A. Tujuan
1. Mengukur kecepatan perambatan impuls
2. Mengetahui perambatan impuls dan kerja biolistrik
3. Mengetahui bagaimana pengaruh listrik terhadap otot yang tidak di sarafi
B. Landasan Teori
Biolistrik merupakan energi yang dimiliki setiap manusia yang bersumber dari
ATP (Adenosine Tri Posphate), dimana ATP ini di hasilkan oleh salah satu energi yang
bernama mitchondria melalui proses respirasi sel. Biolistrik juga merupakan fenomena
sel. Sel-sel mampu menghasilkan potensial listrik yang merupakan lapisan tipis muatan
positif pada permukaan luar dan lapisan tipis muatan negative pada permukaan dalam
bidang batas/membran.
Potensial aksi merupakan depolarisasi dan repolarisasi membrane sel yang akan
terjadi secara cepat (Seeley, 2002). Pada sel otot potensial aksi menyebabkan otot
berkontraksi (Seeley, 2002). Berdasarkan Campbell (2004), sebuah potensial aksi
tunggal akan meneghasilkan peningkatan tegangan otot yang berlangsung sekitar 100
milidetik atau kurang yang disbeut sebuah kontraksi tunggal. Jika potensial aksi kedua
tiba sebelum respon terhadap potensial aksi pertama selesai, tegangan tersebut akan
menjumlahkan dan menghasilkan respons yang lebih besar. Jika otot menerima suatu
rentetan potensial aksi yang saling tumpeng tindih, maka akan terjadi sumasi yang lebih
besar lagi dengan tingkat tegangan yang bergantung pada laju perangsangan . Jika laju
perangsangan cukup cepat, sentakan tersebut akan lepas menjadi kontraksi yang halus
dan bertahan lama yang disebut tetanus.
Di dalam sebuah sel terdapat ion Na+ , K+ , Cl- dan protein. Pada saat membran
sel istirahat (tidak ada sinyal listrik) muatan di dalam sel lebih negative daripada di luar
sel. Jika terdapat rangsangan maka ion Na+ akan masuk dari luar menuju dalam sel dan
membrane sel berada dalam keadaan depolarisasi. Terjadinya depolarisasi sel
membrane secara tiba-tiba disebut potensial aksi. Kemampuan sel syaraf (neurons)
menghantarkan isyarat biolistrik sangat penting. Transmisi sinyal biolistrik (TSB)
mempunyai sebuah alat yang dinamakan Dendries yang berfungsi mentransmsikan
isyarat dari sensor ke neuron. Stimulus untuk mentringer neuron dapat berupa tekanan,
perubahaan temperature, dan isyarat listrik dari neuron lain. Aktifitasi biolistrik pada
suatu otot dapat menyebar ke seluruh tubuh seperti gelombang pada permukaan air.
C. Alat dan Bahan
1. Alat
a. Alat bedah
b. Baterai
c. Stopwatch
2. Bahan
a. Rana sp.
b. Alcohol 70%
c. Ringer
D. Cara Kerja
1. Mengukur Kecepatan Perambatan Impuls
2. Perambatan Impuls
Dilakukan pemblokiran di
Dilakukan perangsangan
titik tengah dengan alkohol
listrik dengan menempelkan
70% kemudian diamati
kabel pada kedua ujung dari
waktu terjadinya
preparat tersebut
tanggapan/kontraksi otot
E. Hasil Percobaan
Tabel 1. Kegiatan Mengukur Kecepatan Perambatan Impuls
Perlakuan Waktu Keterangan
Rangsangan Listrik 20 detik Merespon di detik 11, 17, 18
, dan 19
1 menit 49 respon
Tabel 2. Kegiatan Melihat Perambatan Impuls Pada Tendon Achillus yang tidak
disarafi
Perlakuan Waktu Keterangan
Rangsangan listrik + larutan 48 detik Respon muncul pada detik ke
ringer - 48
1 menit Terdapat 12 respon selama 1
menit
Rangsangan listrik + alkohol 1 detik Respon muncul di detik
pertama
1 menit Terdapat 1 respon selama 1
menit
Gambar 1 . Kegiatan perambatan impuls pada saraf tepi dan perambatan saraf pada
tendon yang dipotong
F. Pembahasan
Pada praktikum kali ini, praktikan mengamati kontraksi otot gastrocnemius pada
katak yang diberikan kejutan listrik yang terdapat dalam batu baterai 2 volt. Dipilihnya
otot gastrocnemius karena otot ini lebar dan terletak di atas tibiofibular, serta disisipi
oleh tendon tumit yang tampak jelas (tendon Achillus) pada permukaan kaki sehingga
mmudah diamati. Dalam setiap percobaan (termasuk isolasi gastrocnemius), otot harus
senantiasa dibasahi dengan larutan Ringer. Katak yang telah dibedah akan mengalami
kematian setelah beberapa saat pembedahan. Oleh karena itu, praktikan menggunakan
larutan Ringer (The Staff, 1958).
Percobaan ini menggunakan baterai ukuran D dengan tegagan rendah yaitu 2 V
sebagai impuls untuk memperlihatkan kontraksi pada otot brachialis atau
gastrocnemius. Ketika dihubungkan rangkaian listrik dengan saraf pada tugkai depan
dan tungkai belakang (Brachialis ataupun pada gastrocnemius) muncul getaran yang
terlihat jelas. Getaran tersebut dinamakan dengan kontraksi otot. Ion – ion yang terdapat
di otot tersebut mengalami perpindahan keluar masuk di dalam otot yang diatur oleh
pergerakan aktin – myosin. Tegangan baterai tersebut yang berfungsi sebagai impuls
dan memungkinkan terjadinya kontraksi otot.
Menurut percobaan yang dilakukan oleh Biofagri (2006), besarnya kuat rangsang
minimal adalah 1 V, kuat rangsang submaksimal 20 V. Semakin kuat rangsang yang
diberikan, semakin besar pula potensial yang terjadi. Apabila potensial berjenjang
secara lokal terjadi pada membrane sel saraf atau sel otot, terdapat potensial yang
berbeda di daerah tersebut, bukan di bagian membrane lainnya yang masih berada
dalam potensial istirahat. Karena muatan yang berlawanan akan saling Tarik menarik,
arus secara pasif mengalir antara daerah yang terlibat dan daerah – daerah yang
berdekatan baik di bagian dalam maupun luar membrane.
Pada sel otot (serabut – serabut otot), potensial aksi menyebabkan otot berkotraksi
(Seeley, 2002). Jika sebuah sel jaringan tidak memperlihatkan perubahan potensial
yang cepat disebbut juga dengan potensial membrane istirahat. Impuls saraf terdiri atas
suatu gelombang depolarisasi membrane yang disebut potensial aksi dan merambat
sepanjang sel saraf.
Jadi, otot dapat bergerak karena adanya impuls ataupun rangsangan dari luar yang
kemudian diterima oleh reseptor diteruskan ke saraf sensorik dibawa oleh saraf
konektor hingga sampai ke otak. Otak akan mengolah rangsangan tersebut. Jika impuls
ditanggapi dan dilanjutkan ke saraf motoric hingga ke efektor sehingga kita dapat
bergerak. Itu mekanisme eprgerakan biasa. Sementara pada gerakan reflex impuls tidak
diolah di otak, akan tetapi imouls tersebut diteruskan ke sumsum tulang belakang, hal
itu mengakibatkan gerak yang terjadi tanpa kita sadari. Impuls yang dihantarkan
tersebut berupa biolistirk yang mengalir dari jaringan ke jaringan.
Saat suatu impuls saraf (pemunculan arus listrik yang tiba – tiba) mencapai suatu
daerah axon (yang dijadikan daerah oengamatan), beda potensial transmembrane akan
lebih positif sehingga memicu terbuknya saluran – saluran ion Na+ (yang bersifat
sensitive terhadap tegangan) secara transien (mendadak). Akibatnya, ion Na+ berebutan
masuk ke dalam sel saraf sejumlah 6000 ion per 1 ms untuk tiap saluran. Ini jelas
merupakan peningkatan permeabilitas ion Na dan peningkatan ini membuat beda
potensial transmembrane meningkat. Jika A mendapat rangsangan, proses terbukanya
saluran – saluran itu akan terjadi di A sehingga beda potensial transmembrane pada
daerah A meningkat. Peningkatan beda potensial di A akan menimbulkan medan listrik
yang mempengaruhi daerah B yang ada di dekatnya. Dengan cara itulah, rangsangan
dihantar dan diperkuat di tiap partisi melalui pertukaran ion antar kedua sisi membrane.
Pemberian alcohol menghambat terjadi pergerakan/kontraksi otot yang mulai
melambat. Hal ini karnea alcohol bersifat menghambat (inhibitor) terjadinya biolostrik
pada otot katak sehingga kontraksi otot menjadi lebih lambat, begitu juga pada ion –
ion pergerakan (keluar – masuk) juga terhambat. Alcohol juga merupakan larutan non
elektrolit yang tidak bias menghantarkan arus listrik. Oleh karena itu, pada saat otot
katak diberi lakohol, maka rangsangan akan semakin lama.
G. Kesimpulan
Dapat disimpulkan bahwa respon kontraksi dan relaksasi otot dipengaruhi
oleh adanya rangsangan listrik atau impuls saraf. Apabila terdapat adanya
alcohol pada sekitar jaringan otot maka yang terjadi adalah penghambatan
respon kontraksi dikarenakan alcohol bersifat menghambat terjadinya
biolistrik.
DAFTAR PUSTAKA
Campbell, J. B. Reece, L. G dan Mitchell. 2004. Biologi Edisi kelima. Jilid 3. Jakarta:
Penerbit Erlangga.
Seeley, R. R., T.D. Stephens, P. Tate. 2002. Essentials of Anatoy dan Physiology
fourth edition. New York: McGraw – Hill Companies.
Ruslan, Ahmadi. 2010. TEORI DAN APLIKASI FISIKA KESEHATAN. Yogyakarta : Nuha
Medika