Anda di halaman 1dari 9

Hubungan jenis obat anastesi dengan periode pemulihan pasien post operasi

general anestesi di IBS RS Roemani Muhammadiyah Semarang

PROPOSAL SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat

Mencapai Gelar Sarjana Keperawatan

Oleh :

Widya Eka Destriyana

NIM.

PEMBIMBING :

1. Dewi Hartinah, S.Kep., Ns., M.Si., Med


2. Sri Siska Mardiana, S.Kep. Ns. M.Kep

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH KUDUS

2022
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan tekhnologi terutama
dalam hal anestesi, membuat pelayanan kesehatan semakin maju dan
berkembang, hal tersebut sejalan dengan tuntutan masyarakat saat ini yang
menginginkan pelayanan yang berkualitas. Sebelum dilakukan tindakan
pembedahan akan dilakukan tindakan dan perawatan anestesi. Menurut
Puruhito (2013), pembedahan merupakan tindakan pengobatan invasif
melalui sayatan untuk membuka dan menampilkan bagian tubuh yang akan
ditangani serta diakhiri dengan penutupan dan penjahitan luka pasca operasi.
Pelayanan anestesiologi merupakan tindakan medis dalam kerja sama tim
yang dipimpin oleh dokter spesialis anestesiologi dengan anggota dokter
peserta program pendidikan dokter spesialis anestesiologi dan/atau dokter lain
dan perawat anestesia (Kemenkes RI, 2011). Pemberian tindakan anestesi
dilakukan untuk mengurangi rasa nyeri yang timbul akibat dari tindakan
pembedahan. Pemberian tindakan anestesi digunakan untuk mengatasi rasa
nyeri yang disebabkan oleh tindakan pembedahan. Teknik anestesi
diklasifikasikan menjadi 3 jenis yaitu anestesi umum, regional anestesi dan
anestesi lokal (Gde & Senaphati, 2010).
Masalah waktu pulih sadar post anestesi umum tidak sekedar dinilai
pasien telah sadar, akan tetapi dibutuhkan waktu hingga efek obat anestesi
berkurang atau hilang. Pemanjangan waktu pulih sadar merupakan salah satu
komplikasi yang tidak diinginkan dalam anestesi. Dalam studi prospektif
menyatakan bahwa sebanyak 24% dari 18.000 pasien di recovery room
tersebut mengalami komplikasi anestesi. Komplikasi yang sering terjadi yaitu
pemanjangan waktu pulih sadar pasien pasca anestesi (Misal et al., 2016).
Post operasi pasien dibawa keruang pulih sadar (recovery room) atau unit
perawatan post anestesi (PACU) merupakan suatu ruangan untuk pemulihan
fisiologi pasien post operatif (Muttaqin & Sari, 2013). Perawat diruang
pemulihan haruslah tanggap terhadap setiap perubahan dini tanda vital yang
membahayakan pasien. Nadi, tekanan darah (bila perlu tekanan vena sentral),
pernafasan, dan suhu tubuh perlu dipantau secara rutin (Sj amsuhidayat & De
Jong, 2017).
Proses pulih sadar yang tertunda merupakan salah satu kejadian yang tidak
diharapkan dalam anestesi, penyebabnya berbagai faktor. Bisa disebabkan
oleh faktor pasien, masalah dalam pembedahan dan anestesi serta faktor obat-
obatan. Faktor penyebab yang terkait anestesi bisa karena faktor farmakologis
ataupun faktor nonfarmakologis. Yang termasuk faktor nonfarmakologis
adalah hipotermia, hipotensi, hipoksia dan hipercapnia. Faktor pasien
misalnya usia lanjut, jenis kelamin, obesitas, faktor genetik dan penyakit
penyerta (disfungsi organ jantung, ginjal dan hepar) yang dapat meningkatkan
potensi obat-obat anestesi yang diberikan. Faktor penyebab yang terkait
pembedahan adalah lamanya operasi dan teknik anestesi yang dilakukan
(Permatasari et al., 2017). Keterlambatan pada pulih sadar merupakan akibat
dari sisa efek sedasi serta analgesik dari anestesi , terlebih pada tindakan
anestesi yang lama, pada pasien obesitas, dan ketika pasien diberikan anestesi
dengan konsentrasi tinggi yang berlanjut hingga operasi berakhir. Kurang
lebih 90% pasien dalam waktu 15 menit akan kembali sadar penuh. Lebih
dari 15 menit tidak sadar dianggap lambat, bahkan untuk merespon stimulus
pada pasien yang sangat rentan memerlukan waktu 30 sampai 45 menit
setelah anestesi. (Mecca, 2015).
Oleh karena itu, penata anestesi harus memahami salah satu yang
mempengaruhi waktu pulih sadar pada pasien post anestesi umum salah
satunya indeks massa tubuh. Apabila indeks massa tubuh diketahui secara
pasti maka salah satu penyebab tertundanya waktu pulih sadar akan teratasi.
(Olfah et al., 2019)
Salah satu instrument untuk menilai status fisik adalah klasifikasi
penilaian status fisik berdasarkan ASA (American Society of Anestehiology).
Menurut Latief (2009) penilaian status fisik pra anestesi penting dilakukan
karena pada pemberian anestesi tidak hanya 4 membedakan berdasarkan
besar atau kecilnya operasi yang akan dilakukan tetapi pertimbangan untuk
memilih teknik anestesi yang di berikan kepada pasien karena semua jenis
anestesi memiliki faktor komplikasi yang dapat mengancam jiwa pasien.
Menurut data Kementerian Kesehatan Nasional Republik Indonesia tahun
2016, tindakan operasi bedah menempati urutan ke-11 dari 50 pola penyakit
di Indonesia, dengan diperkirakan 32% di antaranya adalah operasi besar.
Penelitian yang telah dilakukan oleh (Amila Hanifa, 2017), pada pasien
yang telah menjalani operasi elektif dengan general anestesi di RSUD Wates
pada bulan Mei 2017 dari 55 responden sebanyak 69,1% mengalami pulih
sadar yang lambat dengan rata-rata pasien mengalami keterlambatan pulih
sadar lebih dari 15 menit. Pada hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa
salah satu yang mempengaruhi waktu pulih sadar adalah indeks massa tubuh.
Indeks massa tubuh membuat waktu pulih sadar lebih lambat karena dosis
yang diberikan juga berbeda-beda sesuai dengan berat badan. Pada pasien
yang mengalami kelebihan berat badan mendapatkan anestesi dengan
konsentrasi tinggi sehingga efek anestesi menjadi lama dan dapat
menyebabkan gangguan metabolik lain. (Amila Hanifa, 2017)
Hasil penelitian Harahap (2014) di Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung,
mengatakan lebih dari 80% operasi dilakukan menggunakan teknik general
anestesi dibandingkan dengan anestesi lain.
Berdasarkan data operasi di IBS RS Roemani Muhammadiyah Semarang
pada bulan Mei tahun 2022 terdapat 358 operasi dengan berbagai jenis
anestesi, pasien operasi dengan general anestesi terdapat 201 pasien dan
dengan spinal anestesi terdapat 157 pasien.
Hasil obervasi yang telah dilakukan di IBS RS Roemani Muhammadiyah
Semarang rata-rata waktu pemulihan di recovery room dengan general
anestesi membutuhkan waktu rerata 15 menit sampai 30 menit, tergantung
jenis operasi dan obat yang diberikan pada pasien.
Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis ingin mengetahui
“Hubungan obat anestesi dengan periode pemulihan post operasi general
anestesi di IBS di RS Roemani Muhammadiyah Semarang”.
B. RUMUSAN MASALAH
Bagaimana hubungan obat anestesi dengan periode pemulihan post operasi
general anestesi di IBS RS Roemani Muhammadiyah Semarang?

C. TUJUAN UMUM
Mengetahui hubungan obat anestesi dengan periode pemulihan post operasi
general anestesi di IBS RS Roemani Muhammadiyah Semarang.

D. TUJUAN KHUSUS
1. Mengetahui obat anestesi yang akan digunakan pada proses anestesi
general anestesi di IBS RS Roemani Muhammadiyah Semarang
2. Mengetahui pemulihan post operasi general anestesi di IBS RS Roemani
Muhammadiyah Semarang
3. Menganalisis hubungan obat anestesi dengan periode pemulihan post
operasi general anestesi di IBS RS Roemani Muhammadiyah Semarang

E. MANFAAT PENELITIAN
1. Bagi peneliti
Agar kita sebagai peneliti mengetahui hubungan obat anestesi general
anestesi dengan periode pemulihan post operasi.
2. Bagi Universitas Muhammadiyah Kudus
Dapat menambah referensi bacaan dan literatur dalam meningkatkan
mutu pendidikan khususnya dalam hubungan obat anestesi dengan
periode pemulihan post operasi general anestesi di IBS.
3. Bagi Rumah Sakit Roemani Muhammadiyah Semarang
Dapat memberikan informasi tentang apa saja obat anestesi yang
mempengaruhi periode pemulihan di IBS.
4. Bagi peneliti selanjutnya
Dapat memberikan referensi untuk melakukan penelitian selanjutnya.
F. KEASLIAN PENELITIAN

Penulis Tahun Judul Hasil penelitian Perbedaan


Devi Afina Azmi, Joko 2019 Hubungan indeks massa tubuh Ada hubungan antara indeks massa penelitian ini
Wiyono, Isnaeni DTN dan jenis operasi dengan waktu tubuh dan jenis operasi dengan memiliki variabel
pulih sadar pada pasien post waktu pulih sadar pasien post bebas yang
operasi general anestesia di operasi. berbeda
recovery room rsud bangil
Bella Intan Meilana, Sri 2020 Hubungan status fisik dengan Ada hubungan antara status fisik Penelitian ini
Hendarsih, Agus Sarwo waktu pulih sadar pada pasien dengan waktu pulih sadar pasien memiliki variabel
Prayogi3 dengan general anestesi di ruang dengan general anestesi bebas yang
pemulihan rsud wates berbeda
Risdayati, Fitrian Rayasari, 2021 Analisa faktor waktu pulih sadar Indeks Massa Tubuh (IMT), Penelitian yang
Siti Badriah pasien post laparatomi anestesi thermoregulasi dan usia memiliki saya lakukan
umum konstribusi untuk
terhadap waktu pulih sadar post menganalisis
laparatomi dengan anestesi umum. hubungan jenis
Faktor dominan obat anestesi
yang mempengaruhi waktu pulih dengan periode
sadar pasien post laparatomi anestesi pemulihan post
umum adalah operasi
suhu tubuh yaitu hipotermi
Heru Nurmansah, Dyah 2021 INDEKS MASSA TUBUH, hubungan indeks massa tubuh Penelitian ini
Widodo, Susi Milwati DURASI OPERASI DAN DOSIS dengan suhu memiliki variabel
ANESTESI tubuh pada pasien post operasi bebas yang
INHALASI DENGAN SUHU general berbeda dan
TUBUH PADA PASIEN POST anesthesia di Recovery Room RSUD
OPERASI Bangil
DENGAN GENERAL dengan p value 0,000 atau <0,050
ANESTESIA DI RECOVERY yang berarti
ROOM RSUD BANGIL H1 diterima dengan kekuatan
hubungan 0,675 (kuat) dan bernilai
positif, yang berarti bahwa
indeks massa tubuh perbanding lurus
dengan
suhu tubuh, ketika indeks massa
tubuh bernilai
besar maka hasil suhu tubuh yang
diperoleh juga
semakin besar.
Terdapat hubungan durasi operasi
dengan suhu tubuh pada pasien post
operasi
general anesthesia di Recovery
Room RSUD
Bangil dengan p value 0,000 atau
<0,050 yang
berarti H1 diterima dengan kekuatan
hubungan -
0,560 (cukup) dan bernilai negatif,
yang berarti
bahwa semakin panjang durasi
operasi maka
suhu tubuh pasien juga akan semakin
turun.Terdapat hubungan dosis
anestesi inhalasi
dengan suhu tubuh pada pasien post
operasi
general anesthesia di Recovery
Room RSUD
Bangil dengan p value 0,003 atau
<0,050 yang
berarti H1 diterima dengan kekuatan
hubungan -
0,407 (cukup) dan bernilai negatif,
yang berarti
dosis anestesi yang semakin tinggi
akan
mengakibatkan semakin
menurunannya suhu
tubuh.

Anda mungkin juga menyukai