Anda di halaman 1dari 1

Berbeda dari kerajaan di Sulawesi Selatan lainnya, Wajo bukan kerajaan feodal murni, tetapi

kerajaan elektif atau demokrasi terbatas. Kerajaan ini didirikan pada sekitar abad ke-15 dan berubah
menjadi kesultanan Islam setelah ditaklukkan Kesultanan Gowa-Tallo pada abad ke-17. Memasuki
abad ke-18, Kerajaan Wajo mencapai puncak kejayaan ketika berhasil menggantikan kebesaran
Kesultanan Bone. Sejarah singkat Kerajaan Wajo Sejarah berdirinya Kerajaan Wajo dikatakan
masih gelap karena terdapat beberapa versi cerita. Di antara cerita tersebut ada yang
menghubungkan kemunculannya dengan pendirian kampung Wajo oleh tiga anak raja dari kampung
tetangga, yaitu Cinnotabi. Kepala keluarga dari mereka kemudian menjadi raja di seluruh Wajo
dengan gelar Batara Wajo. Akan tetapi, Batara Wajo yang ketiga dipaksa untuk turun takhta dan
dibunuh karena kelakuan buruknya. Sejak saat itu, pengangkatan raja di Wajo tidak lagi turun-
temurun, tetapi melalui pemilihan oleh Dewan Perwakilan menjadi Arung Matoa. Maksud dari Arung
Matoa di Kerajaan Wajo adalah raja utama atau raja yang dituakan. Baca juga: Kerajaan Gowa-
Tallo: Letak, Kehidupan, Peninggalan, dan Keruntuhan Perkembangan Kerajaan Wajo Ketika
Kerajaan Wajo dipimpin oleh La Tadampare? Puang ri Maggalatung, Arung Matoa IV yang
memerintah pada tahun 1491-1521, wilayah kekuasaannya terus meluas hingga menjadi salah satu
negeri Bugis yang besar. Memasuki abad ke-16, posisi Wajo dapat dikatakan setara dengan Luwu,
salah satu kekuatan utama di Sulawesi Selatan. Pasalnya, Wajo berhasil mendapatkan sebagian
wilayah Sindenreng dan Cina. Namun, keadaan kembali berubah ketika Luwu ditaklukkan oleh
Kerajaan Bone. Terlebih lagi, Bone juga bersekutu dengan Gowa-Tallo atau Kerajaan Makassar
untuk melawan Wajo. Memasuki pertengahan abad ke-16, Bone dan Gowa-Tallo berubah menjadi
lawan karena perebutan hegemoni Sulawesi Selatan. Kala itu, Wajo yang telah jatuh ke tangan
Gowa-Tallo, akhirnya turut mendukung perang melawan Bone. Membentuk Persekutuan
Tellumpoccoe Kerajaan Gowa-Tallo ternyata gemar berlaku keras terhadap negeri Bugis
bawahannya. Akibatnya, Wajo dan Soppeng justru membentuk Persekutuan Tellumpoccoe bersama
Bone pada 1582 M. Persekutuan ini bertujuan untuk meraih kembali kedaulatan tanah Bugis dan
menghentikan laju Kerajaan Gowa-Tallo. Upaya ketiga negeri Bugis ini pun berhasil mematahkan
serangan Gowa-Tallo ke Wajo (1582), begitu pula dengan serangan Ke Bone (1585 dan 1588), dan
serangan 1590. Baca juga: Kerajaan Bone: Letak, Sejarah, Masa Keemasan, dan Keruntuhan
Masuknya Islam ke Kerajaan Wajo Terlepas dari beberapa serangannya yang mengalami
kegagalan, Kerajaan Gowa-Tallo tetap berkembang menjadi kekuatan utama di Semenanjung
Sulawesi Selatan yang menyokong perdagangan internasional dan menyebarkan Islam. Pada
akhirnya, Kerajaan Gowa-Tallo berhasil menundukkan dan mengislamkan Soppeng (1609), Wajo
(1610), dan Bone (1611). Akan tetapi, Kerajaan Gowa-Tallo tidak membubarkan Persekutuan
Tellumpoccoe dan membiarkan Wajo mengatur urusan dalam negerinya. Selain itu, dari sumber
hikayat lokal diketahui bahwa seorang ulama terkenal dari Minangkabau bernama Dato ri Bandang
memberikan pelajaran agama Islam kepada raja-raja Wajo dan rakyatnya.

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Kerajaan Wajo: Sejarah, Masa Kejayaan, dan
Peninggalan", Klik untuk baca: https://www.kompas.com/stori/read/2021/08/16/110000779/kerajaan-
wajo-sejarah-masa-kejayaan-dan-peninggalan?page=all.
Penulis : Widya Lestari Ningsih
Editor : Nibras Nada Nailufar

Kompascom+ baca berita tanpa iklan: https://kmp.im/plus6


Download aplikasi: https://kmp.im/app6

Anda mungkin juga menyukai