Anda di halaman 1dari 2

MENGAPA BERDIRI KETIKA MEMBACA SHOLAWAT BADAR

membaca sholawat memang diperintahkan oleh Allah SWT kepada setiap orang yang beriman, karena Allah dan
para malaikat juga ‘bersholawat’ kepada Nabi. Sesuai firman Allah SWT dalam surat al-Ahzab: 56. “ Sesungguhnya Allah
dan malaikat-malaikat-Nya bersholawat untuk Nabi. Hai orang-orang yang beriman, bersholawatlah kamu kepada Nabi dan ucapkanlah
salam penghormatan kepadanya.”
Rasululloh  SAW, juga bersabda : “ Barangsiapa yang bersholawat kepadaku sekali, maka Allah akan ‘bersholawat’(memberi rahmat)
kepadanya sepuluh kali.” (H.R. Muslim)
Sholawat termasuk ibadah  muthlaqoh ghoiru muqoyadah ( ibadah yang bebas tidak terikat ). Membaca sholawat boleh
dalam bentuk prosa atau syair, sendirian atau bersama-sama, di rumah atau di masjid, berdiri atau duduk, sekali
atau beberapa kali, suara pelan atau keras. berdiri ketika membaca sholawat dilakukan oleh al Imam al-Subuki dan 
para ulama pada masanya, begitu juga Abus Sa’ud al-’Amadi al Hanafi, Syeikh Abdurrahim al Suyuthi al Jarjawi al
Maliki.  Sehingga berdiri ketika membaca sholawat menjadi kebiasaan masyarakat waktu itu.
Berdiri ketika membaca sholawat kepada Nabi sebagai “penghormatan” bukan “pengkultusan”. Dan sebatas
penghormatan Rasulullah tidak melarangnya, yang dilarang berdiri kepada Rasulullah SAW kalau itu sampai
melampaui batas sampai tingkat pengkultusan yang menyamakan kedudukannya dengan kedudukan  Allah SWT.

Dalam ucapan shalawat ini terkandung beberapa hal:

1. Penyebutan Nabi dengan habibillah

2. Bertawassul dengan Nabi

3. Bertawassul dengan para mujahidin dan ahli Badr

Point pertama telah diterangkan kesalahannya secara jelas pada rubrik Tafsir.

Pada point kedua, tidak terdapat satu dalilpun yang shahih yang membolehkannya. Allah Idan
Rasul-Nya tidak pernah mensyariatkan. Demikian pula para shahabat (tidak pernah mengerjakan).
Seandainya disyariatkan, tentu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam telah menerangkannya dan para
shahabat melakukannya. Adapun hadits: “Bertawassullah kalian dengan kedudukanku karena
sesungguhnya kedudukan ini besar di hadapan Allah”, maka hadits ini termasuk hadits maudhu’
(palsu) sebagaimana dijelaskan oleh Ibnu Taimiyyah dan Asy-Syaikh Al-Albani.

Adapun point ketiga, tentunya lebih tidak boleh lagi karena bertawassul dengan Nabi shallallhu
‘alaihi wa sallam saja tidak diperbolehkan. Yang dibolehkan adalah bertawassul dengan nama
Allah di mana Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

َ ‫ بِها‬4ُ‫َو هللِ اَأل ْسمآ ُء ا ْل ُح ْسنَ َفادْ ُع ْوه‬

“Dan hanya milik Allah-lah asmaul husna, maka bermohonlah kepada-Nya dengan menyebut
asmaul husna itu.” (Al-A’raf: 180)
Ada beberapa riwayat sahih yang datang dari Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam tentang
tata cara bershalawat kepada beliau (lihat kitab Shifat Shalat an-Nabi karya asy-Syaikh al-Albani,
hlm. 164—167).
Di antaranya adalah yang diriwayatkan oleh al-Bukhari (no. 3370) dan Muslim (no. 406) dari Ka’b
bin Ujrah Radhiyallaahu ‘anhu. Ia berkata, “Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam keluar menuju
kami lalu kami pun berkata, ‘Kami telah mengetahui cara mengucapkan salam kepadamu, lalu
bagaimana cara kami bershalawat kepadamu?’ Beliau menjawab, “Ucapkanlah:
ِ ‫ اللَّ ُه َّم بَا ِركْ َعلَى ُم َح َّم ٍد َك َما بَا َر ْكتَ َعلَى‬،ٌ‫صلَّيْتَ َعلَى آ ِل ِإ ْب َرا ِهي َم ِإنَّكَ َح ِمي ٌد َم ِجيد‬
‫آل ِإ ْب َرا ِهي َم ِإنَّكَ َح ِمي ٌد َم ِجي ٌد‬ َ ‫اللَّ ُه َّم‬
َ ‫ص ِّل َعلَى ُم َح َّم ٍد َك َما‬

Dan rasulullah pernah melarang para sahabat untuk tidak berdiri memujinya kerena rasulullah
manusia biasa bukan seorang raja yang senang dipuji-puji.

Kesimpulan:
Berdiri saat membaca sholawat merupakan suatu kebiasaan pada zama dahulu yang dilakukan para
ulama saat itu padahal tidak ada satu hadist pun yang menyatakan harus berdiri saat membaca
sholawat bahkan rasulullah saja melarang sahabat.

Anda mungkin juga menyukai