Anda di halaman 1dari 29

MAKALAH FILSAFAT

PENDIDIKAN JASMANI DAN OLAHRAGA

OLEH:
Ariani Kala’ Lembang (C1B119078)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN JASMANI


UNIVERSITAS MEGAREZKY
MAKASSAR
2021
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur bagi Allah swt yang dengan rido-Nya kita
dapat menyelesaikan makalah ini dengna baik dan lancar. Sholawat
dan salam tetap kami haturkan kepada junjungan kita nabi besar
Muhammad saw yang dengan do'a dan bimbingannya makalah ini
dapat terselesaikan dengan lancar.
Dalam makalah ini, penulis akan menguraikan tentang filsafat
pendidikan jasmani dan olahraga. Makalah ini diharapkan bisa
menambah wawasan dan pengetahuan yang selama ini kita cari.
Berbagai teknik dan intrik kami kemas dalam makalah ini, dan juga
kami berharap bisa dimafaatkan semaksimal mugkin.
Sebagai mahasiswa saya mengharapkan bimbingan, bantuan, saran
dan dukungan dari Bapak Ibu dosen serta pihak lain agar makalah ini
bisa berhasil dan berguna bagi kita semua.
oleh karena itu saran dan kritik yang membangun tetap kami
nantikan dan kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini.

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.................................................................................................................................2
DAFTAR ISI...............................................................................................................................................3
BAB I..........................................................................................................................................................5
PENDAHULUAN.......................................................................................................................................5
A. Latar Belakang....................................................................................................................................5
B. Rumusan Masalah...............................................................................................................................6
C. Tujuan Pembahasan............................................................................................................................6
BAB II.........................................................................................................................................................7
PEMBAHASAN.........................................................................................................................................7
A.    Sejarah Perkembangan Filsafat Pada Yunani Kuno.........................................................................7
B.       Sejarah Perkembangan Filsafat Pada Abad Pertengahan.............................................................10
C.      Sejarah Perkembangan Filsafat pada Zaman Modern (Eropa).....................................................13
D.      Sejarah Perkembangan Filsafat pada Masa Kontemporer............................................................15
E. Pengertian Filsafat Pendidikan..........................................................................................................17
F. Ruang Lingkup Filsafat Pendidikan..................................................................................................20
G.Pengertian Olahraga...........................................................................................................................22
H.Implikasi Pragmatisme dalam Pendidikan Jasmani dan olahraga......................................................23
I.Implementasi Filsafat Olahraga Terhadap Nilai Sosial.......................................................................25
J.Azas dan Filsafah Penjas.....................................................................................................................26
BAB III......................................................................................................................................................28
PENUTUP.................................................................................................................................................28
A.    Kesimpulan....................................................................................................................................28
B.     Komentar......................................................................................................................................28
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................................................29

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Secara umum, filsafat biasanya di pahami dari dua sisi, yaitu
sebagai disiplin ilmu dan sebagai landasan filosofis bagi proses
keilmuan. Sebagai sebuah disiplin ilmu, filsafat ilmu merupakan
cabang dari ilmu filsafat yang membicarakan okyek khusus  yaitu
ilmu pengetahuan dan sudah memiliki sifat dan karakter hamper sama
dengan filsafat pada umumnya. Sementara sebagai landasan filosofis
bagiproses keilmuan dan merupakan krangka dasar dari proses
keilmuan itu sendiri.[1] Artinya filsafat itu mecakup makna yang
mengarahkan kepada penelaahan secara ilmiah sebagai smber
pengetahuan dan ilmu.
Perkembangan ilmu pengetahuan hingga seperti sekarang ini
tidaklah berlangsung secara mendadak, melainkan melalui proses
bertahap, dan evolutif. Karenanya, untuk memahami sejarah
perkembangan ilmu pengetahuan harus melakukan pembagian atau
klasifikasi secara periodik.
Setiap periode sejarah pekembangan ilmu pengetahuan
menampilkan ciri khas tertentu. Perkembangan pemikiran secara
teoritis senantiasa mengacu kepada peradaban Yunani. Kelahiran
suatu ilmu tidak dapat dipisahkan dari peranan filsafat, sebaliknya
perkembangan ilmu memperkuat keberadaan filsafat.
Dewasa ini  kajian filsafat sudah menjadi bahan ajar bagi tiap-tiap
universitas, berbagai kajian mengenai hakikat kehidupan.
Bagaimanakah kehidupan ini? Dan untuk apa kehidupan ini?, manusia
mempunyai seperangkat pengetahuan yang bisa membedakan antara
benar dan salah, baik dan buruk. Orang lain yang mampu memberikan
penilaian secara objektif dan tuntas serta pihak lain yang melakukan
penilaian sekaligus memberikan arti, itu adalah pengetahuan yang
disebut filsafat.
Ditinjau dari segi historis, hubungan antara filsafat dan ilmu
pengetahuan mengalami perkembangan yang sangat menyolok.Pada
permulaan sejarah filsafat di Yunani, “philosophia” meliputi hampir
seluruh pemikiran teoritis. Tetapi dalam perkembangan ilmu
pengetahuan di kemudian hari, ternyata juga kita lihat adanya
kecenderungan yang lain.
Mengetahui perkembangan filsafat sangatlah penting peranannya
terhadap perkembangan pemikiran manusia untuk kedepannya.
Sebab, pembahasan tentang filsafat akan menyelidiki, menggali, dan
menelusuri sedalam, sejauh, dan seluas mungkin semua tentang
hakikat hidup dan aspek di dalamnya. Dalam hal ini, kita bisa
mendapatkan gambaran bahwa filsafat merupakan akar dari semua
ilmu dan pengetahuan yang berkembang di muka bumi ini.
B. Rumusan Masalah
Dari Uraian di atas maka penulis memberikan rumusan masalah
pada makalah ini sebagai berikut:
1. Bagaimana Sejarah Perkembangan Filsafat Pada Masa Yunani
Kuno
2. Bagaimanakah Sejarah Perkembangan Filsafatat Pada Abad
Pertengahan
3. Bagaimana Sejarah Perkembangan Filsafat Pada Masa Modern
4. Bagaimana Sejarah Perkembangan Filsafat Pada Masa
Kontemporen
5. Apa pengertian filsafat pendidikan jasmani
6. Apa landasan pendidikan jasmani
C. Tujuan Pembahasan
1.  Menjelaskan Sejarah Perkembangan Filsafat Pada Masa Yunani
Kuno
2. Menjelaskan Sejarah Perkembangan Filsafatat Pada Abad
Pertengahan
3. Menjelaskan Sejarah Perkembangan Filsafat Pada Masa Modern
4. Menjelaskan Sejarah Perkembangan Filsafat Pada Masa
Kontemporen
5. Menjelaskan pengertian filsafat pendidikan jasmani
6. Menjelaskan landasan pendidikan jasmani
BAB II

PEMBAHASAN

A.    Sejarah Perkembangan Filsafat Pada Yunani Kuno


Untuk mempelajari filsafat kita tidak bisa terlepas dari belajar
atau mengkaji sejarah filsafat. Hal ini sangat penting mengingat dalam
mempelajari sejarah kita juga akan mempelari ruang lingkup dimensi
yang ada dalam ruang dan waktu yang melandasi suatu fenomena.
 Dengan fenomena yang ada kita bisa mengetahui sebab dan
akibat yang saling terkait. Oleh karena itu dalam kajian filsafat belajar
sejarah filsafat merupakan metode bahkan merupakan subject
matter sebagaimana ,yang dijelaskan Wiramhardja: “sejarah filsafat
merupakan metode yang terkenal dan banyak digunakan orang dalam
mempelajari filsafat bahkan merupakan metode yang sangat penting
dalam belajar berfilsafat. Sejarah filsafat pun merupakan subject
matter itu sendiri”. [2]
Mempelajari sejarah filsafat berarti kita mempejari dengan dasar
kategori waktu mengenai pemikira secara kronologis, yang di
dalamnya antara lain, tempat kejadian, lingkungan sosial, kebudayaan
yang melingkupiya. Dengan mempelajari berbagai latar belakang
yang merupakan bagian dari kronologi maka kita akan mengetahui
watak dari pemikiran berdasarkan pereode sejarah tertentu.
Disamping itu seringkali persoalan-persoalan hanya dapat
dipahami jika dilihat dari perkembangan sejarahnya. Pemikiran para
filosof besar seperti Aristoteles, Thomas Aquino, Imanuel Kant hanya
dapat dimengerti dari aliran aliran yang mendahului mereka. Aliran
yang satu biasanya tesis dan yang lainnya merupakan sintesis, atau
bisa jadi merupakan reaksi dari pemikiran yang lain pada masa yang
berbeda. Dan dari seluruh perjalanan pemikiran filsafat itu menjadi
sangat terlihat juga persoalan-persoalan manakah yang selalu tampil
kembali bagi setiap kurun waktu[3].
 Maka untuk mengetahui watak dan karakter masing – masing
pereode waktu atau dalam sejarah filsafat maka penulis membagi
sejarah filsafat menjadi, pertama zaman Yunani Kuno atau Filsafat
Alam (600 SM – 200 SM). Kedua Zaman Keemasan (470 SM – 300
SM). Kemudian yang ketiga dilanjutkan pada masa Abad Pertengahan
pada masa Filsafat Islam (Arab) (awal abad VIII M – abad XII
M).  pereode Kristen (abad IX – XII M). Kemudian masuk pada
zaman modern (1600 – 1800 M), diteruskan Zaman Baru (1800  –
1950 M). Dan terakhir adalah Postmodernism atau Kontemporer
(1950 -…M) .[4]
1.      Pra Socrates
Pada masa awal ini sering di sebut dengan filsafat
alam. Penyebutan tersebut didasarkan pada munculnya banyak
pemikir/filosof yang memfokuskan pemikirannya pada apa yang
diamati di sekitarnya, yakni alam semesta. Mereka memikirkan alam-
mencari unsur induk yang dianggap asal dari segala sesuatu.
Pandangan para filosof ini melahirkan monisme, yaitu aliran yang
menyatakan bahwa hanya ada satu kenyataan fundamental. Kenyataan
tersebut dapat berupa jiwa, materi, Tuhan atau sebutansi lainnya yang
tidak dapat di ketahui.[5]
Pada zaman masa ini para filosof mulai berfikir ulang dan tidak
mempercayai sepenuhnya pengetahuan yang didasarkan pada mitos-
mitos, legenda, kepercayaan yang sedang menjadi meanstream di
masyarakat waktu itu. Mereka mempercayai bahwa pengetahuan bisa
didapatkan melalui proses  pemikiran dan mengamati.
Salah satu pemikir pertama pada masa ini adalah Thales (624 –
545 SM) berfikiran bahwa zat utama yang menjadi dasar semua
kehidupan adalah air. Anaximander (610 – 546 SM) adalah murid dari
Thales, tetapi walaupun begitu Thales berbeda pendapat dengan
gurunya. Thales berfikiran bahwa permulaan yang pertama tidak bisa
ditemukan (apeiron) karena tidak memiliki sifat-sifat zat yang ada
sekarang. Ia mengatakan bahwa segala hal berasal dari satu subtansi
azali yang abadi, tanpa terbatas yang melingkupi seluruh alam. [6]
2.      Zaman Keemasan
Jika pada masa Pra Socrates para pemikir masih berkutat pada
wilayah kemenjadian, maka pada masa keemasan sudah masuk pada
pemikiran dan keutamaan moral. Pada masa keemasan kajian sudah
mengarah kepada manusia sebagai objek pemikiran. Pada masa ini
juga sudah mulai berkembang dialektis- kritis untuk menunjukkan
kebenaran.
Socrates (470 – 399 SM) merupakan generasi pertama dari tiga
filsafat besar dari Yunani. Pemikiran Socrates sangat dipengaruhi oleh
kondisi kaum “sophis”  cerdik cendekia yang dalam mengajarkan
pengetahuannya meminta imbalan. Dan pada masa hidupnya
kekuasaan politik di Athena sedang dikuasai oleh para “sophis”  yang
jahat dan sombong pada masa sebelumnya.
Socrates adalah seorang yang meyakini bahwa menegakkan
moral merupakan tugas filosof, yang berdasarkan ide-ide rasional dan
keahlian dalam pengetahuan. Menurut Socrates ada kebenaran
objektif yang tidak tergantung pada saya atau kita. Setiap orang bisa
berpendapat benar dan salah tergantung pada pengujian rasionya.
Socrates percaya bahwa kebaikan berasal dari pengetahuan diri,
manusia pada dasarnya adalah jujur, dan kejahatan merupakan upaya
akibat salah pengarahan yang membebani kondisi seseorang. Ia
menjelaskan gagasan sistematis bagi pembelajaran mengenai
keseimbangan alam dan lingkungan yang kemudian akan mengarah
pada perkembangan method ilmu pengetahuan. Socrates berpendapat
bahwa pemerintahan yang ideal harus melibatkan orang-orang yang
bijak, dan dipersiapkan dengan baik dan mengatur kebaikan-kebaikan
untuk masyarakat. [7]
Socrates memiliki pandangan atau gagasan tunggal dan
transenden yang ada di balik pergerakan ini. Sampai dia di suruh
bunuh diri meminum racun karena pandangannya dianggap meracuni
kepercayaan umum yang saat itu masyarakat mempercayai kuil dan
dewa-dewa.
Berikutnya adalah Plato (427 – 347 SM) adalah murid Socrates.
Menurutnya dunia yang tampak ini sebuah bayangan atau refleksi dari
dunia yang ideal.  Bahkan kebenaran dan definisi lahir bukan dari
hasil dialog melainkan hasil bayangan dari dunia ide. Menurutnya
dunia ide adalah realitas yang sebenarnya.  Untuk menjelaskan
tentang pemikiran filosofisnya Plato membagi realitas menjadi dua
yakni pertama dunia ide. Kedua dunia baying-bayang dan dunia yang
tampak ini adalah di dalamnya.
Aristoteles (384 – 322 SM) adalah filosof yang sangat
berpengaruh sama sebagaimana Plato, namun Aristoteles
sangat empiris dan mulai memperlihatkan kecenderungan berfikir
yang saintific. Menururnya tidak ada sesuatu pun di dalam kesadaran
yang belum pernah dialami oleh indra. Seluruh pemikiran dan
gagasan yang masuk ke dalam kesadaran kita melaui apa yang pernah
kita lihat dan dengar sebelumnya.[8] 
Manusia memiliki akal pembawaan untuk mengorganisasikan
seluruh kesan inderawi ke dalam kategori-kategori atau kelompok-
kelompok. Aristoteles juga mulai membagi benda dengan melaui
“bentuk” dan “substansi” nya. [9] Selain pemikiran yang empiris ini,
Aristoteles juga mengembangkan logika, bahkan Aristoteles terkenal
dengan bapak logika. Logikanya disebut logika tradisional, sebab
nanti berkembang logika modern.

B.       Sejarah Perkembangan Filsafat Pada Abad Pertengahan


Filsafat abad pertengahan sering disebut
filsafat scholastic, karena sekolah-sekolah  yang ada sudah
mengajarkan hasil dari pemikiran filsafat . Pada abad ini
perkembangan filsafat sangat di pengaruhi oleh agama, sehingga
pokus kajiannya lebih banyak membahas dan
membicarakan Theocentris (Tuhan).
Secara histori peradaban yang dibangun oleh Yunani mengalami
masa kejayaan sudah sangat berkembang pesat dan besar, sehingga
mempengaruhi pemikiran di Eropa. Karena pada saat di Eropa
muncul peradaban Kristen. Namun pada pereode selanjutnya
dominasi gereja semakin berlanjut, sampai pada titik belenggu
kehidupan pemikiran manusia.
Gereja memberlakukan aturan yang sangat ketat terhadap
pemikiran manusia, termasuk pemikiran tentang teologi. Hanya pihak
gereja yang berhak mengadakan penyelidikan terhadap agama.
Kendati demikian ada saja  pihak-phak pemikir yang melanggar
peraturan tersebut, dan mereka dianggap orang yang murtad, dan
kemudian diadakan pengejaran. Pengejaran terhadap orang-orang
yang murtad ini mencapai puncaknya pada akhir abad XII dan yang
paling berhasil di Spanyol.[10]
             Pada abad IV Agustinus (354-430) adalah pemikir besar yang
berpengaruh terhadap pemikiran yang berkembang. Pada Agustinus
pemikirannya merupakan integrasikan dari teologi Kristen dan
pemikiran filsafatinya. Ia sendiri tidak sepaham dengan pendapat
yang mengatakan bahwa filsafat itu otonom atau lepas dari iman
kristiani.
 Pada pemikiran masa ini ada beberapa hal yang penting dan
sebagai maenstream yaitu rasio insani hanya dapat abadi jika
medapatkan penerangan dari rasio Ilahi. Tuhan adalah guru yang
tinggal dalam batin kita dan menerangi roh manusia. [11] Abad
pertengahan yang memasuki masa keemasan filsafat masih dipelajari
dalam hubugannya dengan teologi. Namun wacana filsafat masih
hidup dan dipelajari walaupun tidak secara terbuka dan mandiri.
Pada zaman ini dikenal sebagai Abad Pertengahan (400-1500 ).
Filsafat pada abad ini dikuasai dengan pemikiran keagamaan
(Kristiani). Puncak filsafat Kristiani ini adalah Patristik (Bapa-bapa
Gereja) dan Skolastik Patristik sendiri dibagi atas Patristik Yunani
(atau Patristik Timur) dan Patristik Latin (atau Patristik Barat).
Tokoh-tokoh Patristik Yunani ini anatara lain Clemens dari
Alexandria (150-215), Origenes (185-254), Gregorius dari Naziane
(330-390), Basilius (330-379). Tokohtokoh dari Patristik Latin antara
lain Hilarius (315-367), Ambrosius (339-397), Hieronymus (347-420)
dan Augustinus (354-430). Ajaran-ajaran dari para Bapa Gereja ini
adalah falsafi-teologis, yang pada intinya ajaran ini ingin
memperlihatkan bahwa iman sesuai dengan pikiran-pikiran paling
dalam dari manusia. Ajaran-ajaran ini banyak pengaruh dari Plotinos.
Pada masa ini dapat dikatakan era filsafat yang berlandaskan akal-
budi diabdikan untuk dogma agama.
Zaman Skolastik (sekitar tahun 1000), pengaruh Plotinus diambil
alih oleh Aristoteles. Pemikiran-pemikiran Ariestoteles kembali
dikenal dalam karya beberapa filsuf Yahudi maupun Islam, terutama
melalui Avicena (Ibn. Sina, 980-1037), Averroes (Ibn. Rushd, 1126-
1198) dan Maimonides (1135-1204). Pengaruh Aristoteles demikian
besar sehingga ia (Aristoteles) disebut sebagai Sang Filsuf sedangkan
Averroes yang banyak membahas karya Aristoteles dijuluki sebagai
Sang Komentator. Pertemuan pemikiran Aristoteles dengan iman.[12]
Kristiani menghasilkan filsuf penting sebagian besar dari ordo
baru yang lahir pada masa Abad Pertengahan, yaitu, dari ordo
Dominikan dan Fransiskan. Filsafatnya disebut Skolastik karena pada
periode ini filsafat diajarkan dalam sekolah-sekolah biara dan
universitas-universitas menurut suatu kurikulum yang baku dan
bersifat internasional. Inti ajaran ini bertema pokok bahwa ada
hubungan antara iman dengan akal budi.
Pada masa ini filsafat mulai ambil jarak dengan agama, dengan
melihat sebagai suatu kesetaraan antara satu dengan yang lain (Agama
dengan Filsafat) bukan yang satu mengabdi terhadap yang lain atau
sebaliknya. Sampai dengan di penghujung Abad Pertengahan sebagai
abad yang kurang kondusif terhadap perkembangan ilmu, dapatlah
diingat dengan nasib seorang astronom berkebangsaan Polandia N.
Copernicus yang dihukum kurungan seumur hidup oleh otoritas
Gereja, ketika mengemukakan temuannya tentang pusat peredaran
benda-benda angkasa adalah matahari (Heleosentrisme).[13]
Teori ini dianggap oleh otoritas Gereja sebagai bertentangan
dengan teori geosentrisme (Bumi sebagai pusat peredaran benda-
benda angkasa) yang dikemukakan oleh Ptolomeus semenjak zaman
Yunani yang justru telah mendapat mandat dari otoritas Gereja.
[14] Oleh karena itu dianggap menjatuhkan kewibawaan Gereja, itu
sebabbnya N. opernicus di hokum oleh kerajaan atas perintah gereja.

C.      Sejarah Perkembangan Filsafat pada Zaman


Modern (Eropa)
Istilah modern itu sendiri tidak jelas apa maksudnya. Lazimnya,
istilah modern menampilkan kesombongan dan arogan, bahkan
menampik buah pikiran yang telah lahir sebelumya disebut juga
sebagai suatu pemberontakan yang sedikit dilebih-lebihkan. Sehingga
pemikiran filsafat modern lebih cendrung membicarakan hal-
hal antroposentris artinya mebicarakan apa yang ada dalam dirinya.
Adapun filsafat modern memiliki ciri khas dan karakter dalam
mendapatkan kebenaran, cirinya adalah kesangsian terhadap
kebenaran itu sendiri. Maka dalam mendapatkan kebenaran yang
sejati adalah dengan kesangsian dan keraguan.  Sama halnya dengan
kaum pasca-modernisme yang memberontak terhadap pemikiran
modern yang terlalu menghargai rasio.
Mengenai siapa “founding fathers” Zaman Modern ini, beberapa
ahli berpendapat adalah Rene Descartes dengan pikiran rasionalitas,
John Locke dengan pemikiran empirisnya, Immanuel Kant dengan
kritis melihat ketidak sempurnaan. Baik pada Descartes, Locke
maupun Kant mengatakan bahwa, “pengamatan tanpa konsep adalah
buta, sedangkan tanggapan tanpa penglihatan adalah hampa.” Ia
berpendapat, bahwa pengetahuan itu dasarnya adalah pengamatan dan
pemikiran.
Untuk melihat lebih mudah, maka filsafat modern dibagi
menjadi beberapa  kelompok, yaitu: (1) rasionalisme, empirisme, dan
kritisisme. (2) dialektika idealisme dan dialektika materialisme,
(3)fenomenologi dan eksistensialime, serta (4) filsafat kontemporer
dan pasca-modernisme.[15]
Para pemikir rasional menuntut kenyataan sejati yang berdasar
pada pemikiran, sehingga hukum pengetahuan sangat jelas. Hal ini
bisa berlaku jika hanya pengetahuan bersifat apriori. Dasar
pengetahuan adalah sensasi yang berasal dari rangsangan-rangsangan
yang berdasar pada pengalaman. Menurut kaum kritisisme (Kant)
ilmu pengetahan harus memiliki kepastian sehingga rasionalisme
adalah benar. Ilmu pengetahuan harus mau dan berkembang didasari
oleh kenyataan-kenyataan yang berkembang pula.
Dialektika idealism merupakan hasil dari pemikiran Georg
Wilhelm Friedrich Hegel (1770 – 1831) yang sangat berorientasi pada
ilmu sejarah, alam, dan hukum. Hegel menyatakan bahwa segenap
realitas bersifat rasional, dan yang rasional bersifat nyata. Ia sangat
mementingkan rasio, tetapi bukan hanya rasio pada
perseorangan,melainkan rasio pada subjek absolute. Kemudian
dealektika Hegel adalah pemikiran yang berusaha mendamaikan,
mengkromomikan daua pandangan atau lebih atau keadaan yag
bertentangan menjadi satu keatuan. Hegel berpendpat bahwa
pertentangan adalah “bapak”segala hal.
Ada tiga hal dalam fase  dielektika, pertama tesis menampilkan
lawannya antithesis sebagai fase kedua. Kemudian, timbullah fase
ketiga yang mendamaikan kedua fase itu, yaitu :”aufgehoben” artinya
bermacam-macam di cabut, ditiadakan, dan tidak berlaku lagi. Hal ini
disebut sintesis. Dalam sintesis terdapat tesis dan antithesis, keduanya
diangkat pada satu taraf yang baru. Jadi tesis dan antithesis tetap ada,
hanya lebih sempurna.
Mengenai materilisme yang muncul “berlawanan” dengan
idealisme dapat dikemuakakan sebagai berikut. Berdasarkan
dialektika materialime bahwa seluruh kenyataan sejati adalah materi,
sehingga apapun dapat dijelaskan dalam proses material. Materialisme
terbagi menjadi dua, pertama materialisme yang meneruskan masa
“aufklaerung” yang banyak digunakan dalam meneruskan tradisi ilmu
pengetahuan alam atau disebut materialisme ilmiah. Kedua
materialisme filsafat yang merupakan reaksi atas idealism.
Filsafat materialism adalah “Hegelian kiri” yang memberikan
kritik tajam atas pemikiran Hegel yang dipandangnya sebagai puncak
rasionaisme modern. Pengikut pertama hegelan kiri adalah Ludwig
Feuerbach (1804 – 1872). Menurutnya dalam rasionalisme selalu ada
suasana religious sehingga pengenalan inderawi kurang mendapat
penghargaan yang semestinya.[16]

D.      Sejarah Perkembangan Filsafat pada Masa Kontemporer


Pada masa ini pembicaraan filsafat lebih banyak mebahas dan
membicrakan maslah logocentris (kata/kalimat), inipun terjadi pada
filosof-filosuf eropa, lain halnya dengan di Amerika lebih
bersifat Pragmatis, artinya mereka akan mengambilnya jika filsafat
itu menguntungkan bagi mereka.
Perkembangan pemikiran filsafat pengetahuan memperlihatkan
aliran-aliran besar: rasionalisme, empirisme dan idealisme dengan
mempertahankan wilayah-wilayah yang luas. Dibandingkan dengan
filsafat abad ketujuh belas dan abad kedelapan belas, filsafat abad
kesembilan belas dan abad kedua puluh banyak bermunculan aliran-
aliran baru dalam filsafat tetapi wilayah pengaruhnya lebih tertentu.
Akan tetapi justru menemukan bentuknya (format) yang lebih bebas
dari corak spekulasi filsafati dan otonom.
Aliran-aliran tersebut antara lain: positivisme ialah Paradigma
ilmu pengetahuanyang paling awal muncul dalam dunia ilmu
pengetahuan,[17] fenomenologi yakni hanyalah suatu gaya berfikir,
bukan suatu mazhab filsafat. Pendapat lain fenomenologi merupakan
suatu metode dalam mengamati, memahami, mengartikan dan
memaknakan sesuatu sebagai pendirian atau suatu aliran filsafat.[18]
Aliran lainnya ada namanya marxisme, eksistensialisme,
pragmatisme, neokantianisme, neo-tomisme, sedangkan dalam aliran
filsafat pendidikan ada namanya Progresivisme (fleksibel artinya
lentur tidak kaku, toleran, terbuka maksudnya ingin mengetahuai dan
menyelidiki demi pengembangan ilmu), esensialisme yakni kembali
ke kebudayaan lama karena banyak melakukan kebaikan bagi
manusia, perennialisme memiliki arti kekal tiada akhir, dan
konstruksionalisme yakni berusaha membina suatu consensus untuk
tujuan utama dan tertinggi dalam kehidupan manusia.[19]
Menurut A. Comte (1798-1857),[20] pemikiran manusia dapat
dibagi kedalam tiga tahap/fase, yaitu tahap:
(1) teologis, (2) Metafisis, dan (3) Positif-ilmiah. Bagi era manusia
dewasa (modern) ini pengetahuan hanya mungkin dengan
menerapkan metode-metode positif ilmiah, artinya setiap pemikiran
hanya benar secara ilmiah bilamana dapat diuji dan dibuktikan dengan
pengukuran-pengukuran yang jelas dan pasti sebagaimana berat, luas
dan isi suatu benda. Dengan demikian Comte menolak
spekulasi metafisik, dan oleh karena itu ilmu sosial yang digagas
olehnya ketika itu dinamakan Fisika Sosial sebelum dikenal sekarang
sebagai Sosiologi.
Bisa dipahami, karena pada masa itu ilmu-ilmu alam (Natural
sciences) sudah lebih mantap dan mapan, sehingga banyak
pendekatan dan metode-metode ilmu-ilmu alam yang diambil-oper
oleh ilmu-ilmu sosial (Social sciences) yang berkembang sesudahnya.
Pada periode terkini (kontemporer) setelah aliran-aliran sebagaimana
disebut di atas munculah aliran-aliran filsafat,
misalnya : Strukturalisme dan Postmodernisme. Strukturalisme
dengan tokoh-tokohnya misalnya C. Lévi-Strauss, J. Lacan dan M.
Faoucault. Tokoh-tokoh Postmodernisme antara lain. J. Habermas, J.
Derida.[21]
Kini oleh para epistemolog (ataupun dari kalangan sosiologi
pengetahuan) dalam perkembangannya kemudian, struktur ilmu
pengetahuan semakin lebih sistematik dan lebih lengkap (dilengkapi
dengan, teori, logika dan metode sain), sebagaimana yang
dikemukakan oleh Walter L.Wallace dalam bukunya The Logic of
Science in Sociology. Dari struktur ilmu tersebut tidak lain hendak
dikatakan bahwa kegiatan keilmuan/ilmiah itu tidak lain
adalah penelitian (search dan research). Demikian pula hal ada dan
keberadaan (ontologi/metafisika) suatu ilmu/sain berkaitan dengan
watak dan sifat-sifat dari obyek suatu ilmu /sain
dan kegunaan/manfaat atau implikasi (aksiologi) ilmu /sain juga
menjadi bahasan dalam filsafat ilmu.

E. Pengertian Filsafat Pendidikan

Kata filsafat berasal dari bahasa yunani kuno, philos artinya cinta dan
shopia
artinya kearifan atau kebijakan. Filsafat berarti cinta yang mendalam
terhadap
kearifan atau kebijakan. Dan dapat pula diartikan sebagai sikap atau
pandangan
seseorang yang memikirkan segala sesuatunya secara mendalam dan
melihat dari segi yang luas dan menyeluruh dengan segala hubungan.
Menurut Harold Titus, dalam arti sempit filsafat diartikan sebagai
sains yang berkaitan dengan metodologi, dan dalam arti luas filsafat
mencoba mengintegrasikan pengetahuan manusia yang berbeda-
bedadan menjadikan suatu pandangan yang komprehensif tentang
alam semesta hidup, dan makna hidup. Secara istilah, filsafat
mengandung banyak pengertian sesuai sudut pandang para ahli
bersangkutan, diantaranya :
-Muhammad Noor Syam (1986) merumuskan pengertian filsafat dari
dua sisi.
Pertama, filsafat sebagai aktivitas berfikir murni, atau kegiatan akal
manusia dalam
usaha mengerti secara mendalam mengenai segala sesuatu. Pengertian
filsafat disini ialah berfilsafat. Kedua, filsafat sebagai produk kegiatan
berfikir murni. Jadi
merupakan suatu wujud ilmu sebagai hasil pemikiran dan
penyelidikan berfilsafat,
sehingga merupakan suatu bentuk perbendaharaan yang terorganisasi,
memiliki
sistematika tertentu filsafat juga diartikan satu bentuk ajaran tentang
sesuatu atau
tentang segala sesuatu sebagai satu ideology.

-Menurut Hasbullah Bakry (dalam Prasetya, 1997) filsafat adalah


ilmu yang
menyelidiki segala sesuatu dengsn mendalam mengenai ketuhanan,
alam semesta dan manusi sehingga dapat menghasilkan pengetahuan
tentang bagaimana hakekatnya sejauh yang dapat dicapai akal
manusia dan bagaimana sikap manusia itu seharusnyasetelah
mengetahui pengetahuan itu.

Filsafat adalah pandangan hidup seseorang atau sekelompok


orang yang
merupakan konsep dasar mengenai kehidupan yang dicita-citakan.
Filsafat juga diartikan sebagai suatu sikap seseorang yang sadar dan
dewasa dalam memikirkan segala sesuatu secara mendalam dan ingin
melihat dari segi yang luas dan menyeluruh dengan segala hubungan.
Kata pendidikan berasal dari kata didik. Dalam kamus besar
bahasa Indonesia, pendidikan adalah proses pengubahan sikap dan
tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan
manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan.
Para ahli mengemukakan definisi pendidikan adalah sebagai berikut :
a.McLeod : “pendidikan berarti perbuatan atau proses perbuatan
untuk
memperoleh pengetahuan.”
b.Tardif : “pendidikan adalah seluruh tahapan pengembangan
kemampuan-
kemampuan dan prilaku-prilaku manusia dan juga proses penggunaan
hampir seluruh pengalaman kehidupan.”
c.Poerbakawatja dan Harahap : “pendidikan ialah usaha secara
sengaja dari
orang dewasa untuk dengan pengaruhnya meningkatkan si anak ke
kedewasaan yang selalu diartikan mampu menimbulkan tanggung
jawab moril dari segala
perbuatannya.”
d.Henderson : “pendidikan merupakan suatu proses pertumbuhan dan
perkembangan sebagai hasil interaksi individu dengan lingkungan
sosial dan
lingkungan fisik, berlangsung sepanjang hayat sejak manusia lahir.”
Pendidikan adalah ikhtiar atau usaha manusia dewasa untuk
mendewasakan peserta
didik agar menjadi manusia mandiri dan bertanggung jawab baik
terhadap dirinya
maupun , orang lain, hewan, dan sebagainya. Ikhtiar mendewasakan
mengandung
makna yang sangat luas, yaitu transfer pengetahuan dan keterampilan,
bimbingan dan arah penguasaan pengetahuan, keterampilan, dan
pembinaan kepribadian, sikap moral dan sebagainya.
e.Al-Syaibany mengartikan bahwa filsafat pendidikan ialah aktifitas
pikiran
yang teratur yang menjadi filsafat tersebut sebagai jalan untuk
mengatur,
menyelaraskan dan memadukan proses pendidikan. Artinya, bahwa
filsafat
pendidikan dapat menjelaskan nilai-nilai dan maklumat-maklumat
yang diupayakan untuk mencapainya, maka filsafat pendidikan dan
pengalaman kemanusiaan merupakan factor yang integral atau satu
kesatuan.

Dengan demikian, filsafat pendidikan itu adalah filsafat yang


memikirkan
tentang masalah kependidikan. Oleh karena ada kaitan dengan
pendidikan, filsafat
diartikan sebagai teori pendidikan dengan segala tingkat. Peranan
filsafat pendidikan
merupakan sumber pendorong adanya pendidikan. Dalam bentunya
yang terperinci
kemudian filsafat pendidikan menjadi jiwa dan pedoman asasi
pendidikan.
F. Ruang Lingkup Filsafat Pendidikan
Pola dan system berpikir filosofis demikian dilaksanakan dalam ruang
lingkup
yang menyangkut bidang-bidang sebagai berikut :
1. Cosmologi yaitu suatu pemikiran dalam permasalahan yang
berhubungan
dengan alam semesta, ruang dan waktu, kenyataan hidup manusia
sebagai
makhluk ciptaan Tuhan, serta proses kejadian-kejadian dan
perkembangan
hidup manusia di alam nyata.
2. Ontology yaitu suatu pemikiran tentang asal-usul kejadian alam
semesta, dari
mana dan kearah mana proses kejadiannya.
Secara makro (umum) apa yang menjadi obyek pemikiran filsafat,
yaitu dalam
ruang lingkup yang menjangkau permasalahan kehidupan manusia,
alam semesta dan
sekitarnya adalah juga obyek pemikiran filsafat pendidikan. Tetapi
secara mikro
(khusus) yang menjadi obyek filsafat pendidikan meliputi :

1. Merumuskan secara tegas sifat hakikat pendidikan (The Nature Of


Education).
2. Merumuskan sifat hakikat manusia sebagai subyek dan obyek
pendidikan (The
Nature Of Man).
3. Merumuskan secara tegas hubungan antara filsafat, filsafat
pendidikan, agama dan
kebudayaan.
4. Merumuskan hubungan antara filsafat, filsafat pendidikan dan teori
pendidikan.
5. Merumuskan hubungan antara filsafat negara (Ideology), filsafat
pendidikan dan
politik pendidikan (sistem pendidikan).
6. Merumuskan sistem nilai norma atau isi moral pendidikan yang
merupakan tujuan
pendidikan.

Dengan demikian dari uraian tersebut diperoleh suatu kesimpulan


bahwa yang menjadi obyek filsafat pendidikan ialah semua aspek
yang berhubungan dengan upayamanusia untuk mengerti dan
memahami hakikat pendidikan itu sendiri, yang berhubungan dengan
bagaimana pelaksanaan pendidikan dan bagaimana tujuanpendidikan
itu dapat dicapai seperti yang dicita-citakan.

C. Tujuan Filsafat Pendidikan


1. Memberikan landasan dan sekaligus mengarahkan kepada proses
pelaksanaan
pendidikan
2. Membantu memperjelas tujuan-tujuan pendidikan
3. Melaksanakan kritik dan koreksi terhadap proses pelaksanaan
tersebut
4. Melakukan evaluasi terhadap metode dari proses pendidikan.

G.Pengertian Olahraga

Istilah olahraga dipakai sebagai terjemahan dari “sport”, walaupun


makna olahrga yang sebenarnya lebih luas dari pada itu. Dalam kurun
waktu thn 60 sampai 80 an, kata olahraga digunakan untuk segala
jenis kegiatan fisik; termasuk olahraga aerobik, jantung sehat, lari
pagi, dan olahraga pendidikan di sekolah-sekolah.
Pengertian olahraga (sport) dalam Declaration on sport yang
dikeluarkan International Council of sport and Physical Education
(ICSPE) dari UNESCO yaitu “setiap aktivitas berupa permainan yang
dilakukan dalam bentuk pertandingan melawan orang lain, unsur-
unsur alam, maupun diri sendiri”. Batasan tersebut dilengkapi dengan
semangat “fair play”, yaitu suatu sikap yang memandang lawan
bermain sebagai teman untuk bersama-sama membangun permainan,
sehingga dengan semangat fair play ini menjadikan olahraga
merupakan alat pendidikan yang ampuh.
Secara umum pengertian olahraga adalah sebagai salah satu aktivitas
fisik maupun psikis seseorang yang berguna untuk menjaga dan
meningkatkan kualitas kesehatan seseorang tersebut.
Menurut Freeman (2000), bahwa olahraga adalah suau bentuk
bermain yang terorganisir dan bersifat kompetitif.
Berdasarkan batasan olahraga tersebut, maka yang menjadi ciri-ciri
hakiki olahraga adalah : 1) aktivitas fisik, 2) Permainan, 3)
Pertandingan atau kompetisi, dan 4) fair play (Sportif).
Jika dilihat makna olahraga menurut pakar atau ahli diatas, pada
dasarnya olahraga berfungsi untuk menjaga, meningkatkan,
menyeimbangkan kesehatan sistem jasmani dan rihani seseorang dan
sekaligus meningkatkan rasa kebersamaan serta daya saing antar
seseorang/individu.
Dalam perkembagannya, ke dalam olahraga masuk pula jenis-jenis
permainan yang bukan aktivitas fisik yang melibatkan otot-otot besar
seperti halnya bridge, catur, bilyar, dan balap motor. Selain itu dengan
berkembangnya olahraga profesional telah melenturkan ciri
permainan, karena olahragawan mengubah tujuannya menjadi suatu
pekerjaan. Ciri hakiki olahraga yang masih utuh adalah pertandingan,
sehingga dapat dikatakan bahwa tak ada olahraga tanpa pertandingan.
H.Implikasi Pragmatisme dalam Pendidikan Jasmani dan
olahraga

pemikiran dalam kegiatan pendidikan jasmani dan olahraga Aliran


filsafat pragmatisme dalam perkembangannya telah mempengaruhi
yang meliputi unsur unsur antara lain sebagai berikut:
a. Kesenjangan antara Teori dan Praktek
Para pakar olahraga pada dasarnya mengadaptasi pengalaman
berbagai
penelitian ilmu alan dan ilmu sosial dalam mengembangkan teori atau
memecahkan masalah praktis, mereka cenderung memanfaatkan
pengalaman empirik sebagai bahan baku penyusunan teori dan untuk
mencapai kebenaran. Sejauh data empirik yang cukup terkumpul
secara obyektif untuk memperkuat suatu pendapat atau teori, sejauh
itu pulalah kebenaran dapat diterima oleh penganut pragmatisme.
Keabsahan teori yang baru, tergantung pada keajegan yang diperoleh
sehingga pengujian yang berulang-ulang terhadap kebenaran dan
pengungkapan suatu masalah oleh sejumlah peneliti, merupakan
kunci dapat diterima atau tidaknya sutu teori. Pengalaman
memberikan pelajaran, bahwa pengetahuan dalam pembinaan
pendidikan jasmani dan olahraga akan dianggap mubazir jika tidak
dapat diterapkan ke dalam situasi praktis. Saat ini untuk
mengumpulkan data yang teliti, cermat, dan sedikit
mungkin adanya kesalahan, maka beberapa instrumen untuk
melakukan tes dan pengukuran diciptakan. Beberapa alat pengukuran
tersebut antara lain treadmill dan ergo cycle yang digunakan sebagai
alat untuk mengukur kemampuan fisiologis.
Berdasarkan pengalaman-pengalaman terdahulu dan transformasi
berbagai bidang ilmu pengetahuan diharapkan dapat diperoleh
manfaat yang besar dan dapat digunakan secara praktis serta cocok
untuk kemajuan dan perkembangan pendidikan jasmani dan olahraga.

b. Tujuan
Tujuan pendidikan jasmani adalah pendidikan menyeluruh anak
didik. Latihan berpusat pada anak, yaitu anak didik diberikan
masalah atau bentuk-bentuk latihan yang menarik untuk dipecahkan
oleh setiap individu. Guru pendidikan jasmani yang pragmatis di
dalam proses pembelajarannya berusaha untuk menciptakan program
yang bervariasi, sehingga anak akan berkembang sesuai dengan
kemampuannya masing-masing. Pada aktivitas olahraga tujuannya
adalah prestasi, sehingga setiap anak dituntut untuk menampilkan
kerja motorik yang setinggi-tingginya guna memenangkan
pertandingan. Bahan ajar atau latihan merupakan target yang harus
dikuasai atlet.

c. Pemanduan Bakat
Dalam pendidikan jasmani, pemanduan bakat dipakai untuk
mengetahui “entry behavior” dalam menyusun program pembelajaran
sehingga berguna dan cocok diterapkan di lingkungan tempat siswa
tersebut belajar. Pemanduan bakat dalam olahraga bertujuan untuk
“memilih atlet yang unggul”, sehingga berguna dalam pencapaian
prestasi yang pesat. Atlet yang tidak berbakat atau yang
perkembangannya lamban harus ditinggalkan oleh pelatih karena
tidak berguna, dan dapat digantikan yang lainnya.
d. Bentuk Latihan
Dalam pendidikan jasmani, bentuk latihannya tidak harus berbentuk
pertandingan meskipun motif bertanding ada kalanya dapat
dimanfaatkan. Jadi
bentuk-bentuk latihannya diciptakan secara bervariasi, walaupun
ukuran dan bentuk permainannya dimodifikasi atau tidak sesuai
dengan pertandingan yang sesungguhnya. Bentuk latihan dalam
olahraga, selalu berbentuk pertandingan dan latihan latihan yang
dilakukan mengacu kepada pertandingan yang akan datang dan harus
dimenangkan.

e. Motivasi
Dalam pendidikan jasmani, pengalaman olahragawan ternama dapat
digunakan untuk memotivasi anak didik, dan mengenalkan dunia
olahraga yang kemungkinannya sebagai dunia mereka kelak.
Dalam olahraga, sekolah dipandang sebagai gudang bibit atlet yang
memberi harapan untuk berkembang menjadi olahragawan yang
tangguh, diharapkan dapat berguna mengharumkan nama bangsa di
event-event olahraga internasional.

I.Implementasi Filsafat Olahraga Terhadap Nilai Sosial

1. Dalam perkembangannya, olahraga semakin meluas dan


memiliki makna yang bersifat universal dan unik. Berasal dari
kegiatan fisik yang menyehatkan badan, mengisi waktu luang dan
media mengeksistensi-kan diri akhirnya bergeser menjadi kegiatan
yang multi kompleks, telah dipengaruhi dam mempengaruhi oleh
fenomena-fenomena lain seperti politik, ekonomi, dan sosial budaya.
2. Pada hubungan olahraga dengan politik terlihat dari intervensi
atau turut campur tangannya pemerintah atas sponsor, organisasi dan
fasilitas. Terlebih lagi pada pemerintahan di indonesia, peraturan,
kebujakan dan pendanaan oleh pemerintah mereflesikan adanya
kaitan yang sangat erat hubungannya anatara olahraga dan politik.
3. Sementara pada bidang sosial dan budaya terjadi pergeseran-
pergeseran positif, baik itu dari segi gender, RAS, agama ataupun
pembedaan kasta-kasta di masyarakat. Pada suatu even olahraga yang
diselenggarakan misalnya, lewat olahraga masyarakat dapat menyatu,
berbaur satu sama lain dan menghapus perbedaan-pebedaan yang
selama ini menjadi jurang pemish antara si kaya dan si miskin, si
hitam dan si putih.
4. Dewasa ini aktifitas olahraga juga telah dilakukan secara
profesional, hal ini dikarenakan dukungan dan perhatian pemerintah
terhadap bidang olahraga juga semakin meningkat, oleh sebab itu
pada saat sekarang ini banyak masyarakat yang menggantungkan
hidupnya pada olahraga, hal ini akan meningkatkan perkembangan
industri olahraga.
J.Azas dan Filsafah Penjas

1. Kedudukan dan makna pendidikan jasmani


Kemajuan teknologi informasi dan komunikasi yang sudah mencapai
tahap yang sangat maju, telah pula menghadapkan bangsa kita,
terutama para remaja dan anak-anak, pada gaya hidup yang semakin
menjauh dari semangat perkembangan total, karena lebih
mengutamakan keunggulan kecerdasan intelektual.
Sambil mengorbankan kepentinan keunggulan fisik dan moral
individu. Budaya hidup sednter (kurang gerak) karenanya semakin
kuat menggenjal di kalangan anak-anak dan remaja, berkombinasi
dengan semakin hilangnya ruang-ruang publik dan tugas kehidupan
yang memerlukan upaya fisik yang keras. Segalanya menjadi mudah,
sehingga lambat laun memampuan fisik manusia sudah diperlukan.

2. Hakikat Pendidikan Jasmani


Pendidikan jasmani pada hakikatnya adalah proses pendidikan yang
memanfaatkan aktivitas fisik untuk menghasilkan perubahan holistik
dalam kualitas individu, baik dalam hal fisik, mental, serta emosional.
Pendidikan jasmani memperlakukan anak sebagai sebuah kesatuan
utuh, makhluk total, daripada hanya menganggapnya sebagai
seseorang yang terpisah kualitas fisik dan mentalnya.
Pendidikan jasmani adalah suatu bidan kajian yang sungguh luas.
Titik perhatiannya adalah peningkatan gerak manusia. Lebih khusus
lagi, penjas berkaitan dengan hubungan antara gerak manusia dan
wilayah pendidikan lainnya : hubungan dari perkembangan tubuh-
fisik dengan pikiran dan jiwanya. Fokusnya pada pengaruh
perkembangan fisik terhadap wilayah pertumbuhan dan
perkembangan aspek lain dari manusia itulah yang menjadikannya
unik.
Tidak ada bidang tunggal lainnya seperti pendidikan jasmani yang
berkepentingan dengan perkembangan total manusia. Per-defenisi,
pendidikan jasmani di artikan dengan berbagai ungkapan dari kalimat.
Namun esensinya sama, Yang jika disimpulkan bermakna jelas,
bahwa pendidikan jasmani memanfaatkan alat fisik untuk
mengembangkan keutuhan manusia.
Dalam ikatan ini diartikan bahwa melalui titik, aspek mental dan
emosional pun turut terkembangkan, bahkan dengan penekanan yang
cukup dalam. Berbeda dengan bidang lain, misalnya pendidikan
moral, yang penekanannya benar-benar pada perkembangan moral,
tetapi aspek fisik tidak turut terkembangkan, baik langsung maupun
secara tidak langsung.
Sungguh, pendidikan jasmani ini karenanya harus menyebabkan
perbaikan dalam “pikiran dan tubuh” yang mempengaruhi seluruh
aspek kehidupan harian seseorang. Pendekatan holistik tubuh-jiwa ini
termasuk pula penekanan pada ketiga domain kependidikan:
psikomotor,kognitif, dan afektif
BAB III

PENUTUP
A.    Kesimpulan
1.      Perkembangan filsafat pada masa yunani kuno lebih focus
pembahasannya mengenai kosmosentris artinya yang difikirkan oleh orang-
orang terdahulu ialah alam semesta, entah bumi maupun matahari menjadi pusat
edar.
2.      Perkembangan filsafat pada masa pertengahan lebih banyak membicarah
tentang theocentris yaitu dimana yang menjadi topic pembicaraannya pada
masa itu ialah tentang keTuhanan.
3.      Sedangkan perkembangan filsafat pada masa modern atau bias juga
disebut masa eropa, lebih banyak kajiannya tentang antroposentris yakni
membicara pada diri manusia itu sendiri.
4.      Dan terakhir masa perkemkembangan filsafat pada masa kontemporer
atau sekarang, dimana yang menjadi pokok pembahasannya saat ini
ialah logosentris artinya membicarakan kata/kalimat tapi itu di Eropa,
sedangkan di Amerika lebih pragmatis yakni mereka akan mengambilnya jika
menguntungkan diri mereka dan membuangnya jika tidak berguna bagi mereka
walaupun berguna bagi orang lain.
B.     Komentar
Telah kita ketahui bahwa filsafat merupakan induk dari semua disiplin ilmu,
namun perlahan lahan disiplin ilmu mulai memisahkan diri dari filsafat. Mula
mula matematika dan dan fisika dan terakhir psikologi mulai memisahkan diri
walaupun masih ada yang menyatu, namun dalam jumlah kecil. Artinya,
cakupan filsafat menyentuh semua aspek disiplin ilmu maka marilah kita
dalami, pelajari dengan ikhtiar dan sungguh-sungguh agar apabila kita
menguasai filsafat maka pemikiran kita semakin luas dan dapat menguasai ilmu
pengetahuan secara ilmiah. Oleh karena itu berusahalah kita agar menjadi
filosof yang terkenal seperti mereka para ahli-ahli filsafat tersebut, InsyaAllah
amin.
DAFTAR PUSTAKA

Bakhtiar, Amsal. Filsafat Ilmu. Jakarta: Rajawali Pers, 2014.

Djumransjah, H. M. Filsafat Pendidikan. Malang: Bayumedia, 2006.

Hakim, Atang Abdullah dan Saebanu, Bani Ahmad. Filsafat


Umum.         Bandung: Pustaka Setia, 2008.

Muslim, Mohammad. Filsafat Ilmu. Yogyakarta: Belukar, 2006.

Jostein Gaarder, Dunia Sophie, (Terj.) Rahmani Astuti Bandung: Mizan, Cet


X, 2013.

Suterdjo A. Wiramihardja Pengantar Filsafat, Bandung: Refika Aditama,


2007.

Burhanudin, Salam. pengantar Filsafat, Jogyakarta: Bumi Aksara 2009.

Ali Maksum, Pengantar Filsafat Dari Masa Klasik Hingga


post  modernism, Ar-Ruzz Media: 2008
 

[1] Muslim, Mohammad. Filsafat Ilmu, (Yogyakarta: Belukar, 2006), hlm. 13

[2] Suterdjo A. Wiramihardjo. Pengantar Filsafat.  (Bandung: Refika Aditama


2007) hlm. 43.
[3] Burhanudin Salam. pengantar Filsafat (Jogyakarta: Bumi Aksara 2009)
hlm. 186.
[4] Suterdjo A. Wiramihardjo. Pengantar Filsafat.  (Bandung: Refika Aditama
2007) hlm. 45
[5] Burhanudin Salam. pengantar Filsafat (Jogyakarta: Bumi Aksara 2009)
hlm. 187.
[6] Ali Maksum Pengantar Filsafat Dari Masa Klasik Hingga
Postmodernisme (Ar-Ruzz Media:2008) hlm. 43 – 46.
[7] Ali Maksum Pengantar Filsafat Dari Masa Klasik Hingga
Postmodernisme (Ar-Ruzz Media:2008), hlm. 57
[8] Ali Maksum Pengantar Filsafat Dari Masa Klasik Hingga
Postmodernisme (Ar-Ruzz Media:2008), hlm. 60
[9] Jostein Gaarder, Dunia Sophie (Terj.) Rahmani Astuti (Bandung: Mizan.
Cet X. 2013) hlm. 176 – 184
[10] Ali Maksum Pengantar Filsafat Dari Masa Klasik Hingga
Postmodernisme (Ar-Ruzz Media:2008),  hlm. 99.
[11] Suterdjo A. Wiramihardja, Pengantar Filsafa,t  (Bandung: Refika
Aditama 2007), hlm 51
[12] Suterdjo A. Wiramihardja, Pengantar Filsafa,t  (Bandung: Refika
Aditama 2007), hlm 53
[13] Bakhtiar, Amsal. Filsafat Ilmu. (Jakarta: Rajawali Pers, 2014), hlm 19
[14] Hakim, Atang Abdullah dan Saebanu, Bani Ahmad. 2008. Filsafat
Umum. (Bandung: Pustaka Setia, 2008), hlm.  69
[15] Suterdjo A. Wiramihardja, Pengantar Filsafa,t  (Bandung: Refika
Aditama 2007), hlm 61.
[16] Suterdjo A. Wiramihardja, Pengantar Filsafa,t  (Bandung: Refika
Aditama 2007), hlm 61-64.
[17] Muslim, Mohammad. Filsafat Ilmu, (Yogyakarta: Belukar, 2006), hlm. 77
[18] Hakim, Atang Abdullah dan Saebanu, Bani Ahmad. 2008. Filsafat
Umum. (Bandung: Pustaka Setia, 2008), hlm.  87
[19] Djumransjah, H. M. Filsafat Pendidikan. (Malang: Bayumedia, 2006),
hlm 175
[20] Bakhtiar, Amsal. 2014. Filsafat Ilmu. (Jakarta: Rajawali Pers, 2014), hlm.
21
[21] Bakhtiar, Amsal. 2014. Filsafat Ilmu. (Jakarta: Rajawali Pers, 2014), hlm.
23

Anda mungkin juga menyukai