DAFTAR ISI
1
KAJIAN PENGELOLAAN LAHAN PERTANIAN
UNTUK MENDUKUNG LP2B
2
KAJIAN PENGELOLAAN LAHAN PERTANIAN
UNTUK MENDUKUNG LP2B
3
KAJIAN PENGELOLAAN LAHAN PERTANIAN
UNTUK MENDUKUNG LP2B
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Pembagian Wilayah Administrasi Kabupaten Sleman ........................ 13
Tabel 2. Ketinggian Wilayah Kabupaten Sleman ............................................. 14
Tabel 3. Jenis Tanah di Kabupaten Sleman ..................................................... 16
Tabel 4. Penggunaan Lahan di Kabupaten Sleman Tahun 2009-2015 ............ 18
Tabel 5. Jumlah Desa, Dukuh, dan Luas Kecamatan di Kabupaten Bantul
Tahun 2013 ...................................................................................................... 19
Tabel 6. Jenis tanah di Kabupaten Bantul ........................................................ 24
Tabel 7. Pembagian wilayah Admnistratif Kabupaten Kulon Progo .................. 26
Tabel 8. Pembagian Administratif Wilayah Kabupaten Gunungkidul ................ 29
Tabel 9. Jadwal Pelaksanaan Pekerjaan ....................................................... 118
Tabel 10. Komposisi Tim dan Penugasan Tenaga Ahli dan Tenaga Pendukung
....................................................................................................................... 119
DAFTAR GAMBAR
4
KAJIAN PENGELOLAAN LAHAN PERTANIAN
UNTUK MENDUKUNG LP2B
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
5
KAJIAN PENGELOLAAN LAHAN PERTANIAN
UNTUK MENDUKUNG LP2B
karena belum ada data by name by address dan luasan KP2B, LP2B, dan
LCP2B belum tercantum dalam Perda DIY tentang RTRW DIY.
Dalam beberapa hal alih fungsi lahan pertanian ke penggunaan lainnya
bersifat dilematis. Pertambahan penduduk dan pertumbuhan kegiatan ekonomi
yang pesat di beberapa wilayah memerlukan jumlah lahan non pertanian yang
mencukupi. Namun demikian, pertambahan jumlah penduduk juga memerlukan
supply bahan pangan yang lebih besar, yang berarti lahan pertanian juga lebih
luas, sementara total luas lahan yang ada berjumlah tetap. Sebagai akibatnya
telah terjadi persaingan yang ketat dalam pemanfaatan lahan yang berakibat
pada meningkatnya nilai lahan (land rent) maka penggunaan lahan untuk
pertanian akan selalu dikalahkan oleh peruntukan lain seperti industri dan
perumahan (Nasoetion dan Winoto, 1996). Meskipun nilai intrinsik dari lahan
pertanian, terutama sawah, jauh lebih tinggi dari nilai pasarnya (Pakpahan et.
al. 2005, Sumaryanto dan Sudaryanto, 2005) namun nilai-nilai tersebut belum
tercipta „pasarannya‟ sehingga pemilik lahan/petani belum memperoleh nilai
finansialnya.
Di sisi internal sektor pertanian, berbagai karakteristik dari usahatani
sendiri belum sepenuhnya mendukung ke arah pelaksanaan pelestarian lahan
pertanian yang ada. Sempitnya luas lahan yang diusahakan petani terjadi
karena proses fragmentasi yang disebabkan sistem waris pecah-bagi sehingga
semakin memarjinalkan kegiatan usaha pertanian. Sempitnya lahan berakibat
pada tidak tercukupinya hasil kegiatan usaha pertanian untuk menutupi
kebutuhan hidup sehari-hari, apalagi mencukupi mendorong penerapan
teknologi baru untuk peningkatan produktivitas. Yang terjadi kemudian bukan
modernisasi (penerapan teknologi yang up to date) tetapi penjualan lahan
pertanian untuk penggunaan lainnya (alih fungsi lahan pertanian). Prioritas
pembangunan masing-masing daerah yang tidak memprioritaskan pada sektor
pertanian semakin mendorong cepatnya laju alih fungsi lahan pertanian.
Dengan rumitnya persoalan yang alih fungsi lahan pertanian itu maka
upaya pemecahannya tidak mungkin dilakukan secara parsial sebagaimana
pendekatan yang dilakukan selama ini. Diperlukan pendekatan yang
menyeluruh, dengan melibatkan semua pihak terkait secara aktif.
6
KAJIAN PENGELOLAAN LAHAN PERTANIAN
UNTUK MENDUKUNG LP2B
Pemda DIY melalui Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan DIY telah
melakukan Kajian Evaluasi Implementasi Perda DIY No. 10 Tahun 2011
tentang PLP2B. Kajian berorientasi untuk mengidentifikasi dan
merekomendasikan kawasan lahan pertanian di wilayah DIY yang secara
indikatif dapat ditetapkan sebagai kawasan PLP2B yang kemudian diusulkan
dalam Review RTRW DIY. Review RTRW DIY telah ditetapkan dalam Perda
DIY Nomor 5 Tahun 2019 tentang RTRW DIY tahun 2019-2039 yang
didalamnya mencantumkan luas LP2B DIY. Kemudian berdasarkan Perda
RTRW DIY 2019-2039, Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan DIY
mengajukan Review Perda DIY No. 10 Tahun 2011 tentang PLP2B. Agenda
selanjutnya sebagai tindak lanjut implementasi PLP2B adalah (1) mendorong
perwujudan lahan pertanian pangan berkelanjutan; (2) meningkatkan upaya
pengendalian alih fungsi LP2B; (3) meningkatkan pemberdayaan, pendapatan,
dan kesejahteraan bagi petani; (4) memberikan kepastian hak atas tanah bagi
petani; dan (5) meningkatkan kemitraan semua pemangku kepentingan dalam
rangka pemanfaatan dan pengembangan LP2B sesuai dengan tata ruang.
Untuk mewujudkan implementasi UU PLP2B dan Perda LP2B di DIY
salah satunya adalah bentuk dan mekanisme pengelolaan LP2B. Salah satu
gagasan dalam pengelolaan LP2B yaitu dengan bank tanah (land banking).
Secara umum konsep bank tanah dimaksudkan sebagai suatu kegiatan yang
dilakukan oleh pemerintah untuk menyediakan tanah, yang akan dialokasikan
penggunaannya di kemudian hari untuk berbagai kepentingan pembangunan
baik bagi pelaksanaan pembangunan, baik bank tanah umum (general land
banking) maupun bank tanah khusus (special atau project land banking)
(Sumardjono, M. 2008).
Dalam konteks ini agricultural land banking menjadi layak dikedepankan.
Penyediaan tanah oleh pemerintah nantinya akan digunakan untuk kepentingan
kesejahteraan masyarakat dalam merevitalisasi sektor pertanian dengan
mekanisme pengelolaan berbasis budaya. Pengelolaan lahan pertanian harus
didasarkan atas prinsip manunggaling kawulo lan Gusti sebagaimana
keterpaduan pengelolaan untuk kelestarian, kemajuan, dan keharmonisan
antara dengan lingkungan. Pengelolaan lahan akan dikemas sesuai skema
7
KAJIAN PENGELOLAAN LAHAN PERTANIAN
UNTUK MENDUKUNG LP2B
2. Tujuan
Secara umum kajian ini ditujukan untuk menginventarisasi data dan
informasi serta rekomendasi yang dapat digunakan sebagai masukan utama
untuk menyusun strategi sistem pengelolaan Lahan Pertanian Pangan
Berkelanjutan (LP2B), dalam rangka mempertahankan Lahan Pertanian
Pangan Berkelanjutan (LP2B) sebagai kawasan pertanian, menekan laju alih
fungsi lahan pertanian ke non pertanian dan mendukung ketahanan pangan.
Secara rinci tujuannya adalah:
i. Menganalisis efektivitas kebijakan pengendalian alih fungsi lahan
sawah yang telah dilakukan;
ii. Mengidentifikasi aspek teknis dan aspek hukum konsep
agriculture land banking dalam pengelolaan lahan pertanian
sebagai upaya pengendalian alih fungsi lahan pertanian khususnya
lahan sawah;
iii. Merumuskan rekomendasi strategi pelaksanaan agriculture land
banking dan pembentukan kelembagaan agriculture land banking.
8
KAJIAN PENGELOLAAN LAHAN PERTANIAN
UNTUK MENDUKUNG LP2B
C. Sasaran/Target
Tersedianya dokumen Kajian Pengelolaan Lahan Pertanian Untuk
Mendukung Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan di DIY dan nantinya dapat
bermanfaat bagi masyarakat dan pemerintah.
D. Ruang Lingkup Kegiatan
Serangkaian kegiatan yang akan dilaksanakan untuk dapat mengakomodasi
tujuan, sasaran dan keluaran pekerjaan ini mencakup :
a. Melakukan survei umum terkait kondisi lahan pertanian dan masyarakat
petani di kawasan lahan pertanian pangan berkelanjutan di DIY;
b. Melakukan review kondisi lahan pertanian dan masyarakat petani di
kawasan lahan pertanian pangan berkelanjutan di DIY;
c. Melakukan analisis efektifitas kebijakan pengendalian alih fungsi lahan
sawah yang telah dilakukan;
d. Melakukan analisis kebijakan dan teknis serta aspek hukum tentang
pengelolaan lahan pertanian dengan agriculture land banking di kawasan
lahan pertanian pangan berkelanjutan di DIY;
e. Menyusun rekomendasi akhir terhadap hasil kajian;
f. Menyusun bahan perumusan kebijakan Agriculture Land Banking untuk
mewujudkan KP2B di DY yang terdiri dari:
Perencanaan (Jangka Panjang, Jangka Menengah, Tahunan) sesuai
dengan Rencana Pembangunan dan RTRW;
Perolehan Tanah;
Pengadaan Tanah;
Pengelolaan Tanah (pembagian tanah, manajemen usaha,
kelembagaan pengelola);
Analisis Sosial Ekonomi Masyarakat;
Peran Stakeholder lainnya.
g. Penyedia Jasa Konsultasi berkewajiban untuk melaksanakan rapat
koordinasi penyusunan yang melibatkan OPD terkait;
h. Penyedia Jasa Konsultansi berkewajiban menyerahkan hasil pekerjaan
sesuai waktu yang ditentukan dalam kontrak;
9
KAJIAN PENGELOLAAN LAHAN PERTANIAN
UNTUK MENDUKUNG LP2B
10
KAJIAN PENGELOLAAN LAHAN PERTANIAN
UNTUK MENDUKUNG LP2B
11
KAJIAN PENGELOLAAN LAHAN PERTANIAN
UNTUK MENDUKUNG LP2B
12
KAJIAN PENGELOLAAN LAHAN PERTANIAN
UNTUK MENDUKUNG LP2B
13
KAJIAN PENGELOLAAN LAHAN PERTANIAN
UNTUK MENDUKUNG LP2B
16 Pakem 5 61 4.384
17 Cangkringan 5 73 4.799
Jumlah 86 1.212 57.482
Sumber : Kabupaten Sleman Dalam Angka Tahun 2020
b. Topografi
Keadaan tanah Kabupaten Sleman di bagian selatan relatif datar
kecuali daerah perbukitan di bagian tenggara Kecamatan Prambanan
dan sebagian di Kecamatan Gamping. Semakin ke utara relatif miring
dan di bagian utara sekitar lereng gunung Merapi relatif terjal.
Ketinggian wilayah Kabupaten Sleman berkisar antara 100 meter
sampai dengan 2.500 meter di atas permukaan laut (m dpl). Ketinggian
tanahnya dapat dibagi menjadi 4 kelas yaitu ketinggian <100 meter, 100-
499 meter, 500-999 meter, dan >1.000 meter dpl. Ketinggian <100 m dpl
seluas 6.203 ha, atau 10,79% dari luas wilayah, terdapat di Kecamatan
Moyudan, Minggir, Godean, Gamping, Berbah, dan Prambanan.
Ketinggian 100-499 m dpl seluas 43.246 ha, atau 75,32% dari luas
wilayah, terdapat di 17 kecamatan. Ketinggian 500-999 m dpl meliputi
luas 6.538 ha, atau 11,38% dari luas wilayah, ditemui di Kecamatan
Tempel, Turi, Pakem, dan Cangkringan. Ketinggian >1.000 m dpl seluas
1.495 ha, atau 2,60% dari luas wilayah, terdapat di Kecamatan Turi,
Pakem, dan Cangkringan. Ketinggian wilayah di Kabupaten Sleman
dapat dilihat pada tabel berikut ini:
Tabel 2. Ketinggian Wilayah Kabupaten Sleman
<100m dpl 100-499m 500-999m >1.000 m Jumlah
Kecamatan
No (ha) dpl (ha) dpl (ha) dpl (ha) (Ha)
14
KAJIAN PENGELOLAAN LAHAN PERTANIAN
UNTUK MENDUKUNG LP2B
c. Geologi
Kondisi geologi di Kabupaten Sleman didominasi dari keberadaan
gunung Merapi. Formasi geologi dibedakan menjadi endapan vulkanik,
sedimen, dan batuan terobosan, dengan endapan vulkanik mewakili
lebih dari 90% luas wilayah.
Material vulkanik gunung Merapi yang berfungsi sebagai lapisan
pembawa air tanah (akifer) yang sudah terurai menjadi material pasir
vulkanik, yang sebagian besar merupakan bagian dari endapan vulkanik
Merapi muda. Material vulkanik Merapi muda ini dibedakan menjadi 2
unit formasi geologi yaitu formasi Sleman (lebih di dominasi oleh
endapan piroklastik halus dan tufa) di bagian bawah dan formasi
Yogyakarta (lebih di dominasi oleh pasir vulkanik berbutir kasar hingga
pasir berkerikil) di bagian atas. Formasi Yogyakarta dan formasi Sleman
ini berfungsi sebagai lapisan pembawa air utama yang sangat potensial
dan membentuk satu sistem akifer yang di sebut Sistem Akifer Merapi
(SAM). Sistem akifer tersebut menerus dari utara ke selatan dan secara
administratif masuk dalam wilayah Kabupaten Sleman, Kota Yogyakarta,
dan Kabupaten Bantul. Selain formasi geologi tersebut diatas terdapat
15
KAJIAN PENGELOLAAN LAHAN PERTANIAN
UNTUK MENDUKUNG LP2B
16
KAJIAN PENGELOLAAN LAHAN PERTANIAN
UNTUK MENDUKUNG LP2B
d. Hidrologi
Air tanah Merapi yang mengalir di bawah permukaan secara rembesan
bergerak menuju daerah yang lebih rendah terpotong oleh topografi,
rekahan atau patahan maka akan muncul mata air. Di Kabupaten
Sleman terdapat 4 jalur mata air (springbelt) yaitu: jalur mata air
Bebeng, jalur mata air Sleman-Cangkringan, jalur mata air Ngaglik dan
jalur mata air Yogyakarta. Mata air ini telah banyak dimanfaatkan untuk
sumber air bersih maupun irigasi.
Di Kabupaten Sleman terdapat 182 sumber mata air yang terukur
debitnya mulai dari 1 s/d 400 lt/detik, yang airnya mengalir ke sungai-
sungai utama yaitu Sungai Boyong, Kuning, Gendol, dan Krasak. Di
samping itu terdapat anak-anak sungai yang mengalir ke arah selatan
dan bermuara di Samudera Indonesia.
e. Klimatologi
Berdasarkan pantauan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika
(BMKG) Yogyakarta, kondisi iklim di sebagian besar wilayah Kabupaten
Sleman termasuk tropis basah, hari hujan terbanyak dalam satu bulan 24
hari. Kecepatan angin maksimum 10,8 m/s dan minimum 0,00 m/s, rata-
rata kelembaban nisbi udara tertinggi 100% dan terendah 19,9%.
Temperatur udara tertinggi 34,4°C dan terendah 16,4°C.
Kondisi agroklimat di atas menunjukkan bahwa iklim di wilayah
Kabupaten Sleman pada umumnya cocok untuk pengembangan sektor
pertanian.
f. Penggunaan Lahan
Penggunaan lahan di Kabupaten Sleman secara garis besar dapat
dibagi sebagai fungsi sawah, tegalan, dan pekarangan. Perkembangan
penggunaan lahan selama 5 tahun terakhir menunjukkan luas dan jenis
lahan sawah turun, rata-rata per tahun sebesar 0,11%, luas pekarangan
17
KAJIAN PENGELOLAAN LAHAN PERTANIAN
UNTUK MENDUKUNG LP2B
naik 0,13%, dan luas tegalan turun 0,02% dari total luas wilayah
Kabupaten Sleman. Selengkapnya dapat dilihat pada tabel berikut ini:
Tabel 4. Penggunaan Lahan di Kabupaten Sleman Tahun 2014-2019
Penggunaan Lahan (Ha.)
No Tahun
Sawah Tegal Pekarangan
Dari data diatas menyatakan bahwa alih fungsi lahan yang terjadi
mengakibatkan semakin sempitnya luas lahan sawah dan tegalan dari
tahun ke tahun. Hal ini memacu Pemerintah Kabupaten Sleman untuk
mencari terobosan agar alih fungsi lahan dapat lebih dikendalikan,
antara lain dapat menetapkan lahan pertanian berkelanjutan dan
pengembangan desa wisata.
18
KAJIAN PENGELOLAAN LAHAN PERTANIAN
UNTUK MENDUKUNG LP2B
19
KAJIAN PENGELOLAAN LAHAN PERTANIAN
UNTUK MENDUKUNG LP2B
Luas
Desa 2
% Luas
No Kecamatan (km )
Perkotaan Perdesaan
Muntuk (11 dusun)
Temuwuh (12 dusun)
Jatimulyo (10 dusun)
Terong (9 dusun)
12 Banguntapan Tamanan (9 dusun) Baturetno (8 dusun) 28,48 5,62
Jagalan (2 dusun) Banguntapan (11
Singosaren (5 dusun) dusun)
Wirokerten (8 dusun)
Jambidan (7 dusun)
Potorono (9 dusun)
13 Pleret Bawuran (7 dusun) Wonokromo (12 22,97 4,53
Wonolelo (8 dusun) dusun)
Segoroyoso (9 dusun) Pleret (11 dusun)
14 Piyungan Sitimulyo (21 dusun) Srimulyo (22 dusun) 32,54 6,42
Srimurtani (17 dusun)
15 Sewon Pendowoharjo (16 Bangunharjo (17 27,16 5,36
dusun) dusun)
Timbulharjo (16 dusun) Panggungharjo (14
dusun)
16 Kasihan Tamantirto (10 dusun) Tirtonirmolo (12 32,38 6,39
Ngestiharjo (12 dusun) dusun)
Bangunjiwo (19 dusun)
17 Sedayu Argodadi (14 dusun) Argosari (13 dusun) 34,36 6,78
Argomulyo (14 dusun) Argorejo (13 dusun)
Sumber : Kabupaten Bantul dalam Angka Tahun 2021
20
KAJIAN PENGELOLAAN LAHAN PERTANIAN
UNTUK MENDUKUNG LP2B
21
KAJIAN PENGELOLAAN LAHAN PERTANIAN
UNTUK MENDUKUNG LP2B
b. Topografi
Topografi Kabupaten Bantul dibedakan menjadi 3 wilayah yaitu
wilayah timur merupakan perbukitan, yang meliputi Kecamatan Dlingo,
sebagian Kretek, sebagian Piyungan, Imogiri dan Pundong. wilayah
tengah merupakan dataran rendah yang meliputi wilayah Kecamatan
Kasihan, Sewon, Jetis, Bantul, Bambanglipuro, Sanden, Srandakan dan
Pandak. Wilayah barat berupa daerah landai dibagian selatan dan
berbukit di bagian utara meliputi Kecamatan Sedayu, Pajangan, Kasihan
dan Pandak.
Berdasarkan elevasi lahan daratan dari permukaan air laut ketinggian
tempat atau elevasi dapat ditentukan, dimana permukaan air laut
dianggap 0 meter. Ketinggian tempat Kabupaten Bantul dibagi menjadi
empat kelas dan hubungan kelas ketinggian dengan luas sebarannya
secara spasial ditunjukan pada peta ketinggian tempat. Kelas ketinggian
tempat yang dimiliki Kabupaten Bantul penyebaran paling luas adalah
elevasi antara 25 - 100 meter (27.709 Ha atau 54,67%) yang terletak
pada bagian utara, bagian tengah dan bagian tenggara Kabupaten
Bantul. Wilayah yang mempunyai elevasi rendah (elevasi <7 meter)
seluas 3.228 Ha (6,37%) terdapat di Kecamatan Kretek, Kecamatan
Sanden dan Kecamatan Srandakan. Wilayah dengan elevasi rendah
umumnya berbatasan dengan Samudra Hindia. Untuk wilayah yang
mempunyai elevasi di atas 100 meter terdapat di Kecamatan Dlingo,
Imogiri, Piyungan, dan Pajangan. Kecamatan Srandakan dan
Kecamatan Sanden merupakan daerah terendah di antara kecamatan-
kecamatan lain di Kabupaten Bantul, yaitu berkisar 0-25 meter dari
permukaan laut, mencakup areal seluas 4.161 Ha (8,2%).
Topografi Kabupaten Bantul yang datar digunakan oleh penduduk
untuk usaha pertanian, permukiman, dan perkebunan. Penggunaan
lahan ini dikarenakan daerah yang relatif datar pengelolaan lahannya
lebih mudah. Daerah yang bertopografi bergelombang, digunakan untuk
tegalan, kebun campuran, permukiman dan semak belukar. Daerah yang
22
KAJIAN PENGELOLAAN LAHAN PERTANIAN
UNTUK MENDUKUNG LP2B
c. Jenis Tanah
Berdasarkan peta jenis tanah BPN Kabupaten Bantul, Kabupaten
Bantul mempunyai 5 jenis tanah yaitu tanah Grumusol, Kambisol,
Latosol, Mediteran, dan Regosol. Tanah Grumusol berasal dari batuan
induk batu gamping berlapis, napal dan tuff. Tanah ini memiliki ciri-ciri :
tekstur lempung dalam bentuk yang mencirikan, tanpa horizon alluvial,
struktur lapisan atas granuler, sering berbentuk seperti bunga kubis,
lapisan bawah gumpal atau pejal, mengandung kapur, bahan induk
berkapur dan berlempung, dan warna kelam. Persebaran tanah
Grumosol terdapat di Kecamatan Sedayu dan Srandakan. Tanah
Kambisol berkembang di atas batu gamping dan daerah sekitar erosi.
Tanah Kambisol persebarannya di Kecamatan Sedayu, Kasihan,
Pajangan, Sewon, Bantul, Pandak, Bambanglipuro, Srandakan, Sanden,
Kretek dan Banguntapan. Tanah Latosol berasal dari Batuan induk
breksi. Tanah Latosol mempunyai ciri – ciri morfologi umum dari tanah
Latosol adalah tekstur lempung sampai geluh, tekstur remah sampai
gumpal, warna tanah merah tergantung dari susunan mineralogi, bahan
induk, drainase, umur tanah dan keadaan iklim. Tanah Latosol tersebar
di Kecamatan Piyungan, Pleret, Dlingo, Imogiri, Jetis, Sewon, Pundong,
Kretek, dan Srandakan. Tanah Mediteran berasal dari batu gamping
karang, batu gamping berlapis dan batu pasir. Tanah Mediteran tersebar
di Kecamatan Dlingo dan sedikit Imogiri. Tanah Regosol adalah tanah
yang berasal dari material gunung berapi, bertekstur (mempunyai
butiran) kasar bercampur dengan pasir, dengan solum tebal dan memiliki
tingkat kesuburan rendah. Tanah Regosol tersebar di Kecamatan
Kasihan, Sewon, Banguntapan, Pleret, Jetis, Srandakan, Sanden, dan
Kretek.
Tanah dapat mempengaruhi kemampuan lahan dari aspek tekstur
tanah berkaitan dengan kemampuan partikel tanah dalam mengikat air
23
KAJIAN PENGELOLAAN LAHAN PERTANIAN
UNTUK MENDUKUNG LP2B
dan sejumlah zat yang dibutuhkan tanaman. Tekstur yang halus akan
terlalu mudah mengikat air sehingga tanah bias tergenang dan tidak bisa
untuk tumbuh tanaman, sebaliknya tekstur yang terlalu kasar maka akan
meloloskan air. Jadi tekstur yang baik sebagai media tanaman atau yang
memiliki kemampuan lahan yang besar adalah yang bertekstur sedang.
Kabupaten Bantul mempunyai tekstur tanah yang beranekaragam jika
dilihat dari peta tekstur tanah Kabupaten Bantul, tekstur tanah terbagi
menjadi enam kelompok yaitu kersay, gumpal, lempung yang tersebar di
Kecamatan Sedayu, lempung liat yang tersebar di Kecamatan Dlingo, liat
pasir 50%, pasir liat <40% terdapat di sebagian Kecamatan Srandakan,
sebagian Kecamatan Sanden, Kretek, Sewon, Kasihan, dan Sebagian
Kecamatan Banguntapan, dan lempung berpasir. Tekstur lempung
berpasir sebagian besar terdapat di wilayah Kabupaten Bantul. Untuk
solum tanah dibedakan menjadi tiga yaitu dangkal, sedang dan dalam.
Kedalaman tanah berkaitan dengan sistem perakaran tanaman, semakin
dalam tanah maka daya dukung kemampuan lahannya semakin besar
karena tanaman dapat tumbuh dengan baik. Luas jenis tanah di
Kabupaten Bantul dapat dilihat pada tabel 6.
Tabel 6. Jenis tanah di Kabupaten Bantul
No. Jenis Tanah Luas (m2) Persentase
1. Grumusol 16.919.556 3.29
2. Kambisol 227.827.429 44.28
3. Latosol 174.850.037 33.98
4. Mediteran 24.071.093 4.68
5. Regosol 70.824.934 13.77
Jumlah 514.493.049 100,00
Sumber : Peta tanah Kabupaten Bantul 2021
d. Klimatologi
Menurut klasifikasi iklim Koppen, wilayah Kabupaten Bantul
memiliki iklim muson tropis (Am). Sama seperti kabupaten lain di
Indonesia, musim hujan di Bantul dimulai bulan November hingga April
dan musim hujan ini dipengaruhi oleh angin muson barat daya–barat
24
KAJIAN PENGELOLAAN LAHAN PERTANIAN
UNTUK MENDUKUNG LP2B
yang bersifat lembab dan basah. Sementara itu, musim kemarau yang
diakibatkan oleh angin muson tenggara–timur yang bersifat kering dan
dingin berlangsung pada bulan Mei hingga Oktober. Curah hujan di
Bantul adalah 1942 mm per tahun dengan hari hujan berkisar antara
100–130 hari hujan, dan bulan paling tinggi curah hujannya adalah
Januari dan Februari. Suhu udara relatif konsisten sepanjang tahun,
dengan suhu rata-rata berkisar pada 22° hingga 31° derajat Celsius.
25
KAJIAN PENGELOLAAN LAHAN PERTANIAN
UNTUK MENDUKUNG LP2B
b. Topografi
Kondisi topografi Kabupaten Kulon Progo bagian Utara : merupakan
dataran tinggi/perbukitan Menoreh dengan ketinggian antara 500 – 1.000
meter dari permukaan laut. Meliputi Kecamatan : Girimulyo, Nanggulan,
Kalibawang, dan Samigaluh. Bagian Tengah : Merupakan daerah
perbukitan dengan ketinggian antara 100 - 500 meter dari permukaan air
laut. Meliputi Kecamatan : Sentolo, Pengasih, dan Kokap. Bagian
Selatan : Merupakan dataran rendah dengan ketinggian 0 - 100 meter
26
KAJIAN PENGELOLAAN LAHAN PERTANIAN
UNTUK MENDUKUNG LP2B
c. Jenis Tanah
Jenis tanah di Kabupaten Kulon Progo antara latosol, grumusol,
kambisol dan regosol. Pembagian jenis tanah di Kabupaten Kulon Progo
tidak merata. Jenis tanah yang mendominasi adalah latosol sebesar
63,91%, grumosol sebesar 29,05%, regosol sebesae 5,86% dan
kambisol sebesar 1,19%.
d. Geohidrologi
Daerah Aliran Sungai Progo (DAS Progo) dan Daerah Aliran Sungai
Serang (DAS Serang) dengan pengaturan tata air yang lebih baik serta
sumber-sumber air lainnya seperti mata air apabila dikembangkan dan
dimanfaatkan akan dapat lebih meningkatkan taraf hidup dan
kesejahteraan masyarakat. Sungai Progo dengan anak-anak sungainya,
memiliki daerah pengaliran seluas 8.894 hektar, dengan debit maksimum
381,90 m3/detik dan debit minimum 13,00 m3/detik. Sungai Serang
dengan anak-anak sungainya, memiliki daerah pengaliran seluas
3.635,75 hektar, dengan debit maksimum 153,6 m3/detik dan debit
minimum 0.03 m3/detik. Kedua sungai tersebut telah dimanfaatkan untuk
irigasi persawahan seluas 9.351 ha. Selain air permukaan di Kabupaten
Kulon progo, terdapat potensi air bawah tanah dangkal sebanyak
7.000.204 m3.
e. Geologi
Kondisi geologi Kabupaten Kulon Progo, Geologi Kulon Progo
terbentuk dari Formasi Jonggaran, Formasi Sentolo, Alivium, Diorit dan
endapan Gunung Merapi. Secara fisiografi Kulon Progo dapat dibagi
empat bagian, yaitu Perbukitan Menoreh, Dataran Progo, Perbukitan
Sentolo dan Dataran Pantai. Bahaya alam utama di Kulon Progo adalah
bahaya longsor di wilayah pergunungan, dan bahaya banjir dan tsumani
27
KAJIAN PENGELOLAAN LAHAN PERTANIAN
UNTUK MENDUKUNG LP2B
f. Klimatologi
Curah hujan rata-rata/tahun di Kabupaten Kulon progo pada tahun
2013 adalah sebesar 187 mm. dengan hari hujan rata-rata/bulan selama
14 hari. Musim hujan tejadi pada bulan Nopember - April. Hari hujan
terbasah terjadi pada bulan Januari sebesar 490 mm dengan hari hujan
selama 22 hari hujan. Kondisi ini curah hujan yang tinggi ini telah
mengakibatkan bencana banjir dan tanah longsor di Kabupaten Kulon
progo. Sedangkan untuk musim kemarau terjadi pada bulan Mei s.d.
Oktober. dengan bulan-bulan terkering terjadi pada bulan Agustus -
September kondisi ini telah mengakibatkan beberapa wilayah seperti di
Nanggulan, Kokap kekurangan air baik untuk air bersih sehinggga perlu
droping air maupun kegiatan pertanian di daerah irigasi bagian hilir
terjadi kondisi kekeringan.
28
KAJIAN PENGELOLAAN LAHAN PERTANIAN
UNTUK MENDUKUNG LP2B
29
KAJIAN PENGELOLAAN LAHAN PERTANIAN
UNTUK MENDUKUNG LP2B
3. Tepus 104,91 5 85
4. Rongkop 83,46 8 101
5. Semanu 108,39 5 106
6. Ponjong 104,49 11 119
7. Karangmojo 80,12 9 104
8. Wonosari 75,51 14 104
9. Playen 105,26 13 101
10. Patuk 72,04 11 72
11. Nglipar 73,87 7 53
12. Ngawen 46,59 6 66
13. Semin 78,92 10 116
14. Gedangsari 68,14 7 60
15. Saptosari 87,83 7 67
16. Girisubo 94,57 8 82
17. Tanjungsari 71,63 5 71
18. Purwosari 71,76 5 32
1.485,36 144 1.431
Sumber : Kabupaten Gunungkidul dalam Angka Tahun 2021
b. Topografi
Topografi Kabupaten Gunungkidul memiliki kemiringan yang
bervariasi. 18,19% merupakan daerah datar dengan slope 0%-2%. Area
dengan slope 15%-40% sebesar 39,54%, dan untuk tingkat kemiringan >
40% sebesar 15,95%.Berdasarkan kondisi topografi diatas, Kabupaten
GunungKidul dibagi atas tiga zona pengembangan wilayah yaitu :
a. Zona utara yang disebut wilayah Batur Agung dengan ketinggian
200m – 700m di atas permukaan laut. Kondisinya berbukit-bukit
dengan jenis tanah yang didominasi latosol, batuan induk vulkanik,
sedimen taufan. Kondisi air tanah berada di kedalaman 6m - 12 m
dari permukaan tanah. Wilayah ini meliputi Kecamatan Patuk,
GedangSari, Nglipar, Ngawen, Semin dan Ponjong Utara.
b. Zona tengah merupakan pengembangan wilayah ledok Wonosari
30
KAJIAN PENGELOLAAN LAHAN PERTANIAN
UNTUK MENDUKUNG LP2B
c. Geohidrologi
Daerah Kabupaten Gunungkidul pada umumnya tersusun atas litologi
berupa batuan vulkanik tersier, batu gamping berlapis, dan batu gamping
terumbu yang membentuk lapisan karst. Keberadaan air tanah
dipengaruhi oleh porositas batuan dan rekahan-rekahan batuan, dimana
proses pembentukan tersebut disebabkan proses pelarutan dan tektonik.
Berdasarkan hasil tinjauan topografi di atas, maka di daerah Kabupaten
Gunungkidul dapat dibagi menjadi 3 satuan geohidrologi yaitu :
a. Satuan geohidrologi Batur Agung yang tersusun atas endapan
vulkanik, berupa breksi vulkanik, batupasir, sepih, tuf, aglomerat,
andesit balsatic, batu lempung dan aliran lava yang bersifat kompak.
Karakteristik batuan tersebut terhadap air adalah tingkat kelulusan
air yang kecil, aliran permukaan lebih dominan daripada resapan ke
dalam tanah. Potensi air tanah sangat kecil (Akuifer minor).
b. Satuan geohidrologi Dataran Wonosari, penyebarannya memanjang
31
KAJIAN PENGELOLAAN LAHAN PERTANIAN
UNTUK MENDUKUNG LP2B
d. Hidrologi
Geologi wilayah Kabupaten Gunungkidul merupakan bagian dari
zona fisiografi pegunungan selatan Jawa bagian Timur. Bagian ini
merupakan irisan dari sayap geantiklin Jawa dengan ciri khas
bebatuannya miring ke selatan. Dalam zona fisiografis ini batuannya
terdiri atas batuan vulkanik tersier dan batuan karbonat. Untuk wilayah
utara Kabupaten Gunungkidul tersusun oleh kumpulan batuan produk
32
KAJIAN PENGELOLAAN LAHAN PERTANIAN
UNTUK MENDUKUNG LP2B
e. Klimatologi
Curah hujan rata-rata Kabupaten Gunungkidul sebesar 2012
mm/tahun dengan jumlah hari hujan rata-rata 100 hari per tahun. Curah
hujan tertinggi tercatat 500 mm pada bulan Januari dengan rata-rata hari
hujan 18 hari. Curah hujan terendah tercatat 0,06mm pada bulan
Agustus dan September dengan hari hujan rata-rata 0,06 hari. Wilayah
utara merupakan wilayah dengan curah hujan paling tinggi dibandingkan
wilayah tengah dan selatan.
Iklim Suhu udara Kabupaten Gunungkidul untuk suhu rata-rata harian
27,7° C, Suhu minimum 23,2°C dan suhu maksimum 32,4° C.
Kelembaban nisbi di Kabupaten Gunungkidul berkisar antara 80 % - 85
%. Kelembaban nisbi ini bagi wilayah Kabupaten Gunungkidul tidak
terlalu dipengaruhi oleh tinggi tempat, tetapi lebih dipengaruhi oleh
musim. Kelembaban tertinggi terjadi pada bulan Januari – Maret,
sedangkan terendah pada bulan September.
33
KAJIAN PENGELOLAAN LAHAN PERTANIAN
UNTUK MENDUKUNG LP2B
A. Sistem Pertanian
Dalam pengembangan pertanian berkelanjutan, ekosistem pertanian yang
terbentuk diharapkan dapat menjaga fungsi dari kelestarian lingkungan.
Pengembangan pertanian berkelanjutan merupakan implementasi dalam
mewujudkan tujuan-tujuan dalam SDGs (Rivai & Anugrah, 2016). Penerapan
pertanian berkelanjutan diharapkan dapat mencapai tujuan SDGs dalam hal
ketahanan pangan dan menjaga ekosistem daratan (Fauzi, 2016).
Sistem pertanian berkelanjutan merupakan lahan pertanian yang relatif kecil,
dengan lahan pertanian yang menghasilkan profit yang menggunakan input
sedikit, terintegrasi dengan produksi hewan dan tanaman yang sesuai,
melestarikan diversitas biotik yang tinggi, menggunakan teknologi tepat guna
dalam produksi, dan dapat menghasilkan energi terbarukan (Horrigan,
Lawrence, & Walker, 2002). Berdasarkan penelitian lain, pertanian
berkelanjutan merupakan pertanian yang mengutamakan pengelolaan
ekosistem pertanian yang memiliki diversitas atau keanekaragaman hayati
tinggi (Rivai & Anugrah, 2016).
Sistem pertanian berkelanjutan bisa diterapkan dengan bermacam-macam
metode. Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) memiliki berbagai macam
karakteristik dan ciri khas pada lahan di masing-masing daerah. Banyak daerah
di DIY sudah dikembangkan sebagai area urban atau perkotaan. Dengan
dikembangkannya pertanian berkelanjutan di wilayah Yogyakarta, ekosistem
pertanian yang terbentuk akan meningkatkan fungsi dari lingkungan hidup.
Ekosistem pertanian dapat memperbaiki kualitas tanah dan juga meningkatkan
kemampuan tanah dalam mengkonservasi air. Selain itu, ekosistem pertanian
juga dapat dari sisi sosial dan ekonomi, pertanian berkelanjutan dapat
memberikan ketahanan pangan pada wilayah tersebut.
Dari kondisi eksisting yang dijabarkan, kota Yogyakarta memiliki luas lahan
panen yang paling kecil. Gunungkidul memiliki luas panen yg cukup besar. Hal
ini bisa dikembangkan sistem pertanian berkelanjutan agar kualitas dari setiap
34
KAJIAN PENGELOLAAN LAHAN PERTANIAN
UNTUK MENDUKUNG LP2B
35
KAJIAN PENGELOLAAN LAHAN PERTANIAN
UNTUK MENDUKUNG LP2B
36
KAJIAN PENGELOLAAN LAHAN PERTANIAN
UNTUK MENDUKUNG LP2B
37
KAJIAN PENGELOLAAN LAHAN PERTANIAN
UNTUK MENDUKUNG LP2B
1. Subsistem SIG
SIG dapat diuraikan menjadi beberapa subsistem sebagai berikut [5]:
a) Data Input
Subsistem ini bertugas untuk mengumpulkan, mempersiapkan,
dan menyimpan data spasial dan atributnya dari berbagai sumber.
Sub – sistem ini pula yang bertanggung jawab dalam
mengonversikan atau mentransformasikan format – format data
aslinya ke dalam format yang dapat digunakan oleh perangkat
SIG yang bersangkutan.
b) Data Output
Sub – sistem ini bertugas untuk menampilkan atau menghasilkan
keluaran (termasuk mengekspornya ke format yang dikehendaki)
seluruh atau sebagian basis data (spasial) baik dalam bentuk
softcopy maupun hardcopy seperti halnya tabel, grafik, report,
peta, dan lain sebagainya.
c) Data Management
Sub – sistem ini mengorganisasikan baik data spasial maupun tabel –
tabel atribut terkait ke dalam sebuah sistem basis data sedemikian rupa
hingga mudah dipanggil kembali atau di – retrieve, di update, dan diedit.
d) Data Manipulation dan Analysis
Sub – sistem ini menentukan informasi – informasi yang dapat
dihasilkan oleh SIG. Selain itu sub – sistem ini juga melakukan
manipulasi (evaluasi dan penggunaan fungsi – fungsi dan operator
38
KAJIAN PENGELOLAAN LAHAN PERTANIAN
UNTUK MENDUKUNG LP2B
2. Komponen SIG
Menurut John E. Harmon, Steven J. Anderson, 2003, secara rinci SIG
dapat beroperasi dengan komponen – komponen sebagai berikut :
1. Orang yang menjalankan sistem meliputi orang yang
mengoperasikan, mengembangkan bahkan memperoleh manfaat
dari sistem. Kategori orang yang menjadi bagian dari SIG beragam,
misalnya operator, analis, programer, database administrator bahkan
stakeholder.
2. Aplikasi merupakan prosedur yang digunakan untuk mengolah data
menjadi informasi. Misalnya penjumlahan, klasifikasi, rotasi, koreksi
geometri, query, overlay, buffer, jointable, dsb.
3. Data yang digunakan dalam SIG dapat berupa data grafis dan data
atribut.
a. Data posisi/koordinat/grafis/ruang/spasial, merupakan data yang
merupakan representasi fenomena permukaan bumi/keruangan
yang memiliki referensi (koordinat) lazim berupa peta, foto udara,
citra satelit dan sebagainya atau hasil dari interpretasi data –
data tersebut.
b. Data atribut/non – spasial, data yang merepresentasikan aspek
– aspek deskriptif dari fenomena yang dimodelkannya. Misalnya
data sensus penduduk, catatan survei, data statistik lainnya.
4. Software adalah perangkat lunak SIG berupa program aplikasi yang
memiliki kemampuan pengelolaan, penyimpanan, pemrosesan,
analisis dan penayangan data spasial (Contoh : ArcView, Idrisi,
ARC/INFO, ILWIS, MapInfo, dll).
5. Hardware, perangkat keras yang dibutuhkan untuk menjalankan
sistem berupa perangkat komputer, printer, scanner, digitizer dan
perangkat pendukung lainnya. Selain kelima komponen di atas, ada
satu komponen yang sebenarnya tidak kalah penting yaitu Metode.
Sebuah SIG yang baik adalah apabila didukung dengan metode
39
KAJIAN PENGELOLAAN LAHAN PERTANIAN
UNTUK MENDUKUNG LP2B
40
KAJIAN PENGELOLAAN LAHAN PERTANIAN
UNTUK MENDUKUNG LP2B
41
KAJIAN PENGELOLAAN LAHAN PERTANIAN
UNTUK MENDUKUNG LP2B
internal seperti konversi lahan, penyediaan input pertanian terutama benih dan
pupuk, serta keterbatasan infrastruktur untuk kelancaran distribusi. Peningkatan
produksi pangan juga masih tergantung pada kemampuan ilmu pengetahuan
dan teknologi, pasar dan modal yang pada umumnya dikuasai oleh negara
maju. Sementara negara berkembang seperti Indonesia hanya dijadikan pasar
yang akan terus bergantung pada negara maju. Untuk mencapai kemandirian
pangan, pemerintah harus mengambil langkah keberpihakan dan kebijakan
yang kondusif serta intervensi melalui optimalisasi peran Bulog sebagai Badan
Usaha Milik Negara yang melakukan fungsi operasi pasar, penyanggaan stok,
distribusi, impor dan ekspor (Azahari, 2008).
Pangan sendiri didefinisikan berbeda oleh beberapa sumber, tetapi
memiliki akar arti yang sama. Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari
sumber hayati produk pertanian, perkebunan, kehutanan, perikanan,
peternakan, perairan, dan air, baik yang diolah maupun tidak diolah yang
diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi manusia,
termasuk bahan tambahan pangan, bahan baku pangan, dan bahan lainnya
yang digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan, dan/atau pembuatan
makanan atau minuman (UU No. 18 Tahun 2012). Lebih spesifik pangan pada
umumnya dibagi menjadi makanan pokok dan makanan pendamping. Makanan
pokok di berbagai negara termasuk di Indonesia adalah makanan yang berasal
dari jenis tanaman serealia dan umbi-umbian, sedangkan makanan dari jenis
lainnya termasuk ke dalam jenis makanan pendamping (FAO, 2014).
Pilar yang paling utama dalam mewujudkan ketahanan pangan
adalah ketersediaanpangan. Pangan bagi bagi setiap orang dapat disediakan
melalui berbagai cara baik dengan memproduksi sendiri, membeli, atau
didapatkan dengan cara pemberian. Kembali pada tahun 1970, permasalahan
pangan pertama kali disebabkan karena krisis pasokan pangan, dalam hal ini
adalah ketersediaan pangan. Tujuan dari pengadaan pasokan pangan adalah
untuk menjaga stabilitas harga pangan daerah, nasional, bahkan dunia melalui
peningkatan produksi pangan dan pemanfaatan kelebihan stok pangan dengan
bijak (United Nations, 1975).
42
KAJIAN PENGELOLAAN LAHAN PERTANIAN
UNTUK MENDUKUNG LP2B
43
KAJIAN PENGELOLAAN LAHAN PERTANIAN
UNTUK MENDUKUNG LP2B
usaha tersebut di dalam operasionalnya, masalah vital yang dihadapi saat ini
adalah adanya alih fungsi lahan sawah. Alih fungsi lahan sawah dari tahun ke
tahun terus meningkat. Apabila situasi ini terus berlangsung dikawatirkan dapat
mengancam ketahanan pangan beras. Parahnya lahan yang sudah
dialihfungsikan tidak bisa dikembalikan menjadi lahan sawah seperti semula. Di
lain pihak, untuk pencetakan sawah baru jumlahnya sangat sedikit terkendala
oleh biaya tinggi dan waktu yang lama. Sehubungan dengan hal tersebut,
dalam tulisan ini ingin dipelajari potensi dan alih fungsi lahan sawah, produksi
dan kebutuhan beras, kendala dan strategi untuk memiliki dan memelihara
ketahanan pangan beras. Berdasarkan studi yang dilakukan dapat disimpulkan
bahwa alih fungsi lahan sawah sulit dihentikan, usaha untuk mempertahankan
atau memelihara ketahanan pangan beras ke depan akan semakin sulit, sinergi
komponen-komponen antara luas baku lahan sawah, penerapan paket
teknologi peningkatan produksi dan pengendalian jumlah penduduk masih
belum mantap. Oleh karena itu sangat perlu ada sawah abadi, regulasi untuk
melindungi lahan sawah, dan perlu dibuat model sinergi antara luas lahan
sawah, penerapan paket teknologi dan jumlah penduduk sehingga ketahanan
pangan tetap terjaga (Santosa, 2011).
Laju pertumbuhan penduduk tidak seimbang dengan laju pertambahan
lahan pertanian. Akibatnya, jumlah petani gurem dengan kepemilikan lahan
kurang dari 0,50 ha bertambah dari 10,80 juta rumah tangga petani (RTP) pada
tahun 1993 menjadi lebih dari 15 juta RTP pada 2010. Selain itu, konversi
lahan, degradasi lahan dan air, perubahan iklim, dan kerusakan lingkungan
menjadi kendala utama dalam pembangunan pertanian di masa yang akan
datang. Apabila konversi lahan dapat ditekan 60.000 ha/tahun dan sawah baru
bertambah 67.700 ha/tahun maka luas lahan yang dibutuhkan untuk
mempertahankan swasembada beras dan pangan lainnya sampai tahun 2020
secara kumulatif mencapai 1,61 juta ha atau 6,08 juta ha hingga tahun 2050.
Untuk lahan kering diperlukan perluasan sekitar 11,75 juta ha menjelang tahun
2050. Apabila kebutuhan energi juga akan dipasok dari bahan baku pangan
(jagung, kedelai, ubi kayu, tebu, kelapa, kelapa sawit) maka lahan yang
dibutuhkan makin luas. Berdasarkan sifat biofisik, lahan yang sesuai untuk
44
KAJIAN PENGELOLAAN LAHAN PERTANIAN
UNTUK MENDUKUNG LP2B
pertanian dan saat ini belum dimanfaatkan mencapai 30,67 juta ha dan 8,28
juta ha di antaranya sesuai untuk sawah. Lahan tersebut belum diketahui status
kepemilikannya, tetapi sebagian besar (20,40 juta ha) berada di kawasan hutan
(hutan produksi, hutan konversi, HPH) dan 10,30 juta ha berada di kawasan
budi daya pertanian. Selain dengan perluasan, pemanfaatan lahan perlu
dioptimalkan melalui intensifikasi, peningkatan intensitas tanam (IP200, IP300,
IP400), pengembangan inovasi teknologi, perbaikan pengelolaan DAS,
konservasi tanah dan air, serta perlindungan lahan terhadap konversi,
penelantaran, dan degradasi (Mulyani, 2011).
45
KAJIAN PENGELOLAAN LAHAN PERTANIAN
UNTUK MENDUKUNG LP2B
46
KAJIAN PENGELOLAAN LAHAN PERTANIAN
UNTUK MENDUKUNG LP2B
47
KAJIAN PENGELOLAAN LAHAN PERTANIAN
UNTUK MENDUKUNG LP2B
yang dapat memberikan penentuan nilai tanah secara objektif (land valuer); (5)
sebagai penyalur tanah (land distributor) yang dapat menjamin distribusi tanah
secara wajar dan adil; dan (6) sebagai mekanisme tatakelola pertanahan (land
management). Adapun manfaat yang dapat diperoleh dari pelaksanaan bank
tanah di dalam pembangunan antara lain untuk ketersediaan lahan agar
pembangunan yang direncanakan tidak terhambat, dapat memberikan
kepastian kepada investor karena tersedianya lahan dan untuk efisiensi
ataupun penghematan dari proses pembebasan lahan yang berlarut-larut
(Limbong, 2013).
Dari segi jenisnya, bank tanah yang diterapkan selama ini dapat
diklasifikasikan kepada 3 (tiga) jenis, yakni bank tanah publik, bank tanah
swasta, bank tanah campuran. Bank tanah publik merupakan kegiatan bank
tanah yang diselenggarakan dengan keterlibatan lembaga publik, bersifat
independen namun berada dibawah kendali pemerintah, sehingga sepenuhnya
memberikan pelayanan kepada masyarakat. Menurut Flechner (1974) bahwa
jenis bank tanah publik ini dapat dibedakan kepada dua jenis yakni bank tanah
umum dan bank tanah khusus, dimana jenis bank tanah umum milik publik ini
memberikan pelayanan terhadap perolehan tanah yang terlantar dan belum
dikembangkan, kemudian tanah yang diperoleh untuk semua jenis penggunaan
tanah tanpa spesifikasi penggunaan sebelumnya untuk daerah tertentu. Jenis
bank tanah ini dioperasionalisasikan dalam kerangka untuk mengendalikan
pola pertumbuhankota, mengatur harga tanah, dan penggunaan tanah. Adapun
bank tanah khusus milik publik memberikan pelayanan yang secara khusus
terfokus pada area tertentu, misalnya untuk pembangunan perkotaan,
perumahan bagi masyarakat miskin, fasilitas umum, ruang terbuka hijau, dan
pengembangan industri. Jenis bank tanah kedua adalah bank tanah Swasta,
yaitu bank tanah yang diselenggarakan dengan melibatkan pihak swasta. Motif
utamanya adalah keuntungan dari pendapatan kontrak sewa jangka panjang
dan peningkatan nilai tanah. Bank tanah swasta dapat berupa bank tanah
investasi, perusahaan pengembang, kawasan industri, perkebunan, dan
lainnya. Adapun jenis bank tanah ketiga adalah bank tanah campuran, yang
oprasionaliasinya diselenggarakan secara bersama antara pemerintah dan
48
KAJIAN PENGELOLAAN LAHAN PERTANIAN
UNTUK MENDUKUNG LP2B
swasta. Bank tanah jenis ini terbentuk untuk menyiasati keterbatasan dana
namun dengan tetap mengedepankan kepentingan publik.
Adapun dari segi operasional, kegiatan memperoleh ketersedian tanah
untuk bank tanah terdiri dari beberapa tahapan, yakni tahap penyediaan,
pematangan dan pendistribusian (Limbong, 2013). Pada tahapan penyediaan
tanah, bank tanah disediakan melalui cara akuisisi, jual beli atau tukar
menukar. Bagi pemerintah, sumber penyediaan objek tanah ini dapat
disediakan dari tanah HGU yang terlantar, tidak diperpanjang penggunaannya
dan tidak produktif, memanfaatkan tanah Pemerintah Pusat atau Pemda, dan
memanfaatkan tanah BUMN/D melalui pola kemitraan. Pada tahapan
penyediaan ini, perlu adanya kegiatan perencanaan, survey fisik, verifikasi
status baik dari segi penguasaan tanah atau sengketa tanah, dan kegiatan
rencana alokasi biaya pengadaannya. Pada tahapan kedua yakni pematangan
tanah, Bank tanah melakukan penyediaan sarana dan prasarana lainnya yang
dibutuhkan. Dan Tahapan ini mesti memperhatikan dan mengacu kepada
rencana tata ruang wilayah yang telah ditetapkan. Adapun tahapan
pendistribusian sudah dapat menentukan tujuan penggunaan dan sasarannya,
termasuk menentukan jumlah tanah yang akan didistribusikan.
Meskipun demikian, Limbong (2013) mengemukakan bahwa kegiatan
bank tanah dapat dinyatakan berhasil dengan didukung oleh beberapa faktor,
yakni political will, tata ruang, tertib sertifikasi, ketersediaan sumber daya dan
system pendukung yang mumpuni dan partisipasi aktif masyarakat. Di dalam
hal ini, pemerintah menginisiasi pembentukan bank tanah dan membuat
regulasi yang jelas. Alokasi tata ruang mesti sesuai dengan yang dituangkan,
dimana keberadaan bank tanah dapat menjadi alat yang dapat memastikan
pemanfaatan tanah sesuai dengan alokasi ruang tersebut dan dapat
mengantisipasi kemungkinan terjadinya penguasaan tanah untuk tujuan
spekulasi. Dan atas dasar itu, perlu adanya tertib sertifikasi tanah, tenaga
professional dan sistem pendukung serta peran serta aktif dari masyarakat
untuk menunjang keberhasilan penerapan bank tanah tersebut.
Dari aspek yuridis, konsep bank tanah adalah untuk memenuhi
terwujudnya rasa keadilan, kegunaan dan kepastian hukum. Bank tanah
49
KAJIAN PENGELOLAAN LAHAN PERTANIAN
UNTUK MENDUKUNG LP2B
50
KAJIAN PENGELOLAAN LAHAN PERTANIAN
UNTUK MENDUKUNG LP2B
F. Referensi Hukum
1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi
Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 1990 Nomor 49, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3419);
Dalam Undang-undang ini yang dimaksudkan dengan:
1. Sumber daya alam hayati adalah unsur-unsur hayati di alam yang
terdiri dari sumber daya alam nabati (tumbuhan) dan sumber daya
alam hewani (satwa) yang bersama dengan unsur non hayati di
sekitarnya secara keseluruhan membentuk ekosistem.
2. Konservasi sumber daya alam hayati adalah pengelolaan sumber
daya alam hayati yang pemanfaatannya dilakukan secara bijaksana
untuk menjamin kesinambungan persediaannya dengan tetap
memelihara dan meningkatkan kualitas keanekaragaman dan
nilainya.
3. Ekosistem sumber daya alam hayati adalah sistem hubungan
timbal balik antara unsur dalam alam, baik hayati maupun non
hayati yang saling tergantung dan pengaruh mempengaruhi.
4. Tumbuhan adalah semua jenis sumber daya alam nabati, baik yang
hidup di darat maupun di air.
51
KAJIAN PENGELOLAAN LAHAN PERTANIAN
UNTUK MENDUKUNG LP2B
5. Satwa adalah semua jenis sumber daya alam hewani yang hidup di
darat, dan atau di air, dan atau di udara.
6. Tumbuhan liar adalah tumbuhan yang hidup di alam bebas dan
atau dipelihara, yang masih mempunyai kemurnian jenisnya.
7. Satwa liar adalah semua binatang yang hidup di darat, dan atau di
air, dan atau di udara yang masih mempunyai sifat-sifat liar, baik
yang hidup bebas maupun yang dipelihara oleh manusia.
8. Habitat adalah lingkungan tempat tumbuhan atau satwa dapat
hidup dan berkembang secara alami.
9. Kawasan suaka alam adalah kawasan dengan ciri khas tertentu,
baik di darat maupun di perairan yang mempunyai fungsi pokok
sebagai kawasan pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan
satwa serta ekosistemnya yang juga berfungsi sebagai wilayah
sistem penyangga kehidupan.
10. Cagar alam adalah kawasan suaka alam karena keadaan alamnya
mempunyai kekhasan tunbuhan, satwa, dan ekosistemnya atau
ekosistem tertentu yang perlu dilindungi dan perkembangannya
berlangsung secara alami.
11. Suaka margasatwa adalah kawasan suaka alam yang mempunyai
ciri khas berupa keanekaragaman dan atau keunikan jenis satwa
yang untuk kelangsungan hidupnya dapat dilakukan pembinaan
terhadap habitatnya.
12. Cagar biosfer adalah suatu kawasan yang terdiri dari ekosistem
asli, ekosistem unik, dan atau ekosistem yang telah mengalami
degradasi yang keseluruhan unsur alamnya dilindungi dan
dilestarikan bagi kepentingan penelitian dan pendidikan.
13. Kawasan pelestarian alam adalah kawasan dengan ciri khas
tertentu, baik di darat maupun di perairan yang mempunyai fungsi
perlindungan sistem penyangga kehidupan, pengawetan
keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa, serta pemanfaatan
secara lestari sumber daya alam hayati dan ekosistemnya.
52
KAJIAN PENGELOLAAN LAHAN PERTANIAN
UNTUK MENDUKUNG LP2B
53
KAJIAN PENGELOLAAN LAHAN PERTANIAN
UNTUK MENDUKUNG LP2B
54
KAJIAN PENGELOLAAN LAHAN PERTANIAN
UNTUK MENDUKUNG LP2B
agar populasi semua jenis tumbuhan dan satwa tetap seimbang menurut
proses alami di habitatnya. (3) Pengawetan jenis tumbuhan dan satwa di
luar kawasan suaka alam dilakukan dengan menjaga dan
mengembangbiakkan jenis tumbuhan dan satwa untuk menghindari
bahaya kepunahan.
Tentang Kawasan Suaka Alam: Pasal 14 Kawasan suaka alam
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 terdiri dari:
a. cagar alam;
b. suaka margasatwa.
Pasal 15 Kawasan suaka alam selain mempunyai fungsi pokok sebagai
kawasan pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa beserta
ekosistemnya, juga berfungsi sebagai wilayah perlindungan sistem
penyangga kehidupan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1).
Pasal 16 (1) Pengelolaan kawasan suaka alam dilaksanakan oleh
Pemerintah sebagai upaya pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan
satwa beserta ekosistemnya. (2) Ketentuan lebih lanjut yang diperlukan
bagi penetapan dan pemanfaatan suatu wilayah sebagai kawasan suaka
alam dan penetapan wilayah yang berbatasan dengannya sebagai
daerah penyangga diatur dengan Peraturan Pemerintah. Pasal 17 (1) Di
dalam cagar alam dapat dilakukan kegiatan untuk kepentingan penelitian
dan pengembangan, ilmu pengetahuan, pendidikan dan kegiatan lainnya
yang menunjang budidaya. (2) Di dalam suaka margasatwa dapat
dilakukan kegiatan untuk kepentingan penelitian dan pengembangan,
ilmu pengetahuan, pendidikan, wisata terbatas, dan kegiatan lainnya
yang menunjang budidaya. (3) Ketentuan lebih lanjut sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan
Pemerintah. Pasal 18 (1) Dalam rangka kerjasama konservasi
internasional, khususnya dalam kegiatan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 17, kawasan suaka alam dan kawasan tertentu lainnya dapat
ditetapkan sebagai cagar biosfer. (2) Penetapan suatu kawasan suaka
alam dan kawasan tertentu lainnya sebagai cagar biosfer diatur lebih
lanjut dengan Peraturan Pemerintah. Pasal 19 (1) Setiap orang dilarang
55
KAJIAN PENGELOLAAN LAHAN PERTANIAN
UNTUK MENDUKUNG LP2B
56
KAJIAN PENGELOLAAN LAHAN PERTANIAN
UNTUK MENDUKUNG LP2B
57
KAJIAN PENGELOLAAN LAHAN PERTANIAN
UNTUK MENDUKUNG LP2B
58
KAJIAN PENGELOLAAN LAHAN PERTANIAN
UNTUK MENDUKUNG LP2B
zona inti taman nasional, serta menambah jenis tumbuhan dan satwa
lain yang tidak asli. (3) Setiap orang dilarang melakukan kegiatan yang
tidak sesuai dengan fungsi zona pemanfaatan dan zona lain dari taman
nasional, taman hutan raya, dan taman wisata alam. Pasal 34 (1)
Pengelolaan taman nasional, taman hutan raya, dan taman wisata alam
dilaksanakan oleh Pemerintah. (2) Di dalam zona pemanfaatan taman
nasional, taman hutan raya, dan taman wisata alam dapat dibangun
sarana kepariwisataan berdasarkan rencana pengelolaan. (3) Untuk
kegiatan kepariwisataan dan rekreasi, Pemerintah dapat memberikan
hak pengusahaan atas zona pemanfaatan taman nasional, taman hutan
raya, dan taman wisata alam dengan mengikut sertakan rakyat. (4)
Ketentuan lebih lanjut sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2),
dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah. Pasal 35 Dalam
keadaan tertentu dan sangat diperlukan untuk mempertahankan atau
memulihkan kelestarian sumber daya alam hayati beserta ekosistemnya,
Pemerintah dapat menghentikan kegiatan pemanfaatan dan menutup
taman nasional, taman hutan raya, dan taman wisata alam sebagian
atau seluruhnya untuk selama waktu tertentu.
Tentang Pemanfaatan Jenis Tumbuhan Dan Satwa Liar Pasal 36 (1)
Pemanfaatan jenis tumbuhan dan satwa liar dapat dilaksanakan dalam
bentuk: a. pengkajian, penelitian dan pengembangan; b. penangkaran; c.
perburuan; d. perdagangan; e. peragaan; f. pertukaran; g. budidaya
tanaman obat-obatan; h. pemeliharaan untuk kesenangan. (2) Ketentuan
lebih lanjut sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur dengan
Peraturan Pemerintah.
Tentang Peran Serta Rakyat Pasal 37 (1) Peran serta rakyat dalam
konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya diarahkan dan
digerakkan oleh Pemerintah melalui berbagai kegiatan yang berdaya
guna dan berhasil guna. (2) Dalam mengembangkan peran serta rakyat
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), Pemerintah menumbuhkan dan
meningkatkan sadar konservasi sumber daya alam hayati dan
ekosistemnya di kalangan rakyat melalui pendidikan dan penyuluhan. (3)
59
KAJIAN PENGELOLAAN LAHAN PERTANIAN
UNTUK MENDUKUNG LP2B
Ketentuan lebih lanjut sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat
(2) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Tentang Penyerahan Urusan Dan Tugas Pembantuan Pasal 38 (1)
Dalam rangka pelaksanaan konservasi sumber daya alam hayati dan
ekosistemnya, Pemerintah dapat menyerahkan sebagian urusan di
bidang tersebut kepada Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud
dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok
Pemerintahan di Daerah. (2) Ketentuan lebih lanjut sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Tentang Penyidikan Pasal 39 (1) Selain Pejabat Penyidik Kepolisian
Negara Republik Indonesia, juga Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di
lingkungan departemen yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya
meliputi pembinaan konservasi sumber daya alam hayati dan
ekosistemnya, diberi wewenang khusus sebagai penyidik sebagaimana
dimaksud dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum
Acara Pidana, untuk melakukan penyidikan tindak pidana di bidang
konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya. (2)
Kewenangan penyidik sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), tidak
mengurangi kewenangan penyidik sebagaimana diatur dalam Undang-
undang Nomor 5 Tahun 1983 tentang Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia
dan Undang-undang Nomor 9 Tahun 1985 tentang Perikanan. (3)
Penyidik sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), berwenang untuk: a.
melakukan pemeriksanaan atas laporan atau keterangan berkenaan
dengan tindak pidana di bidang konservasi sumber daya alam hayati dan
ekosistemnya; b. melakukan pemeriksaaan terhadap orang yang diduga
melakukan tindak pidana di bidang konservasi sumber daya alam hayati
dan ekosistemnya; c. memeriksa tanda pengenal seseorang yang
berada dalam kawasan suaka alam dan kawasan pelestarian alam; d.
melakukan penggeledahan dan penyitaan barang bukti tindak pidana di
bidang konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya; e.
meminta keterangan dan bahan bukti dari orang atau badan sehubungan
dengan tindak pidana di bidang konservasi sumber daya alam hayati dan
60
KAJIAN PENGELOLAAN LAHAN PERTANIAN
UNTUK MENDUKUNG LP2B
61
KAJIAN PENGELOLAAN LAHAN PERTANIAN
UNTUK MENDUKUNG LP2B
ini dianggap telah ditetapkan sebagai kawasan suaka alam dan taman
wisata alam berdasarkan Undang-undang ini. Pasal 42 Semua peraturan
pelaksanaan dari peraturan perundang-undangan di bidang konservasi
sumber daya hayati dan ekosistemnya yang telah ada sepanjang tidak
bertentangan dengan Undang-undang ini, tetap berlaku sampai
dikeluarkannya peraturan pelaksanaan yang baru berdasarkan undang-
undang ini.
62
KAJIAN PENGELOLAAN LAHAN PERTANIAN
UNTUK MENDUKUNG LP2B
(2) Hak menguasai dari Negara termaksud dalam ayat (1) pasal ini
memberi wewenang untuk :
a. mengatur dan menyelenggarakan peruntukan, penggunaan,
persediaan dan pemeliharaan bumi, air dan ruang angkasa
tersebut;
b. menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara
orang-orang dengan bumi, air dan ruang angkasa;
c. menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara
orang-orang dan perbuatanperbuatan hukum yang mengenai bumi,
air dan ruang angkasa.
(3) Wewenang yang bersumber pada hak menguasai dari Negara
tersebut pada ayat (2) pasal ini digunakan untuk mencapai sebesar-
besar kemakmuran rakyat dalam arti kebangsaan, kesejahteraan dan
kemerdekaan dalam masyarakat dan Negara hukum Indonesia yang
merdeka, berdaulat, adil dan makmur.
(4) Hak menguasai dari Negara tersebut di atas pelaksanaannya dapat
dikuasakan kepada daerahdaerah Swatantra dan masyarakat-
masyarakat hukum adat, sekedar diperlukan dan tidak bertentangan
dengan kepentingan nasional, menurut ketentuan-ketentuan Peraturan
Pemerintah.
Pasal 3
Dengan mengingat ketentuan-ketentuan dalam pasal 1 dan 2
pelaksanaan hak ulayat dan hakhak yang serupa itu dari masyarakat-
masyarakat hukum adat, sepanjang menurut kenyataannya masih ada,
harus sedemikian rupa sehingga sesuai dengan kepentingan nasional
dan Negara, yang berdasarkan atas persatuan bangsa serta tidak boleh
bertentangan dengan undang-undang dan peraturan-peraturan lain yang
lebih tinggi.
Pasal 4
(1) Atas dasar hak menguasai dari Negara sebagai yang dimaksud
dalam pasal 2 ditentukan adanya macam-macam hak atas permukaan
bumi, yang disebut tanah, yang dapat diberikan kepada dan dipunyai
63
KAJIAN PENGELOLAAN LAHAN PERTANIAN
UNTUK MENDUKUNG LP2B
64
KAJIAN PENGELOLAAN LAHAN PERTANIAN
UNTUK MENDUKUNG LP2B
65
KAJIAN PENGELOLAAN LAHAN PERTANIAN
UNTUK MENDUKUNG LP2B
kemakmuran rakyat sebagai yang dimaksud dalam pasal 2 ayat (3) serta
menjamin bagi setiap warganegara Indonesia derajat hidup yang sesuai
dengan martabat manusia, baik bagi diri sendiri maupun keluarganya.
(2) Pemerintah mencegah adanya usaha-usaha dalam lapangan agraria
dari organisasiorganisasi dan perseorangan yang bersifat monopoli
swasta.
(3) Usaha-usaha Pemerintah dalam lapangan agraria yang bersifat
monopoli hanya dapat diselenggarakan dengan Undang-undang.
(4) Pemerintah berusaha untuk memajukan kepastian dan jaminan sosial
termasuk bidang perburuhan, dalam usaha-usaha di lapangan agraria.
Pasal 14
(1) Dengan mengingat ketentuan-ketentuan dalam pasal 2 ayat (2) dan
(3), pasal 9 ayat (2) serta pasal 10 ayat (1) dan (2) Pemerintah dalam
rangka sosialisme Indonesia, membuat
suatu rencana umum mengenai persediaan, peruntukan dan
penggunaan bumi, air dan ruang angkasa serta kekayaan alam yang
terkandung di dalamnya :
a. untuk keperluan Negara;
b. untuk keperluan peribadatan dan keperluan-keperluan suci lainnya,
sesuai dengan dasar Ketuhanan Yang Maha Esa;
c. untuk keperluan pusat-pusat kehidupann masyarakat, sosial,
kebudayaan dan lain-lain kesejahteraan;
d. untuk keperluan memperkembangkan produksi pertanian,
peternakan dan perikanan serta sejalan dengan itu;
e. untuk keperluan memperkembangkan industri, transmigrasi dan
pertambangan.
(2) Berdasarkan rencana umum tersebut pada ayat (1) pasal ini dan
mengingat peraturanperaturan yang bersangkutan, Pemerintah Daerah
mengatur persediaan, peruntukan dan penggunaan bumi, air serta ruang
angkasa untuk daerahnya, sesuai dengan keadaan daerah masing-
masing.
66
KAJIAN PENGELOLAAN LAHAN PERTANIAN
UNTUK MENDUKUNG LP2B
(3) Peraturan Pemerintah Daerah yang dimaksud dalam ayat (2) pasal
ini berlaku setelah mendapat pengesahan, mengenai Daerah Tingkat I
dari Presiden, Daerah Tingkat II dari Gubernur/Kepala Daerah yang
bersangkutan dan Daerah Tingkat III dari Bupati/ Walikota/Kepala
Daerah yang bersangkutan.
Pasal 15 Memelihara tanah, termasuk menambah kesuburannya serta
mencegah kerusakannya adalah kewajiban tiap-tiap orang, badan
hukum atau instansi yang mempunyai hubungan hukum dengan tanah
itu, dengan memperhatikan pihak yang ekonomis lemah.
67
KAJIAN PENGELOLAAN LAHAN PERTANIAN
UNTUK MENDUKUNG LP2B
68
KAJIAN PENGELOLAAN LAHAN PERTANIAN
UNTUK MENDUKUNG LP2B
69
KAJIAN PENGELOLAAN LAHAN PERTANIAN
UNTUK MENDUKUNG LP2B
22. Tanah Telantar adalah tanah yang sudah diberikan hak oleh negara
berupa hak milik, hak guna usaha, hak guna bangunan, hak pakai,
hak pengelolaan, atau dasar penguasaan atas tanah yang tidak
diusahakan, tidak dipergunakan, atau tidak dimanfaatkan sesuai
dengan keadaannya atau sifat dan tujuan pemberian hak atau dasar
penguasaannya.
23. Bank Bagi Petani adalah badan usaha yang sekurangkurangnya
berbentuk lembaga keuangan mikro dengan sumber pembiayaan
yang diprioritaskan berupa dana
24. Pemerintah dan pemerintah daerah sebagai stimulan, dana
tanggung jawab sosial dan lingkungan badan usaha, serta dana
masyarakat dalam rangka meningkatkan permodalan bank untuk
kesejahteraan petani.
Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan diselenggarakan
berdasarkan asas:
a. manfaat;
b. keberlanjutan dan konsisten;
c. keterpaduan;
d. keterbukaan dan akuntabilitas;
e. kebersamaan dan gotong-royong;
f. partisipatif;
g. keadilan;
h. keserasian, keselarasan, dan keseimbangan;
i. kelestarian lingkungan dan kearifan lokal;
j. desentralisasi;
k. tanggung jawab negara;
l. keragaman; dan
m. sosial dan budaya.
Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan diselenggarakan
dengan tujuan:
a. melindungi kawasan dan lahan pertanian pangan secara
berkelanjutan;
70
KAJIAN PENGELOLAAN LAHAN PERTANIAN
UNTUK MENDUKUNG LP2B
71
KAJIAN PENGELOLAAN LAHAN PERTANIAN
UNTUK MENDUKUNG LP2B
72
KAJIAN PENGELOLAAN LAHAN PERTANIAN
UNTUK MENDUKUNG LP2B
10. Ganti Kerugian adalah penggantian yang layak dan adil kepada
pihak yang berhak dalam proses pengadaan tanah.
11. Penilai Pertanahan, yang selanjutnya disebut Penilai, adalah orang
perseorangan yang melakukan penilaian secara independen dan
profesional yang telah mendapat izin praktik penilaian dari Menteri
Keuangan dan telah mendapat lisensi dari Lembaga Pertanahan
untuk menghitung nilai/harga objek pengadaan tanah.
12. Pemerintah Pusat, yang selanjutnya disebut Pemerintah, adalah
Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan
pemerintahan negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud
dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945.
13. Pemerintah Daerah adalah gubernur, bupati, atau wali kota, dan
perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan
daerah.
14. Lembaga Pertanahan adalah Badan Pertanahan Nasional Republik
Indonesia, lembaga pemerintah yang menyelenggarakan urusan
pemerintahan di bidang pertanahan.
Tanah untuk Kepentingan Umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4
ayat (1) digunakan untuk pembangunan:
a. pertahanan dan keamanan nasional;
b. jalan umum, jalan tol, terowongan, jalur kereta api, stasiun kereta
api, dan fasilitas operasi kereta api;
c. waduk, bendungan, bendung, irigasi, saluran air minum, saluran
pembuangan air dan sanitasi, dan bangunan pengairan lainnya;
d. pelabuhan, bandar udara, dan terminal;
e. infrastruktur minyak, gas, dan panas bumi;
f. pembangkit, transmisi, gardu, jaringan, dan distribusi tenaga listrik;
g. jaringan telekomunikasi dan informatika Pemerintah;
h. tempat pembuangan dan pengolahan sampah;
i. rumah sakit Pemerintah/Pemerintah Daerah;
j. fasilitas keselamatan umum;
73
KAJIAN PENGELOLAAN LAHAN PERTANIAN
UNTUK MENDUKUNG LP2B
74
KAJIAN PENGELOLAAN LAHAN PERTANIAN
UNTUK MENDUKUNG LP2B
75
KAJIAN PENGELOLAAN LAHAN PERTANIAN
UNTUK MENDUKUNG LP2B
76
KAJIAN PENGELOLAAN LAHAN PERTANIAN
UNTUK MENDUKUNG LP2B
77
KAJIAN PENGELOLAAN LAHAN PERTANIAN
UNTUK MENDUKUNG LP2B
78
KAJIAN PENGELOLAAN LAHAN PERTANIAN
UNTUK MENDUKUNG LP2B
79
KAJIAN PENGELOLAAN LAHAN PERTANIAN
UNTUK MENDUKUNG LP2B
80
KAJIAN PENGELOLAAN LAHAN PERTANIAN
UNTUK MENDUKUNG LP2B
81
KAJIAN PENGELOLAAN LAHAN PERTANIAN
UNTUK MENDUKUNG LP2B
82
KAJIAN PENGELOLAAN LAHAN PERTANIAN
UNTUK MENDUKUNG LP2B
16. Prasarana Budi Daya Pertanian adalah segala sesuatu yang menjadi
penunjang utama dan pendukung budi daya Pertanian.
17. Pupuk adalah bahan kimia anorganik dan/atau organik, bahan alami
dan/atau sintetis, organisme dan/atau yang telah melalui proses
rekayasa, untuk menyediakan unsur hara bagi Tanaman, baik secara
langsung maupun tidak langsung.
18. Usaha Budi Daya Pertanian adalah semua kegiatan untuk
menghasilkan produk dan/atau menyediakan jasa yang berkaitan
dengan budi daya Pertanian.
19. Petani adalah warga negara Indonesia perseorangan dan/atau
beserta keluarganya yang melakukan usaha tani di bidang Tanaman
pangan, hortikultura, perkebunan, dan/atau peternakan.
20. Setiap Orang adalah orang perseorangan atau korporasi, baik yang
berbadan hukum maupun yang tidak berbadan hukum.
21. Pelaku Usaha adalah Setiap Orang yang melakukan usaha
Prasarana Budi Daya Pertanian, Sarana Budi Daya Pertanian, budi
daya Pertanian, panen, pascapanen, pengolahan dan pemasaran
hasil Pertanian, serta jasa penunjang Pertanian yang berkedudukan
di wilayah hukum Republik Indonesia.
22. Pemerintah Pusat adalah Presiden Republik Indonesia yang
memegang kekuasaan pemerintahan Negara Republik Indonesia
yang dibantu oleh Wakil Presiden dan menteri sebagaimana
dimaksud dalam UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945.
23. Pemerintah Daerah adalah kepala daerah sebagai unsur
penyelenggara Pemerintahan Daerah yang memimpin pelaksanaan
urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah otonom.
24. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan
pemerintahan di bidang Pertanian.
83
KAJIAN PENGELOLAAN LAHAN PERTANIAN
UNTUK MENDUKUNG LP2B
84
KAJIAN PENGELOLAAN LAHAN PERTANIAN
UNTUK MENDUKUNG LP2B
85
KAJIAN PENGELOLAAN LAHAN PERTANIAN
UNTUK MENDUKUNG LP2B
APBD dirinci hanya pada satu program, satu kegiatan, dan satu
output, sedangkan rincian pagu anggaran BLU dituangkan dalam
RBA. Hal tersebut dimaksudkan untuk lebih memberikan
keleluasaan bagi BLU dalam pemberian jasa layanannya dengan
meminimalkan kemungkinan untuk melakukan revisi/perubahan
anggaran.
d. Penerimaan hasil penjualan aset tetap sebagai akibat dari
pemindahtanganan aset. Hal tersebut dimaksudkan agar terdapat
kejelasan pengaturan mengenai hasil penjualan aset tetap BLU.
e. Pengangkatan dan pemberhentian tenaga profesional non-
pegawai negeri sipil sesuai kebutuhan BLU dengan
mempertimbangkan efisiensi dan produktivitas.
Penyempurnaan Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2005 juga
diperlukan untuk mengatur mengenai penetapan penerapan pola
pengelolaan keuangan BLU bagi Universitas Indonesia, Universitas
Gadjah Mada, Institut Teknologi Bandung, Institut Pertanian Bogor,
Universitas Sumatera Utara, Universitas Pendidikan Indonesia dan
Universitas Airlangga.
86
KAJIAN PENGELOLAAN LAHAN PERTANIAN
UNTUK MENDUKUNG LP2B
87
KAJIAN PENGELOLAAN LAHAN PERTANIAN
UNTUK MENDUKUNG LP2B
88
KAJIAN PENGELOLAAN LAHAN PERTANIAN
UNTUK MENDUKUNG LP2B
89
KAJIAN PENGELOLAAN LAHAN PERTANIAN
UNTUK MENDUKUNG LP2B
90
KAJIAN PENGELOLAAN LAHAN PERTANIAN
UNTUK MENDUKUNG LP2B
91
KAJIAN PENGELOLAAN LAHAN PERTANIAN
UNTUK MENDUKUNG LP2B
92
KAJIAN PENGELOLAAN LAHAN PERTANIAN
UNTUK MENDUKUNG LP2B
93
KAJIAN PENGELOLAAN LAHAN PERTANIAN
UNTUK MENDUKUNG LP2B
94
KAJIAN PENGELOLAAN LAHAN PERTANIAN
UNTUK MENDUKUNG LP2B
13. Peraturan Daerah DIY Nomor 5 Tahun 2019 tentang Rencana Tata
Ruang dan Wilayah DIY Tahun 2019 – 2039.
Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan:
1. Ruang adalah wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut, dan
ruang udara, termasuk ruang di dalam bumi sebagai satu kesatuan
wilayah, tempat manusia dan makhluk lain hidup, melakukan
kegiatan, dan memelihara kelangsungan hidupnya.
2. Tata Ruang adalah wujud struktur ruang dan pola ruang.
3. Struktur Ruang adalah susunan pusat–pusat permukiman dan sistem
jaringan prasarana dan sarana yang berfungsi sebagai pendukung
kegiatan sosial ekonomi masyarakat yang secara hierarkis memiliki
hubungan fungsional.
4. Pola Ruang adalah distribusi peruntukan ruang dalam suatu wilayah
yang meliputi peruntukan ruang untuk fungsi lindung dan peruntukan
ruang untuk fungsi budi daya.
5. Penataan Ruang adalah suatu sistem proses perencanaan tata
ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang.
6. Rencana Tata Ruang adalah hasil perencanaan tata ruang.
95
KAJIAN PENGELOLAAN LAHAN PERTANIAN
UNTUK MENDUKUNG LP2B
96
KAJIAN PENGELOLAAN LAHAN PERTANIAN
UNTUK MENDUKUNG LP2B
15. Kawasan Budi Daya adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi
utama untuk dibudidayakan atas dasar kondisi dan potensi sumber
daya alam, sumber daya manusia, dan sumber daya buatan.
16. Kawasan Strategis Provinsi adalah wilayah yang penataan ruangnya
diprioritaskan karena mempunyai pengaruh sangat penting dalam
lingkup provinsi terhadap ekonomi, sosial, budaya, dan/atau
lingkungan.
17. Izin Pemanfaatan Ruang adalah izin yang dipersyaratkan dalam
kegiatan pemanfaatan ruang sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
18. Arahan Pengendalian Pemanfaatan Ruang adalah arahan yang
dibuat dalam upaya mengendalikan pemanfaatan ruang wilayah
provinsi agar sesuai dengan RTRW provinsi yang berbentuk indikasi
arahan peraturan zonasi sistem provinsi, arahan perizinan, arahan
insentif dan disinsentif, serta arahan sanksi untuk wilayah provinsi.
19. Arahan Sanksi adalah arahan untuk memberikan sanksi bagi siapa
saja yang melakukan pelanggaran pemanfaatan ruang yang tidak
sesuai dengan rencana tata ruang yang berlaku.
20. Daerah Istimewa Yogyakarta yang selanjutnya disingkat DIY adalah
daerah provinsi yang mempunyai keistimewaan dalam
penyelenggaraan urusan pemerintahan dalam kerangka Negara
Kesatuan Republik Indonesia.
21. Gubernur DIY yang selanjutnya disebut Gubernur adalah Kepala
Daerah DIY yang karena jabatannya juga berkedudukan sebagai
wakil Pemerintah.
22. Tim Koordinasi Penataan Ruang Daerah yang selanjutnya disingkat
TKPRD adalah tim ad–hoc yang dibentuk untuk mendukung
pelaksanaan UndangUndang Nomor 26 Tahun 2007 tentang
Penataan Ruang di Daerah Istimewa Yogyakarta dan mempunyai
fungsi membantu pelaksanaan tugas Gubernur dalam pelaksanaan
koordinasi penataan ruang di daerah.
97
KAJIAN PENGELOLAAN LAHAN PERTANIAN
UNTUK MENDUKUNG LP2B
98
KAJIAN PENGELOLAAN LAHAN PERTANIAN
UNTUK MENDUKUNG LP2B
99
KAJIAN PENGELOLAAN LAHAN PERTANIAN
UNTUK MENDUKUNG LP2B
100
KAJIAN PENGELOLAAN LAHAN PERTANIAN
UNTUK MENDUKUNG LP2B
101
KAJIAN PENGELOLAAN LAHAN PERTANIAN
UNTUK MENDUKUNG LP2B
102
KAJIAN PENGELOLAAN LAHAN PERTANIAN
UNTUK MENDUKUNG LP2B
103
KAJIAN PENGELOLAAN LAHAN PERTANIAN
UNTUK MENDUKUNG LP2B
104
KAJIAN PENGELOLAAN LAHAN PERTANIAN
UNTUK MENDUKUNG LP2B
105
KAJIAN PENGELOLAAN LAHAN PERTANIAN
UNTUK MENDUKUNG LP2B
106
KAJIAN PENGELOLAAN LAHAN PERTANIAN
UNTUK MENDUKUNG LP2B
107
KAJIAN PENGELOLAAN LAHAN PERTANIAN
UNTUK MENDUKUNG LP2B
108
KAJIAN PENGELOLAAN LAHAN PERTANIAN
UNTUK MENDUKUNG LP2B
109
KAJIAN PENGELOLAAN LAHAN PERTANIAN
UNTUK MENDUKUNG LP2B
110
KAJIAN PENGELOLAAN LAHAN PERTANIAN
UNTUK MENDUKUNG LP2B
Pasal 20. Usulan program dan kegiatan serta pagu indikatif Dana
Keistimewaan yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan, dicantumkan
dalam Anggaran Pendapatan dan
Belanja Daerah dengan mekanisme :
f. perubahan penjabaran anggaran pendapatan dan belanja daerah
apabila penetapan Menteri Keuangan dilakukan setelah penetapan
anggaran pendapatan dan belanja daerah tahun anggaran
berkenaan; dan/atau
g. perubahan atas perubahan anggaran pendapatan dan belanja
daerah apabila penetapan Menteri Keuangan dilakukan setelah
penetapan perubahan anggaran pendapatan dan belanja daerah
tahun anggaran berkenaan.
16. Peraturan Walikota Yogyakarta Nomo 112 Tahun 2017 Tentang
Pengendalian Lahan Sawah Beririgasi Teknis
Bahwa keterbatasan luas persawahan yang semakin berkurang karena
beralih fungsi dan dalam rangka menjaga resapan air tanah, maka perlu
dilakukan pengendalian lahan sawah beririgasi teknis. Bahwa
berdasarkan pertimbangan sebagaimana di maksud pada huruf a perlu
menetapkan Peraturan Walikota tentang Pengendalian Lahan Sawah
Beririgasi Teknis.
Dalam Peraturan ini yang dimaksud dengan :
a. Lahan sawah adalah lahan pertanian yang berpetak-petak dan
dibatasi oleh pematang (galengan), saluran untuk
menahan/menyalurkan air yang biasanya ditanami padi sawah tanpa
memandang dari mana diperolehnya atau status lahan tersebut.
b. Sawah beririgasi teknis adalah sawah yang memiliki saluran masuk
dan keluar terpisah agar penyediaan dan pembagian air irigasi dapat
sepenuhnya diatur dengan mudah.
c. Izin Perubahan Penggunaan Tanah yang selanjutnya disingkat IP2T
adalah perizinan yang diberikan oleh Pemerintah Daerah kepada
pemilik tanah berupa lahan sawah untuk dirubah penggunaannya dari
lahan sawah menjadi lahan pemukiman atau tujuan lain sesuai
111
KAJIAN PENGELOLAAN LAHAN PERTANIAN
UNTUK MENDUKUNG LP2B
112
KAJIAN PENGELOLAAN LAHAN PERTANIAN
UNTUK MENDUKUNG LP2B
113
KAJIAN PENGELOLAAN LAHAN PERTANIAN
UNTUK MENDUKUNG LP2B
BAB IV METODOLOGI
A. Kerangka Pikir
Faktor-faktor mempengaruhi Kajian Pengelolaan Lahan Pertanian Untuk
Mendukung LP2B antara lain adalah aspek teknis dan aspek hukum konsep
agriculture land banking dalam pengelolaan lahan pertanian sebagai upaya
pengendalian alih fungsi lahan pertanian khususnya lahan sawah. Dalam
subbab ini menyampaikan kerangka perumusan dan penentuan analisis yang
tepat untuk menyajikan rekomendasi terarah pada Kajian Kajian Pengelolaan
Lahan Pertanian Untuk Mendukung LP2B. Secara singkat hal tersebut
tersampaikan pada bagan kerangka pikir dibawah ini.
Dalam kajian ini pendekatannya melalui kualitatif dan kuantitatif dengan
menggunakan data primer dan sekunder, yang terdiri dari suatu penilaian atau
pengukuran kondisi Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B) dan
Agriculture Land Banking sehingga diperoleh informasi tentang kondisi daerah
studi, kemudian dianalisa sehingga dapat ditentukan kajian pengelolaan lahan
pertanian untuk mendukung LP2B. Studi di lakukan di empat kabupaten yang
ada di DIY yaitu Sleman, Bantul, Kulonprogo dan Gunungkidul.
Pengumpulan data primer dilakukan dengan cara survei ke lokasi untuk
melakukan pengamatan kondisi lahan serta aktivitas pertanian di lahan usaha
tani. Pengumpulan data-data sekunder sebagai masukan meliputi data LP2B
daerah studi yang diperoleh dari hasil pengamatan di lapangan dan instansi
terkait serta dari studi literatur.
114
KAJIAN PENGELOLAAN LAHAN PERTANIAN
UNTUK MENDUKUNG LP2B
Rencana Sistem
•Identifikasi Pelaksanaan
teknis dan aspek •Analisis
hukum konsep Efektivitas Agricultural Land
agriculture land Kebijakan Banking
banking
Gambar 4. Diagram Alir Pola Pikir Pelaksanaan Pekerjaan Kajian Pengelolaan Lahan
Pertanian Untuk Mendukung LP2B
115
KAJIAN PENGELOLAAN LAHAN PERTANIAN
UNTUK MENDUKUNG LP2B
1. Data Primer
Survei primer yang dilakukan antara lain melakukan wawancara dan
konfirmasi kesesuaian data sekunder dengan kondisi dilapangan. Adapun alat
yang diperlukan dalam pelaksanaan survei adalah sebagai berikut ini.
2. Data sekunder
Sebelum dilakukan pengumpulan data primer dan analisis data,
pengumpulan data sekunder yang mendukung dilakukan terlebih dahulu. Data
sekunder tersebut adalah:
1. Data mengenai Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B) di masing-
masing Kabupaten meliputi Kabupaten Bantul, Kabupaen Kulon Progo,
Kabupaten Sleman, dan Kabupaten Gunung Kidul.
2. Data status lahan di kawasan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan
(LP2B) sesuai dengan UU No 13 Tahun 2012 tentang Keistimewaan
Daerah Istimewa Yogyakarta.
3. Kondisi Agriculture Land Banking di kawasan Lahan Pertanian Pangan
Berkelanjutan di DIY
4. Data Rencana Tata Ruang di lingkup Provinsi dan lingkup Kabupaten,
yang meliputi Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) , dan Rencana Detil
Tata Ruang (RDTR) di setiap kabupaten di Daerah Istimewa Yogyakarta.
C. Metode Analisis
Analisis data yang dilakukan meliputi :
1. Analisis kondisi lahan pertanian dan masyarakat petani di kawasan
lahan pertanian pangan berkelanjutan (LP2B)
116
KAJIAN PENGELOLAAN LAHAN PERTANIAN
UNTUK MENDUKUNG LP2B
117
KAJIAN PENGELOLAAN LAHAN PERTANIAN
UNTUK MENDUKUNG LP2B
118
KAJIAN PENGELOLAAN LAHAN PERTANIAN
UNTUK MENDUKUNG LP2B
Uraian Pekerjaan
1. Mengkoordinasi tenaga ahli dan tenaga pendukung dalam
pelaksanaan kegiatan lapangan dan kantor.
2. Bertanggung jawab atas terlaksananya penelitian, laporan hasil
survey, gambar-gambar dan analisis data survey yang dilakukan
para tenaga ahli baik data primer maupun sekunder.
3. Memeriksa, mempelajari langkah-langkah pelaksanaan,
diskusi/pembahasan materi uji lapangan.
4. Bertanggungjawab baik dari segi substansi maupun metodologis hasil
laporan.
5. Membuat schedule kegiatan pekerjaan.
6. Memonitor progress pekerjaan yang dilakukan tenaga ahli.
7. Mengkaji ulang serta pengecekan keseluruhan hasil pekerjaan yang
telah dilaksanakan.
8. Melaksanakan presentasi dengan direksi pekerjaan dan instansi
terkait.
9. Bertanggungjawab terhadap hasil pekerjaan.
119
KAJIAN PENGELOLAAN LAHAN PERTANIAN
UNTUK MENDUKUNG LP2B
Uraian Pekerjaan
1. Melakukan studi pendahuluan mengenai konsep land banking dalam
pengelolaan lahan pertanian di DIY
2. Melakukan analisis kebijakan dari aspek hukum tentang pengelolaan
lahan pertanian dengan land banking di kawasan lahan pertanian
pangan berkelanjutan di DIY
3. Melaksanakan kegiatan penelitian bersama tim untuk basis
penyusunan laporan
4. Membantu pelaksanaan penyusunan kajian dari substansi hukum di
kawasan lahan pertanian pangan berkelanjutan
5. Membantu Ketua Tim dalam penyusunan Laporan Pendahuluan,
Laporan Antara, Laporan Akhir dan Executive Summary.
Uraian Pekerjaan
1. Melakukan studi pendahuluan mengenai konsep land banking dalam
pengelolaan lahan pertanian di DIY
2. Melakukan analisis kebijakan teknis tentang pengelolaan lahan
pertanian dengan land banking di kawasan lahan pertanian pangan
berkelanjutan di DIY
120
KAJIAN PENGELOLAAN LAHAN PERTANIAN
UNTUK MENDUKUNG LP2B
Uraian Pekerjaan
1. Melakukan studi pendahuluan mengenai konsep land banking dalam
pengelolaan lahan pertanian di DIY
2. Melakukan analisis kebijakan teknis tentang pengelolaan lahan
pertanian dengan land banking di kawasan lahan pertanian pangan
berkelanjutan di DIY
3. Melaksanakan kegiatan penelitian bersama tim untuk basis
penyusunan laporan
4. Membantu pelaksanaan penyusunan kajian dari substansi hukum di
kawasan lahan pertanian pangan berkelanjutan
5. Membantu Ketua Tim dalam penyusunan Laporan
Pendahuluan,Laporan Antara, Laporan Akhir dan Executive
Summary
121
KAJIAN PENGELOLAAN LAHAN PERTANIAN
UNTUK MENDUKUNG LP2B
Uraian Pekerjaan
1. Melakukan studi pendahuluan mengenai konsep land banking dalam
pengelolaan lahan pertanian di DIY
2. Melakukan analisis kebijakan teknis tentang pengelolaan lahan
pertanian dengan land banking di kawasan lahan pertanian pangan
berkelanjutan di DIY
3. Melaksanakan kegiatan penelitian bersama tim untuk basis
penyusunan laporan
4. Membantu pelaksanaan penyusunan kajian dari substansi hukum di
kawasan lahan pertanian pangan berkelanjutan
5. Membantu Ketua Tim dalam penyusunan Laporan
Pendahuluan,Laporan Antara, Laporan Akhir dan Executive
Summary
Uraian Pekerjaan
Asisten tenaga ahli berjumlah sebanyak 2 orang bertugas selama 2 bulan
dengan tugas mengumpulkan data, mengolah data, dan melaksanakan
kegiatan administrasi yang mendukung keseluruhan proses penyelesaian
pekerjaan. Adapun persyaratan yang dibutuhkan adalah S1 Pertanian
dengan pengalaman lebih dari 5 tahun di bidangnya.
7. Surveyor
TENAGA LINGKUP POSISI JML.
NO NAMA PERSONEL PERUSAHAAN
LOKAL/ASING KEAHLIAN DIUSULKAN O.B
Aditya Aulia PT. TPP KSO Tenaga Ahli
1. Surveyor Surveyor 1.2
Rakhman, A.Md CV. ENKORP Lokal
122
KAJIAN PENGELOLAAN LAHAN PERTANIAN
UNTUK MENDUKUNG LP2B
Uraian Pekerjaan
Surveyor berjumlah sebanyak 12 orang bertugas selama 2 bulan dengan
tugas Mengumpulkan, mengolah data dan informasi lapangan,
bertanggungjawab atas ketelitian data yang diperoleh dalam pengukuran
langsung dilapangan Adapun persyaratan yang dibutuhkan adalah D3/S1
dengan pengalaman lebih dari 4 tahun di bidangnya
123
KAJIAN PENGELOLAAN LAHAN PERTANIAN
UNTUK MENDUKUNG LP2B
124
KAJIAN PENGELOLAAN LAHAN PERTANIAN
UNTUK MENDUKUNG LP2B
125