Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH FISIOLOGI HEWAN

RESPON OTOT TERHADAP RANGSANGAN

Disusun Oleh:
NAMA : MAI KRISMONIKA
RIKA YULIA
ROMANTINA EZER SITORUS
SINTA SUGIANTI
MATA KULIAH : FISOLOGI HEWAN
DOSEN PENGAMPU : KARTIKA APRILIA PUTRI S.Pd,.M.Si

PRODI BIOLOGI
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SAMUDRA
2018

i
ii
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan
karunia-Nya kepada kita semua. Salah satu karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan
makalah fisiologi hewan yang berjudul “Respon otot terhadap rangsangan”.Makalah ini
disusun guna memenuhi tugas matakuliah fisiologi hewan dan juga sebagai bahan penambah
ilmu pengetahuan serta informasi khusus nya kami sendiri dan juga bagi yang membaca.
Dalam penyusunan makalah ini, kami menyadari bahwa masih banyak hal yang perlu
diperbaikin lagi. Jadi, kami harapkan kepada Ibu selaku dosen pengampu pada matakuliah ini
agar meberikan saran yang membangun dari hasil penyusunan makalah kami ini.

Langsa , 31 September 2018

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................................................. i

DAFTAR ISI .............................................................................................................................. ii

BAB I PENDAHULUAN .............................................................................................................. 1

1.1 Latar Belakang ............................................................................................................ 1

1.2 Tujuan ......................................................................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN ............................................................................................................... 3

2.1 Neuromuscular Junction ................................................................................................... 3

2.2 Ambang Rangsang Saraf ................................................................................................... 4

2.3 Pembahasan Respon Otot Terhadap Rangsangan Berdasarkan Jurnal............................. 6

BAB III KESIMPULAN ................................................................................................................ 8

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................................. 9

ii
i
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Hewan tingkat tinggi memiliki komunikasi intrasel yang kompleks dan amat
cepat, hal itu ditengahi oleh impuls-impuls syaraf. Neuron-neuron (sel-sel syaraf) secara
elektrik menghantarkan sinyal (impuls) melalui bagian syaraf yang terjulur memanjang (sekitar
1 mm pada hewan berukuran besar). Impuls tersebut berupa gelombang-gelombang berjalan
yang berbentuk arus-arus ion. Transmisi sinyal antara neuron-neuron dan antara neuron otot
(juga neuron kelenjar) seringkali dimediasi secara kimiawi oleh neurotransmitter (penghantar
impuls syaraf). Perubahan permeabilitas yang spesifik ion itu (hanya khusus ion tertentu)
disebabkan oleh adanya protein membran transaxonal. Protein tersebut berfungsi sebagai
saluran-saluran spesifik ion (ion Na atau ion K) yang sensitif terhadap beda potensial. Kita
dapat menyebutnya dengan voltage-sensitive channels (saluran yang terbuka hanya jika dikenai
kenaikan tegangan). Saat suatu impuls syaraf (pemunculan arus listrik yang tiba-tiba) mencapai
suatu daerah axon, beda potensial transmembran akan lebih positif sehingga memicu
terbukanya saluran-saluran ion Na (yang bersifat sensitif terhadap tegangan) secara transien
(mendadak). Akibatnya, ion Na berebutan masuk ke dalam sel syaraf sejumlah 6000 ion per
1ms untuk tiap saluran. Ini jelas merupakan peningkatan permeabilitas ion Na atau PNa dan
peningkatan ini membuat beda potensial transmembran meningkat.
Potensial aksi merupakan depolarisasi dan repolarisasi membran sel yang terjadi secara
cepat. Sel otot (serabut-serabut otot), potensial aksi menyebabkan otot berkontraksi. Sebuah
potensial aksi tunggal akan menghasilkan peningkatan tegangan otot yang berlangsung sekitar
100 milidetik atau kurang yang disebut sebuah kontraksi tunggal. Jika potensial aksi kedua tiba
sebelum respon terhadap potensial aksi pertama selesai, tegangan tersebut akan menjumlahkan
dan menghasilkan respon yang lebih besar. Jika otot menerima suatu rentetan potensial aksi
yang saling tumpang tindih, maka akan terjadi summasi yang lebih besar lagi dengan tingkat
tegangan yang bergantung pada laju perangsangan. Jika laju perangsangan cukup cepat,
sentakan tersebut akan lepas menjadi kontraksi yang halus dan bertahan lama yang disebut
tetanus.
Saat sel saraf dalam keadaan istirahat (reseptor tidak dirangsang), membran sel dalam
keadaan impermeable terhadap ion. Jika sel saraf dirangsang, maka saluran ion akan terbuka.

1
Ion natrium akan masuk ke dalam sel dan ion kalium bersama ion Cl akan keluar dari dalam
sel. Muatan ion di dalam sel menjadi lebih positif dan muatan ion di dalam sel menjadi lebih
negatif. Keadaan ini disebut depolarisasi. Membran sel dalam keadaan permeable terhadap ion.
Perjalanan impuls syaraf dapat diblokir oleh rangsang dingin, panas, atau tekanan pada serabut
saraf. Pemblokiran yang sempurna dicapai dengan memberikan zat anastetik.

1.2 Tujuan

1. Untuk mengetahui mengapa otot dapat merespon sesuatu rangsangan.


2. Bagian-bagian otot yang berperang dalam proses peresponan sesuatu rangsangan.
3. Untuk mengetahui bagaimana proses otot terhadap sesuatu rangsangan berdasarkan
jurnal .

2
BAB II
PEMBAHASAN

Kontraksi otot rangka dapat terjadi hanya jika otot pertama kali dirangsang oleh saraf.
Jenis saraf yang mempersarafi otot rangka adalah saraf motorik atau somatik. Saraf motorik
datang dari korda spinalis dan mensuplai beberapa serat otot pada perangsangan saraf. Daerah
dimana saraf motorik bertemu dengan otot disebut neuromuscular junction (NMJ). Struktur di
dalam NMJ meliputi membran di ujung saraf, ruang yang ada antara ujung saraf dan membran
otot, dan tempat reseptor pada membran otot.

2.1 Neuromuscular Junction


Neuromuscular junction merupakan perangsangan saraf menyebabkan pengeluaran
bahan-bahan kimia yang berdifusi disepanjang NMJ dan merangsang membran otot. Empat
langkah terlibat dalam transfer informasi dari saraf ke otot di NMJ · Adapun prosesnya ialah
sebagai berikut :
1. Rangsangan dari saraf menyebabkan sinyal listrik, atau impuls saraf, bergerak
disepanjang saraf menuju ke ujung saraf. Tersimpan dalam ujung saraf yaitu
vesikel, atau kantung membranosa, yang terisi oleh bahan-bahan kimia yang disebut
neurotransmiter. Neurotransmiter pada neuromuscular junction adalah asetilkolin
(ACh)
2. Impuls saraf menyebabkan vesikel bergerak ke depan dan menyatu dengan ujung
saraf. Ach dikeluarkan dari vesikel ke dalam rongga diantara ujung saraf dan
membran otot.
3. ACh berdifusi disepanjang ruang dan berikatan dengan reseptor pada membran
otot.
4. ACh merangsang reseptor dan menyebabkan timbulnya sebuah sinyal listrik
disepanjang membran otot. ACh kemudian berdisosiasi, atau meninggalkan tempat
berikatan dan segera dihancurkan oleh sebuah enzim yang ditemukan dalam NMJ
dekat membran otot. Nama enzim tersebut adalah asetilkolinesterase. Tempat yang
bebas ikatan tersebut kemduian siap untuk ACh tambahan bila saraf dirangsang
lagi.

3
2.2 Ambang Rangsang Saraf
Sel saraf mempunyai ambang rangsang yang rendah. Rangsang dapat berupa rang-
sang listrik, kimiawi atau mekanis. Terbentuk dua jenis perubahan fisiokimiawi lokal, poten-
sial aksi yang tidak menyebar disebut potensi sinaps, generator atau potensial elektronik,
bergantung kepada lokasinya dan perubahan yang menyebar disebut Potensial Aksi atau Aksi
Potensial. Ini merupakan satu-satunya respon listrik pada neuron dan jaringan peka rangsang
lainnya dan merupakan sifat utama sistem saraf. Aksi potensial mempunyai beberapa
karakteristik yang penting antara lain:
1. Aksi potensial dimulai dengan proses depolarisasi. Rangsangan yang mengawali
aksi potensial pada neuron menyebabkan menurunnya membran potensial atau

4
depolarisasi membran. Biasanya depolari-sasi ditimbulkan oleh stimulasi dari luar,
misalnya stimulasi berupa regangan otot, tekanan pada persendian atau stimulasi dari
dari neuron lain, misalnya transmisi impulse dari neuron sensoris ke neuron motoris
pada refleks-refleks fisiologis.
2. Aksi potensial dapat ditimbulkan jika depo-larisasi membran mencapai nilai
ambang rangsang tertentu atau sering disebut Threshold potensial.
3. Aksi potensial merupakan proses yang menunjukkan peristiwa gagal atau tuntas
atau All or None. Artinya bahwa jika rangsangan yang diterima mencapai nilai
ambang rangsang pada neuron tertentu maka akan timbul reaksi potensial, sedang-kan
jika rangsangan yang ada tidak men-capai atau berada dibawah nilai ambang rangsang
neuron maka aksi potensial tidak akan terjadi.
4. Selama terjadi aksi potensial, maka poten-sial yang terjadi akan melebihi nilai 0
mV sehingga bagian dalam dari sel akan menjadi lebih positif untuk sementara.
Keadaan ini disebut overshoot dari aksi potensial yang umumnya terjadi pada kisaran
+35 mV. Setelah mencapai puncak aksi potensial membran potensial akan berbalik
dimana bagian dalam sel menjadi kurang positif. Potensial aksi yang terjadi kembali
mengalami repolarisasi kearah membran potensial istirahat yang disebut undershoot
dari potensial aksi.
Proses aksi potensial terjadi melalui tahapan-tahapan sebagai berikut:
 Fase Istirahat Keadaan istirahat merupakan keadaan sebelum aksi potenial terjadi.
Pada keadaan ini membran sel dalam keadaan polarisasi oleh karena pada tahap ini
membran potensial adalah negatif.
 Fase Depolarisasi Jika terdapat rangsangan yang menca-pai nilai ambang rangsang
neuron, maka pada fase ini membran menjadi permeabel terhadap ion Na, sehingga
sejumlah besar ion Na akan masuk kedalam sel. Potensial dengan cepat akan
meningkat menjadi positif (depolarisasi) sampai mengalami overshoot. Umumnya
pada sebagian neuron pada susunan saraf pusat aksi potensial tidak mencapai
overshoot, dan hanya mencapai 0 mV.
 Tahap Repolarisasi Terjadinya proses dimana Na chanel mulai tertutup dan K chanel
terbuka, kemudian terjadi difusi pasif dari ion K ke luar sel dan menyebabkan membran
potensial kembali ke keadaan istirahat, proses tersebut terjadi saat permeabilitas ion
Na mencapai maksimal dalam beberapa msec. Kecepatan rambat impuls atau kece-
patan aksi potensial untuk bergerak dari satu titik ke seluruh akson bervariasi dari satu

5
akson ke akson lainnya. Penyebaran aksi potensial mengakibatkan aksi potensial
tersebut semakin melemah jika semakin jauh jarak yang harus di tempuh oleh aksi
potensial tersebut. Terjadinya penyebaran aksi potensial dapat dipengaruhi oleh
beberapa faktor, terutama oleh faktor diameter serabut saraf dan sifat dari membran sel
saraf. Semakin besar diameter serabutnya maka semakin cepat impuls bergerak diban-
dingkan propagasi impulse pada serabut saraf diameter yang lebih kecil.

2.3 Pembahasan Respon Otot Terhadap Rangsangan Berdasarkan Jurnal

PENGARUH PENURUNAN NILAI CHRONAXIE PADA ARUS STRENGTH DURATION


CURVE TERHADAP PENINGKATAN KEKUATAN OTOT
Otot adalah jaringan yang terbesar dalam tubuh yang mempunyai karakteristik sebagai
berikut yaitu eksitabilitas, kontrac-tilitas, ekstensibilitas dan elastisitas dimana pengertian dari
eksitabilitas adalah kemam-puan untuk merespon rangsang, kontractilitas adalah kemampuan
otot untuk memanjang dan memendek, ekstensibilitas adalah kemampuan untuk terulur ketika
ditarik, elastisitas adalah kemampuan untuk kembali kebentuk semula.
Dengan pemberian latihan pembe-banan, maka jumlah serabut otot yang berkon-traksi
akan bertambah. serabut otot tersebut akan menghasilkan peningkatan kekuatan otot dalam
melakukan fungsinya. Besar kecilnya kontraksi dan jumlah serabut otot yang teraktivasi
ditentukan oleh jumlah motor unit yang aktif memberikan impulse motorik kepada serabut
yang diper-sarafi. Aktifitas motor unit dalam memberikan impulse motorik ke serabut otot
dipengaruhi oleh besar stimulus dan kemampuan saraf dalam menerima stimulus yang
ditentukan oleh nilai ambang rangsang (Treshold Potensial) saraf. Salah satu modalitas
fisioterapi yang digunakan untuk melakukan identifikasi terha-dap saraf dan otot adalah dengan
menggu-nakan arus Strength duration Curve (SDC).
Strength Duration Curve merupakan gambar kurva grafis hubungan antara inten-sitas
dan durasi arus searah terputus-putus terhadap suatu otot, dimana diperoleh kon-traksi otot
minimal yang dapat dilihat. Peningkatan jumlah Dalam penggunaan SDC untuk meng-
identifikasi kemampuan otot dan saraf ter-hadap rangsangan maka maka dilakukan dengan
menggunakan nilai chronaxi.
Chronaxie adalah besarnya durasi dengan intensitas dua kali rheobase pada arus bentuk
segiempat dengan durasi 1000 ms masih diperoleh kon-traksi minimal yang dapat dilihat
dengan mata. Pada otot normal nilainya 0,1-1 ms. Nilai chronaxie akan menunjukkan minimal
rangsangan yang diterima untuk menghasilkan kontraksi minimal.
6
Dengan menggunakan uji t-test related maka didapatkan hasil perhitungan sebagai
berikut: dari tabel perhitungan di atas menunjukkan bahwa nilai P = 0,000 (P<(0,05)), atau
dengan nilai t-hitung sebesar 16,098 dan t-tabel dengan df 29 dan taraf significan 0,05 yaitu
sebesar 1,6991, maka (t-hitung > t-tabel) Hal tersebut menunjukkan bahwa hipótesis nol (Ho)
ditolak.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan yang bermakna nilai chronaxie
sebelum dan sesudah otot mengalami pening-katan. Yang secara deskriptif menunjukkan rata-
rata nilai chronaxie mengalami penurunan. Dengan hasil analisis tersebut dapat dikatakan
bahwa peningkatan kekuatan otot pada sejumlah kelompok sample dipengaruhi oleh penurunan
nilai chronaxie.

7
BAB III
KESIMPULAN

Kesimpulan dari makalah ini adalah Kontraksi otot rangka dapat terjadi hanya jika otot
pertama kali dirangsang oleh saraf. Jenis saraf yang mempersarafi otot rangka adalah saraf
motorik atau somatik. Saraf motorik datang dari korda spinalis dan mensuplai beberapa serat
otot pada perangsangan saraf. Daerah dimana saraf motorik bertemu dengan otot disebut
neuromuscular junction (NMJ). Struktur di dalam NMJ meliputi membran di ujung saraf, ruang
yang ada antara ujung saraf dan membran otot, dan tempat reseptor pada membran otot.
Sel saraf mempunyai ambang rangsang yang rendah. Rangsang dapat berupa rang-sang
listrik, kimiawi atau mekanis. Terbentuk dua jenis perubahan fisiokimiawi lokal, poten-sial
aksi yang tidak menyebar disebut potensi sinaps, generator atau potensial elektronik,
bergantung kepada lokasinya dan perubahan yang menyebar disebut Potensial Aksi atau Aksi
Potensial. Proses aksi potensial terjadi melalui tahapan-tahapan yaitu fase istirahat, fase
depolarisasi , dan fase repolarisasi .

8
DAFTAR PUSTAKA

Campbell, dkk. 2005. Biologi Jilid 3. Erlangga. Jakarta.

Frandson, R.D. 1992. Anatomi dan Fisiologi Ternak. Gadjah Mada University Press.
Yogyakarta.

Kimball, John W. 1994. Biologi jilid 2 edisi kelima. Erlangga. Jakarta.

Pratiwi, D.A. 1996. Biologi 2. Erlangga. Jakarta.

Robert Donatelli, Michael J. Wooden, “Orthopaedic Physical Therapy”, Churchill


Livingstone, New York, 1989

Sari, Lela Juwita. 2008. Fisiologi Sistem Saraf pada Katak. UNJ. Jakarta.

Seeley, R. R., dkk. 2003. Essentials of Anatomy dan Physiology fourth edition. McGraw-Hill
Companies.

Setiowati, Tetty. 2007. Biologi Interaktif. Azka Press. Jakarta.

Syamsuri, Istamar. 2003.Biologi 2000. Erlangga. Jakarta.

William E. Prentice, “Therapeutic Modalities For Sports Medicine and Athletic Training”,
Mc Graw Hill Company, New York, 2003.

Anda mungkin juga menyukai