Anda di halaman 1dari 27

BAB II

KAJIAN LITERATUR

A. Penelitian Terdahulu

Penelitian “kerangka pemikiran” terdahulu merupakan penelitian

sejenis dengan penelitian yang akan diteliti, yang sebelumnya sudah

pernah dilakukan. Penelitian terdahulu bertujuan untuk menunjukkan

bahwa penelitian yang sedang dilakukan adalah asli dan belum pernah

dilakukan sebelumnya. Penelitian yang berkaitan dengan komunikasi

kepemimpinan dalam memelihara citra yang telah digunakan oleh peneliti

terdahulu. Berikut merupakan penelitian terdahulu berupa beberapa jurnal

terkait dengan penelitian. Jurnal yang akan peneliti paparkan pada bagian

berikutnnya adalah :

1. Jurnal Nasional

Berisi tentang beberapa jurnal penelitian nasional dari dalam negeri

yang sejenis dengan yang sedang diteliti.

a. Desi Asri Shaputri, Muhammad Sufyan Abdurrahman. Program Studi Ilmu

Komunikasi. Fakultas Komunikasi dan Bisnis. Universitas Telkom. Strategi

Komunikasi Pemasaran Dalam Meningkatkan Loyalitas Konsumen Pada

Cafe Coffee di Bandung. Jurnal eProceedings of Management Vol 6, No 3

(2019).

(https://openlibrarypublications.telkomuniversity.ac.id/index.php/manag

ement/index)

b. Ugeng Budi Haryoko dan Rahma Dina. Program Studi Manajemen

Pemasaran. Pengaruh Kualitas Pelayanan Terhadap Loyalitas Donatur


Pada Yayasan Yatim Indonesia Cabang Graha Raya Bintaro. Jurnal

Pemasaran Kompetitif Vol 2, No 3 (2019).

(https://www.researchgate.net/publication/337735240_PENGARUH_K

UALITAS_PELAYANAN_TERHADAP_LOYALITAS_DONATUR_PADA

YAYASAN_YATIM_INDONESIA_CABANG_GRAHA_RAYA_BINTARO)

c. Miswanto, Dian Rumintang Irianti Sirait. Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi

(STIE) YKPN Yogyakarta. Pengaruh Personal Branding, Tingkat

Kepuasan, Trust, dan Motivasi Berkoperasi Terhadap Loyalitas Anggota

Koperasi Simpan Pinjam Pembiayaan Syariah (KSPPS) “Bina Bersama”

Lampung Utara. Jurnal Ilmiah Akutansi dan Keuangan Vol 5, No 3 (2022).

(http://journal.ikopin.ac.id/index.php/fairvalue/article/view/2450)

d. Gita Verawati, Dwi Setya Nugrahini. Institut Agama Islam Negeri Ponorogo.

Dampak Strategi Personal Branding Funding Officer Terhadap Loyalitas

Nasabah di Bank Pembiayaan Rakyat Syariah Lantabur Tebuireng

Cabang Mojokerto. Jurnal of Islamic Banking and Finance Vol 1, No 1

(2022).

(https://ejournal.iainponorogo.ac.id/index.php/falahiya/article/view/656)

e. Mohamad Yusak Anshori, Denis Fidita Karya,Azrida Ayu Rahmania dan

Rizki Amalia Elfita. Program Studi Manajemen. Universitas Nahdlatul Ulama

Surabaya. Analisis Loyalitas Donatur dan Brand Trust: Studi pada YDSF

Al-Falah Surabaya. Journal of Management and Business Review Vol 19, No

2 (2022).
(https://www.google.com/url?sa=i&url=https%3A%2F%2Fjmbr.ppm-

school.ac.id%2Findex.php%2Fjmbr%2Farticle%2Fdownload%2F316%

2Fpdf&psig=AOvVaw2YoR1VOxm2-

GxSorW18E0n&ust=1681880841247000&source=images&cd=vfe&ved

=0CBMQjhxqFwoTCJjn3MLUsv4CFQAAAAAdAAAAABAE)

f. Nurhanifah, Nazmi Niki Kartika, Ahmad Husein, Masrona Harahap, Joni

Romaito Ritonga, Cindy Indarti Kesuma. Universitas Islam Negeri Sumatera

Utara. Analisis Strategi Marketing, Brand Image (Personal Branding)

Serta Loyalitas Terhadap Minuman Starbucks di Kalangan Remaja

Milineal. Jurnal Pengabdian Masyarakat Vol 3, No 1 (2023).

(https://journal.laaroiba.ac.id/index.php/elmujtama/article/view/2291)

2. Jurnal Internasional

Gilroy Hughdonald Middleton, Hyoung Tark Lee, Fakultas Manajemen

dan Ilmu Sosial, Universitas Belize, Departemen Administrasi Bisnis,

Sekolah Tinggi Administrasi Bisnis, Universitas Keimyung. Non-profit

Organization’s Innovative Donor Management-The Identification

of Salient Factors That Drive Donor Loyalty. Jurnal Inovasi Asia

Pasifik dan Kewirausahaan Vol 14, No 1 (2020).

(https://www.emerald.com/insight/content/doi/10.1108/APJIE-01-2020-

0010/full/html)
No Nama Penelitian Fokus Metode Hasil Persamaan Perbedaan

dan Judul Penelitian Penelitian Penelitian

Penelitian

1 https://
ejurnal.teknokrat.ac.i
d/index.php/
JSSTCS/article/
view/1313

2 Ugeng Budi Haryoko Mengetahui Deskriptif Koefisien Informan yang Metode


dan Rahma Dina. pengaruh kuantitatif korelasi digunakan penelitian
Pengaruh Kualitas kualitas melalui didapatkan dalam yang
Pelayanan pelayanan wawancara hasil sebesar penelitian digunakan
Terhadap Loyalitas terhadap dan 0,280, artinya sama, dari sedikit
Donatur Pada loyalitas observasi ada pengaruh donatur pada berbeda,
Yayasan Yatim donatur langsung yang rendah organisasi penelitian ini
Indonesia Cabang antara Kualitas non-profit. menggunakan
Graha Raya Pelayanan metode
Bintaro. Jurnal (Variabel X) kuantitatif,
Pemasaran terhadap sedangkan
Kompetitif. Juni Loyalitas metode
2019. Pelanggan penelitian
(Variabel Y). Di yang akan
lihat dari diteliti ialah
Analisis metode
Koefisien kualitatif.
Determinasi
didapat
hasil 8% yang
artinya
pengaruh
kualitas
pelayanan
sebesar 8%
terhadap
loyalitas
donator
sedangkan
92% di
pengaruhi oleh
faktor lain yang
memang tidak
diteliti dalam
penelitian ini.

3 Miswanto, Dian Menguji Kuantitatif (1) Ada Berfokus pada Metode


Rumintang Irianti pengaruh kausal pengaruh loyalitas untuk penelitian
Sirait. Pengaruh personal positif personal organisasi. kuantitatif,
Personal Branding, branding, branding sedangkan
Tingkat Kepuasan, tingkat terhadap penelitian
Trust, dan Motivasi kepuasan, loyalitas yang akan
Berkoperasi trust, dan anggota diteliti
Terhadap Loyalitas motivasi koperasi. menggunakan
Anggota Koperasi berkoperasi (2) Tidak ada metode
Simpan Pinjam terhadap pengaruh kualitatif.
Pembiayaan loyalitas tingkat
Syariah (KSPPS) anggota kepuasan Variabel yang
“Bina Bersama” Koperasi terhadap akan diteliti
Lampung Utara. Simpan loyalitas ada beberapa,
Jurnal Ilmiah Pinjam anggota. sedangkan
Akutansi dan Pembiayaan (3) Ada penelitian
Keuangan. Oktober Syariah pengaruh yang akan
2022. “Bina positif trust diteliti hanya 1
Bersama” terhadap fokus
Lampung loyalitas penelitian.
Utara. anggota
koperasi.
(4) Tidak ada
pengaruh
positif motivasi
berkoperasi
terhadap
loyalitas
anggota
koperasi.

4 Gita Verawati, Dwi Mengetahui Kualitatif (1) Strategi Fokus


B. Kajian Pustaka

1. Komunikasi

1.1 Definisi Komunikasi


(1)
Secara etimologi, kata “komunikasi” berasal dari bahasal

Inggris communication. Biasanya kata “komunikasi” diartikan dan

dikenal dengan “komunikasi” begitu saja, dan orang-orang sudah

mampu mendeskripsikannya, meskipun tidak semuanya tepat.

Konon kata komunikasi berasal dari bahasa latin communicatio

dan bersumber dari kata communis yang berarti “sama”. Maksud dari

kata “sama” itu adalah sama dalam makna. Ada pula yang menyebut

komunikasi dari akar kata communico yang berarti berbagi. Tegasnya,

peristiwa komunikasi antara seseorang dengan orang lain dapat

dipastikan terjadi dengan menggunakan bahasa yang “sama”, dan

menyepakati makna yang “sama” meskipun bisa jadi keduanya dari

latar belakang sosial dan budaya yang berbeda. Secara terminologi,

dalam catatan Frank E.X. Dance, ada lebih dari seratus dua puluh

enam (126) definisi “komunikasi”. Di antara yang paling sering dikutip

adalah pendapat Carl I. Hovland. Ia menyatakan: Communication is

the process to modify the behavior of other individuals. Definisi ini

cenderung tidak berimbang, karena menempatkan satu pihak pada

posisi aktif, sementara pihak lain sebagai objek yang pasif. Disamping

itu, pesan yang disampaikan cenderung membuat pihak kedua harus

menafsirkan seperti kemauan pihak pertama.

Definisi lain yang dikemukakan oleh Stewart L. Tubss dan Silvia

Moss adalah “proses penciptaan makna antara dua orang atau lebih”.
Definisi ini dipandang lebih berimbang dan kedua pelaku komunikasi

adalah aktif. Pesan yang disampaikan juga boleh ditafsirkan sesuai

apa yang diterima oleh pihak kedua. Oleh sebab itu dalam komunikasi

ada proses menciptakan makna oleh peserta komunikasi sampai ada

makna yang telah atau akan disepakati dan dipahami oleh kedua

pihak.

Definisi paling mudah barang kali dikemukakan Onong Uchyana

Effendi, yaitu: “Penyampaian pikiran oleh seseorang (komunikator)

kepada orang lain (komunikan)”.

1.2 Unsur-unsur Komunikasi


(2)
Secara umum, unsur-unsur dalam komunikasi dapat

digambarkan menjadi empat bagian, yaitu komunikator, pesan, media,

dan komunikan.

Gambar 1.1.1

Unsur-unsur dalam komunikasi

1) Komunikator (pengirim pesan)

Istilah lain dari komunikator adalah sender, encoder atau

pengirim pesan, yaitu perorangan ataupun lembaga yang bertindak

sebagai penyampai atau pengirim pesan maka komunikator juga dapat

sekaligus sebagai penggagas atau disebut sebagai narasumber.


Dalam kegiatan komunikasi akan terjadi proses interaksi antar

manusia yang terlibat didalamnya. Penyebar pesan atau komunikator

adalah unsur yang menyampaikan ide atau gagasan kepada pihak lain.

Tugasnya melakukan encoding atau merumuskan ide/gagasan ke

dalam suatu bentuk pesan yang dapat dan mudah dimengerti. Hal ini

cukup menyulitkan, mengingat seorang komunikator harus dapat

memindahkan ide/gagasannya tersebut ke benak atau pemikiran orang

lain agar terdapat kesamaan pengertian dan makna.

Dalam menyampaikan isi pesannya, seorang komunikator dapat

secara:

a. Interpersonal, yaitu secara pribadi, tatap muka.

b. Small group, yaitu dengan cara berkelompok kecil.

c. Large group, yaitu dengan pertemuan yang melibatkan massa

yang besar.

d. Melalui media massa (mass communication).

2) Pesan

Materi pernyataan yang disampaikan komunikator pada

komunikan dapat berupa lisan maupun tulisan. Selain itu, dapat pula

berupa lambang-lambang, gambar, warna, atau isyarat-isyarat lainnya

yang dilakukan dengan menggunakan bahasa verbal maupun

nonverbal, tetapi harus dapat dipahami oleh kedua belah pihak, baik

pengirim maupun penerima pesan.

Bahasa verbal adalah kata, kalimat yang diucapkan atau ditulis

secara langsung. Komunikasi verbal adalah penyampaian ide-ide,

pemikiran atau keputusan secara tertulis atau lisan menggunakan


mulut (oral). Tujuannya ialah agar lebih mudah menyampaikan pesan

daripada tidak verbal. Dalam hal ini, komunikan sebagai pendengar

atau pembaca lebih mudah memahami pesan-pesan yang

disampaikan, sedangkan bahasa nonverbal atau tidak verbal adalah

kata, kalimat yang disampaikan tidak secara lisan, komunikator

menggunakan berbagai isyarat, lambang, ataupun gerak yang harus

dimaknai dan dimengerti oleh kedua pihak, yaitu komunikator dan

komunikan.

Terkadang, seorang komunikator berkomunikasi dengan tidak

efektif karena tercampur antara komunikasi verbal dan nonverbal pada

waktu yang bersamaan. Tentu saja hal ini dapat menimbulkan

keraguan pada pihak penerima pesan, contohnya seperti komunikasi

nonverbal. Seseorang mungkin saja salah mengambil kesimpulan

tentang berbagai macam pesan yang ditampilkan, misalnya perasaan

orang yang sedang bersedih, rasa senang, benci, cinta, rindu, dan

berbagai macam perasaan lainnya yang sering kali ditampilkan dalam

bentuk gestur tubuh. Bentuk komunikasi nonverbal sendiri diantaranya

adalah bahasa isyarat, ekspresi wajah, sandi, simbol-simbol, warna,

dan intonasi suara. Berikut ini adalah bentuk-bentuk dari komunikasi

nonverbal.

a. Sentuhan

Sentuhan termasuk bersalaman, menggenggam tangan, berciuman,

sentuhan di punggung, mengelus-elus, pukulan, dan lain-lain.

b. Gerakan
Dalam komunikasi nonverbal, kinestik atau gerakan tubuh meliputi

kontak mata, ekspresi wajah, isyarat, dan sikap tubuh. Gerakan tubuh

biasanya digunakan untuk menggantikan suatu kata atau frasa,

misalnya mengangguk untuk mengatakan “ya”, untuk

mengilustrasikan atau menjelaskan sesuatu bahkan menunjukkan

perasaan.

c. Vokalik

Vokalik atau paralanguage adalah unsur nonverbal dalam suatu

ucapan, seperti cara berbicara. Contohnya ialah nada bicara, nada

suara, keras atau lemahnya suara, kecepatan berbicara, kualitas

suara, intonasi, dan lain-lain.

d. Kronemik

Kronemik adalah bidang yang mempelajari penggunaan waktu dalam

komunikasi nonverbal. Penggunaan waktu dalam komunikasi

nonverbal meliputi durasi yang dianggap cocok bagi suatu aktivitas,

banyaknya aktivitas yang dianggap patut dilakukan dalam rangka

waktu tertentu serta ketepatan.

Bila lambang-lambang, isyarat, yang digunakan oleh

komunikator dalam proses komunikasi dipahami oleh komunikan

maka proses tersebut disebut sebagai meaning full, yaitu adanya

pengertian di kedua belah pihak. Selain dari kesamaan pengertian, isi

pesan juga harus well tuned, yaitu isi pesan yang dilancarkan oleh

komunikator dalam intensitasnya harus cocok dan sesuai dengan luas

lingkup daya tangkap komunikan, ini harus diikuti oleh luas lingkup

pengalaman dan kerangka acuan dari komunikator dan komunikan.


3) Media

Media (channel) merupakan saluran atau titian dalam

menyampaikan pesan yang ditujukan kepada komunikan baik

perorangan, kelompok maupun massa. Media tersebut dapat

dikategorikan dalam dua bagian.

a. Media umum ialah media yang digunakan oleh semua bentuk

komunikasi seperti telephone, fax, Overhead Proyector (OHP), In

Focus, dan sebagainya.

b. Media massa ialah media yang digunakan untuk kepentingan

massal seperti televisi, radio, film, dan surat kabar.

4) Komunikan (penerima pesan)

Komunikan merupakan pihak penerima pesan yang dengan

istilah lain disebut sebagai decoder atau receiver. Komunikan juga

dapat berupa perorangan atau individu dan kelompok, massa serta

lembaga.

Seorang komunikan dalam tugasnya melakukan decoding, yaitu

menafsirkan pesan yang sampai kepadanya melalui media, berusaha

memahami pesan itu sehingga dapat memberikan reaksi yang sesuai

dengan harapan si penyampai pesan. Decoding atau penafsiran

merupakan faktor penting dalam memahami suatu pesan yang

diterima, yang didalamnya harus persamaan pengertian antara pengirim

pesan dengan penerima pesan terhadap lambang-lambang yang

merupakan “titian” atau kendaraan yang telah dirumuskan atau di-encode

oleh komunikator.
Ketika menerima pesan tersebut, situasi sosial yang merupakan

latar belakang dari komunikan disebut sebagai frame of reference

(kerangka acuan) dan field of experience (pengalaman lapangan). Ini

dapat dicontohkan seperti komunikan yang hadir pada pertemuan

terbatas yang akan berbeda dan memperlihatkan gejala lain

dibandingkan dengan komunikan yang menghadiri pertemuan-

pertemuan besar, seperti suatu rapat raksasa, demonstran, pawai, dan

kampanye. Gejala psikis dapat dilihat dari komunikan yang ditunjukkan

dengan:

a. Emosi

Sentimen dan perasaan yang cenderung meninggi atau sebaliknya.

b. Intelligentsia

Intelengensia atau rasio cenderung menurun atau dengan kata lain

pada saat itu komunikan lebih banyak menggunakan emosi sehingga

pesan yang disampaikan belum tentu diterima dan dipahami di

benaknya.

2. Manajemen

2.1 Definisi Manajemen


(3)
Penelitian terhadap awal sejarah manajemen pada 7000 tahun yang

lalu menyebutkan bahwa manajemen merupakan sebuah proses

berdasarkan trial dan error, hanya sedikit atau bahkan tanpa teori, dan

hampir tidak terdapat penyebaran ide dan praktik.

Periode antara tahun 1700 dan 1785 disebut sebagai Revolusi

Industri di Inggris. Sebagai sebuah negara, Inggris berubah secara

dramatis: dari masyarakat pedesaan menjadi pabrik dunia. Manajemen


dari pabrik di Inggris dicirikan dengan penekanan pada efisiensi,

kontrol yang ketat, dan aturan, serta prosedur yang kaku.

Suatu era industri baru dimulai di Amerika Serikat zaman

Perang Sipil. Terdapat ekspansi yang dramatis dari industri mekanis

seperti pembangunan kereta api. Selain itu, kompleks industri

manufaktur besar tumbuh kian penting. Usaha-usaha untuk

merencanakan, mengorganisir, dan mengendalikan pekerjaan

kompleks ini dengan lebih baik akhirnya mengarahkan manajer untuk

membahas situasi mereka dan menyajikan laporan pada pertemuan.

Publikasi manajemen yang pertama pada era modern diterbitkan

dalam jurnal engineering.

Pada tahun 1881, suatu cara baru mempelajari manajemen

dimulai dengan bantuan sebesar $100.000 oleh Joseph Wharton

kepada University of Pennysylvania untuk mendirikan departemen

manajemen di perguruan tinggi. Kurikulum manajemen pada waktu itu

meliputi topik-topik seperti pemogokan, hukum bisnis, sifat dari saham

dan obligasi, dan prinsip kerja sama dalam pekerjaan.

Ada banyak versi mengenai definisi manajemen, namun

demikian pengertian manajemen itu sendiri secara umum adalah suatu

proses yang terdiri dari rangkaian kegiatan, seperti planning,

organizing, staffing, directing, dan controlling yang dilakukan oleh para

anggota organisasi dengan menggunakan seluruh sumber dara

organisasi untuk menentukan dan mencapai tujuan yang telah

ditetapkan.
Secara etimologis, pengertian manajemen merupakan seni

untuk melaksanakan dan mengatur. Manajemen ini juga dilihat sebagai

ilmu yang mengajarkan proses mendapatkan tujuan dalam organisasi,

sebagai usaha bersama dengan beberapa orang dalam organisasi

tersebut. Sehingga, ada orang yang merumuskan dan melaksanakan

tindakan manajemen yang disebut dengan manajer.

Berikut ada beberapa pengertian tentang manajemen dari beberapa

ahli:

i. Menurut James A.F. Stonner

Pengertian manajemen adalah suatu proses perencanaan,

pengorganisasian, kepemimpinan, dan pengendalian upaya dari

anggota organisasi, serta penggunaan semua sumber daya yang ada

pada organisasi untuk mencapai tujuan organisasi yang telah

ditetapkan sebelumnya.

ii. Menurut Robbins dan Coulter (2007)

Manajemen adalah proses pengoordinasian kegiatan-kegiatan

pekerjaan sehingga pekerjaan tersebut terselesaikan secara efisien

dan efektif dengan dan melalui orang lain. Efisiensi mengacu pada

memperoleh output terbesar dengan input terkecil; digambarkan

sebagai “melakukan segala sesuatu secara benar”. Sedangkan,

efektivitas mengacu pada menyelesaikan kegiatan-kegiatan sehingga

sasaran organisasi dapat tercapai; digambarkan sebagai “melakukan

segala sesuatu dengan benar”.

iii. Menurut Heene dan Desmidt (2010)


Manajemen adalah serangkaian aktivitas manusia yang

berkesinambungan dalam mencapai suatu tujuan yang telah

ditetapkan.

Demikian beberapa definisi tentang manajemen, yang mana

pada dasarnya manajemen adalah kegiatan-kegiatan kerja yang

fungsinya mengoordinir anggota-anggota organisasi demi tercapainya

pekerjaan-pekerjaan secara efektif dan efisien.

2.2 (4)Fungsi Manajemen

a. Fungsi Perencanaan (Planning)

Yaitu suatu keputusan yang diambil untuk waktu yang akan

datang meliputi apa yang dilakukan, kapan dan siapa yang

melakukan “suatu keputusan yang diambil” mengandung maksud

akan adanya upaya pemilihan alternatif dari berbagai alternatif yang

ada.

Pentingnya perencanaan:

- Untuk menghilangkan atau mengurangi ketidakpastian di masa

datang

- Memusatkan perhatian setiap unit yang terlibat

- Membuat kegiatan lebih ekonomis

- Memungkinkan dilakukan pengawasan

b. Fungsi Pengorganisasian (Organizing)

Yaitu suatu fungsi yang dijalankan berupa cara pengaturan dari

sekian banyak pekerjaan yang perlu dilakukan disesuaikan dengan


sumber daya yang ada guna tercipta efisiensi di dalam bekerja dalam

upaya pencapaian tujuan, yaitu:

- Identifikasi aktifitas yang akan diadakan

- Pengelompokkan aktifitas sesuai dengan sumber daya dan kondisi

yang ada

- Pendelegasian wewenang

- Koordinasi wewenang

c. Fungsi Penugasan (Staffing)

Yaitu fungsi yang dijalankan berupa pengisian posisi dalam

struktur organisasi atau bidang-bidang yang telah ada melalui

identifikasi kebutuhan kerja.

d. Fungsi Kepemimpinan (Leading)

Yaitu fungsi pengelolaan dan pengkoordinasian anggota

organisasi untuk mendukung pencapaian tujuan organisasi. Di sini

keterikatan anggota dengan pemimpinnya sangat terkait untuk

melakukan kegiatan yang telah direncanakan bersama.

e. Fungsi Pengawasan (Controlling)

Yaitu merupakan pengukuran dan koreksi-koreksi

penyimpangan dari pelaksanaan kegiatan dalam pencapaian tujuan

yang telah ditetapkan dengan membandingkan pada standar yang

telah disusun, seperti standar biaya, program, sasaran dan lain-lain.

Langkah-langkah pengawasan:

- Menentukan standar dan metode pengukuran kegiatan

- Mengukur kegiatan secara berulang

- Membandingkan pelaksanaan kegiatan dengan standar tersebut


- Melakukan tindakan koreksi

Ciri pengawasan yang efektif:

- Dihubungkan dengan rencana dan kedudukan seseorang

- Dihubungkan dengan individu pimpinan dan pribadinya

- Harus menunjukkan penyimpangan-penyimpangan yang terjadi

- Objektif

- Fleksibel

- Hemat dan membawa ke arah tindakan perbaikan

Manajemen adalah proses perencanaan, pengorganisasian,

pengarahan dan pengawasan dengan memberdayakan anggota

organisasi dan penggunaan sumber daya organisasi lainnya agar

mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan. Manajemen sering

juga didefinisikan sebagai seni untuk melaksanakan suatu pekerjaan

melalui orang lain. Para manajer mencapai tujuan organisasi dengan

cara mengatur orang lain untuk melaksanakan tugas apa saja yang

mungkin diperlukan untuk mencapai tujuan tersebut.

3. Manajemen Komunikasi

3.1 Definisi Manajemen Komunikasi


(5)
Manajemen komunikasi bertujuan untuk memberikan

pengetahuan tentang perpektif, paradigma, teori, model, metodologi

penelitian, dan konsep-konsep komunikasi serta aspek-aspek

manajerial untuk kepentingan pengelolaan sumber daya komunikasi

dalam berbagai bentuk dan konteks dalam mewujudkan efektivitas

komunikasi. Konsep manajemen dalam perpektif ilmu komunikasi pada

hakikatnya dipahami sebagai proses memengaruhi orang lain. Selain


itu, konsep dari manajemen komunikasi juga memberi saran kepada

kita bahwa kemampuan untuk berkomunikasi dengan baik bukan

hanya sebagai hal yang sudah melekat dalam diri kita saja, melainkan

sebagai suatu hal yang dapat kita pelajari dan kita kembangkan.

Sebagai contohnya, kita dapat meningkatkan kemampuan kita

dalam berkomunikasi agar dapat menjadi seorang komunikator yang

memiliki kredibilitas. Di sinilah letak kegunaan mempelajari manajemen

komunikasi, yaitu agar kita dapat lebih mengerti bagaimana

seharusnya berkomunikasi dengan orang lain, sehingga komunikasi

yang terjadi merupakan komunikasi yang efektif. Manajemen

komunikasi merupakan perpaduan konsep komunikasi dan manajemen

yang diaplikasikan dalam berbagai setting komunikasi.

Pengertian manajemen komunikasi adalah bagaimana cara

orang mengelola proses komunikasi dalam hubungannya dengan

orang lain dalam konteks komunikasi. Untuk menjelaskan istilah ini

lebih jauh, kita perlu mengetahui definisi dari kedua kata tersebut, yaitu

kata manajemen. Beberapa ahli menjelaskan pengertian manajemen

komunikasi, diantaranya adalah:

i. Michael Kaye (1994)

Pengertian manajemen komunikasi menurut Micael Kaye adalah

bagaimana orang-orang mengelola proses komunikasi mereka dengan

orang lain dalam berbagai konteks komunikasi. Misalnya dalam situasi

komunikasi interpersonal, komunikasi kelompok, dan komunikasi

massa.

ii. Parag Diwan (1999)


Menurut Parag Diwan, pengertian manajemen komunikasi adalah

proses penggunaan berbagai sumber daya komunikasi secara terpadu

melalui proses perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, dan

pengontrolan unsur-unsur komunikasi untuk mencapai tujuan yang

telah ditetapkan.

iii. Liebler dan Barker

Pengertian manajemen komunikasi menurut Lebler dan Barker adalah

proses yang sistematis antara anggota organisasi dalam menjalankan

fungsi-fungsi manajemen untuk menyelesaikan pekerjaan melalui

proses negoisasi pengertian/ pemahaman antara satu individu maupun

lebih yang bertujuan mancapai tujuan bersama.

Menurut Soesanto (1976: 78), komunikasi bertujuan untuk

menciptakan keharmonisan di antara pelaku-pelaku komunikasi. Pola

tindakan komunikasi untuk mencapai itu semua bukan hanya reaktif

semata, tetapi juga harus penuh dengan strategi. Manajemen

komunikasi yang menggabungkan antara pendekatan manajemen

dengan pengelolaan komunikasi memungkinkan kita untuk

mewujudkan keharmonisan dalam komunikasi yang kita lakukan.

Karakteristik ilmu komunikasi antara lain bersifat irreversible,

kompleks, berdimensi sebab akibat, dan mengandung potensi

problem. Dilihat dari karakteristik tersebut, suatu proses komunikasi

sangatlah rumit. Maka suatu tindakan komunikasi haruslah dikelola

secara tepat. Di sinilah subdisiplin manajemen komunikasi dapat

memberikan kontribusinya.

4. Strategi
4.1 Definisi Strategi
(6)
Griffin (2000) mendefinisikan strategi sebagai rencana

komperhendif untuk mencapai tujuan organisasi. (Strategy is a

comprehensive plan for accomplishing an organization’s goals.) Tidak

hanya sekedar mencapai, akan tetapi strategi juga dimaksudkan untuk

mempertahankan keberlangsungan organisasi di lingkungan dimana

organisasi tersebut menjalankan aktivitasnya. Bagi organisasi bisnis,

strategi dimaksudkan untuk mempertahankan keberlangsungan bisnis

perusahaan dibandingkan para pesaingnya dalam memenuhi

kebutuhan konsumen.

4.2 Komponen Strategi

Secara umum, sebuah strategi memiliki komponen-komponen

strategi yang senantiasa dipertimbangkan dalam menentukan strategi

yang akan dilaksanakan. Ketiga komponen tersebut adalah:

a. Kompetensi yang berbeda, adalah sesuatu yang dimiliki oleh

perusahaan dimana perusahaan melakukannya dengan baik

dibandingkan dengan perusahaan lainnya. Dalam pengertian lain,

kompetensi yang berbeda bermakna kelebihan perusahaan

dibandingkan perusahaan lainnya. Pemasaran dan pembayaran

secara online adalah salah satu kompetensi yang berbeda yang

dimiliki oleh Amazon.com jika dibandingkan dengan penjual buku

secara manual melalui gedung atau toko-toko penjualan.

Kompetensi yang berbeda ini akan menjadi kekuatan bagi strategi

yang akan dijalankan oleh perusahaan.


b. Ruang lingkup, adalah lingkungan dimana organisasi atau

perusahaan tersebut beraktivitas. Lokal, regional, atau

internasional adalah salah satu contoh ruang lingkup dari

kegiatan organisasi. Oleh karenanya, strategi yang akan

dilakukan mencakup ruang lingkup yang dihadapi oleh

perusahaan.

c. Distribusi sumber daya, adalah bagaimana sebuah perusahaan

memanfaatkan dan mendistribusikan sumber daya yang

dimilikinya dalam menerapkan strategi perusahaan. Sebagai

contoh, perusahaan raksasa General Electric memanfaatkan

profit yang diperolehnya dari Amerika untuk diinvestasikan di Asia

dan Eropa sebagai strategi ekspansi yang dilakukannya.

4.3 Jenis Strategi

Menurut Griffin (2000), secara umum strategi dapat dibagi

menjadi dua jenis dilihat dari tingkatannya. Pertama adalah strategi

pada tingkat perusahaan (corporate-level strategy). Kedua, strategi

pada level perusahaan atau korporat dilakukan perusahaan

sehubungan dengan persaingan antarperusahaan dalam sektor bisnis

yang dijalankannya secara keseluruhan. Persaingan yang ditunjukkan

melalui Mie Sedap dan Supermie Rasa Sedap, pada level perusahaan

sesungguhnya menunjukkan persaingan antara kelompok perusahaan

Indofood dan Wings Food, yaitu persaingan pada bisnis makanan.

Strategi pada level bisnis adalah alternatif strategi yang dilakukan oleh

perusahaan sehubungan dengan persaingan bisnis yang dijalankannya

pada beberapa jenis bisnis yang diperdagangkan. Persaingan antara


Mie Sedap dan Supermie Rasa Sedap pada dasarnya menunjukkan

strategi pada tingkat bisnis, yaitu dalam bisnis mie instan. Berbeda

dengan Griffin, Stoner, Freeman, dan Gilbert (1995) menambahkan

kedua jenis strategi tadi dengan tingkatan strategi ketiga, yaitu strategi

pada tingkat fungsional (functional level strategy). Iklan yang berganti-

ganti pada produk Sunsilk dan Pantene (yang seolah-olah saling

berbalasan satu sama lain) menunjukkan strategi pada tingkat

fungsional dimana kedua perusahaan melakukan strategi pada bagian

pemasarannya, khususnya di tingkat periklanannya.

Dengan menggabungkan kedua pembagian tadi, dapat

disimpulkan bahwa terdapat tiga jenis strategi dilihat dari tingkatannya,

yaitu strategi di tingkat perusahaan, strategi di tingkat bisnis, dan

strategi di tingkat fungsional.

5. Personal Branding

4.1 Definisi Personal Branding


(7)
Setiap manusia yang dilahirkan akan dibentuk karakternya

mulai sejak kecil. Berbagai faktor memengaruhi pembentukan karakter

seseorang. Faktor tersebut meliputi lingkungan, keluarga, pendidikan,

dan pergaulan sosial. Keadaan ini akan membentuk reputasi yang

melekat pada manusia. Reputasi yang melekat tersebut dinamakan

“personal branding”. Biasa disebut pula dengan nama “merek diri”.

Merek merupakan bentuk hubungan yang khusus yakni hubungan

yang melibatkan sejenis kepercayaan, yang hanya terjadi apabila dua

orang saling meyakini terdapat hubungan langsung antara sistem-

sistem dan nilai-nilai mereka.


Serupa dengan hal itu, berbicara mengenai konsep pemerekan

pribadi pasti sering dikaitkan dengan dunia bisnis. Seperti halnya

perkataan nilai-nilai kehidupan, kata merek sering kali disalahgunakan

dan kehilangan makna yang sesungguhnya. Sebab, ada pencampuran

istilah seperti logo, penawaran, hingga produk pemasaran.

Personal branding didasarkan pada nilai-nilai kehidupan dan

memiliki relevansi tinggi terhadap siapa sesungguhnya diri anda.

Personal branding membuat semua orang memandang anda secara

berbeda dan unik. Orang mungkin akan lupa dengan wajah anda,

namun “merek diri” anda akan selalu diingat oleh mereka. Konsistensi

merupakan prasyarat utama dari personal branding yang kuat. Hal-hal

yang tidak konsisten akan melemahkan personal branding anda,

dimana pada akhirnya akan menghilangkan kepercayaan serta ingatan

orang lain terhadap diri anda (McNally & Speak, 2002: 13).

Personal branding adalah bagaimana anda mengambil kendali

atas penilaian orang lain terhadap anda sebelum ada pertemuan

langsunng dengan anda (Montoya & Vandehey, 2008).

4.2 Manfaat Personal Branding


(8)
Teknologi berkembang dengan cepat. Mereka yang mampu

beradaptasi dan menggunakan teknologi akan menjadi lebih unggul

daripada mereka yang ketinggalan zaman. Salah satu yang bisa kita

upayakan pada era digital ini adalah membangun personal branding

yang kuat, dimana setiap orang akan dengan mudah mengenali kita

melalui nilai-nilai positif yang kita bangun.


Presiden Direktur John Robert Powers, Andrew Ardianto,

menjelaskan jika pada era sekarang, orang lebih cenderung

memainkan peran di dunia digital. Oleh karena itu, menurutnya

personal branding sangat penting terutama dalam membangun

jaringan. Berikut manfaat-manfaat personal branding:

1) Kredibilitas meningkat

2) Meningkatkan kepercayaan diri

3) Anda bernilai lebih tinggi

4) Membedakan anda dengan kompetitor

5) Memperluas jaringan

6) Berat mata pada orang lain

7) Menikmati momen menjadi diri sendiri

8) Memahami apa yang anda butuhkan untuk berkembang

9) Anda lebih mudah menarik target audiensi

6. Strategi Personal Branding

7. Loyalitas

7.1 Definisi Loyalitas


(9)
Menurut Shellyana dan Dharmmesta (Tjiptono & Chandra,

2011) loyalitas merupakan pola pembelian ulang pada barang dengan

tipe dan merek yang sama, menurut Schnaars (Tjiptono & Chandra,

2011), loyalitas dapat dipahami sebagai sebuah konsep yang

menekankan pada runtutan pembelian seperti yang dikutip oleh Dick

dan Basu (1994) dari Day (1969) dan Jacoby dan Olson (1970), pada
dasarnya tujuan dari suatu bisnis adalah untuk menciptakan para

pelanggan yang merasa puas.

Terciptanya kepuasan memberikan beberapa manfaat,

diantaranya hubungan antara perusahaan dan pelanggannya menjadi

harmonis, memberikan dasar yang baik bagi pembelian ulang dan

terciptanya loyalitas pelanggan yang menguntungkan bagi

perusahaan, dan kepuasan pelanggan mempunyai pengaruh terhadap

loyalitas pelanggan (Herokholqi & Cahyana, 2018).

Loyalitas pelanggan secara umum dapat diartikan kesetiaan

seseorang atas suatu produk, baik barang maupun jasa tertentu.

Loyalitas pelanggan merupakan manifestasi dan kelanjutan dari

kepuasan pelanggan dalam menggunakan fasilitas maupun jasa

pelayan yang diberikan oleh pihak perusahaan, serta untuk tetap

menjadi konsumen dari perusahaan tersebut.

Dengan demikian loyalitas pelanggan dapat diartikan bahwa

konsumen melakukan pengulangan pembelian kembali untuk (produk)

atau pengulangan kunjungan untuk (jasa layanan) yang didasari pada

perasaan puas pada pengalaman sebelumnya setelah mengkonsumsi

dan merasakan produk atau jasa tersebut.

Menurut Kotler dan Armstrong (2007), loyalitas berasal dari

pemenuhan harapan atau harapan konsumen, sedangkan ekspektasi

sendiri berasal dari pengalaman pembelian terdahulu oleh konsumen,

opini dari teman dan kerabat, janji atau informasi dari pemasar atau

pesaing.
Menurut Griffin (2003), pelanggan yang loyal memiliki

karakteristik sebagai berikut:

a. Melakukan pembelian secara teratur

b. Membeli diluar produk lini/ jasa

c. Merekomendasikan kepada orang lain

d. Menunjukkan kekebalan dari daya tarik produk sejenis dari

pesaing

Menurut Kotler, Hayes, dan Bloom (dalam Buchari Alma

2002:275) ada enam alasan mengapa perusahaan harus menjaga

dan mempertahankan konsumennya:

a. Pelanggan yang sudah ada memiliki prospek yang lebih besar

untuk memberikan keuntungan kepada perusahaan.

b. Biaya yang dikeluarkan perusahaan dalam menjaga dan

mempertahankan pelanggan yang sudah ada, jauh lebih kecil

daripada mencari pelanggan baru.

c. Pelanggan yang percaya kepada suatu lembaga dalam suatu

urusan bisnis, cenderung akan percaya juga pada urusan bisnis

yang lain.

d. Jika sebuah perusahaan lama memiliki banyak pelanggan lama,

maka perusahaan tersebut akan mendapatkan keuntungan

karena adanya efisiensi. Pelanggan lama sudah tentu tidak akan

banyak lagi tuntutan, perusahaan cukup menjaga dan

mempertahankan mereka. Untuk melayani mereka bisa

digunakan karyawan-karyawan baru dalam rangka melatih

mereka, sehingga biaya pelayanan lebih murah.


e. Pelanggan lama tentunya telah banyak memiliki pengalaman

positif yang berhubungan dengan perusahaan, sehingga

mengurangi biaya psikologis dan sosialisasi.

f. Pelanggan lama akan berusaha membela perusahaan, dan

mereferensikan perusahaan tersebut kepada teman-teman

maupun lingkungannya.

8. Sponsor

C. Kerangka Konseptual

D. Model Konseptual
Daftar Pustaka

Buku

Yusuf, Muhamad Fahrudin. 2021. Pengantar Ilmu Komunikasi. Yogyakarta:

Pustaka Ilmu. (1)

Caropeboka, Ratu Mutialela. 2017. Konsep dan Aplikasi Ilmu Komunikasi.

Yogyakarta: Andi (Anggota IKAPI). (2)

Riinawati. 2019. Manajemen Komunikasi Manajemen Organisasi. Yogyakarta:

PT Pustaka Baru Press. (3)

Buku “Pengantar Manajemen” Hal 108-110, Karya Ernie Tisnawati Sule dan

Kurniawan Sarfullah tahun 2019. (6)

Buku “The Master Book of Personal Branding” Hal 2-4, Karya Farco

Siswiyanto Raharjo tahun 2019. (7)

Buku “The Master Book of Personal Branding” Hal 39-46, Karya Farco

Siswiyanto Raharjo tahun 2019. (8)

Buku “Faktor Pelayanan, Kepuasan, & Loyalitas Pelanggan” Hal 26- (9)

Jurnal

Jurnal “Manajemen Dalam Komunikasi” Fifi Hasmawati. Vol 5, No 6 (2018).

(4) http://jurnal.uinsu.ac.id/index.php/idarah/article/view/4830

Internet

Anda mungkin juga menyukai