Bab I, 2,3,4,5
Bab I, 2,3,4,5
OLEH
MENGETAHUI
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL.......................................................................................i
HALAMAN PERSETUJUAN.......................................................................ii
HALAMAN PENGESAHAN.........................................................................iii
KATA PENGANTAR.....................................................................................iv
DAFTAR ISI....................................................................................................vii
DAFTAR TABEL...........................................................................................x
DAFTRA GAMBAR.......................................................................................xi
DAFTAR SINGKATAN.................................................................................xii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang......................................................................................1
B. Tujuan...................................................................................................6
C. Manfaat penulisan.................................................................................7
D. Sistematika penulisan............................................................................8
A. TINJAUAN TEORI..............................................................................10
1. Konsep Lansia................................................................................10
a) Pengertian Lansia....................................................................10
3
d) Faktor Risiko...........................................................................19
e) Konsekuensi Fungsional.........................................................21
a) Pengertian Konstipasi..............................................................23
c) Etiologi konstipasi...................................................................29
d) Patofisiologi............................................................................32
e) Pathway...................................................................................37
f) Penatalaksanaan......................................................................38
a) Pengkajian Keperawatan.........................................................46
b) Diagnosa Keperawatan............................................................67
d) Implementasi...........................................................................80
e) Evaluasi...................................................................................80
A. Kesimpulan..............................................................................................141
B. Saran........................................................................................................143
Daftar Pustaka
4
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Konstipasi merupakan gangguan pada pola eliminasi akibat adanya feses
kering atau keras yang melewati usus besar. Konstipasi adalah bukan penyakit
pengeluaran feses yang sulit, keras dan mengejan. BAB yang keras dapat
menyebabkan nyeri rectum. Kondisi ini terjadi karena feses berada di intestinal
lebih lama, sehingga banyak air yang diserap. Perjalanan feses yang lama
karena jumlah air yang diabsorpsi sangat kurang menyebabkan feses menjadi
kering dan keras (Mubarak, Indrawati, & Susanto, 2015). Konstipasi dengan
2017).
1.3. Tujuan
Tujuan Umum :
Mahasiswa dapat memberikan asuhan keperawatan pada pasien lansia dengan masalah
konstipasi.
Tujuan Khusus :
1.4. Manfaat
BAB 2
PENDAHULUAN
A. Konsep Lansia
1. Definisi Lansia
Menua atau menjadi tua adalah suatu proses biologis yang tidak dapat
dihindari. Proses penuaan terjadi secara alamiah. Hal ini dapat menimbulkan
Menua merupakan proses sepanjang hidup, tidak hanya bisa dimulai dari suatu
merupakan proses alamiah, yang berarti seseorang akan melewati tiga tahap
dalam kehidupannya yaitu masa anak, dewasa dan juga tua.(Mawaddah, 2020).
Jika ditanya kapan seseorang dikatakan lansia jawabannya adalah jadi kita
ada dua kategori lansia yaitu kategori usia kronologis dan usia biologis artinya
adalah jika usia kronologis adalah dihitung dalam atau dengan tahun kalender. Di
Indonesia usia pensiun 56 tahun biasanya disebut sudah lansia namun ada
Undang – undang mengatakan bahwa usia 60 tahun ke atas baru paling layak
atau paling tepat disebut usia lanjut usia biologis adalah usia yang sebenarnya
kenapa begitu karena dimana kondisi pematangan jaringan sebagai indeks usia
bertahan terhadap lesion atau luka (infeksi) dan memperbaiki kerusakan yang
7
diderita. Hal ini dikarenakan fisik lansia dapat menghambat atau memperlambat
al., 2020).
2. Ciri-Ciri Lansia
Menurut Oktora & Purnawan, (2018) adapun ciri dari lansia diantaranya :
sebagian datang dari faktor fisik dan faktor psikologis sehingga motivasi
akanmempercepat proses kemunduran fisik, akan tetapi ada juga lansia yang
memilikimotivasi yang tinggi, maka kemunduran fisik pada lansia akan lebih
lama terjadi.
b. Penyesuaian yang buruk pada lansia prilaku yang buruk terhadap lansia
buruk itu membuat penyesuaian diri lansia menjadi buruk pula. Contoh:
yang menyebabkan lansia menarik diri dari lingkungan, cepat tersinggung dan
3. Karakteristik Lansia
kawin (60 %) dan cerai mati (37 %). Adapun perinciannya yaitu lansia
perempuan yang berstatus cerai mati sekitar 56,04 % dari keseluruhan yang
cerai mati, dan lansia laki-laki yang 13 berstatus kawin ada 82,84 %. Hal ini
berstatus cerai mati lebih banyak dan lansia laki-laki yang bercerai umumnya
kawin lagi
c. Kebutuhan dan masalah yang bervariasi dari rentang sehat sampai sakit,
maladaptive.
4. Klasifikasi lansia
1). Usia pertengahan (middle age), yaitu kelompok usia 45-59 tahun
4). Lansia sangat tua (very old),yaitu kelompok usia lebih dari 90 tahun.
yang biasanya akan berdampak pada perubahan- perubahan pada jiwa atau diri
manusia, tidak hanya perubahan fisik, tetapi juga kognitif, perasaan, sosial dan
a. Perubahan fisik
Dimana banyak sistem tubuh kita yang mengalami perubahan seiring umur
kita seperti:
terutama terhadap bunyi suara atau nada-nada yang tinggi, suara yang tidak
jelas, sulit dimengerti kata-kata, 50% terjadi pada usia diatas 60 tahun. 2)
Sistem Intergumen: Pada lansia kulit mengalami atropi, kendur, tidak elastis
kering dan berkerut. Kulit akan kekurangan cairan sehingga menjadi tipis
b. Perubahan Kognitif
anak- anak muda juga pernah mengalaminya seperti: Memory (Daya ingat,
Ingatan)
c. Perubahan Psikososial
Sebagian orang yang akan mengalami hal ini dikarenakan berbagai masalah
efek samping obat, atau gejala penghentian mendadak dari suatu obat.
kanker lebih tinggi pada seseorang yang lama tidurnya lebih dari 9 jam
atau kurang dari 6 jam per hari bila dibandingkan. dengan seseorang yang
lama tidurnya antara 7-8 jam per hari. Berdasarkan dugaan etiologinya,
primer, gangguan tidur akibat gangguan mental lain, gangguan tidur akibat
kondisi medik umum, dan gangguan tidur yang diinduksi oleh zat.
11
Masalah kesehatan yang sering terjadi pada lansia berbeda dari orang dewasa,
masalah yang terjadi pada lansia sering disebut dengan sindroma geriatri
sering dikeluhkan oleh para lanjut usia dan atau keluarganya (istilah 14 1),
yaitu:
atau lebih.
kontraktur/ kekakuan otot dan sendi, infeksi paru-paru dan saluran kemih,
kasur anti dekubitus, monitor asupan cairan dan makanan yang berserat.
penyakit.
- Dipengaruhi oleh faktor intrinsik (faktor risiko yang ada pada pasien
misalnya alas kaki tidak sesuai, lantai licin, jalan tidak rata, penerangan
latihan cara berjalan, penguatan otot, alat bantu, sepatu atau sandal yang
dan/atau kesehatan.
-Inkontinensia urin akut terjadi secara mendadak dapat diobati bila penyakit
bermakna.
atau mengingat pengalaman yang lalu dan juga kehilangan pola sentuh,
lanjut usia sehingga sulit jarang mengeluh, sulitnya mengenal tanda infeksi
secara dini.
meningkatnya temperatur badan, dan hal ini sering tidak dijumpai pada usia
-Keluhan dan gejala infeksi semakin tidak khas antara lain berupa
tiba,badan menjadi lemas, dan adanya perubahan tingkah laku sering terjadi
cara memasangkan alat bantu dengar atau dengan tindakan bedah berupa
implantasi koklea
dengan memakai alat bantu kacamata atan dengan operasi pada katarak.
binatang peliharaan
hidup sendiri dan menjadi depresi. Beberapa orang dapat melakukan usaha
Asupan makanan berkurang sekitar 25% pada usia 40-70 tahun. Anoreksia
demensia) dan sosial (hidup dan makan sendiri) yang berpengaruh pada
dapatmemberikan penghasilan.
mengalami depresi.
-Akibat yang ditimbulkan antara lain efek samping dan efek dari interaksi
seorang lansia menjadi depresi. Selain itu beberapa penyakit juga dapat
- Berbagai keluhan gangguan tidur yang sering dilaporkan oleh lansia yaitu
sulit untuk masuk kedalam proses tidur, tidurnya tidak dalam dan mudah
terbangun, jika terbangun sulit untuk tidur kembali, terbangun dini hari,
- Agar bisa tidur: hindari olahraga 3-4 jam sebelum tidur, santai mendekati
waktu tidur, hindari rokok waktu tidur, hindari minum minuman berkafein
saut sore hari, batasi asupan cairan setelah jam makan malam ada nokturia,
batasi tidur siang 30 menit atau kurang, hindari menggunakan tempat tidur
Daya tahan tubuh menurun bisa disebabkan oleh proses menua disertai
seperti gangguan hormon, syaraf, dan pembuluh darah dan juga depresi.
-Akibatnya pengosongan usus menjadi sulit atau isi usus menjadi tertahan,
kotoran dalam usus menjadi keras dan kering dan pada keadaan yang berat
panti dan kebersihan lingkungan yang diciptakan antar individu (Brewster et al.,
2019). Faktor Psikologis yang menyebabkan gangguan tidur pada lansia panti
sangat beragam. Antara lain seperti kisah hidup traumatis, masalah rumah tangga
terdahulu, kekhawatiran masa kini dan masa depan, mimipi buruk dan perasaan
gelisah. Lansia yang stress dan memilih menghabiskan waktu siang nya untuk
tidur dapat memicu gangguan tidur di malam hari. Hal ini mempengaruhi
kualitas tidur secara negatif pada lansia (Aşiret & Dutkun, 2018). Status
kesehatan lanjut usia dipengaruhi oleh faktor gizinya. Status gizi pada lanjut usia
kesehatan, penurunan kualitas tidur, kualitas hidup dan mortalitas. Gizi kurang
maupun gizi lebih pada masa dewasa akhir dapat memperburuk kondisi
hidup dan aktivitas fisik dipengaruhi oleh keaktifan lansia sehari-hari, kebiasaan
menghabiskan waktu harian hal ini terkait dengan imobilitas yang dihubungkan
dengan tirah baring. Bedrest kronis mengganggu ritme sikardian / dan ritme
waktu tidur. Terlalu lama berbaring di tempat tidur di siang hari menyebabkan
episode bangun pendek di malam hari dan kualitas tidur lansia menjadi buruk.
C. Konsep Masalah
1. Definisi
feses kering atau keras yang melewati usus besar. Konstipasi adalah bukan
disertai dengan pengeluaran feses yang sulit, keras dan mengejan. BAB
yang keras dapat menyebabkan nyeri rectum. Kondisi ini terjadi karena
feses berada di intestinal lebih lama, sehingga banyak air yang diserap.
Perjalanan feses yang lama karena jumlah air yang diabsorpsi sangat
minggu, yang konsistensi tinja bersifat keras, kering dan kecil yang dapat
berhajat dari biasanya, tinja lebih keras dari pada sebelumnya dan pada
merupakan defekasi yang tidak teratur serta terjadi pengerasan pada feses
defekasi berkurang, dan retensi feses dalam rektum (Smeltzer & Bare,
2008).
a. Struktur kolon
1) Lapisan serosa
2) Lapisan otot
Lapisan otot pada usus besar merupakan lapisan otot polos yang
selanjutnya.
3) Lapisan submukosa
4) Lapisan mukosa
b. Bagian-bagian Kolon
1) Sekum (Caecum)
2) Kolon Asenden
3) Kolon Tranversum
4) Kolon Desenden
5) Kolon Sigmoid
sisi kiri bawah perut. Kolon sigmoid memiliki jaringan otot kuat
22
6) Rektum
7) Anus
dibuang dari tubuh melalui proses defekasi (buang air besar) yang
3. Etiologi
jadi lebih lambat, akibatnya, tektur feses jadi lebih padat dan kering
besar akibat pengalaman nyeri pada saat buang air besar sebelumnya,
biasanya disertai dengan fisura ani (robekan atau belahnya lapisan anus).
rektum dan kemudian kolon sigmoid yang akan menampung bolus tinja
proses akan berulang dengan sendirinya, yaitu tinja yang keras dan besar
menjadi lebih sulit dikeluarkan melalui kanal anus, dan akan menimbulkan
rasa sakit pada saat buang air besar (Juffrie, 2009). Selain karena menahan
pada saat buang air besar, penyebab lain anak mengalami konstipasi yaitu,
kurang cairan, kurang gerak, dan bisa karena penyakit yang lain seperti,
problem yang amat dikenal luas dirasakan oleh pasien stroke (Ginting et
al., 2015).
beberapa faktor antara lain diet rendah serat, kurang minum, kebiasaan
buang air besar yang tidak teratur, kurang olahraga, dan penggunaan obat-
obatan. Selain itu konstipasi juga dapat disebabkan oleh asupan serat,
probiotik, dan posisi saat buang air besar (Pradani dkk, 2015).
cairan. Jika terjadi gangguan fungsi kolon maka akan terjadi gangguan
stroke juga diakibatkan oleh gangguan pada saraf otonom (S.C. Smeltzer
4. Patofisiologi
sentral dan perifer, koordinasi dari system refleks, kesadaran yang baik
terlibat pada proses buang air besar (BAB) normal. Dorongan untuk
defekasi secara nomal dirangsang oleh distensi rektal melalui empat tahap
sfingter internal, relaksasi otot sfingter eksternal dan otot dalam region
Refleks buang air besar diilhami oleh refleks wajib yang diperantarai
oleh sistem sensorik usus. Kerusakan mesin yang paling banyak dikenal
pada pasien stroke ialah hemiparesis, yakni kekurangan pada bagian badan
dan hemiplegia atau hilangnya gerak pada bagian dari (Muttaqin, 2008).
dapat membuat feses mundur cukup lama ke rektum dan reabsorpsi cairan
pasien stroke tidak dapat bergerak secara mandiri dan kehilangan gerakan,
dari tirah baring yang tertunda yang menyebabkan kerangka terkait perut,
suara isi perut akan berkurang dan akan terjadi penyumbatan (Ginting,
2015).
26
Pembuangan kotoran adalah akhir dari siklus terkait perut. Bagian sisa
makanan yang tidak dapat diproses lagi oleh sistem pencernaan, akan
makanan dikonsumsi oleh tubuh. Kemudian, pada saat itu massa bergerak
peristaltik organ dalam. Buang air besar secara teratur terjadi pada lebih
Menurut PPNI (2016) tanda dan gejala konstipasi disajikan dalam tabel :
Subjektif Objektif
Defekasi kurang dari 2 kali seminggu Feses keras
Pengeluaran feses lama dan sulit Peristaltic usus menurun
Sumber : PPNI, Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (2016)
Subjektif Objektif
Mengejan saat defekasi Distensi abdomen
Kelemahan umum
Teraba massa pada rectal
Sumber : Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (2016)
dibanding sebelumny;
27
kering dan padat atau sebab ambeyen yang akhirnya ketika duduk
merasakan ketidaknyamanan;
6. Komplikasi Konstipasi
pemaksaan untuk buang air besar, atau robeknya kulit di sekitar anus, ini
terjadi ketika feses yang keras dapat melonggarkan otot sphincter. Dampak
7. Pemeriksaan Penunjang
kolon dan massa tinja dalam kolon. Pemeriksaan ini dilakukan bila
pemeriksaan colok dubur tidak dapat dilakukan atau bila pada pemeriksaan
colok dubur tidak teraba adanya distensi rektum oleh massa tinja. Selain
yang ada didalam perut, salah satunya untuk mengetahui peristaltik usus,
8. Pencegahan Konstipasi
cairan. Jus yang mengandung sorbitol seperti, jus apel dan pear dapat
dibutuhkan.
b. Olahraga
bangun pagi segingga anak memiliki waktu yang cukup untuk pergi ke
1. Definisi
untuk memberikan rasa nyaman dan mengurangi rasa sakit dan dapat
besar, dan menurunkan perasaan tidak nyaman pada saat buang air besar
perut dapat meningkatkan nafsu makan pada anak, karena pijat dapat
sel dan jaringan, sehingga nutrisi yang telah digunakan dapat memicu
orang dalam (Turan & Asti, 2016). Standar yang digunakan untuk
bagian tengah dengan cara searah jarum jam (Turan & Asti, 2016).
2. Tujuan
penyakit radang usus besar, penyakit crohn atau kolitis ulserativa, adanya
cedera tulang belakang yang tidak stabil, operasi perut, adanya tumor pada
yang mendapatkan terapi radiasi pada area abdomen serta pada pasien
buang air besar pada pasien yang mengalami konstipasi dan mengurangi
rasa tertekan saat buang air besar. Oleh karena itu, menggosok punggung
menyempitkan otot sfingter luar dan otot levator ani sehingga sedikit demi
sedikit dinding rektum akan mengendur dan ingin melepas lelah (Johnson
J. Y, 2010).
langkah yang tidak sama yakni dengan melakukan gerakan stimulasi pada
33
biaya murah dan efektif untuk mengatasi konstipasi (McClurg et al., 2017)
kosong itu sendiri terinspirasi oleh refleks khas yang diperantarai oleh
terlepas dan jika itu terjadi secara bersamaan akan terjadi. Perjalanan
abs (Kyle, 2014; Lamas, 2011; Sinclair, 2011). Masase perut menyokong
34
ke dalam rektum;
2014)
dapat lebih meningkatkan aliran darah, bekerja pada sistem terkait perut
yang tidak sama yakni sama halnya dengan (Lämås et al., 2009), memakai
hingga 20 menit.
ke dalam rektum;
1. Pengkajiana.
a. Biodata pasien .
b. Keluhan Utama
c. Riwayat Kesehatan.
d. Riwayat kesehatan
durasi konstipasi, pola emliminasi saatini dan masa lalu, serta harapan
serta stress. Riwayat medis dan bedah masa lalu,terapi obat - obatan saat ini,
dan penggunaan laksatif serta enema adalah penting. pasien harus ditanya
tentang adanya tekanan rektal atau rasa penuh, nyeri abdomen, mengejan
f. pemeriksaan fisik.
h. Analisa Data
Area peritoneal diinspeksi terhadap adanya hemoroid, fisura, dan iritasi kulit.
2. Diagnosa.
makan.
d. Intervensi.
e. Implementasi.
f. Evaluasi