Anda di halaman 1dari 13

ZUHUD DI DUNIA MODERN;

Studi atas Pemikiran Sufisme Fazlur Rahman

Abstrak
Salah satu topik dalam tasawuf yang di bicarakan oleh para
tokoh sufi adalah tentang zuhud. Dalam memahami konsep
zuhud sering kali terjadi pro kontra, ada pendapat yang
mengharuskan seseorang menjalani zuhud untuk mencapai
ma’rifat pada Allah, dan dianggap sebagai salah satu tangga
(maqomat ) yang harus dilalui. Dan ada pula yang menganggap
bahwa konsep zuhud dalam ajaran tasawuf merupakan konsep
yang menjauhkan seseorang dari persoalan dunia sehingga
berdampak negative bagi kemajuan ilmu pengetahuan dan
peradaban Berdasarkan paradigma pemikiran di atas, terdapat
perbedaan corak pemikiran yang sangat signifikan antara
konsep zuhud sufisme lama dan fazlur Rahman, maka penulis
terdorong mengangkat persoalan ini sebagai objek kajian.
Penelitian ini diharapkan lebih konprehensif sehingga mampu
menangkap hakikat dan makna zuhud yang sesungguhnya
menurut Islam dan bermamfa’at bagi kehidupan manusia
modern untuk keluar dari krisis spiritualitas yang akut. Dengan
adanya kajian ini anggapan kaum modernis bahwa sufisme
merusak akidah Islam dan menyebabkan kemunduran umat
Islam dapat diatasi. Metodologi Rahman dalam memahami
Islam, dalam hal ini al-Qur’an, adalah metodologi historis. Yang
dimaksud metodologi historis adalah suatu upaya serius, kritis,
dan mendalam dalam memahami pesan-pesan al-Qur’an,
dengan mempertimbangkan factor eksternal:factor sosiologis,
politis, dan geografis, di samping factor internal yaitu pesan
inheren terkandung dalam teks suci al-Quran.
Kata Kunci: Sufisme, Tasauf, Modern, Zuhud.

A. Pendahuluan tangga atau station, yang dalam istilah


tasawuf di kenal dengan maqomat.
Zuhud dalam ajaran tasawuf
Dalam ajaran tasawuf,
merupakan salah satu dari tangga
seseorang yang ingin mencapai
(maqomat). Banyak station yang harus
ma’rifat pada Allah harus melalui
dilalui antara lain adalah tobat, wara’,

31
32 Jurnal Al-Aqidah, Volume 11, Edisi 1, Juni 2019

zuhud, faqir, sabar, syukur, tawakkal itu. Pada masa sekarang harus di
dan ridho. Salah satu dari jumlah pahami dalam konteksnya yang tepat,
tangga atau station ini yang paling yaitu pemahaman yang mondar-
banyak dibicarakan dan menimbulkan mandir, memasukkan konteks kikinian
banyak pendapat pro dan kontra adalah ke masa diturunkan al-Qur’an, dan
zuhud. kembali lagi kemasa kini. Pemahaman
ini akan menjamin aktualisasi dan
Para sufi mengglongkan tanda-
kemampuan Islam menjawab tantangan
tanda orang yang sudah berada pada
zaman sepanjang sejarah. Setelah
maqam zuhud setidaknya terdiri dari
problema keumatan berkembang, maka
tiga golongan, yaitu: Pertama, adalah
sebagai tuntunan cultural dan historis,
mereka yang lari dari dunia meskipun
muncullah mazhab dalam berbagai
disodorkan kepada mereka secara
bidang, seperti politik, ilmu kalam,
cuma-cuma. Mereka sama sekali tidak
fiqih dan tasawuf, yang selanjutnya
tertarik karena lebih mementingkan
menampilkan diri sebgai disiplin ilmu
berzuhud untuk bisa berkonsentrasi
keIslaman. Berbagai rumusan mazhab
dalam beribadah kepada Allah SWT.
itu tidak bisa terlepas dari konteks
Kedua, adalah mereka yang tidak lari
zamannya, dan untuk memecahkan
dari dunia jika Allah memberikannya.
problema yang dihadapi umat Islam
Mereka menerima dan membagikannya
pada waktu itu.
kepada orang yang berhak
membutuhkannya. Mereka merupakan
Tasawuf sebagai salah satu
hamba Allah yang taat, yang mengikuti
disiplin ilmu keIslaman tidak bisa
Rasulullah SAW sebagai teladannya.
keluar dari kerangka itu. Rumusan
Dimana Rasulullah SAW juga tidak
ajaran tasawuf klasik, seperti yang
lari dari dunia ketika dunia
dikembangkan oleh para ulama sufi
mendatanginya, tetapi beliau
terdahulu, khususnya yang menyangkut
menginfakkannya di jalan Allah SWT
konsep zuhud sebagai maqam yang
dan menempatkan sesuai dengan
perintah Allah SWT. Ketiga, adalah diartikan sebagai sikap menjauhi
kesenangan dunia karena semata-mata
mereka yang terkadang mencari dunia
ingin bertemu dengan Allah SWT dan
hanya sekedar untuk mencukupi
mencapai ma’rifatNya. Ketika Islam
kebutuhan hidupnya. Mereka ini
tersebar sampai keseluruh penjuru
memiliki sifat syukur, ridho, qana’ah.
dunia, tentunya membawa
Dan sabar terhadap nikmat yang
konsekuwensi tersendiri, seperti
diberikan.
lahirnya kemakmuran negara Islam, di
satu pihak, dan pertikaian politik umat
B. Zuhud di zaman modern Islam, di pihak lain, sehingga sampai
menimbulkan perang saudara yang
Islam diturunkan sebagai berawal dari al-Fitnah al-Kubra, serta
rahmatan lil’alamin, diturunkan dalam perilaku semena-mena elit politik pada
konteks zamannya untuk memecahkan masa itu. Dengan melihat keadaan yang
problema kemasyarakatan pada masa sedemikian rupa, sebagian umat Islam
itu. Konteks dan latar belakang khususnya ulama sufi menjauhkan
perjuangan Rasulullah SAW dalam dirinya dari keramaian dunia untuk
situasi dan kondisi Arab Quraisy waktu beruzlah ( lari ke gua-gua, dan
Rita Handayani, Zuhud di Dunia Modern …. 33

kegunung-gunung) agar tidak terlibat hidup dan kehidupan. Kehilangan


ke permasalahan rumit tersebut. tujuan hidup/visi Ilahi ini dapat
Gerakan ini bisa bermakna etis, yaitu mengakibatkan timbulnya gejala
gerakan yang memprotes situasi dan psikologis, yaitu adanya kehampaan
kondisi sosial politik dan ekonomi spiritual. Kemajuan ilmu pengetahuan
waktu itu. Dan konsep zuhud menjadi dan tekhnologi serta filsafat
sangat ektrim setelah mengalami rasionalisme sejak abad ke-18 kini
perkembangan lebih lanjut, yaitu dirasakan tidak mampu memenuhi
tasawuf dalam bentuk tarekat. kebutuhan pokok manusia dalam aspek
nilai-nilai transenden, satu kebutuhan
Pada zaman sekarang, fital yang hanya bisa digali dari sumber
masyarakat modern dimaknai sebagai wahyu Ilahi. Akibat dari itu, maka
masyarakat yang cenderung menjadi tidaklah heran jika akhir-akhir ini
sekuler. Hubungan antara anggota banyak dijumpai orang yang stress,
masyarakat tidak lagi ada dasar atau resah, galau, bingung, dan gelisah
prinsip tradisi atau persaudaraan. akibat tidak mempunyai pegangan
Masyarakatnya merasa bebas dan lepas dalam hidup ini. Abu al-Wafa al-
dari control agama dan pandangan Taftazani mengklasifikasikan sebab-
dunia, ciri-ciri lainya adalah sebab kegelisahan masyarakat modern,
penglihatan nilai-nilai sakral terhadap yaitu :
dunia, meletakkan hidup manusia a. Kegelisahan yang terjadi karena
dalam konteks kenyataan sejarah, dan takut akan kehilangan apa yang
penisbian nilai-nilai. Masyarakat dimilikinya, seperti harta dan
modern mempunyai ciri tersebut, kekuasaan.
ternyata menyimpan problema hidup b. Kegelisahan yang timbul karena
yang sulit dipecahkan. Rasionalisme, rasa takut terhadap masa depan
sekularisme, materialisme dan lain yang tidak disukai.
sebagainya ternyata tidak menambah c. Kegelisahan yang disebabkan
kebahagiaan dan ketentraman oleh rasa kecewa terhadap hasil
hidupnya, akan tetapi sebaliknya, kerja yang tidak mampu
menimbulkan kegelisahan hidup ini. memenuhi harapan dan
Hossein Nasr menyatakan bahwa kepuasan spiritual.
akibat masyarakat modern yang d. Kegelisahan yang disebabkan
mendewa-dewakan ilmu pengetahuan karena dirinya banyak
dan tekhnologi berada dalam wilayah melakukan pelanggaran dan
pinggiran eksistensinya sendiri, dosa.
bergerak menjauhi pusat, sementara
pemahan agama yang berdasarkan Menurutnya, semua itu
wahyu mereka tinggalkan hidup dalam disebabkan hilangnya keimanan dalam
keadaan sekuler. hati seseorang, yang menyembah selain
kepada Allah SWT. bahwa dalam
Masyarakat yang demikian artian, mendewa-dewakan benda,
adalah masyarakat Barat yang telah ketergantungan bukan kepada Allah
kehilangan fisi Ilahinya. Masyarakat SWT, dan karena banyak menyimpang
seperti itu telah tumpul penglihatan dari norma dan nilai agama. Apabila
intelektualnya dalam melihat realitas masyarakat modern ini menempatkan
34 Jurnal Al-Aqidah, Volume 11, Edisi 1, Juni 2019

diri pada proporsinya, dan ingin warisan kebudayaannya yang kaya


menghilangkan problem psikologis kebangkitan peradaban Islam sangat
yang telah disebutkan di atas, maka mempesonakan. Prestasi Islam yang
salah satu jalan keluar dari itu semua menakjubkan itu disebabkan peradaban
adalah kembali kepada agama melalui Islam menampilkan sistim yang cocok,
tasawuf. Inti tasawuf adalah kesadaran sikap pandang yang mengglobal, dan
adanya komunikasi antara manusia pandangan hidup yang member arti dan
dengan Allah SWT, sebagai orientasi hidup kepada umat Islam.
perwujudan Ihsan. Dalam kaitannya Solusi Islam bagi jalan buntu yang
dengan masalah masyarakat modern, dicapai oleh peradaban sebelumnya
maka secara praktis tasawuf memiliki bisa digambarkan sebagai reformasi
potensi besar karena mampu kesadaran dan mental spiritual manusia
menawarkan pembebasan spiritual, dan dengan tidak mengorbankan sifat
menghilangkan krisis spiritual yang asasinya yaitu kebebasan dan tanggung
terjadi dalam kehidupan di dunia ini. jawab.
Jatuhnya spiritualisme lama pra
Menyikapi hingar bingar Islam, tidak meninggalkan manusia
kehidupan di dunia ini, perlu dalam nihilisme. Islam sangat memadai
ditanamkan dalam hati untuk selalu sebagai pengganti pandangan
memiliki sikap zuhud. Banyak sumber spiritualitas lama yang usang itu. Islam
referensi mengatakan bahwa adalah cara baru bagi manusia untuk
kesenangan dunia akan memberikan memahami dunia yang mengandung
dampak sangat besar dan membawa benih-benih spiritualitas yang kaya dan
seseorang untuk menjauh dari Allah bergairah.1Spiritualitas dapat tempat
SWT, seperti harta, kekuasaan, jabatan, persemaian yang subur dalam tradisi
dan lain sebagainya. Telah dikatakan di tasawuf atau sufisme. Sufisme ditandai
atas bahwa hidup zuhud di dunia dengan tiga ciri dasar: memperoleh
merupakan suatu sikap penting yang hubungan langsung dan disadari
harus dimilki seseorang untuk tetap dengan Tuhan, dan pengasingan diri
berada pada kesempurnaan hidup.
Sehingga ketertarikan tarhadap dunia 1
pada zaman sekarang ini, dapat Sumber spiritualitas itu adalah antara
dikontrol dan digunakan dengan lain adanya Allah Tuhan Yang Maha
sebaik-baiknya. Dengan demikian, Esa dan wahyu-wahyuNya yang
hidup zuhud pada zaman modern dapat diturunkan kepada Nabi Muhammad,
mengantarkan kita untuk tetap berada yang termaktup dalam Al-Qur’an
pada aturan dan norma agama dan yang sebagai wahyu Allah yang terakhir,
pasti membawa kita untuk selalu dekat lengkap dan sempurna, dan yang berisi
dengan Allah SWT. ajaran Allah untuk kepentingan seluruh
umat manusia. Lihat John & J.
Sejarah spiritualitas manusia Donohue L. Esposito. Islam dan
telah menyaksikan kebangkitan dan pembaharuan Ensiklopedi Masalah-
keruntuhan peradaban-peradaban yang Masalah, diterjemahkan dari judul
tinggi beserta kebudayaannya masing- aslinya Islam in Transition, Muslim
masing. Di lihat dari akselerasi, Perspektive oleh Machnum Husein,
keluasan wilayah, dan perkembangan (Jakarta:PT Raja Grafindo Persada,
1995), h. xxxii
Rita Handayani, Zuhud di Dunia Modern …. 35

dan berkontemplasi. Sufisme Islam, 2003:326), para pendakwah itu


menggerakkan manusia kepada Tuhan. mengembangkan kisah-kisah al-Qur’an
Dalam sikapnya terhadap kebenaran dengan bantuan materi yang dipinjam
tertinggi berlawanan dengan batas- dari sumber-sumber di luar Islam
batas duniawi. Sufisme hanyut dalam dengan tujuan agar dapat menjadikan
kepasrahan total terhadap kehendak khotbah mereka lebih persuasive dan
Illahi. efektif. Begitu pula pengaruh unsur-
unsur luar itu tampak di dalam proses
Pengasingan diri dan
mengklasifikasi dan
berkontemplasi muncul sebagai
mensistematisasikan ajaran-ajaran al-
ekspresi pertama dalam sufisme, yang
Qur’an yang berkaitan dengan dimensi
disebut zuhud (asketisme). Dengan
sufistik. Seperti dikemukakan Faruqi,
demikian sufisme adalah perbincangan
ada tiga aliran pemikiran bebas mengisi
tentang zuhud secara pra-excellent.-
sufisme dan menentukan isi serta
Qur’an mengajarkan zuhud sebagai
karakternya. Pertama, asketisme gurun,
sikap yang aktif dan dinamis, karena
yaitu suatu keengganan terhadap
al-Qur’an mensyaratkan adanya usaha
kehidupan urban dan menetap yang
sungguh-sungguh (jihad dan ijtihad)
mewah. Kedua, gnotisisme
manusia untuk melaksanakan kehendak
Alekxandrian dan Hellenisme
Allah dalam sejarah hidupnya. Dalam
Pythagorean, yang mengajarkan
hubungan itu, Nabi dan para sahabat
dialektika ruh dan materi, cahaya dan
telah menjadi zahid-zahid pada
gelap, langit tinggi dan bumi yang
zamannya. Jika pengalaman spiritual
rendah. Ketiga, pengaruh Budhisme
Nabi dan sahabat demikian diartikan
khususnya dalam sikap pengutukan
sebagai bentuk kesadaran sufi, zuhud
terhadap dunia dan motivasi yang total
itu hanyalah cara mencari kesempatan
terhadap kehidupan biarawan dan
utuk membentuk kembali kekuatan-
pertapaan.
kekuatan hidup yang bersifat kolektif
(Muhammad Iqbal, Rekonstruksi Pengembaraan sufistik
Pemikiran 2002:204). Nabi tidak kemudian menjadi medan pergulatan
hanyut dalam kontemplasi, maka kuat yang tersimpan rapi di ruang
kembalinya nabi memberi arti kreatif, privat, membentuk gelombang
di mana Nabi kembali menyisipkan diri imajinasi yang memicu kontemplasi
ke dalam kancah zaman untuk dan berfikir bebas, dengan
mengawasi kekuatan-kekuatan sejarah, mengabaikan sekat-sekat syari’at dan
dan dengan begitu Nabi mau ortodoksi agama. Sikap zuhud menjadi
menciptakan suatu dunia ide baru. penyerahan diri secara total kepada
Allah untuk menghindari dosa dengan
Watak aktif dan dinamis itu
rasa takut yang sukar dibayangkan.
adalah bentuk murni dan ideal zuhud
Aktivisme dan dinamis yang semula di
menurut Islam. Tapi watak itu lenyap
ajarkan al-Qur’an berubah menjadi
dan berubah menjadi konsepsi filosofis
semangat yang pasif dan beku, karena
yang rumit setelah muncul “para
penyelamatan yang mereka cari
pertapa” dan “para pendakwah” yang
semata-mata sangat tergantung pada
menangis begitu berzikir dan selesai
kehendak dan rahmat Allah(R. A.
membaca al-Qur’an. Pada abad ke-3 H
Nicholson, Tasawuf Menguak Cinta
(Ismail R. Faruqi dkk. Atlas Budaya
Illahiah, Terj: 1993: 4). Karena itu,
36 Jurnal Al-Aqidah, Volume 11, Edisi 1, Juni 2019

sufi sibuk memelihara jiwa, ortodoksi, memberi andil adanya


menyucikan hati, kerinduan akan kesulitan melihat objek spiritualitas
kesalehan, kebajikan, kebenaran dan Islam di zaman modern secara berbeda
kedekatan dengan Allah agar dari yang sudah biasa diterima selama
rahmatNya melindungi diri mereka. ini melalui literatur-literatur yang
Akibatnya konsep-konsep al-Qur’an banyak dan otoritatif. Karena itu ada
yang begitu sederhana berubah menjadi kewajiban yang diemban pemikiran
rumit dan sifatnya melebih-lebihkan, modern dalam Islam untuk ikut
seperti dalam pemikiran teosofi Islam membenahi kembali cara pandang umat
yang terformulasikan dalam doktrin terhadap esensi keberagamaan sufisme
hulul, ittihad, dan wahdatul wujut, dan itu.
yang oleh para ulama dianggap sudah Zaman modern, seperti
terlalu jauh dari pagar batas Islam. dikatakan polanya menghasilkan
Keadaan sufisme yang “kemajuan” yang membabi buta. Dunia
menyimpang dari ortodoksi, semakin maju tapi semakin sulit untuk
menimbulkan dilema bagi kaum dipahami. Kondisi itu digambarkan
modernis Islam. Satu sisi, inti sufisme Joseph Conrad sebagai suatu keadaan
terlalu berharga untuk dicampakkan di mana kita seperti petualang bingung
begitu saja. Namun di sisi lain, sufisme yang terperangkap dalam sebuah hotel
yang sebenarnya kaya dengan nilai- yang hingar bingar, berkilau-kilau
nilai spiritualitas-kerohanian menjadi bermandikan cahaya (Robert N. Bellah,
tidak menarik ketika nilai-nilai tersebut Beyond Bilief Esai tentang Agama di
dikaburkan dengan perkembangan- Dunia Modern, terj, 2000: 203). Tapi
perkembangan tarekat. Sejak Ibn institusi agama-agama, apalagi Islam
Thaimiyah (1263-1328) muncul yang dalam balutan sufisme yang tidak
mengkritik sufisme sebagai bid’ah. dirancang untuk mengeluarkan
Serta merta dunia intelektual Islam manusia dari hotel yang seperti itu.
khususnya aliran salaf memandang Pedoman dan acuan yang dibuat oleh
negatif terhadap sufisme. Menurut sufisme adalah untuk menunjukkkan
Amin Abdullah ada beberapa alasan sekat-sekat dunia yang menghambat
mengapa kemudian kaum modernis kemajuan spiritualitas manusia,
Islam tidak menyukai sufisme adalah sehingga tidak relevan sama sekali
karena citra heterodok yang melibatkan dalam menyelesaikan masalah
doktrin ittihad, hulul, dan wahdatul kemoderenan. Karena itu pertanyaan
wujud (Normativitas atau Historisitas, “apakah Islam masih mampu
2002: 161). Praktek sufi yang berujung memenuhi kebutuhan kehidupan
pada kesalehan pribadi, tapi tidak modern di bidang politik, sosial dan
menyentuk kepekaan dan kepedulian ekonomi ?” selalu relevan untuk
sosial. Disamping itu tuduhan kaum diperbincangkan. Sebab, tidak realistis
modernis bahwa praktek-praktek mengatakan bahwa muslim tidak
tarekat berubah menjadi penyembahan berkepentingan terhadap persoalan-
pribadi-pribadi pendiri aliran. persoalan yang ditimbulkannya.
Globalisasi nyata-nyata sudah sangat
Persoalannya adalah penolakan
mempersempit dunia, sehingga tidak
kaum modernis terhadap sufisme lama
satu bangsa pun dapat secara sempurna
sebagai bagian yang sah dalam
menghindari tekanan pengaruh yang
Rita Handayani, Zuhud di Dunia Modern …. 37

datang dari luar (Nurcholish Madjid, orang-orang zuhud, padahal mereka


Islam kemoderenan dan tidak mempunyai apa-apa untuk
KeIndonesiaan, 1999: 130). dihindari; mereka adalah orang-orang
fakir yang dengan zuhud akan menjadi
Zaman modern dengan segala
lebih fakir lagi. Begitu pula mereka
dimensinya dibangun atas dominasi
diajarkan untuk pasrah padahal mereka
piker (rasionalitas) yang diaplikasikan
tidak melakukan tindakan apa-apa.
dalam ilmu dan tekhnologi, itu ia
Sebaliknya bagi orang-orang kaya
mengandung nilai-nilai dan pandangan
(politisi dan usahawan) memakai nilai-
hidup sendiri sebagai akibat zaman
nilai itu untuk menaklukkan orang-
baru itu. Beberapa nilai itu tidak
orang fakir miskin dan untuk
sejalan atau dapat mengeleminasi nilai
memperkuat keimanan dan ketakwaan
muslim, seperti yang dikembangkan
untuk menjaga posisi-posisi komunitas
sufisme lama. Nurcholish Madjid,
sosial dan menghindari revolusi yang
seorang cendikiawan penganjur
mungkin mereka lakukan (Hassan
kemoderenan bagi muslim Indonesia
Hanafi, Islamologi 3 : Dari
menulis bahwa nilai-nilai itu seperti
Teosentrisme ke Antroposentrisme,
mekanisme birokrasi yang membuat
terj, 2004: 139).
seseorang berada dalam posisi tanpa
pilihan, artinya nilai-nilai modern Krisis manusia modern pada
membuang spiritualitas manusia dan gilirannya menghinggapi umat Islam.
menggantinya dengan nilai-nilai Jika dianalisa secara cermat, berbeda
keduniaan yang sekularisme, dari manusia Barat Modern, umat Islam
materialisme, dan konsumerisme. Di menghadapi dilema antara cita ideal
luar mekanisme itu seseorang tidak Islam dan realitas umat yang timpang.
berarti apa-apa, karena ia dinilai Islam sangat kaya dalam tradisi
berdasarkan fungsi fisik yang mungkin spiritual, seperti yang dikembangkan
ia lakukan. Dalam konteks itu sufisme. Namun kekayaan spiritual itu
kemanusiaan yang intrinsik, asasi, tidak di iringi kesolehan sosial di luar
mulia karena diciptakan dari ruh-Nya struktur tarekatnya yang dibutuhkan
sering tidak dijadikan hitungan. manusia modern. Karena itu, sufisme
tidak mampu menangkap dan
Disinilah mulai timbul masalah
mengatasi persoalan umat Islam
makna hidup, yaitu apa tujuan manusia
modern seperti kejumudan sebagai
hidup ? menjadi pertanyaan mengusik
akibat dari kemiskinan, kebodohan, dan
nurani, justru bagi mereka yang
kediktatoran.
memperoleh kemakmuran ekonomi
hasil dari kemoderenan tersebut. Dalam era modernitas, dunia
Apabila nilai-nilai spiritualitas, seperti spiritualitas dipahami tidak harus
zuhud ini merupakan landasan untuk mempunyai keterkaitan dengan
menolak kecenderungan duniawi, maka kelembagaan tarekat sufistik dalam
nilai-nilai itu lebih bermamfaat bagi bentuk yang lama. Dunia spiritualitas
orang kaya dari pada orang-orang saat ini lebih terkait dengan
miskin. Akan tetapi, terlihat pada pengalaman beragama yang
ralitasnya bahwa orang-orang miskin sebagiannya dikaji dalam psikologi
manjadi penerima dan pengikut agama dan sebagian yang lain erat
sufisme yang kuat. Mereka adalah kaitannya dengan kajian etika. Dalam
38 Jurnal Al-Aqidah, Volume 11, Edisi 1, Juni 2019

format seperti itu, dimensi religiousitas trans-historis. Orang kemudian lebih


yang berdasarkan wahyu tetap respon pada kesalehan dan aktifitas sufi
mewarnai sentral pembahasannya cuma dari pada tunduk pada petunjuk tata
dalam metodologi yang berbeda. moral al-Qur’an. Disinilah kemudian
Perhatian penulis-penulis modern cahaya al-Qur’an tertutupi oleh dunia
dikalangan umat Islam kepada imajinasi dan simbolisme sufisme.
persoalan-persoalan ini sudah semarak Karena itu, Rahman menyatakan
dari beberapa abad belakangan ini. bahwa tugas yang sangat penting bagi
umat Islam adalah memeriksa kembali
Fazlur Rahman (1919-1988),
tradisi sufisme itu, mana yang qur’ani,
seorang ilmuan muslim mengusung neo
yang tidak qur’ani, dan yang berada
modernisme, melalui sikap kritis dan
digaris batas keduanya.
objektif menilai sikap antipati kaum
modernis dalam merespon sufisme Salah satu tema sufisme yang
lama sebagai berlebihan dan secara diangkat dalam tulisan ini adalah
umum sangat merugikan bagi manusia persoalan zuhud atau asketisme. Zuhud
modern. Untuk itu ia ingin membangun muncul sebagai kesadaran moral yang
Islam dalam berbagai dimensinya murni yang kemudian oleh ulama
dalam satu kerangka yang utuh, disistematisasikan dan diformulasikan
menyeluruh, sistematis, serta menjadi konsep dasar dalam tradisi
mencerminkan nilai-nilai al-Qur’an dan sufisme. Seperti disebut diatas, karena
teladan Nabi yang sebenarnya sehingga pengaruh berbagai paham dari luar,
mampu menjawab persoalan zuhud berubah dari bentuk aslinya
kemoderenan yang membuat manusia menjadi konsepsi kebathinan yang
hidup dalam krisis spiritualitas. rumit dan filosofis sehingga melampaui
batas-batas syari’at Islam. Demikian
Eksplorasi Rahman atas tradisi
rumit dan filosofisnya hingga pada
spiritualitas dalam Islam menghasilkan
suatu sa’at zuhud tidak lagi dinilai
konsepsi neo-sufisme. Melalui
sebagai ajaran Islam yang otentik. Agar
paradigma itu umat diharapkan mampu
tradisi ini kembali menjadi kesadaran
eksis dalam dunia modern dan
moral yang religious umat Islam dan
sekaligus tetap Islami. Menurutnya,
tetap menunjukkan sikap dinamis di
sufisme berkembang menjadi agama
zaman modern (Fazlur, Tema-tema
awam begitu ajaran dan praktek
pokok al-Qur’an, terj, 1996: 96),
sufisme muncul dangan kesalehan dan
Rahman mengemukakan argumentasi
aktivitas para penganjurnya. Sufi
bahwa dunia merupakan dunia yang
mengatakan bahwa tanpa hirarki yang
sangat penting bagi manusia. Ia
senangtiasa ada ini, alam semesta tentu
menolak persepsi yang negatif dan
telah binasa. Melalui doktrin inilah
menjauhkan diri dari dunia. Baginya
sufisme menyebabkan orang-orang
dunia merupakan ladang untuk
meninggalkan dunia eksternal dan
beraktivitas dan sebagai sarana untuk
berpaling ke dalam dunia yang tak
meningkatkan spirit spiritualitas
terlihat (Lihat Fazlur Rahman,
keagamaan. Karena itu, dalam
Membuka Pintu Ijtihad, terj, 1984:
kehidupan modern yang serba materi,
173). Jadi ini adalah penisbian atas
tasawuf bisa dikembangkan kearah
dunia, dimana kehidupan dapat
yang konstruktif, baik yang
berjalan sepenuhnya secara mistik yang
menyangkut kehidupan pribadi
Rita Handayani, Zuhud di Dunia Modern …. 39

manusia sosial. Sebab manusia butuh sempit, tidak aktual, dan bahkan akan
pedoman hidup yang bersifat spiritual cenderung tertinggal zaman. Memang
yang mendalam untuk menjaga al-Quran secara normatif, dalam arti
integritas pribadinya. teksnya, tidak berubah dan tidak akan
mengalami perubahan. Tetapi dalam
Istilah metodologi historis
arti historis, pada level tekhnis aplikasi
digunakan untuk mempermudah dalam
dan realisasi dari makna yang
mempetakan dan mensistematisasikan
terkandung dalam kitab tersebut
sebuah bangunan teoritis suatu
sangatlah mungkin berubah atau
pemikiran yang di dalam kategori
bahkan harus senantiasa dilakukan
sosial sering kali dibedakan dengan
reinterpretasi dan reaktualisasi.
istilah normatif. Kedua istilah tadi
Karenanya, pintu ijtihad akan tampak
lazim di gunakan untuk melihat sebuah
selalu terbuka. Ijtihad harus selalu
metodologi yang digunakan seorang
dilakukan. Siapapun boleh berijtihad.
pemikir dalam mengkaji objek yang di
telitinya. Setidaknya, Rahmanlah yang Pada aspek motodologi ini,
cukup bersemangat menganjurkan para nampaknya, Rahman tidak dapat
penstudi khususnya para penstudi Islam terlepas sama sekali dari pengaruh
baik dari kalangan muslim sendiri pemikiran filsafat Barat modern, dalam
maupun kalangan di luar Islam untuk hal ini hermeneutika Gadamer,
menggunakan metode historis tersebut. strukturalismenya Claude Levi Strauss,
Ia mengatakan “ maka, tugas utama atau bahkan para pemikir
mereka yang paling mendasar adalah strukturalisme lainya: Michel Foucault
mengembangkan suatu metodologi dan Jeques Derrida.
yang tepat dan logis untuk mempelajari Sebuah contoh yang cukup
al-Qur’an guna mendapatkan petunjuk transparan bahwa Rahman dipengaruhi
bagi masa depannya.” Taufik Adnan oleh Hermeneutika Gadamer misalnya,
Amal mengatakan: antara lain adalah bahwa ia, pada aspek
“Metode inilah yang ditemukan motodologinya dalam memahami teks
Rahman dalam beberapa karya al-Qur’an, selalu mempertimbangkan
intelektualnya. Dan metodologi ini aspek historis:sosial ekonomi dan
pulalah yang menjadi ciri pembeda sosial politis, geografis, dan sejarah,
antara neo-modernisme dan untuk kemudian tafsir tersebut
modernisme klasik. Lebih lanjut disesuaikan dengan konteks zamannya.
Rahman menyajikan bahwa metodologi Beberapa aspek di atas
yang ditawarkannya itu dapat kerapkali dijadikan bahan
menghindari pertumbuhan ijtihad yang pertimbangan oleh Rahman guna
sewenang-wenang dan liar. memahami (understanding) dan
Bagi Rahman, pendekatan menafsirkan (interpreting) ayat al-
historis adalah suatu keharusan, karena Qur’an. Bahkan tanpa
jika al-Qur’an atau teks suci dipandang mempertimbangkan aspek-aspek di
secara normatif an-sich, justru akan atas, menurut Rahman, penafsiran
menghilangkan makna universal Islam. menjadi tidak mungkin. Sebuah ayat
Islam yang dipandang normatif dan apa akan menjadi sangat
adanya dalam arti sudah dianggap sulit”berbunyi”dan dapat dipahami
selesai dan given akan nampak sangat secara penuh makna. Sementara
40 Jurnal Al-Aqidah, Volume 11, Edisi 1, Juni 2019

didalam hermeneutika yang paling Misalnya Gadamer berpendapat bahwa


terkenal, lebih spesifik pada Gadamer seorang interpreter tidak mungkin
adalah metode “diakronik”nya. Di sama sekali terlepas dari apa yang ia
mana factor historis, berupa latar sebut sebagai “prasangka”(prejudicial).
belakang sosial ekonomi dan politis, Disadari atau tidak, ia sudah memiliki
juga seting sejarah kapan dan dimana pemahaman awal (pre-
ayat atau teks itu diturunkan, menjadi understanding)sebelum ia memahami
bahan pertimbangan dalam melakukan sebuah teks. Inilah yang disebut
sebuah interpretasi. sebagai lingkaran hermeneutic
(hermeneutic circle). Karena itu bagi
Menurut Rahman, sering kali
Gadamer pemahaman adalah
fator-faktor tadi terabaikan, atau malah
parasangka .
dipandang sama sekali tidak penting.
Fenomena ini tidak jarang terjadi Kemungkina adanya bias
dikalangan ulama klasik. Misalnya, strukturalisme pada metodologi
penafsiran begitu tampak mengarah Rahman adalah pada bagaimana
kepada kecenderungan Rahman memanadang sebuah tradisi.
tertentu:teologis, sufistis, dan normatif- Bagi Rahman, tradisi tidak sama
formalistik. dengan tradisionalisme. Tradisi tidak
harus selalu merujuk kepada, atau
Karenanya, pada saat yang
dalam arti yang sempit, segala yang
sama terkadang sebuah tafsir tampak
telah dilakukan Nabi (perilaku Nabi).
kaku dan kering jika tidak dapat
Dengan kata lain sunnah itu sendiri.
disebut tidak rasional. Karenanya,
Tetapi, tradisi bagi Rahman lebih
Rahman mengajukan suatu pendekatan
merupakan suatu dinamika yang
historis, yang menurutnya akan selalu
senang tiasa hidup pada setiap masa
relevan di manapun dan kapanpun.
dan tempat di mana komunitas manusia
Namun, tentu saja Rahman berada. Dalam arti ini maka setiap
tidak sepenuhnya mengadopsi metode bangsa memiliki tradisi sendiri-sendiri.
yang ditawarkan Gadamer. Satu hal Pada konteks ini Rahman berbicara
yang mempengaruhi sikapnya adalah ia bagaimana sebuah pembaharuan
begitu yakin dan percaya bahwa al- dimulai lewat taradisi.
Qur’an itu kitab suci, dari Tuhan.
Di sini tidak lalu berarti
Sedangkan pada kitab suci lain, seperti
kembali belakang secara tidak kritis,
injil, sebagaimana yang menjadi
menjiplak atau menelannya mentah-
pembahasan para hermeneutis seperti
mentah apa yang dicontohkan Nabi
Gadamer, yang menjadi pengarang
pada masanya. Karenanya, sekalipun
kitab atau teks (the author) adalah
hal ini yang terjadi hendak mencontoh
murid-murid isa. Karena itu Rahman di
secara tidak kritis bagi Rahman,
sini tidak mempermasalahkan Tuhan
bukanlah lalu berarti kita lebih taat dan
sebagai the Author
lebih konsisten kepada taradisi(al-
Sementara itu, di dalam tradisi Sunnah), melainkan tindakan itu
hermeneutika, dalam hal ini Gadamer, sesungguhnya kembali kepada
secara umum berbicara soal teks, tradisionalisme.
pembuat teks (author), dan bagaimana
Rahman melihat bahwa fakta
menafsirkan teks (bagi interpreter).
ini telah melanda sebagian besar dunia
Rita Handayani, Zuhud di Dunia Modern …. 41

Islam dan kaum muslimin, terutama Qur’an, ia telah mencoba dengan


golongan konservatif yang cenderung metodologi ini.
eklusif dan tidak toleran. Pada titik ini Khazanah pemikiran klasik,
nampaknya Rahman telah meminjam sebagai langkah awal, dilihatnya
kerangka dan pendekatan dengan menempatkan pada konteksnya.
strukturalisme, bahwa di dalam Apabila masih relevan dengan situasi
masyarakat, manusia tidak dapat dan kondisi saat ini, maka Rahman
dipisahkan dengan apa yang disebut hanya menyempurnakannya. Tetapi,
tradisi. Tradisi merupakan sebuah jika dalam pandangannya sudah tidak
struktur yang ada dalam masyarakat ada lagi relevan dengan kondisi saat
sebagai representasi dari diantaranya ini, maka Rahman merekonstruksi
mitos. Karenanya munculnya ritus atau penafsiran tadi. Hal ini telah dilakukan
ritual. Ritual dilakukan oleh saat ia berada di Pakistan. Pada saat itu
masyarakat tertentu dari masyarakat Rahman menjabat sebagai direktur
primitif sampai masyarakat yang sudah pusat penelitian Islam di Karachi.
modern sekalipun, guna menghadirkan Upaya itu ternyata telah
apa yang mereka anggap sebagai yang
menyebabkannya pindah ke Chicago.
mengatasi mereka (the supreme)atau Ia mendapat perlawanan yang tidak
dengan kata lain, Tuhan. Meskipun sehat dari ulama dan oknum penguasa
tentu bentuk ritual satu masyarakat menentang pendapatnya tentang bunga
berbeda dengan masyarakat lainnya. bank yang dipandangnya bukan riba,
namun,pada tingkat filosofis dan juga pendapatnya tentang sembelihan
teoritisnya adalah sama. Tradisi inilah binatang dengan mesin.
yang kemudian mempengaruhi cara
pandang masyarakat terhadap Pada aspek metodologi,
lingkungan dan pola hidupnya yang Rahman memberikan tawaran-tawaran,
kemudian mengkristal menjadi budaya. terutama pada metodologi tafsir. Ia
Karena itu, setiap masyarakat akan memberikan semacam panduan praktis
mempertahankan tradisinya. Sikap bagaimana menafsirkan al-Qur’an
inilah kemudian disebut secara tepat, atau setidaknya mendekati
tardisionalisme. Karenanya makna yang sebenarnya yang dimaksud
tradisionalisme harus diwaspadai dalam ayat tersebut.
terutama sekali ketika seseorang C. Penutup
mencoba menangkap pesan al-Qur’an.
Zuhud melukiskan tendensi
Rahman juga dipengaruhi oleh terjadinya semacam reformasi
para pemikir pos-strukturalis dan pos kesadaran moral-religiusitas manusia
modernis seperti Foucault dan Derrida. dibersihkan dari karakter ekstatis dan
Yang dipinjam Rahman dari Derrida metafisisnya untuk diganti dengan
yaitu metode dekonstruksinya. sesuatu isi yang tidak lain adalah ajaran
Sekalipun demikian, Rahman tidak tentang aktivisme sosial yang dilandasi
berhenti sampai di sini. Rahman kesucian bathin.
melangkah lebih jauh kepada
rekonstruksi (membangun kembali) Berdasarkan paparan di atas,
bangunan pemikiran yang telah berdasarkan pemikiran Fazlur Rahman
didekonstruksinya. Sebut saja misalnya perlu upaya rekonstruksi zuhud
pada bagaimana cara menafsirkan al- menghadapi zaman modern dengan
42 Jurnal Al-Aqidah, Volume 11, Edisi 1, Juni 2019

mempertimbangkan beberapa Keempat, individu-individu pemeluk


pemikiran berikut: pertama, bahwa agama bisa saja beraviliasi atau
doktrin dan ritus-ritus keagamaan yang menjadi pengurus lembaga keagamaan
berdasrkan al-Qur’an dan sunnah, tertentu , tetapi tidak ada individu atau
haruslah bermuara kepada jalinan otoritas organisasi yang mempunyai
kehidupan spiritual yang hidup antara kekuasaan spiritual yang mengawasi
individu pemeluk agama dengan wilayah lain. Begitu pula orang-orang
Tuhan. Kedua, ajaran dan ritus-ritus beragama dapat berkerjasama dan
keagamaan harus memperlihatkan memperkaya kehidupan spiritualitasnya
wataknya yang fleksibel dan secara bersama-sama dan sederajat,
berkembang dengan karena kekuasaan spiritual yang
mempertimbangkan perkembangan sebenarnya hanyalah Allah SWT.
pengetahuan ilmiah modern. Barangkali dengan upaya-upaya
Ketiga semangat dan kekuatan tersebut tanpa menutup upaya-upaya
organisasi-organisasi yang utama lain yang konstruktif kita dapat
hendaknya dipersembahkan untuk mengembalikan citra spiritualitas Islam
kehidupan spiritual umat, bukannya pada orisinalitasnya, sehingga tidak
semata-mata ditujukan untuk terlalu asing dari kehidupan kita
memperkokoh dan memelihara sebagai individu dan masyarakat luas
kelembagaan keagamaan itu sendiri. di zaman modern ini.
.
Daftar Kepustakaan

Abdullah, Amin, Studi Agama Iqbal, Muhammad, Rekonstruksi


Normativitas atau Historisitas, Pemikiran Agama dalam Islam,
Yogyakarta: Pustaka Pelajar, diterjemahkan dari judul
2002 aslinya”The Reconstruction of
Bellah, Robert N, Beyond Belief Esai Religius Thought in Islam oleh
tentang Agama di Dunia Ali Audah dkk, Yogyakarta:
Moderen, diterjemahkan dari Jalasutra, 2002
judul asli Beyond Belief Essays Rahman, Fazlur, Membuka Pintu
on Religion in a Post- Ijtihad, diterjemahkan dari
Traditionalist World oleh Rudy judul asli “Islamic Methodology
Harisyah Alam, History” oleh Anas Mahyudin,
Jakarta:Paramadina, 2000 Bandung: Pustaka, 198
Faruqi, Ismail R. dkk, Atlas Budaya -----------, Tema-Tema Pokok Al-
Islam;Menjelajah Khazanah Qur’an, diterjemahkan dari
Peradaban Gemilang, judul asli Major Themes of the
diterjemahkan dari judul asli Qur’an oleh Anas Mahyudin,
The Cultural Atlas of Islam oleh Bandung:Pustaka, 1996
Ilyas Hasan, Bandung: Mizan, Hassan Hanafi, Islamologi 3: Dari
2003 Teosentrisme ke
Antroposentrisme,
diterjemahkan dari judul asli
Rita Handayani, Zuhud di Dunia Modern …. 43

Dirasat Islamiyyah oleh Miftah R.A Nicholson, Tasawuf Menguak


Faqih, Yogyakarta: LKIS, 2004 Cinta Ilahiah, diterjemahkan
Nurcholish Madjid, Islam dari judul asli the Mystics of
Kemoderenan dan Islam oleh A. Nashir Budiman,
KeIndonesiaan, Jakarta:PT. Raja Grafindo
Bandung:Mizan, 1999 Persada,1993.

Anda mungkin juga menyukai