Anda di halaman 1dari 3

Kekhususan/Penyimpangan Dalam Perppu No. 1 Tahun 2002 jis. UU No.

15 Tahun
2003 dan UU No. 5 Tahun 2018 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme
 Materil
 Subjek Hukum/Adressaat
Perluasan subjek hukum/adressaat pada pasal 17 ayat (1) UU Pemberantasan
Tindak Pidana Terorisme tidak hanya orang (Natuurlijke Persoon) yang dapat
dipidana, tetapi korporasi (Rechtspersoon) juga dapat dipidana.
 Bandingkan dengan Hukum Pidana Umum: Pasal 59 KUHP

 Sanksi Pidana
Berat-ringannya sanksi pidana (strafmaat) paling singkat 5 (lima) tahun dan
paling lama 20 (dua puluh) tahun, pidana penjara seumur hidup, atau pidana
mati
 Bandingkan dengan Hukum Pidana Umum:
o Pasal 11 KUHP
Pidana mati dijalankan oleh algojo di tempat gantungan dengan
menjeratkan tali yang terikat di tiang gantungan pada leher terpidana
kemudian menjatuhkan papan tempat terpidana berdiri.
o Pasal 12 KUHP
 Pidana penjara ialah seumur hidup atau selama waktu tertentu.
 Pidana penjara selama waktu tertentu paling pendek satu hari
dan paling lama lima belas tahun berturut-turut.
 Pidana penjara selama waktu tertentu boleh dijatuhkan untuk
dua puluh tahun berturut-turut dalam hal kejahatan yang
pidananya hakim boleh memilih antara pidana mati, pidana
seumur hidup, dan pidana penjara selama waktu tertentu, atau
antara pidana penjara seumur hidup dan pidana penjara selama
waktu tertentu; begitu juga dalam hal batas lima belas tahun
dilampaui sebab tambahanan pidana karena perbarengan,
pengulangan atau karena ditentukan pasal 52.

 Percobaan, Pembantuan, dan Permufakatan Jahat


Pasal 15 UU Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme: Setiap orang yang
melakukan permufakatan jahat, persiapan, percobaan, atau pembantuan untuk
melakukan Tindak Pidana Terorisme sebagaimana dimaksud dalam pasal 6,
pasal 7, pasal 8, pasal 9, pasal 10, pasal 10A, pasal 12, pasal 12A, pasal 12B,
pasal 13 huruf b dan huruf c, dan pasal 13A dipidana dengan pidana yang
sama sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 6, pasal 7,
pasal 8, pasal 9, pasal 10, pasal 10A, pasal 12, pasal 12A, pasal 12B, pasal 13
huruf b dan huruf c, dan pasal 13A.
 Bandingkan dengan Hukum Pidana Umum:
o Percobaan : pasal 53 KUHP
 Maksimum pidana pokok terhadap kejahatan, dalam hal
percobaan dikurangi sepertiga.
 Jika kejahatan diancam dengan pidana mati atau pidana penjara
seumur hidup, dijatuhkan pidana penjara paling lama lima belas
tahun.
 Pidana tambahan bagi percobaan sama dengan kejahatan
selesai.
o Pasal 54 KUHP
 Tidak di pidana
o Pembantuan :pasal 57 KUHP
 Dalam hal pembantuan, maksimum pidana pokok terhadap
kejahatan, dikurangi sepertiga.
 Jika kejahatan diancam dengan pidana mati atau pidana penjara
seumur hidup, dijatuhkan pidana penjara paling lama lima belas
tahun.
 Pidana tambahan bagi pembantuan sama dengan kejahatannya
sendiri.
 Dalam menentukan pidana bagi pembantu, yang
diperhitungkan hanya perbuatan yang sengaja dipermudah atau
diperlancar olehnya, beserta akibat-akibatnya
o Permufakatan jahat : pasal 60 KUHP
 Tidak di pidana

 Formil
Pasal 25 ayat (1) UU Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme: Penyidikan,
penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan dalam perkara Tindak
Pidana Terorisme dilakukan berdasarkan hukum acara pidana, kecuali
ditentukan lain dalam Undang-Undang ini.

 Penyidikan, Penuntutan, dan Pemeriksaan


Pasal 25 ayat (2) dan (5) dan psasal 28A UU Pemberantasan Tindak Pidana
Terorisme:
- Penyidikan:
Pasal 25 ayat (2): Untuk kepentingan penyidikan, penyidik berwenang
melakukan penahanan terhadap tersangka dalam jangka waktu paling lama
120 (seratus dua puluh) hari.
- Penuntutan:
Pasal 25 ayat (5): Untuk kepentingan penuntutan, penuntut umum berwenang
melakukan penahanan terhadap terdakwa dalam waktu paling lama 60 (enam
puluh) hari.
- Pemeriksaan:
Pasal 28A: Penuntut umum melakukan penelitian berkas perkara Tindak
Pidana Terorisme dalam jangka waktu paling lama 21 (dua puluh satu) hari
terhitung sejak berkas perkara dari penyidik diterima.
 Bandingkan dengan Hukum Pidana Umum:
o Penyidikan : Pasal 14 ayat (1) huruf (g)
melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap semua tindak pidana
sesuai dengan hukum acara pidana dan peraturan perundang-undangan
lainnya.
o Penuntutan :pasal 30 ayat (1) huruf (a)
Melakukan penuntutan
o Pemeriksaan :pasal 30 ayat (1) huruf (e)
Melengkapi berkas perkara tertentu dan untuk itu dapat melakukan
pemeriksaan tambahan sebelum dilimpahkan ke pengadilan yang
dalam pelaksanaannya dikoordinasikan dengan penyidik

 Penyadapan (Wiretapping)
Pasal 31 ayat (1) huruf b:
Berdasarkan bukti permulaan yang cukup, penyidik berwenang:
b. Menyadap pembicaraan melalui telepon atau alat komunikasi lain yang
diduga digunakan untuk mempersiapkan , merencanakan, dan melaksanaan
Tindak Pidana Terorisme, serta untuk mengetahui keberadaan seseorang atau
jaringan terorisme.
 Bandingkan dengan Hukum Pidana Umum: tidak mengenal penyadapan
(wiretapping).

 Perlindungan Terhadap Korban


Pasal 35A ayat (1) dan (4) UU Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme:
(1) Korban merupakan tanggung jawab negara.
(4) Bentuk tanggung jawab negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
berupa:
a. bantuan medis.
b. rehabilitasi psikososial dan psikologis.
c. santunan bagi keluarga dalam hal korban meninggal dunia.
d. kompensasi
 Bandingkan dengan Hukum Pidana Umum:
o Perlindungam terhadap korban: pasal 14 ayat (1) huruf (H) dan (I)
UU No 2 tahun 2002 Kepolisian Negara Republik Indonesia
 menyelenggarakan identifikasi kepolisian, kedokteran
kepolisian, laboratorium forensik dan psikologi kepolisian
untuk kepentingan tugas kepolisian
 melindungi keselamatan jiwa raga, harta benda, masyarakat,
dan lingkungan hidup dari gangguan ketertiban dan/atau
bencana termasuk memberikan bantuan dan pertolongan
dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia

Anda mungkin juga menyukai