Anda di halaman 1dari 31

RONDE KEPERAWATAN MANAJEMEN

PADA NY. A DENGAN DIAGNOSA MEDIS NIDDM DENGAN NEUROPATY + HT +


VARICELLA + PNEUMONIA DI RUANG RAWAT INAP INTERNE
RSUD. DR. RASIDIN PADANG

Kelompok 10

1. Cindy Novalarantri 6. Riyanti Irawan


2. Muhammad Fadhil Rasyid 7. Suci Permata Sari
3. Melija Salakkokoai 8. Muhammad Haris
4. Mila Sagita 9. Yola Aulya Rahma
5. Novia Mardina Ariyanti

Preceptor Akademik Preceptor Klinik

(Dr.Ns. Asmawati, S. Kep, M. Kep) (Ns. Devizar Putri, S.Kep)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESINERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN ALIFAH PADANG
TAHUN AJARAN 2023
RONDE KEPERAWATAN

A. Pengertian
Kozier, et al (2004) dalam salleh (2012) menyatakan bahwa ronde keperawatan
merupakan prosedur dimana dua atau lebih perawat mengunjungi pasien untuk
mendapatkan informasi yang akan membantu dalam merencanakan pelayanan
keperawatan dan memberikan kesempatan pada pasien untuk mendiskusikan masalah
keperawatannya serta mengevaluasi pelayanan keperawatan yang telah diterima pasien.
Sedangkan menurut Saleh (2012) ronde keperawatan adalah suatu kegiatan yang
bertujuan untuk mengatasi masalah keperawatan klien yang dilkasanakan oleh perawat,
dengan pasien atau keluarga terlibat aktif dalam diskusi dengan membahas masalah
keperawatan serta mengevaluasi hasil tindakan yang telah dilakukan.

B. Tujuan
1. Menumbuhkan cara berfikir secara kritis
2. Menumbuhkan pemikiran tentang tindakan keperawatan yang berasal dari masalah
klien
3. Meningkatkan validitas data klien
4. Menilai kemampuan justifikasi
5. Meningkatkan kemampuan dalam menilai hasil kerja
6. Meningkatkan kemmapuan untuk memodifikasi rencana perawatan

C. Karakteristik
Karakteristik ronde keperawatan adalah sebagai berikut :
1. Klien dilibatkan langsung
2. Klien merupakan
3. Perawat assosiate, perawat primer dan konsuler melakukan diskusi bersama
4. Konsuler memfasilitasi kreatifitas
5. Konsuler membantu mengambangkan kemampuan perawat asosiet, perawat primer
untuk meningkatkan kemampuan dalam mengatasi masalah
D. Peran dalam ronde keperawatan
1. Peran ketua tim
a) Menjelaskan keadaan dan data demografi klien.
b) Menjelakan masalah keperawatn utama
c) Menjelaskan intervensi yang belum dan yang akan dilakukan
d) Menjelaskan tindakan selanjutnya
e) Menjelaskan alasan ilmiah tindakan yang akan diambil
2. Peran perawat primer (ketua tim) lain dan atau konselor
3. Peran Anggota tim
a) Memberikan justifikasi
b) Memberikan reinforcement
c) Memvalidasi kebenaran dari masalah dan intervensi keperawatan serta rasioal
tindakan
d) Mengarahkan dan mengoreksi
e) Mengintrogasikan konsep dan teori

E. Langkah-langkah Ronde Keperawatan


1. Tahap Pra Ronde Keperawatan (persiapan)
a. Penetapan kasus minimal 1 (satu) hari sebelum waktu pelaksanaan ronde.
b. Pemberian informed consend kepada klien/keluarga
2. Tahap Pelaksanaan ronde
a. Penjelasan tentang klien oleh erawat rimer/ketua tim yang difokuskan pada
masalah keperawatan & rencana tindakan pada masalah keperawatan & rencana
tindakan yang akan atau telah dilaksanakan & memilih prioritas yang perlu
didiskusikan.
b. Diskusi antar anggota tim tentang kasus tersebut.
c. Pemberian justifikasi oleh Perawat primer / perawat konselor/ Kepala ruang
tentang masalah klien serta rencana tindakan yang akan dilakukan.
d. Tindakan keperawatan pada masalah prioritas yang telah & yang akan ditetapkan.
3. Tahap Pasca Ronde
a. Mendiskusikan hasil temuan & tindakan pada klien tersebut serta menetapkan
tindakan yabg peru dilakukan

F. Kriteria Klien
a) Memiliki masalah keperawatan yang belum teratasi meskipun sudah dilakukan
tindakan keperawatan
b) Klien dengan kasus naru
c) Klien dengan kasus langka

Langkah-langkah ronde keperawatan

Praronde PP

Penetapan Klien

Persiapan Klien
- Informed consent
- Hasil pengkajian/validasi data

Tahap Pelaksanaan di Penyaji Masalah - Apa saja diagnosa


keperawatan
Nurse Station
- Apa data yang mendukung
- Bagaimana intervensi yang
sudah dilakukan
- Apa hambatan yang
ditemukan
Tahap pelaksanaan di kamar klien

PP, Konselor, Karu

Lanjutan-diskusi di nurse station

Pascarond Kesimpulan dan rekomendasi solusi


Validasi data
masalah

RESUME KLIEN DALAM PELAKSANAAN RONDE KEPERAWATAN

1. Identitas
Nama : Ny. A
Umur : 59 Tahun
Status : Kawin
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Alamat : Jl. Usang No. 3 RW 3/RT 3 Sungai Sapih
MRS : 09 Mei 2023, pukul 20.00 Wib

2. Diagnosa Medis : NIDDM Neuropati + HT + Varisella + Pneumonia


3. Keluhan Utama
Klien masuk RSUD dr. Rasidin melalui IGD pada tanggal 09 Mei 2023 pada jam 23.25
wib, mengeluh badan terasa panas sejak ± 1 minggu ini, timbul ruam kemerahan berisi
air, gatal, dan terasa nyeri pada dada dan kedua lengan tangan. Klien juga mengatakan
nyeri pada ulu hati tetapi tidak ada mual dan muntah, tidak ada batuk dan sesak napas,
klien mengatakan badannya terasa letih.
4. Riwayat Penyakit Sekarang
Klien mengatakan kulit gatal-gatal, kedua tangan terasa nyeri seperti ditusuk-tusuk, TD
170/95 mmHg, Nadi 117x/ menit, BAB susah
5. Riwayat penyakit dahulu
Hipertensi + DM tidak terkontrol
6. Riwayat penyakit keluarga
Keluarga klien mengatakan orang tua memiliki riwayat hipertensi dan DM
7. Pemeriksaan fisik
a. Tanda-tanda vital tanggal
Tekanan darah : 170/95 mmHg
Nadi : 117 x/i
Suhu : 37,0 C
b. Sistem pernafasan(B1:Breath)
Tidak ada sesak napas, klien mengatakan ada batuk dan batuk sering dirasakan pada
saat di pagi hari, pola napas teratur, tidak ada penggunaan otot bantu napas,
ronchi(-) , RR:18x/i
c. Sistem kardiovaskular(B2:Bleed)
Irama jantung reguler, bunyi jantung 1 dan 2 tunggal, CRT <3 detik , akral hangat,
dan tidak ada terdapat cyanosis
d. Sistem persarafan(B3:Brain)
Tingkat kesadaran composmentis, klien merasa sedikit mengantuk tapi tidak dapat
tidur, klien dapat istirahat ±5 jam.
e. Sistem pencernaan (B4:Bladder)
Klien mengeluh mual, nafsu makan menurun, klien tidak mampu menghabiskan 1
porsi makanan yang disediakan. BB sebelum sakit 50 kg BB setelah sakit 48 kg
f. Sistem perkemihan (B5:Bowel)
Klien BAK 5-6 kali sehari dikamar mandi, warna kuning jernih, jumlah tidak terukur.
hasil laboratorium : Urinalisa warna kuning jernih, Ph: 6,5 protein (+), roduksi (-)
g. Sistem muskuloskeletal dan integumen (B6:Bone)
Kemampuan pergerakan sendi bebas, klien mengatakan lemas, warna kulit tidak
anemis, turgor kulit sedang, tidak ada edema, klien terpasang infus di tangan kiri dan
tidak terdapat luka.
h. Sistem endokrin
Tidak ada pembesaran kelenjer tiroid
i. Personal hygine
Klien mandi 1x sehari, dan mengganti pakaian 1x sehari
j. Psikososial dan spritual
Klien mampu melakukan sholat ditempat tidur, klien mempunyai motivasi tinggi
untuk sembuh, tetapi klien juga berkeluh kesah karena keadaannya tidak segera
membaik.
8. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan laboratorium tanggal 09 Mei 2023
 Hemoglobine 12,6 g/dL
 Leukosit 10.300 /mm
 Trombosit 292.000 /mm
 Hematokrit 35%
 SGOT 35 u/L
 SGPT 20 u/L
 GD 459 mg/dL

9. Terapi
Terapi pada tanggal 10 Mei 2023 menunjukan hasil berikut:
 Ceftriaxon 2x 1 gr
 Ambroxol 3x1 PO
 Nevoropid sesuai GD
 Herbesser 1x1
 Tanapres 1x5 mg

10. Diagnosa keperawatan


Ketidakstabilan Kadar Glukosa Darah
Gangguan Integritas Kulit
11. Intervensi keperawatan
Manajemen Hiperglikemia
a. Monitor kadar glukosa darah
b.
12. kriteria hasil
a. Mengantuk menurun
b. Pusing menurun
c. Kadar glukosa darah membaik

SAP KEPERAWATAN

Pokok Bahasan : Injeksi Insulin Diabetes Melitus


Sasaran : Pasien dan keluarga pasien
Tempat : Ruangan rawat inap Interne RSUD dr. RASIDIN Padang
Hari,tanggal : Rabu, 10 Mei 2023
Waktu : 08.30 – 09.00 WIB

A. Tujuan
1. Tujuan Umum
Menyelesaikan masalah klien yang belum teratasi yaitu ketidak stabilan gula darah, dan
pola nafas tidak efektif
2. Tujuan Khusus
a. Mendiskusikan masalah yang belum teratasi.
b. Mendiskusikan menyelesaikan masalah dengan perawat primer (PP) dan tim
kesehatan lainnya.
c. Menemukan masalah ilmiah terhadap masalah klien.
d. Merumuskan masalah intervensi keperawatan yang tepat sesuai masalah klien.
B. Sasaran
Klien bernama Ny. Y dengan usia 26 tahun di Ruang Interne III Wanita RSUD dr.
Rasidin Padang.
C. Materi
1. Asuhan keperawatan klien dengan DM tipe II
2. Masalah-masalah yang muncul pada klien dengan DM tipe II , serta intervensi
keperawatan pada masalah ketidakstabilan kadar gula darah dan pola nafas tidak
efektif.
D. Metode
1. Ceramah
2. Tanya Jawab
3. Diskusi

E. Media

1. Dokumentasi atau status klien

2. Sarana diskusi :
a) Laporan kasus klien

b) Kertas dan pulpen

3. Materi yang disampaikan secara lisan


F. Kegiatan ronde keperawatan

No Tahap/ Kegiatan ronde Kegiatan saran


Waktu
1. 1 hari Pra ronde :
sebelum 1. Menentukan kasus dan topik Penanggung
ronde /
2. Menentukan tim ronde jawab
pra ronde
3. Menentuan literatur
4. Membuat proposal
5. Mempersiapkan klien
6. Diskusi pelaksanaan

2. Tahap Pembukaan :
ronde / 5 1. Salam pembuka
menit 2. Memperkenalkan tim ronde
Kepala ruangan
3. Menyampaikan identitas dan masalah
klien
4. Menjelaskan tujan ronde

3. Tahap Penyajian : PP
ronde / 15 1. Memberi salam dan perkenalkan
menit klien dan keluarga kepada tim ronde
2. Menjelaskan riwyat penyakit dan
keperawatan klien
3. Menjelaskan masalh klien dan
rencana tindak yag tela dilaksankan,
serta menetapkan prioritas yang
perlu didiskusikan.

Validasi :
Karu dan pp
1. Mncocokkan dan menjelaskan
kembali data yang telah disampaikan
2. Diskusi antara anggota tim dan klien
tentag masalah keperawatan
3. Pemberian justifikasi oleh perawat
primer atau konselor atau kepala
ruangan tentang masalah klien serta
rencana tindakan yang akan
dilakukan
4. Menentukan tindakan keperawatan
pada masalah prioritas yang telah
ditetapkan

Pasca ronde :
1. Evaluasi dan rekomendasi intervensi
keperawatan

Pasca 2. Penutup. Karu dan pp


ronde / 10
Mengevaluasi hasil lapooran katim dan
menit
memperjelas tugas perawat pelaksana.

G. Kriteria Evaluasi

1. Struktur

a. Ronde keperawatan dilaksanakan di Ruang Interne III Wanita RSUD dr.Rasidin


Padang

b. Peserta ronde keperawatan hadir di tempat pelaksanaan ronde keperawatan

c. Persiapan dialakukan sebelumnya


2. Proses

a. Peserta mengikuti kegiatan dari awal hingga akhir

b. Seluruh peserta berperan aktif dalam kegiatan ronde sesuai peran yang telah di
tentukan

3. Hasil

a. Klien puas dengan hasil kegiatan

b. Masalah klien dapat teratasi

c. Perawat dapat :

1) Menumbuhkan cara berpikir yang kritis dan sistematis

2) Meningkatkan kemampuan dan validitas data klien

3) Meningkatkan kemampuan diagnosis keperawatan

4) Menumbuhkan pemikiran tentang tindakan keperawtan yang berorientasi pada


masalah klien

5) Meningkatkan kemampuan memodifikasi rencana asuhn keperawatan

6) Meningkatkan kemampuan justifikasi

7) Meningkatkan kemampuan menilai hasil kerja

H. Pengorganisasian

1. Kepala ruangan : Novia Mardina Ariyanti, S.Kep

2. Katim : M. Fadhil Rasyid, S.Kep

3. Pj Siang : Yola Aulya Rahma, S.Kep

4. PP : Cindy Novalarantri, S.Kep


Melija Salakkokoai, S.Kep

Mila Sagita, S.Kep

Riyanti Irawan, S.Kep

Suci Permata Sari, S.Kep

Muhammad Haris, S.Kep

5. Pembimbing Akademik : Dr. Ns. Asmawati,S.Kep,M.Kep

6. Pembimbing Klinik : Ns.Devizar Putri, S.Kep

BAB II
TINJAUAN TEORITIS

A. Defenisi DM
Diabetes berasal dari bahasa Yunani yang berarti “mengalirkan atau
mengalihkan” (siphon). Mellitus berasal dari bahasa latin yang bermakna manis atau
madu. Penyakit diabetes melitus dapat diartikan individu yang mengalirkan volume urine
yang banyak dengan kadar glukosa tinggi. Diabetes melitus adalah penyakit
hiperglikemia yang ditandai dengan ketidakadaan absolute insulin atau penurunan
relative insensitivitas sel terhadap insulin (Corwin, 2009).

Diabetes Melitus (DM) adalah keadaan hiperglikemia kronik disertai berbagai


kelainan metabolik akibat gangguan hormonal, yang menimbulkan berbagai komplikasi
kronik pada mata, ginjal, saraf, dan pembuluh darah, disertai lesi pada membran basalis
dalam pemeriksaan dengan mikroskop elektron (Mansjoer dkk, 2007)

Menurut American Diabetes Association (ADA) tahun 2005, diabetus merupakan suatu
kelompok panyakit metabolik dengan karakterristik hiperglikemia yang terjadi karena
kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya.
B. Etiologi
Diabetes Melitus tergantung insulin (DMTI)

1. Faktor genetic :
Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri tetapi mewarisi suatu
presdisposisi atau kecenderungan genetic kearah terjadinya diabetes tipe I.
Kecenderungan genetic ini ditentukan pada individu yang memililiki tipe antigen HLA
(Human Leucocyte Antigen) tertentu. HLA merupakan kumpulan gen yang bertanggung
jawab atas antigen tranplantasi dan proses imun lainnya.

2. Faktor imunologi :
Pada diabetes tipe I terdapat bukti adanya suatu respon autoimun. Ini merupakan respon
abnormal dimana antibody terarah pada jaringan normal tubuh dengan cara bereaksi
terhadap jaringan tersebut yang dianggapnya seolah-olah sebagai jaringan asing.

3. Faktor lingkungan
Faktor eksternal yang dapat memicu destruksi sel β pancreas, sebagai contoh hasil
penyelidikan menyatakan bahwa virus atau toksin tertentu dapat memicu proses autoimun
yang dapat menimbulkan destuksi sel β pancreas.

C. Patofisiologi
Diabetes mellitus adalah suatu penyakit dimana kadar glukosa di dalam darah tinggi
karena tubuh tidak dapat melepaskan atau menggunakan insulin secara cukup. Sehingga
mengakibatkan hiperglikemia. Glukosa secara normal bersirkulasi dalam jumlah tertentu
dalam darah. Glukosa dibentuk di hati dari makanan yang dikonsumsi. Insulin merupakan
hormon yang diproduksi pankreas dan mengendalikan kadar glukosadalam darah dengan
mengatur produksi dan penyimpanannya. Pada diabetes tipe II terdapat dua masalah
utama yang berhubungan dengan insulin, yaitu resistensi insulin dan gangguan sekresi
insulin. Normalnya insulin akan terikat dengan reseptor khusus pada permukaan sel
sehingga terjadi suatu rangkaian reaksi dalam metabolisme glukosa di dalam sel Adanya
resistensi insulin pada diabetestipe II disertai dengan penurunan reaksi intrasel membuat
insulin tidak efektif dalam menstimulasi pengambilan glukosa oleh jaringan (Kwinahyu,
2011).

Berkurangnya protein dalam jaringan tubuh. Pasien – pasien yang mengalami


defisiensi insulin tidak dapat mempertahankan kadar glukosa plasma puasa yang normal
atau toleransi sesudah makan. Pada hiperglikemia yng parah yang melebihi ambang
ginjal normal (konsentrasi glukosa darah sebesar 160 – 180 mg/100 ml), akan timbul
glikosuria karena tubulus – tubulus renalis tidak dapat menyerap kembali semua glukosa.
Glukosuria ini akan mengakibatkan diuresis osmotik yang menyebabkan poliuri disertai
kehilangan sodium, klorida, potasium, dan pospat. Adanya poliuri menyebabkan
dehidrasi dan timbul polidipsi. Akibat glukosa yang keluar bersama urine maka pasien
akan mengalami keseimbangan protein negatif dan berat badan menurun serta cenderung
terjadi polifagi. Akibat yang lain adalah astenia atau kekurangan energi sehingga pasien
menjadi cepat telah dan mengantuk yang disebabkan oleh berkurangnya atau hilangnya
protein tubuh dan juga berkurangnya penggunaan karbohidrat untuk energi.
Hiperglikemia yang lama akan menyebabkan arterosklerosis, penebalan membran basalis
dan perubahan pada saraf perifer. Ini akan memudahkan terjadinya gangren.

D. Klasifikasi
Menurut American Diabetes Association (ADA) tahun 2011, klasifikasi Diabetes Melitus
adalah sbb:

1. Diabetes Melitus tipe 1

DM tipe 1 sering dikatakan sebagai diabetes “Juvenile onset” atau “Insulin


dependent” atau “Ketosis prone”, karena tanpa insulin dapat terjadi kematian dalam
beberapa hari yang disebabkan ketoasidosis. Istilah “juvenile onset” sendiri diberikan
karena onset DM tipe 1 dapat terjadi mulai dari usia 4 tahun dan memuncak pada usia 11-
13 tahun, selain itu dapat juga terjadi pada akhir usia 30 atau menjelang 40.

Karakteristik dari DM tipe 1 adalah insulin yang beredar di sirkulasi sangat rendah, kadar
glukagon plasma yang meningkat, dan sel beta pankreas gagal berespons terhadap
stimulus yang semestinya meningkatkan sekresi insulin. DM tipe 1 sekarang banyak
dianggap sebagai penyakit autoimun. Kelainan autoimun ini diduga ada kaitannya dengan
agen infeksius/lingkungan, di mana sistem imun pada orang dengan kecenderungan
genetik tertentu, menyerang molekul sel beta pankreas yang ‘menyerupai’ protein virus
sehingga terjadi destruksi sel beta dan defisiensi insulin. Faktor-faktor yang diduga
berperan memicu serangan terhadap sel beta, antara lain virus (mumps, rubella,
coxsackie), toksin kimia, sitotoksin, dan konsumsi susu sapi pada masa bayi.

Selain akibat autoimun, sebagaian kecil DM tipe 1 terjadi akibat proses yang idiopatik.
Tidak ditemukan antibodi sel beta atau aktivitas HLA. DM tipe 1 yang bersifat idiopatik
ini, sering terjadi akibat faktor keturunan, misalnya pada ras tertentu Afrika dan Asia.

2. Diabetes Melitus tipe 2

Diabetes mellitus tipe II disebabkan oleh faktor keturunan dan juga gaya hidup
yang kurang sehat. Hampir seluruh penderita diabetes menderita tipe kedua ini. Meskipun
mengenai dihampir semua penderita diabetes, gejalanya sangatlah lambat. Sehingga
perkembangan penyakit ini membutuhkan waktu bertahun-tahun. Kerja insulin di dalam
tubuh tidak lagi efektif meskipun tidak perlu ada suntikan insulin dari luar untuk
membantu menjalani hidupnya. Tidak seperti pada DM tipe 1, DM tipe 2 tidak memiliki
hubungan dengan aktivitas HLA, virus atau autoimunitas dan biasanya pasien
mempunyai sel beta yang masih berfungsi (walau terkadang memerlukan insulin eksogen
tetapi tidak bergantung seumur hidup). DM ini bervariasi mulai dari yang predominan
resistensi insulin disertai defisiensi insulin relatif, sampai yang predominan gangguan
sekresi insulin bersama resistensi insulin.
Pada DM resistensi insulin terjadi pada otot, lemak dan hati serta terdapat respons
yang inadekuat pada sel beta pankreas. Terjadi peningkatan kadar asam lemak bebas di
plasma, penurunan transpor glukosa di otot, peningkatan produksi glukosa hati dan
peningkatan lipolisis.

Defek yang terjadi pada DM disebabkan oleh gaya hidup yang diabetogenik
(asupan kalori yang berlebihan, aktivitas fisik yang rendah, obesitas) ditambah
kecenderungan secara genetik. Nilai BMI yang dapat memicu terjadinya DM adalah
berbeda-beda untuk setiap ras.

3. Diabetes Kehamilan/gestasional

Diabetes kehamilan didefinisikan sebagai intoleransi glukosa dengan onset pada


waktu kehamilan. Diabetes jenis ini merupakan komplikasi pada sekitar 1-14%
kehamilan. Biasanya toleransi glukosa akan kembali normal pada trimester ketiga.

E. Komplikasi
Komplikasi yang berkaitan dengan kedua tipe DM (Diabetes Melitus)
digolongkan sebagai akut dan kronik (Mansjoer dkk, 2007)

a). Komplikasi akut

Komplikasi akut terjadi sebagai akibat dari ketidakseimbangan jangka pendek dari
glukosa darah

1). Hipoglikemia/ Koma Hipoglikemia

Hipoglikemik adalah kadar gula darah yang rendah. Kadar gula darah yang
normal 60-100 mg% yang bergantung pada berbagai keadaan. Salah satu bentuk dari
kegawatan hipoglikemik adalah koma hipoglikemik. Pada kasus spoor atau koma yang
tidak diketahui sebabnya maka harus dicurigai sebagai suatu hipoglikemik dan
merupakan alasan untuk pembarian glukosa. Koma hipoglikemik biasanya disebabkan
oleh overdosis insulin. Selain itu dapat pula disebabkan oleh karana terlambat makan atau
olahraga yang berlebih.

Diagnosa dibuat dari tanda klinis dengan gejala hipoglikemik terjadi bila kadar
gula darah dibawah 50 mg% atau 40 mg% pada pemeriksaaan darah jari.

Penatalaksanaan kegawat daruratan:

 Pengatasan hipoglikemi dapat diberikan bolus glukosa 40% dan biasanya


kembali sadar pada pasien dengan tipe 1.
 Tiap keadaan hipoglikemia harus diberikan 50 cc D50 W dalam waktu 3-5 menit
dan nilai status pasien dilanjutkan dengan D5 W atau D10 W bergantung pada
tingkat hipoglikemia
 Pada hipoglikemik yang disebabkan oleh pemberian long-acting insulin dan
pemberian diabetic oral maka diperlukan infuse yang berkelanjutan.
 Hipoglikemi yang disebabkan oleh kegagalan glikoneogenesis yang terjadi pada
penyakit hati, ginjal, dan jantung maka harus diatasi factor penyebab kegagalan
ketiga organ ini.

2). SINDROM HIPERGLIKEMIK HIPEROSMOLAR NON KETOTIK (HHNC/


HONK).

HONK adalah keadaan hiperglikemi dan hiperosmoliti tanpa terdapatnya ketosis.


Konsentrasi gula darah lebih dari 600 mg bahkan sampai 2000, tidak terdapat aseton,
osmolitas darah tinggi melewati 350 mOsm perkilogram, tidak terdapat asidosis dan
fungsi ginjal pada umumnya terganggu dimana BUN banding kreatinin lebih dari 30 : 1,
elektrolit natrium berkisar antara 100 – 150 mEq per liter kalium bervariasi.

b).   Komplikasi kronis


Umumnya terjadi 10 sampai 15 tahun setelah awitan, yaitu : makrovaskuler,
mikrovaskular, dan penyakit neuropati.
1. Komplikasi mikrovaskuler
Komplikasi mikrovaskuler berupa retinopati, nefropati, dan neuropati merupakan
kelainan yang lebih sering timbul setelah pubertas, namun juga dapat terjadi selama
periode prepurbertas memberikan efek yang tidak sama pada masing-masing individu
dalam hal komplikasi.
2. Neuropati
Menurut Batubara (2010), sistem saraf sentral dan perifer juga terkena oleh
diabetes. Pola keterlibatan yang paling sering adalah neuropati perifer simetris di
ekstremitas bawah yang mengenai, baik fungsi motorik maupun sensorik, terutama yang
terakhir. Walaupun gejala klinis kelainan saraf pada anak dan remaja jarang didapatkan
namun eberadaan kelainan subklinis sudah didapatan. Evaluasi klinis dari pemeriksaan
saraf perifer harus meliputi :
1) Anamnesis timbulnya nyeri,parestasia,maupun rasa tebal.
2) Penentuan sensasi vibrasi.
3) Komplikasi makrovaskuler
Penelitian tentang penebalan intima-media pada karotis merupakan tanda yang sensitif
untuk timbulnya komplikasi makrovaskuler yaitu penyakit jantung koroner dan penyakit
serebro vaskuler.

F. Manefistasi klinis
Menurut Kwinahyu (2011) manifestasi klinik dapat digolongkn menjadi gejala akut dan
gejala kronik

1. Gejala Akut

Gejala penyakit DM ini dari satu penderita ke penderita lainnya tidaklah sama ;
dan gejala yang disebutkan di sini adalah gejala yang umum tibul dengan tidak
mengurangi kemungkinan adanya variasi gejala lain, bahkan ada penderita diabetes yang
tidak menunjukkan gejala apa pun sampai pada saat tertentu. Pada permulaan gejala
ditunjukkan meliputi tiga serba banyak, yaitu :

a) Banyak makan ( polifagia )


b) Banyak minum ( polidipsia )
c) Banyak kencing ( poliuria )
Bila keadaan tersebut tidak cepat diobati, lama-kelamaan mulai timbul gejala yang
disebabkan kurangnya insulin. Jadi, bukan 3P lagi melainkan hanya 2P saja (polidipsia
dan poliuria ) dan beberapa keluhan lain seperti nafsu makan mulai berkurang, bhkan
kadang-kadang timbul rasa mual jika kadar glukosa darah melebihi 500 mg/ dl, disertai :

a) Banyak minum
b) Banyak kencing
c) Berat badan turun dengan cepat ( bisa 5- 10 kg dalam waktu 2-4 minggu.
d) Mudah lelah
e) Bila tidak lekas diobati akan timbul rasa mual, bahkan penderita akan jatuh koma
( tidak sadarkan diri ) dan di sebut koma diabetik.
2. Gejala Kronik

Kadang-kadang penderita DM tidak menunjukkan gejala sesudah beberapa bulan


atau beberapa tahun mengidap penyakit DM. Gejala ini di sebut gejala kronik atau
menahun. Gejala kronik yang sering timbul adalah seorang penderita dapat mengalami
beberapa gejala, yaitu :

a) Kesemutan
b) Kulit terasa panas atau seperti tertusuk-tusuk jarum.
c) Rasa tebal di kulit sehingga kalau berjalan seperti di atas bantal atau kasur.
d) Kram
e) Mudah mengantuk.

G. Penatalaksaan
Tujuan utama dari pengobatan adalah untuk mencoba menormalisasi aktivitas
insulin dan kadar gula darah untuk menurunkan perkembangan komlikasi neuropati dan
vaskular. Tujuan terapeutik dari masing-masing diabetes adalah untuk mencapai kadar
glukosa darah tanpa mengalami hipoglikemia dan tanpa mengganggu aktivitas sehari-hari
pasien dengan serius. Terdapat lima komponen penatalaksanaan untuk diabetes, yaitu :
diet, latihan, pemantauan, obat-obatan dan penyuluhan (Tarwoto, 2012).

Menurut Tarwoto (2012) prinsip utama dalam penanganan pasien waktu sakit yaitu :
1. Pengobatan segera penyakit lain yang diderita pasien dengan diabetes
Pengoatan penyakit tidak berbeda dengan anak normal. Pasien sebaiknya segera
berobat karena mungkin memerlukan antibiotik atau terapi lainnya.

2. Pemberian insulin
Insulin harus terus diberikan dengan dosis biasa meskipun anak tidak makan.
Pada penderita diabetes yang sakit mungkin akan menimbulkan hiperglikemia akibat
glukoneogenesis atau glikolisis karena kerja hormon anti insulin. Bila kadar glukosa
darah > 250 mg/dL, segera lakukan pemeriksaan keton darah. Bila keton darah
>1mmol/L berarti dosis insulin kurang dan perlu ditambah . Bila kadar glukosa darah
>250mg/dL dan keton darah <1 mmol/L, tidak perlu ditambahan insulin dan periksa
kembali glukosa darah setelah 2 jam. Pemberian insulin tambahan pada balita sebesar 1U
dapat menurunkan glukosa darah rata-rata 100 mg/dL, sedangkan pada anakn sekolah dan
remaja dosis tersebut mungkin hanya menurunkan glukosa darah sebesar 30-50 mg/dL.
Penambahan dosis insulin dapat juga dilakukan dengan memperhitungkan 5-20% dari
total dosis harian,tergantung situasi.

3. Pemberian minum yang cukup


Apabila kadar glukosa darah tidak menurun dengan dosis tambahan dosis insulin,
maka pemberian cairan untuk hidrasi tubuh pasien kemungkinan kurang adekuat.
Berikan minum sebanyak mungkin kepada pasien. Bila glukosa tetap tinggi, maka pada
pasien masih akan terjadi diuresis osmotik yang menyebabkan kehilangan cairan.
Adanya demam akan meningkatkan kebutuhan kesehatan pasien.

4. Pasien harus istirahat


Anjurkan pasien agar beristirahat di rumah bila merasa tidak enak badan.

5. Pemberian obat yang tidak mengandung gula


Penting untuk tidak memberikan obat-obatan yang mengandung gula.

6. Peralatan untuk mengantisipasi ‘sick-day management’ di rumah


Setiap keluarga sebaiknya dapat menyiapkan peralatan yang diperlukan. Misalnya
insulin kerja cepat/penfill atau dalam flakon, strip test glukosa dan keton darah , glukon-
ketonmeter, jarum/lancet untuk mengambil kapiler darah, alkohol 70% , persendiaan
permen, coklat, jus buah, limun rendah kalori atau soft drink rendah kalori serta air
mineral.

7. Penyuluhan
Lingkungan pasien DM amat penting. Kerabat pasien harus mengetahui prinsip-prinsip
menangani pasien DM yang sedang sakit. Insulin harus tetap diberikan meskipun pasien
DM yang sedang sakit tidak mau makan atau hanya mau makan sedikit. Glukosa darah
pasien dapat meningkat selama sakit karena glukoneogenesis. Muntah merupakan
gejalah serius yang perlu penangan segera. Adanya keton dalam urin atau darah yang
disertai kadar glukosa darah yang tinggi merupakan tanda kurangnya kerja insulin, dan
bila hal ini tidak segera diatasi maka pasien akan jatuh ke dalam KAD yang mengancam
jiwa.

8. Pemberian nutrisi
Bila pasien merasa mual dan tidak mau makan, maka dianjurkan untuk tetap minum
cairan berkalori.

Ada lima kategori obat hipoglikemik oral, yaitu:

a. Sulfonilurea
1) Secara primer menstimulasi pelepasan insulin dari sel beta selama
waktu kerja farmakologis obat (4 sampai 24).
2) Sulfonilurea sering berhasil jika digunakan secara tunggal.
3) Efek samping meliputi penambahan berat badan
4) Dikontraindikasikan pada defisiensi insulin (diabetes tipe 1),
kehamilan dan menyusui.
b. Biguanida (metformin)

1) Menurunkan glukosa darah dengan menurunkan absorpsi glukosa usus,


meningkatkan sensitivitas insulin dan ambilan glukosa perifer hepar.
2) Tidak menyebabkan hipoglikemia.
3) Keuntungan lain meliputi penurunan kadar kolesterol total, trigliserida,
dan LDL.
4) Karena terkadang berefek samping kehilangan selera makan dan
penurunan berat badan, obat ini lebih disukai penanganan pasien obese.
5) Efek samping meliputi gastrointestinal minor yang dapat dikontrol dengan
menurunkan dosis. Konsekuensi serius yang jarang terjadi adalah asidosis
laktat, ini biasanya muncul bila ada kontraindikasi seperti insufisiensi
ginjal yang tidak ketahuan.
6) Dikontraindikasikan pada gangguan ginjal, kehamilan, dan ketergantungan
insulin, dan harus digunakan dengan hati-hati pada pasien hepar, jantung,
atau paru.
c. Derivat asam benzoat (meglitinida, repaglinida)

1) Secara struktur berbeda dari sulfonilurea, tetapi serupa dalam mekanisme


stimulasi sekresi insuli.
2) Dirancang untuk meningkatkan sekresi insulin saat makan dan harus
diminum saat makan.
d. Inhibitor alfa-glukosidase (acarbose, voglibose, miglitol)

1) Mempunyai aksi memengaruhi enzim di dalam usus yang memecah gula


kompleks. Memperlambat kecepatan pencernaan polisakarida,
mengakibatkan keterbatasan absorpsi glukosa dari karbohidrat yang
dikonsumsi. Tampaknya memperbaiki kadar glukosa darah setelah makan
dan menurunkan hemoglobin terglikosilasi.
2) Tidak menyebabkan hipoglikemia
3) Efek samping berupa serupa degan intoleransi laktosa karena efek gula
yang tidak tercerna oleh bakteria kolon (diare, nyeri abdomen, flatus dan
distensi abdomen).
e. Tiazolidinedion (rosiglitazon, pioglitazon)

1) Meningkatkan sensitivitaas hepar dan menurunkan resistensi insulin.


2) Efek sampingnya minimal dan meliputi retensi cairan dan kadang
peningkatan enzim fungsi hepar secara reversible
H. Pathway

(Kwinahyu)
PENDIDIKAN KESEHATAN
SENAM KAKI PADA PASIEN DENGAN DIABETES MELITUS

Senam kaki merupakan latihan yang dilakukan bagi penderita DM atau bukan penderita
untuk mencegah terjadinya luka dan membantu melancarkan peredaran darah bagian kaki
(Soebagio, 2019). Gerakan-gerakan senam kaki ini dapat memperlancar peredaran darah di kaki,
memperbaiki sirkulasi darah, memperkuat otot kaki dan mempermudah gerakan sendi kaki.
Dengan demikian, diharapkan kaki penderita diabetes dapat terawat baik dan dapat
meningkatkan kualitas hidup penderita diabetes (Anneahira, 2020).

Adapun tujuan dilakukannya senam kaki diabetes mellitus, yaitu:

1. Memperbaiki sirkulasi darah


2. Memperkuat otot-otot kecil
3. Mencegah terjadinya kelainan bentuk kaki
4. Meningkatkan kekuatan otot betis dan paha
5. Mengatasi keterbatasan gerak

Langkah-langkah pelaksanaan senam kaki diabetes mellitus yaitu sebagai berikut:

1. Pasien duduk tegak di atas bangku dengan kaki menyentuh lantai.


    Pasien duduk diatas kursi

2. Dengan tumit yang diletakkan di lantai, jari-jari kedua belah kaki diluruskan ke atas lalu
dibengkokkan kembali ke bawah seperti cakar ayam sebanyak 10 kali.

    Tumit kaki di lantai dan jari-jari kaki diluruskan ke atas

3. Dengan meletakkan tumit salah satu kaki di lantai, angkat telapak kaki ke atas. Kemudian
sebaliknya pada kaki yang lainnya, jari-jari kaki diletakkan di lantai dan tumit kaki diangkatkan
ke atas. Gerakan ini dilakukan secara bersamaan pada kaki kanan dan kiri bergantian dan
diulangi sebanyak 10 kali.

    Tumit kaki di lantai sedangkan telapak kaki diangkat

4. Tumit kaki diletakkan di lantai. Kemudian bagian ujung jari kaki diangkat ke atas dan buat
gerakan memutar pada pergelangan kaki sebanyak 10 kali.
    Ujung kaki diangkat ke atas

5. Jari-jari kaki diletakkan di lantai. Kemudian tumit diangkat dan buat gerakan memutar dengan
pergerakkan pada pergelangan kaki sebanyak 10 kali.

    Jari-jari kaki di lantai

6. Kemudian angkat salah satu lutut kaki, dan luruskan. Lalu gerakan jari-jari kaki kedepan
kemudian turunkan kembali secara bergantian ke kiri dan ke kanan. Ulangi gerakan ini sebanyak
10 kali.

7. Selanjutnya luruskan salah satu kaki diatas lantai kemudian angkat kaki tersebut dan gerakkan
ujung jari-jari kaki ke arah wajah lalu turunkan kembali ke lantai.

8. Angkat kedua kaki lalu luruskan. Ulangi sama seperti pada langkah ke-8, namun gunakan
kedua kaki kanan dan kiri secara bersamaan. Ulangi gerakan tersebut sebanyak 10 kali.

9. Angkat kedua kaki dan luruskan, pertahankan posisi tersebut. Kemudian gerakan pergelangan
kaki ke depan dan ke belakang.
10. Selanjutnya luruskan salah satu kaki dan angkat, lalu putar kaki pada pergelangan kaki,
lakukan gerakan seperti menulis di udara dengan kaki dari angka 0 hingga 10 lakukan secara
bergantian.

     Kaki diluruskan dan diangkat

11. Letakkan selembar koran dilantai. Kemudian bentuk kertas koran tersebut menjadi seperti
bola dengan kedua belah kaki. Lalu buka kembali bola tersebut menjadi lembaran seperti semula
menggunakan kedua belah kaki. Gerakan ini dilakukan hanya sekali saja.

12. Kemudian robek koran menjadi 2 bagian, lalu pisahkan kedua bagian koran tersebut.

13. Sebagian koran di sobek-sobek menjadi kecil-kecil dengan kedua kaki.

14. Kemudian pindahkan kumpulan sobekan-sobekan tersebut dengan kedua kaki, lalu letakkan
sobekkan kertas pada bagian kertas yang utuh tadi.

15. Lalu bungkus semua sobekan-sobekan tadi dengan kedua kaki kanan dan kiri menjadi bentuk
bola.
     Kaki merobek kertas koran kecil-kecil dengan menggunakan jari-jari kaki lalu bungkus
menjadi bentuk bola.

Tips aman berolahraga untuk penderita diabetes militus, yaitu:

1. Melakukan pemanasan dan juga pendinginan


2. Minum banyak cairan untuk mencegah dehidrasi
3. Periksa kadar gula darah sebelum olahraga, terutama jika menggunakan insulin. Ini juga
dilakukan untuk mencegah terjadinya hipoglikemia
4. Jika kadar gula darah dibawah 100 mg/dL, mungkin kita perlu camilan yang mengandung
15-20 gr karbohidrat
5. Jika kadar gula darah diatas 240 mg/dL, konsultasikan dengan dokter sebelum
berolahraga
6. Gunakan kaus kaki dan sepatu yang sesuai dan nyaman
7. Setelah berolahraga, tidak ada salahnya periksa kembali kadar glukosa darah.
DAFTAR PUSTAKA

Anneahira. 2020. Senam Kaki Diabetes. Diakses dari http://www.anneahira.com/ senam-kaki-


diabetes.htm.

Flora, Rostika., Hikayati., Sigit Purwanto. 2019. Pelatihan Senam Kaki pada Penderita Diabetes
Mellitus dalam Upaya Pencegahan Komplikasi Diabetes pada Kaki (Diabetes Foot). Jurnal
Pengabdian Sriwijaya; 7-15.

Hannyta Ratna Bravo. 2020. Pentingnya Senam Kaki Diabetes Bagi Penderita Diabetes Mellitus.
Diakses tanggal 10 Juni 2022 dalam
https://kakidiabetindonesia.com/main/news/detail/47/pentingnya-senam-kaki-diabetet-bagi-
penderita-diabetes-mellitus.

Harismi, Asni. 2022. Senam Diabetes dan Manfaatnya Bagi Kesehatan Anda. Diakses tanggal 10
Juni 2022 dalam https://www.sehatq.com/artikel/senam-diabetes-dan-manfaatnya-bagi-
kesehatan-anda.

Soebagio, Imam. 2019. Senam Kaki Sembuhkan Diabetes Mellitus. Diakses dari
http://pakdebagio.blogspot.com/2011/04/senam-kaki-sembuhkan-diabetes-melitus.html.

Penulis: Denata Rahmadani Lukitasari (Airlangga Nursing Journalist)


Editor: Lailatul Yusnida (Airlangga Nursing Journalist) 

Anda mungkin juga menyukai