Pengantar
Restorasi meiji yang dikenal juga dengan sebutan Meiji Ishin merupakan suatu
pembaharuan sehingga menyebabkan perubahan dalam struktur politik serta sosial
masyarakat Jepang. Sebelum tahun 1853 Jepang merupakan negara yang tertutup dari
bangsa asing terutama ketika dibawah pemerintahan Shogun Tokugawa.
Pada saat itu, Jepang di bawa Shogun Tokugawa menerapkan politik isolasi
(menutup diri) dari bangsa asing ditetapkan. Hal ini dilatarbelakangi oleh adanya
ancaman dari bangsa-bangsa eropa yang melakukan perdagangan di Jepang. Keberadaan
bangsa Eropa dikhawatirkan akan menimbulkan kolonialisme dan imperialisme di
Jepang. Selain itu alasan politik isolasi ini adalah banyaknya misionaris Kristen yang
datang menyebarkan Agama Kristen. Tokugawa berpikiran bahwa misionaris Kristen
akan membawa dampak negative bagi Jepang. Berkembangnya agama Kristen akan
membawa mimpi buruk bagi kekaisaran, oleh sebab itu Tokugawa mengambil langkah
untuk tidak berhubungan dengan dunia asing.
Politik isolasi yang dijalankan hampir selama 200 tahun itu telah membuat
Jepang menjadi suatu negara yang mempunyai ciri khas negaranya sendiri yang
menonjol. Setidaknya terdapat 4 dampak yang terjadinya akibat diberlakukannya
kebijkan politik isolasi yaitu sebagai berikut:
1. Terbentuknya identitas nasional
Politik Isolasi selama lebih dari 200 tahun ini ternyata telah berhasil
membangun Jepang dengan identitas masyarakat feodal yang kuat sebagai
identitas masyarakat Jepang, dan kebudayaan Jepang telah mengalami proses
kematangan pada masa isolasi ini.
2. Mencegah dari perang-perang besar
Selama diberlakukannya politik isolasi ini, karena yang bertindak sebagai
penguasa di Jepang adalah keturunan Tokugawa, maka tidak terjadi perang-
perang besar antara klan yang satu dengan lainnya seperti yang telah terjadi pada
masa pemerintahan sebelum Tokugawa.
3. Terciptanya nasionalisme
Jepang menganut sistem kepercayaan Shinto yang berpusat pada pemujaan
terhadap Tennou, dan perkembangan Studi Nasional (Kokugaku) telah
mempertebal semangat nasionalisme Jepang dengan Tennou sebagai simbolnya.
4. Ketertinggalan
Pada masa bangsa barat telah maju dalam bidang industrialisasi, jepang masih
merupakan negara feodal terbelakang.
Pada tahun 1868 pemerintah Jepang menyatakan secara resmi zaman Meiji telah
dimulai. Ibukota yang semula bernama Edo berubah menjadi Tokyo. Perubahan ini
terjadi setelah selama 250 tahun Jepang menjalani kebijakan politik isolasi negaranya.
Jepang mulai membuka dirinya sejak Jenderal Matthew Calbraith Perry berhasil
memaksa Jepang untuk menandatangani perjanjian pembukaan negara Jepang pada
tanggal 8 Juli 1853. Kedatangannya yang disertai empat kapal perang ini tiba di Uraga.
Peristiwa ini merupakan kontak pertama kali, setelah sekian lama tidak terjadi kontak
dengan pihak internasional yang juga turut diikuti dengan kontak dagang dengan pihak
asing.
Dalam beberapa hal, masa itu merupakan hari-hari yang paling indah bagi kaum
muda Jepang. Masa yang ditandai oleh perubahan yang menyeluruh sesudah kedatangan
Perry itu membawa suatu iklim segar yang memupuk ambisi, vitalitas, dan panggilan
sejarah baru. Tiba-tiba kekangan-kekangan lama dilenyapkan. Jepang yang sudah tertutup
rapat-rapat bagi seluruh dunia selama lebih dari dua abad, sekarang tiba-tiba saja
membuka diri terhadap pengaruh-pengaruh yang menyegarkan. Penghancuran sistem
Tokugawa yang penuh dengan kekangan-kekangan menciptakan suatu lingkungan baru
yang secara tak terduga menaruh simpati dan mau mendengarkan gejolak dan percobaan-
percobaan kaum muda.
Atas peristiwa sejarah ini menunjukkan betapa seriusnya Jepang saat itu untuk
melindungi diri dari pengaruh asing. Politik ini, secara langsung akan berpengaruh pada
interaksi multikultural. Minimnya interaksi dengan dunia luar akan berkorelasi minimnya
masuknya idiologi-idiologi trans nasional (barat). Masyarakat Jepang tidak ada pilihan
lain selain mengembangkan idiologi leluhurnya sebagai bagian falsafah hidup. Situasi
inilah menciptakan rasa nasionalisme hingga ultranasionalisme bangsa Jepang yang
tinggi. Situasi ini telah menjadikan Jepang sebagai negara beraliran Chauvinisme yaitu
paham yang menganggap dirinya lebih unggul dari ras lainnya. Pandangan
ultranasionalisme Jepang adalah Hakko I Chiu yaitu dunia sebagai satu keluarga yang
dipimpin oleh Jepang.
Lamanya politik isolasi ini disebabkan penemuan teknologi saat itu tidak sehebat
itu. Tentu hal ini sangat berbeda pada era teknologi informasi dan komunikasi. Dalam
kaitan ini pengaruh asing adalah hal tidak bisa dihindari. Arus penyebaran teknologi yang
semakin masif menciptakan peluang masuknya teknologi informasi komunikasi masuk ke
dala m ruang-ruang publik dan privat kita. Dengan adanya percepatan penyebaran
teknologi informasi komunikasi telah menciptakan sistem baru masyarakat yang bersifat
global. Identitas yang bersifat nasionalisme lambat laun akan pudar menjadi identitas
global. Begitupun sistem sosial telah mengarah pada sistem global. Tata nilai sosial yang
berlaku tidak hanya tata nilai sosial bangsa Asia, Eropa, Amerika tetapi menjadi tata nilai
sosial global yang bersifat universal. Dan pada akhirnya tata pergaulan dunia akan
menjadi kecil dan sempit. Hal ini yang disebut oleh Marshall McLuhan sebagai Global
Village.
Global Village menjelaskan bahwa tidak ada lagi batas waktu dan tempat yang
jelas. Interaksi kapan saja dapat dilakukan tanpa harus adanya kontak fisik antara person
yang satu dengan person lainnya. Dampak-dampak interkasi akan terlihat lebih hebat
disebabkan proses umpan balik yang cepat. Makna asosiatif disassotif tidak lagi dapat
ditunjukkan dengan ucapan-ucapan verbal semuanya telah diganti dengan simbol-simbol
yang lain.
Komunikasi
Komunikasi adalah suatu proses penyampaian informasi (pesan, ide, gagasan)
dari satu pihak kepada pihak lain. Pada umumnya, komunikasi dilakukan secara lisan atau
verbal yang dapat dimengerti oleh kedua belah pihak. apabila tidak ada bahasa verbal
yang dapat dimengerti oleh keduanya, komunikasi masih dapat dilakukan dengan
menggunakan gerak-gerik badan, menunjukkan sikap tertentu, misalnya tersenyum,
menggelengkan kepala, mengangkat bahu. Cara seperti ini disebut komunikasi nonverbal.
Menurut Ruben dan Lea (2010), komunikasi adalah suatu proses dalam mana
seseorang atau beberapa orang, kelompok, organisasi, dan masyarakat menciptakan, dan
menggunakan informasi agar terhubung dengan lingkungan dan orang lain. Berelson dan
Starainer dalam Fisher adalah penyampaian informasi, ide, emosi, keterampilan, dan
seterusnya melalui penggunaan simbol kata, angka, grafik dan lain-lain (Fisher, 1990).
Sedangkan menurut Effendy (2008), komunikasi adalah peristiwa penyampaian ide
manusia.
Harold Lasswell dalam karyanya, The Structure and Function of Communication
in Society dalam Effendy (2005), mengatakan bahwa cara yang baik untuk menjelaskan
komunikasi ialah menjawab pertanyaan sebagai berikut: Who Says What in Which
Channel To Whom With What Effect.
Dari pengertian diatas dapat dilihat bahwa komunikasi merupakan suatu proses
penyampaian pesan yang dapat berupa pesan informasi, ide, emosi, keterampilan dan
sebagainya melalui simbol atau lambang yang dapat menimbulkan efek berupa tingkah
laku yang dilakukan dengan media-media tertentu.
Proses Disosiatif
Proses disosiatif sering disebut sebagai oppositional processes, persis halnya
dengan kerja sama, dapat ditemukan pada setiap masyarakat, walaupun bentuk dan
arahnya ditentukan oleh kebudayaan dan system social masyarakat bersangkutan
(Soekanto, 2003). Proses disosiatif merupakan sebuah proses yang cenderung membawa
anggota masyarakat ke arah perpecahan dan merenggangkan solidaritas di antara
anggota-anggotanya. Proses disassosiatif dalam interaksi sosial meliputi pertama
persaingan (competition).
Persaingan adalah suatu proses sosial, di mana individu atau kelompok-kelompok
manusia yang bersaing, mencari keuntungan melalui bidang-bidang kehidupan yang pada
suatu masa tertentu menjadi pusat perhatian umum (baik perseorangan maupun kelompok
manusia) dengan cara menarik perhatian publik atau dengan mempertajam prasangka
yang telah ada, tanpa mempergunakan ancaman atau kekerasan. Faktor-faktor terkait
dengan persaingan meliputi: kepribadian seseorang, kemajuan masyarakat, solidaritas
kelompok dan disorganisasi.
Soekanto (2003) dalam beberapa macam tipe persaingan. Tipe-tipe tersebut
adalah:
1. Persaingan ekonomi.
Persaingan di bidang ekonomi timbul karena terbatasnya persediaan apabila
dibandingkan dengan jumlah konsumen. Dalam teori ekonomi klasik, persaingan
bertujuan untuk mengatur produksi dan distribusi. Persaingan merupakan salah
satu cara untuk memilih produsenprodusen yang baik. Bagi masyarakat selaku
konsumen, hal demikian dianggap menguntungkan karena produsen yang terbaik
akan memenangkan persaingannya dengan cara memproduksi barang dan jasa
yang lebih baik dan dengan harga yang rendah. Namun, kenyataannya tidak
selalu demikian karena kemungkinan besar untuk mempertahankan kehidupan
bersama, perusahan besar harus melakukan kerjasama. Selain itu, perusahaan
besar yang mulamula bersaing sering kali harus bekerja sama untuk dapat
memonopoli pasaran jenis barang barang tertentu.
2. Persaingan kebudayaan.
Persaingan dalam bidang kebudayaan menyangkut persaingan di bidang
keagamaan, bahasa, kesenian, lembaga kemasyarakatan seperti pendidikan, dan
sebagainya. Persaingan kebudayaan dapat dilihat dari upaya-upaya yang
dilakukan negara-negara maju dengan memberi kesempatan kepada siswa-siswa
Indonesia untuk melakukan kajian terhadap kebudayaannya, memberi beasiswa
dan kesempatan belajar kebudayaan setempat dan sebagainya.
3. Persaingan kedudukan dan peranan.
Persaingan ini adalah untuk mendapatkan kedudukan atau peranan yang lebih
tinggi dalam suatu organisasi. Apabila seseorang dihinggapi perasaan bahwa
kedudukan dan peranannya sangat rendah, dia pada umumnya hanya
menginginkan kedudukan dan peranan yang sederajat dengan orang-orang lain.
Selanjutnya orang-orang yang mempunyai rasa rendah diri yang tinggi pada
umumnya mempunyai keinginan kuat untuk mengejar kedudukan dan peranan
yang terpandang dalam masyarakat sebagi kompensasi. Kedudukan dan peranan
yang dikejar tergantung dari apa yang paling dihargai oleh masyarakat pada suatu
masa tertentu.
4. Persaingan ras.
Perbedaan ras, baik karena perbedaan warna kulit, bentuk tubuh, maupun corak
rambut dan sebagainya, hanya merupakan suatu perlambang kesadaran dan sikap
atas perbedaan-perbedaan dalam kebudayaan. Hal ini disebabkan karena ciri-ciri
badaniah lebih mudah terlihat dibanding unsur-unsur kebudayaan lainnya.
Misalnya persaingan antara kulit hitam dan kulit putih di Amerika Serikat,
persaingan antara suku madura dan suku jawa dalam memperebutkan imej
Dalam batas tertentu ternyata persaingan memiliki fungi. Adapun fungsi
persaingan menurut Soekanto (2003) adalah:
1. Menyalurkan keinginan-keinginan individu atau kelompok yang bersifat
kompetitif
2. Sebagai jalan di mana keinginan, kepentingan serta nilai-nilai yang pada suatu
masa menjadi pusat perhatian, tersalurkan dengan baik oleh mereka yang
bersaing.
3. Merupakan alat untuk mengadakan seleksi atas dasar seks dan social
4. Alat untuk menyaring para warga golongan karya (fungsional) yang akhirnya
akan menghaslkan pembagian kerja yang efektif.
Kedua kontravensi (contravention). Pada hakikatnya kontravesnsi merupakan
suatu bentuk proses sosial yang berada antara persaingan dan pertentangan atau
pertikaian. Bentuk-bentuk kontravensi menurut Leopold von Wiese, dan Howard Becker
(1932) dalam Soekanto (2003) adalah sebagai berikut:
1. Bersifat umum meliputi perbuatan-perbuatan seperti penolakan, keengganan,
perlawanan, perbuatan menghalang-halangi, protes,gangguan-gangguan,
perbuatan kekerasan, dan mengacaukan rencana pihak lain.
2. Bersifat sederhana seperti menyangkal pernyataan orang lain di depan umum,
memaki melalui selembaran surat, mencerca, memfitnah, melemparkan beban
pembuktian kepada pihak lain, dan sebagainya.
3. Bersifat intensif mencakup penghasutan, menyebarkan desas-desus,
mengecewakan pihak lain, dsb.
4. Bersifat rahasia, seperti mengumumkan rahasia pihak lain, perbuatan khianat, dll.
5. Bersifat taktis, misalnya mengejutkan lawan, mengganggu atau membingungkan
pihak lain, seperti dalam kampanye parpol dalam pemilihan umum.
Menurut Leopold von Wiese, dan Howard Becker (1932) dalam Soekanto (2003)
terdapat tiga tipe umum kontravensi yaitu pertama kontravensi generasi masyarakat. Tipe
kontravensi ini lebih umum terjadi di masyarakat modern dan pada umumnya terdapat di
perkotaan. Hal itu terjadi karena perbedaan budaya antara anak dan orang tua. Orang tua
yang terkait karena perbedaan budaya antara anak dan orang tua. Orang tua yang terkait
tradisi-tradisi tidak begitu saja menerima perubahan dalam masyarakat, sedangkan anak
atau generasi muda terutama karena alat omunikasi yang modern, kadang-kadang tanpa
pertimbangan mendalam dengan mudah sekali meniru unsur kebudayaan lain.
Ketidakstabilan kepribadian generasi muda yang tidak jarang menimbulkan konflik
dalam dirinya akan berhadapan dengan kepribadian generasi tua yang telah lama
terbentuk dengan budaya lama yang konservatif sehingga terjadi gap. Apabila hubungan
tersebut hanya sampai pada sikap keragu-raguan, hanya terjadi kontravensi dan belum
mengarah ke konflik atau pertikaian.
Kedua, kontravensi yang menyangkut seks (hubungan suami dengan istri dalam
keluarga). tipe kontravensi jenis kelamin menyangkut hubungan suami-istri yang
mengalami perubahan cara pandang terhadap jenis kelamin. Di satu sisi masyarakat telah
menampilkan suami-istri itu memiliki kedudukan sejajar dalam bentuk emansipasi, akan
tetapi di sisi lain masyarakat masih mimiliki keraguan terhadap peran dan status wanita
sehingga muncul kontravensi jenis kelamin.
Ketiga kontravensi parlementer, kontravensi ini terkait dengan hubungan antara
golongan mayoritas dengan minoritas dalam masyarakat baik yang menyangkut
hubungan mereka di dalam lembaga-lembaga legislative, keagamaan, pendidikan, dan
seterusnya.
Dalam tipe yang murn, kontravensi memiliki lima bentuk yakni: (Leopold von
Wiese, dan Howard Becker 1932 dalam Soekanto 2003) adalah sebagai berikut:
1. Kontravensi umum Misalnya penolakan, keengganan, perlawanan, protes,
gangguan, kekerasan, dan mengancam.
2. Kontravesi sederhana Misalnya menyangkal pernyataan orang lain di depan
umum, memaki-maki orang lain melalui selebaran, mencerca, dan memfitnah.
3. Kontravensi intensif Misalnya penghasutan, penyebaran desas-desus, dan
mengecewakan pihak lain.
4. Kontravensi rahasia berupa pengkhianatan, membuka rahasia pihak lain.
4. Kontravensi taktis berupa intimidasi, mengganggu pihak lain, dan provokasi.
Selain tipe-tipe umum tersebut ada ada pula beberapa kontravensi yang
sebenarnya terletak di antara kontravensi dan pertentangan atau pertikaian,yang
dimasukkan ke dalam kategori kontravensi, yaitu:
1. Kontravensi antar masyarakat
2. Antagonism keagamaan
3. Kontravensi intelektual
4. Oposisis moral
Ketiga pertentangan atau pertikaian (conflict). Pertentangan atau pertikaian
adalah suatu proses social di mana individu atau kelompok berusaha memenuhi ujuannya
dengan jalan menentang pihak lawan dengan ancaman atau kekerasan. pertentangan
adalah sarana untuk mencapai keseimbangan antara kekuatan-kekuatan dalam
masyarakat. Karena timbulnya pertentangan merupakan pertanda bahwa akomodasi yang
sebelumnya tercapai, tidak dihiraukan lagi (Soekanto, 2003). Pertentangan adalah sarana
untuk mencapai keseimbangan antara kekuatan-kekuatan dalam masyarakat. Karena
timbulnya pertentangan merupakan pertanda bahwa akomodasi yang sebelumnya
tercapai, tidak dihiraukan lagi. (Soekanto, 2003)
Ada beberapa faktor penyebab pertentengan dan pertikaian baik secara kelompok
maupun individu. Secara psikologis, pada umumnya dikenal dua jenis kepentingan dalam
diri individu yaitu kepentingan untuk memenuhi kepentingan biologis dan kebutuhan
sosial/psikologis. Oleh karena itu tidak ada dua orang individu yang sama persis di dalam
aspek-aspek pribadinya baik yang bersifat jasmani atau rohani, maka dengan sendirinya
akan timbul perbedaan individu dalam kepentingannya.
Menurut Soekanto (2003) pertentangan atau pertikaian dapat disebabkan
beberapa hal yaitu:
1. Perbedaan individu-individu
Sebagai mahluk individu, manusia memiliki karakter yang khas menurut corak
kepribadiannya. Setiap individu berkembang sejalan dengan ciri-ciri khasnya,
walaupun berada dalam lingkungan yang sama. Pada saat interaksi berlangsung
individu akan mengalami proses adaptasi dan pertentangan dengan individu
lainnya. Apabila terdapat ketidaksesuaian maka akan terjadi konflik.
2. Perbedaan kebudayaan
Kebudayaan seringkali dianggap sebagai sebuah ideologi, sehingga memicu
terjadinya konflik. Anggapan yang berlebihan terhadap kebudayaan yang dimiliki
oleh sebuah kelompok menempatkan kebudayaan sebuah sebuah tingkatan sosial.
Sehingga kebudayaan miliki sendiri dianggap lebih tinggi daripada kebudayaan
lain. Dalam catatan sejarah umat manusia konsep suku dan kebudayaannya telah
memainkan peranan yang sangat penting dan sekaligus dramatis dalam
percaturan masyarakat.
3. Perbedaan kepentingan
Manusia memang membutuhkan proses pergaulan dengan orang lain untuk
memenuhi kebutuhan batiniah dan lahiriah untuk membentuk dirinya, karena
itulah terjadi hubungan timbal balik sehingga manusia dikatakan sebagai mahluk
sosial. Dalam memenuhi kebutuhan hidupnya manusia akan berbeda-beda
kebutuhannya, perbedaaan kebutuhan ini akan berubah menjadi kepentingan yang
berbeda-beda.
4. Perbedaan sosial
Kecenderungan terjadinya perubahan sosial merupakan gejala wajar sebagai
akibat dari interelasi sosial dalam pergaulan hidup antar manusia. Perubahan
sosial dapat pula terjadi karena adanya perubahan-perubahan dalam unsur-unsur
yang mempertahankan keseimbangan masyarakat. Pada masyarakat yang tidak
dapat menerima perubahan sosial akan timbul konflik sebagai proses
pertentangan nilai dan norma yang tidak sesuai dengan nilai dan norma yang
dianut oleh masyarakat.
Pertentangan-pertentangan yang menyangkut suatu tujuan, nilai atau kepentingan,
sepanjang tidak berlawanan dengan pola-pola hubungan social di dalam srtuktur social
tertentu, maka pertentangan-pertentangan tersebut bersifat positif.
Masyarakat biasanya mempunyai alat-alat tertentu untuk menyalurkan benih-
benih permusuhan, alat tersebut dalam ilmu sosiologi dinamakan safety-valve institutions
yang menyediaka objek-objek tertentu yang dapat mengalihkan perhatian pihak-pihak
yang bertikai ke arah lain. Dilihat pada bentuknya bentuk-bentuk pertentangan antara
lain:
1. Pertentengan pribadi
2. Pertentangan rasial
3. Pertentangan antara kelas-kelas social, umumnya disebabkan oleh karena adanya
perbedaan-perbedaan kepentingan.
4. Pertentangan politik
5. Pertentangan yang bersifat internasional.
Pertentangan secara langsung dan tegas memiliki akibat ataupun dampak.
Adapun bentuk-bentuk akibat pertentangan adalah sebagai berikut:
1. Bertambahnya solidaritas “in-group” atau malah sebaliknya yaitu terjadi goyah
dan retaknya persatuan kelompok.
2. Perubahan kepribadian.
3. Akomodasi, dominasi dan takluknya satu pihak tertentu.
Secara umum bahwa interaksi sosial adalah situasi yang tidak bisa dihilangkan
pada diri setiap manusia. Hal ini disebabkan posisi manusia sebagai makhluk sosial yang
saling menggantungkan sama sama lainnya. Selain itu interakasi sosial hanya dapat
terjadi jika adanya kontak sosial dan komunikasi. Dalam melakukan interakaksi sosial
masyarakat akan berhadapan pada proses yang asosiatif dan dissosiatif.
Daftar Pustaka