfaatan alam dan pelestariannya. Seimbang secara
horizontal (hubungan dengan manusia) maupun vertikal (hubungan dengan Tuhan),
seimbang antara dunia dan akhirat.
2. Pengembangan yang tidak utuh:
Tidak ada keseimbangan dalam dirinya, sehingga jiwanya tidak tenang, tidak sehat.

Sosok manusia Indonesia yang seutuhnya, sebagai tujuan akhir pendidikan di


Indonesia yang seutuhnya, yang selaras, serasi, seimbang dalam hubungannya dengan
manusia, antar bangsa, Tuhan dan alam, sehingga selamat di dunia dan di akhirat.

Anda mungkin juga menyukai