Suatu persoalan besar yang kini dihadapi oleh setiap juru dakwah di seluruh dunia Islam, dimana
persoalan ini harus dihadapi oleh mereka dengan segenap potensi dan kemampuan mereka, suatu
persoalan besar yang merupakan kelemahan yang menjadi pangkal tercabik-cabiknya umat Islam
dari gelanggang dunia, itulah persoalan kelemahan tarbiyah Islamiyah. Ia seakan-akan hilang
dari peradaban umat Islam. Tenggelam di lautan kejahilan dan kelalaian.
Lemahnya sektor tarbiyah berarti hilangnya ruh Islam itu sendiri. Karena Islam adalah sistem
Rabbani yang hanya dapat tegak dengan tarbiyah Islamiyah yang sahih. Islam itu Rabbani kaena
ia bersandar pada Allah Ar-Rabb, Pencipta, Pemilik, Pemelihara, Pendidik, Penguasa Alam
Semesta. Allah yang Maha Perkasa dan Maha Bijaksana itulah yang menjadi sumber Islam,
menjadi pemilik dan pendidik mereka yang hidup dalam naungan Islam.
Generasi Qur’ani yang Rabbani ini telah melaksanakan suatu pola pendidikan yang paling benar
dan tepat, tidak mungkin tertandingi pola-pola lain yang datang belakangan, apalagi yang datang
dari sistem jahili. Pola ini dapat digali dari sirah perjuangan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam, namun intinya telah dinyatakan oleh Allah Ta’ala,
اب َومِبَا ُكْنتُ ْم تَ ْد ُر ُسو َن ِ و ٰلَ ِكن ُكونُوا ربَّانِيِّ مِب
َ َني َا ُكْنتُ ْم ُت َعلِّ ُمو َن الْكتَ َ ْ َ
“Tetapi jadilah kalian orang-orang Rabbani, disebabkan kamu selalu mengajarkan Al Qur’an
dan disebabkan kamu senantiasa mempelajarinya”. (QS. Ali Imran, 3 : 79)
“Dengan Kitab (Al Qur’an) itu Allah menunjuki orang-orang yang mengikuti keridhaanNya ke
jalan-jalan keselamatan. Dan dengan (Al Qur’an) itu Allah mengeluarkan mereka dari gelap
gulita kepada cahaya yang terang benderang dengan seizin–Nya, dan menunjuki mereka kejalan
yang lurus”. (QS. Al-Maidah, 5 : 16)
Ironisnya kaum muslimin dewasa ini semakin jauh dari pola ini. Hal ini menyebabkan mereka
terlepas dari pertolongan Allah Ta’ala. Hilangnya interaksi kaum muslimin dengan Al Qur’an
menyebabkan mereka kehilangan imunitas untuk menolak konsepsi lain. Maka merasuklah
pemikiran-pemikiran jahiliyyah pada diri mereka. Allah Ta’ala memperingatkan,
َٰأع َمى
ْ ضْن ًكا َوحَنْ ُشُرهُ َي ْو َم الْ ِقيَ َام ِة
َ ًيشة
ِ
َ ِض َع ْن ذ ْك ِري فَِإ َّن لَهُ َمع
َ َأعَر
ْ َو َم ْن
“Dan barang siapa berpaling dari peringatan–Ku (Al Qur’an) maka baginya sungguh ada
kehidupan yang sempit”. (QS. Thaha, 20 : 124)
Hilangnya ruh dan cahaya Qur’an adalah penyakit kronis di tubuh umat. Ia menggerogoti
segenap potensi dan kekuatan mereka serta menggelincirkannya pada lumpur-lumpur kesesatan.
Hanya dengan kembali kepada sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam
mentarbiyah para sahabatnya, cahaya yang hampir padam itu akan dapat dikobarkan kembali.
Tradisi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pun akan memberi kekebalan terhadap
masuknya paham jahiliyyah dari luar Islam. Ia merupakan sistem yang khas Rabbani dan tidak
akan cocok untuk sistem lain.
1. Tarbiyah Ruhiyah
2. Tarbiyah Aqliyah
3. Tarbiyah Amaliyah
Ketiga unsur tersebut hanya akan dapat tumbuh dalam suasana harakah (gerakan) dalam rangka
memperjuangkan kalimat Allah Ta’ala. Ia bukan diajarkan di sekolah-sekolah sebagaimana
umumnya pola pendidikan sekarang, namun ia dihidupkan di rimba jihad untuk menghancurkan
kekufuran dan menegakkan keimanan.
“Maka janganlah kamu mengikuti orang-orang yang kafir, dan berjihadlah terhadap mereka
dengan Al Qur’an dengan jihad yang besar”. (QS. Al-Furqan, 25 : 52)
Tarbiyah Ruhiyah
Tarbiyah ruhiyah mengorientasikan pendidikan pada peningkatan mutu iman dan kesucian jiwa.
Dengan tarbiyah ini seoang muslim didekatkan pada Pencipta alam semesta dan Pencipta
dirinya. Ruhnya membubung naik menghadap dan beraudiensi dengan Allah Ta’ala. Sasaran
utamanya adalah membentuk pribadi yang muttaqin yang senantiasa takut, cinta dan berharap
kepada Allah Ta’ala. Ia merupakan syarat utama penerimaan total kepada konsepsi Rabbani
dalam pembinaan Al Qur’an.
Untuk mempersiapkan jiwa yang mau menerima Al Qur’an, Allah Ta’ala menuntun jiwa orang
yang beriman dengan shalatu lail dan dzikir. Bangun diwaktu malam di kala manusia lain
sedang tidur mendengkur, berudiensi dengan Allah Ta’ala, menerima limpahan cahaya dari-Nya.
Semuanya merupakan bekal memikul al qauluth-tsaqil (Al Qur’an), beban berat dan pahit yang
menanti siapa saja yang mewarisi perjuangan da’wah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Shalat malam dan dzikrullah merupakan obor penerang hati dalam menempuh perjuangan yang
panjang penuh ranjau, merupakan benteng pendinding yang ampuh dari godaan pesona syaitan.
Permohonan ampun, pengakuan dosa, dan puja-puji pada Pencipta menghaluskan dan
melembutkan hati oang yang beriman. Hati yang khusyu’ dan tunduk inilah tempat persemaian
yang subur bagi tumbuhnya ruh Qur’an dalam diri manusia.
ك َق ْواًل ثَِقياًل ِ
َ ِإنَّا َسُن ْلقي َعلَْي
“Sesungguhnya Kami akan menurunkan kepadamu perkataan yang berat (berbobot)”. (QS. Al-
Muzammil, 73 : 5)
“Seandainya Kami turunkan Al Qur’an ini kepada sebuah gunung, niscaya kamu lihat gunung
itu tunduk terpecah belah karena takut kepada Allah”. (QS. Al-Hasyr, 59 : 21)
Tarbiyah Ruhiyah melahirkan akhlaq kepibadian yang Qur’ani. Pribadi yang memancarkan iman
dan taqwa dalam tiap langkah aktivitas hidupnya. Inilah karakteristik Ibadur-
Rahman sebagaimana diterangkan Al-Qur’an,
“Dan hamba-hamba Allah yang Maha pemurah itu adalah mereka yang berjalan di muka bumi
dengan rendah hati. Dan apabila orang-orang jahil menyapa, mereka mengucapkan kata-kata
yang mengandung keselamatan. Mereka yang melewatkan waktu malamnya dengan sujud dan
shalat dihadapan Rabbnya”. (QS. Al-Furqan, 25 : 63 – 64)
Tarbiyah Aqliyah
Tarbiyah ruhiyah diimbangi dengan tarbiyah aqliyah, yang berorientasi pada peningkatan
kapasitas intelektual dan meluaskan wawasan pengetahuan. Tarbiyah aqliyah meliputi tiga hal
pokok:
Dengan ketiganya, dibentuklah pribadi muslim yang berpengetahuan dan sanggup mengamalkan
ilmunya.
Islam memandang bahwa ilmu pengetahuan merupakan milik manusia yang bersifat universal. Ia
adalah suatu karunia Allah Ta’ala yang secara konseptual telah dipersiapkan pada diri manusia.
Orang beriman bahkan yang paling berhak dengan ilmu itu. Mereka berkewajiban mengarahkan
ilmu dan teknologi agar dipergunakan sepenuhnya dalam ibadah menaati Allah Ta’ala.
Tarbiyah harakiyah harus dapat memanfaatkan seluruh potensi yang disediakan Allah Ta’ala di
alam semesta ini untuk menegakkan Islam. Potensi ini telah dirampas dan disalah gunakan oleh
musuh-musuh Allah Ta’ala karena keunggulan mereka di bidang teknologi. Orang beriman
hendaklah mampu mengambil alih kendali teknologi yang memang miliknya itu. Karena itu
tarbiyah aqliyah diarahkan untuk mewujudkan orang-oang mu’min yang mutsaqaf,
berpengetahuan di berbagai bidang. Mereka berjuang dijalan Allah Ta’ala dengan menyumbang
keahlian masing-masing, bahu membahu dan saling melengkapi dalam beramal jama’i.
Ruh dan akal yang sempurna hanya dapat diwujudkan setelah melalui rintangan, cobaan, dan
ujian di arena aktivitas. Persiapan jiwa dan kematangan intelektual tidak berarti apa-apa sebelum
teruji di medan jihad. Karena itu tarbiyah Islamiah Harakiyah sesuai dengan nama dan
karakteristiknya harus langsung dilaksanakan dalam amal dan gerak, tidak boleh berhenti
sedetikpun. Disinilah tarbiyah amaliah mengambil peranannya.
Setiap pribadi muslim mesti dididik untuk bergerak teratur dan berdisiplin tinggi di setiap
langkah. Gerak ini laksana seoang jundi yang mematuhi komandannya. Ia adalah tentara
Allah Ta’ala yang taat pada perintah-perintah-Nya, siap melaksanaan instruksi yang diberikan
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan gerakan Islam.
“Maka katakanlah : “Beramallah kamu, maka Alah dan RasulNya akan melihat aktivitas-aki
Tarbiyah Amaliyah
Tarbiyah amaliyah meliputi pembinaan jasmani agar siap melasanakan da’wah dan latihan–
latihan, berdisiplin dengan perintah, kesediaan untuk berkorban agar terlaksana amal Islami.
Sahabat yang mulia Ali bin Abi Tholib rodhiyallohu ‘anhu menafsirkan ayat diatas dengan
mengatakan:“Didik dan ajarilah mereka (istri dan anak-anak) hal-hal kebaikan” (Tafsir Ath-
Thobari, Al-Maktabah As-Syamilah)
Oleh karena itu sudah sepantasnya bagi orang tua untuk memperhatikan masalah pendidikan
anaknya dengan sebaiknya-baiknya.
Segala sesuatu adalah berproses, demikian juga dalam hal mendidik anak. Berikut beberapa
tahapan dalam membina dan mendidik anak
Hal ini merupakan langkah awal yang dilakukan oleh seseorang (calon bapak) agar anak-
anaknya kelak menjadi anak-anak yang sholih. Karena seorang ibu adalah sekolah pertama
tempat anak-anak menimba ilmu dan belajar. Seorang ibu yang sholihah tentu saja akan
mengajarkan kebaikan dan amal sholih kepada anak-anaknya.
Demikian juga sebaliknya. Bagi seorang calon ibu, ia harus memilih pendamping sholih yang
kelak akan menjadi ayah dari anak-anaknya. Ayah adalah pemimpin dalam keluarga yang akan
mengarahkan kemana bahtera rumah tangga akan berlayar. Rosululloh shollallohu ‘alaihi
wasallam bersabda yang artinya :“Apabila datang kepada kalian orang yang kalian ridhoi
akhlak dan agamanya maka nikahkanlah ia, jika tidak kalian lakukan akan terjadi fitnah di
muka bumi dan kerusakan yang luas” (HR At-Tirmidzi)
Diantara yang perlu ditanamkan sejak dini dalam diri anak-anak adalah kesadaran untuk
mengerjakan sholat wajib. Yang demikian ini disebutkan dalam firman Alloh :
Selain itu pula hendaknya orang tua memotivasi anak-anak untuk mengerjakan ibadah yang lain
agar ketika mereka mencapai usia balig, mereka sudah terbiasa dengan ibadah-ibadah tersebut.
3. Memberikan teladan yang baik
Teladan yang baik merupakan hal terpenting dalam keberhasilan mendidik anak. Telah diketahui
bersama bahwa seorang anak itu suka meniru tingah laku orang tuanya. Bila orang tua
memberikan teladan yang baik kepada anaknya niscaya anak tersebut menjadi pribadi yang baik.
Begitu juga sebaliknya. Maka hendaknya orang tua memperhatikan dan tidak menyepelekan
masalah ini, serta jangan pula apa yang dikerjakan bertentangan dengan apa yang dikatakan.
Alloh berfirman yang artinya : ”Hai orang-orang yang beriman, mengapa kalian mengatakan
apa yang tidak kalian kerjakan. Amat besar kemurkaan disisi Alloh ta’ala bila kalian
mengatakan apa yang tidak kalian kerjakan” (QS. Ash –Shof : 2-3)
Hendaknya orang tua memberikan pengarahan kepada anak-anaknya agar memilih teman-teman
yang baik agama dan budi pekertinya. Juga selayaknya orang tua memberikan pengertian dan
senantiasa mengingatkan mereka akan bahaya bergaul dengan orang-orang tak sholih
5. Membentengi diri mereka dari hal hal yang merusak akhlak mereka
Penyebab banyaknya penyimpangan yang dilakukan anak-anak baik dari segi aqidah maupun
akhlak adalah apa yang mereka saksikan baik di media cetak maupun elektronik berupa gambar-
gambar atau tayangan-tayangan yang merusak agama mereka. Solusinya adalah terus memantau
aktivitas sehari-hari mereka, serta memberikan bimbingan akan dampak negatif dari kemajuan
teknologi. Yang demikian ini bukan berarti melarang mereka untuk menggunakan sarana
informasi dan komunikasi, hanya merupakan pengarahan agar teknologi bisa termanfaatkan
dengan baik.
Sudah sepantasnya bagi orang tua untuk menanamkan nilai-nilai luhur pada diri anak-anaknya,
seperti pentingnya iman dan islam, kecintaan pada Alloh Ta’ala dan Rosul-Nya shollallohu
‘alaihi wa sallam (yang nantinya membuahkan ketaatan terhadap perintah-perintah dan
meninggalkan larangan-larangan), juga mengajarkan mereka adab-adab islam sehari-hari,
( seperti adab berpakaian, makan dan minum dsb), dzikir-dzikir dan doa-doa, cara bertutur kata,
bergaul dengan baik terhadap orang yang lebih tua dan sesama, cinta akan kebersihan dan
perilaku baik lainya.
7. Bersikap adil
Yaitu bersikap kepada anak-anak, tidak membedakan antara satu anak dengan anak yang lainya
dalam segala hal, baik dari sisi kasih sayang, perhatian, pengajaran, nafkah, hadiah dan lain
sebagainya sehingga tidak terjadi kecemburuan diantara mereka.
Hendaknya orang tua menyadari bahwa hidayah berada di tangan Alloh Subhanahu Wa Ta’ala.
Alloh memberikan hidayah kepada siapa saja yang Ia kehendaki dengan rahmat dan karunia-
Nya, sedang orang tua hanya bisa mengajarkan, mengarahkan, dan membimbing anak-anaknya.
Oleh karena itu hendaknya memperbanyak berdoa untuk kebaikan mereka.
ِ ِ ِ ِ َّ
: [ الفرق ان ﴾ ني ِإ َم ًام ا
َ اج َع ْلنَ ال ْل ُمتَّق ْ ب لَنَ ِام ْن َْأز َواجنَ ا َوذُِّريَّاتِنَ ا ُقَّر َة
ْ َأعنُي ٍ َو ْ اه
َ َين َي ُقولُ و َن َربَّن
َ َوالذ ﴿ :ق ال اهلل تع اىل
] 74
“ mereka berdoa: “ wahai Robb kami, berikanlah kami penyejuk hati dari istri-istri dan anak-
anak kami, dan jadikanlah kami pemimpin bagi orang-orang yang bertaqwa” (QS. Al-Furqon:
74).
Namun sebaliknnya, jauhilah dari mendoakan kejelekan bagi mereka (seperti: mengutuk,
membodoh-bodohi, melaknat dan yang semisalnya)
Mengenal Tujuan Pendidikan Islam dan Konsepnya dalam
Membangun Kapasitas Diri
Pendidikan merupakan suatu sistem yang harus dijalankan secara terpadu dengan sistem
yang ada lainnya guna mencapai tujuan yang telah ditetapkan untuk meningkatkan kualitas hidup
manusia dalam segala aspek.
Pendidikan Islam adalah upaya rencana dalam menyiapkan manusia untuk mengenal,
memahami, menghayati, dan mempercayai ajaran agama Islam dengan dibarengi tuntutan untuk
menghormati agama lain dalam hubungan antarumat beragama untuk menciptakan persatuan dan
kesatuan bangsa.
Tujuan pendidikan Islam yang hendak dibidik dewasa ini adalah untuk membimbing,
mengarahkan, dan mendidik seseorang untuk memahami dan mempelajari ajaran agama Islam.
Diharapkan mereka memiliki kecerdasan berpikir (IQ), kecerdasan emosional (EQ) dan memiliki
kecerdasan Spiritual (SQ) untuk bekal hidup menuju kesuksesan dunia dan akherat.
Dalam artikel kali ini akan dibahas mengenai pengertian dan tujuan pendidikan Islam secara
mendetail, dihimpun dari berbagai sumber.
Dari Al-Tadzkiyyah: Jurnal Pendidikan Islam, Volume 9, No.I/2018, disebutkan bahwa para
pakar pendidikan telah berusaha merumuskan tujuan pendidikan Islam sesuai dengan
pemahaman mereka masing-masing terhadap berbagai ayat al-Qur’an. Abd. Fatah Jalal misalnya,
merumuskan tujuan Pendidikan Islam dengan mendasarkan pada ayat al-Qur’an agar manusia
beribadah hanya kepada Allah. (QS. alDzariyat : 56; al-Baqarah : 21; al-Anbiya : 25; al-Nahl :
36)
Ibadah menurutnya adalah mencakup semua akal pikiran yang disandarkan kepada Allah. Ibadah
adalah jalan hidup yang mencakup seluruh aspek kehidupan serta semua yang dilakukan
manusia berwujud perkataan, perbuatan, perasaan, pemikiran yang dikaitkan dengan Allah.
Rumusan tujuan akhir Pendidikan Islam, juga telah berusaha dirumuskan oleh pakar Pendidikan
Islam dari berbagai aliran ketika mengadakan Konferensi Pendidikan Islam: tujuan Pendidikan
Islam adalah menumbuhkan pada kepribadian Islam secara utuh melalui latihan kejiwaan,
kecerdasan, penalaran, perasaan dan indera.
Pendidikan Islam harus menfasilitasi pertumbuhan dalam semua aspeknya, baik aspek spiritual,
intelektual, imajinasi, jasmaniah, ilmiah maupun bahasanya baik secara perorangan maupun
kelompok yang lebih luas.
Nilai Sosio-Kultural Dalam Tujuan Pendidikan Islam
Dalam diskursus ilmu sosial yang cenderung fluktuatif, tujuan pendidikan Islam perlu
direformasi cakupannya dan tidak hanya berorientasi kognitif semata. Hal ini mengingat
komposisi penduduk Indonesia yang terdiri dari berbagai etnis, agama, dan budaya. Jika merujuk
pada diskursus tersebut, maka tujuan pendidikan Islam hendaknya mengacu pada nilai-nilai
sosial-kultural yang menjadi pijakannya selain dari al-Quran dan al-Hadis tentunya.
Pada dasarnya konsep pendidikan Islam mencakup seluruh tujuan pendidikan yang dewasa ini
diserukan oleh barat bahkan diserukan oleh negara-negara di dunia. Karena Islamlah, pendidikan
memiliki misi sebagai pelayan kemanusiaan dalam mewujudkan kebahagiaan individu dan
masyarakat. Artinya Islam akan berhasil mewujudkan tujuan pendidikan yang selama ini menjadi
obsesi tokoh pendidikan barat.
Secara universal Allah swt menyerukan kepada seluruh umat manusia agar masuk ke dalam
Islam secarah kaffah (menyeluruh). Itu berarti bahwa ajaran Islam bukan hanya mencakup satu
aspek saja, akan tetapi mencakup seluruh aspek kehidupan manusia yang intinya adalah
mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat kelak. Berikut adalah 2 konsep yang
terdapat dalam pendidikan Islam.
Allah menjadikan penghambaan dan ketaatan manusia kepada-Nya sebagai tujuan tertinggi.
Hanya itulah yang menjadi tolak ukur aktualisasi diri dalam Islam. Beberapa ayat menjelaskan
pentingnya manusia beraktifitas atau bekerja sesuai dengan kesiapan dirinya.
Untuk itu, Allah swt berfirman dalam QS Al-A’la/87: 1-3;
“Sucikanlah nama Tuhanmu Yang Maha Tinggi. Yang menciptakan dan menyempurnakan
(penciptaan-Nya dan yang menentukan kadar (masing-masing) dan memberi petunjuk."
Kemudian dalam QS at-Taubah /9: 105 Allah swt berfirman;
Dan katakanlah: "Bekerjalah kamu, maka Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang mu'min akan
melihat pekerjaanmu itu, dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah) Yang Mengetahui akan
yang ghaib dan yang nyata, lalu diberitakan-Nya kepada kamu apa yang telah kamu kerjakan."
2. Konsep Pendidikan Islam tentang Perkembangan Pendidikan
Islam meletakkan segala perkara dalam posisi yang alamiah dan memandang seluruh aspek
perkembangan sebagai sarana mewujudkan penghambaan dan ketaatan kepada Allah swt serta
apliksai keadilan dan syariat Allah dalam kehidupan sehari-hari. Dengan demikian pendidikan
Islam itu mencakup pemeliharaan seluruh aspek perkembangan, baik itu aspek material, spiritual,
intelektual, perilaku sosial, dan apresiasi.
Ada beberapa pendapat para ahli mengenai tujuan pendidikan Islam. Pertama, Ibnu Khaldun
berpendapat tujuan pendidikan Islam berorientasi ukhrawi dan duniawi. Pendidikan Islam harus
membentuk manusia seorang hamba yang taat kepada Allah dan membentuk manusia yang
mampu menghadapi segala bentuk persoalan kehidupan dunia.
Kedua, al-Ghazali merumuskan tujuan pendidikan Islam kedalam dua segi, yaitu membentuk
insan purna yang bertujuan mendekatkan diri kepada Allah dan menuju kebahagiaan hidup di
dunia dan akhirat. Menurut al-Ghazali, tujuan pendidikan Islam adalah kesempurnaan manusia di
dunia dan akhirat. Manusia dapat mencapai kesempurnaan melalui ilmu untuk memberi
kebahagiaan di dunia dan sebagai jalan mendekatkan diri kepada Allah.
Menelaah dua formula tersebut, tujuan pendidikan Islam mencakup dua aspek utama, yakni
mewujudkan kebahagiaan hidup di dunia dan kebahagiaan di akhirat. Hal ini menggambarkan
bahwa pendidikan Islam merupakan pendidikan yang bersifat komplet.
Beberapa waktu belakangan ini mungkin kita sudah sering mendengar beberapa kasus
perseteruan yang terjadi antara guru dengan muridnya, atau orangtua murid dengan guru anaknya
yang berakhir ricuh bahkan sampai harus dibawa ke meja hijau.
Di dalam Islam, guru merupakan orang berilmu yang harus benar-benar dihormati selagi
apa yang disampaikannya merupakan kebenaran dan sesuai dengan yang Rasulullah ajarkan.
Karena darinya, kita dapat memperoleh ilmu yang tak terbatas. Dulu bahkan, demi memperoleh
sepotong hadits atau mencari ilmu lain, orang-orang rela melakukan perjalanan jauh demi dapat
duduk di majlis ilmu dan mendengarkan apa yang disampaikan oleh gurunya. Berbeda dengan
sekarang yang dapat dengan dalam menuntut ilmu.
Inilah adab-adab terhadap guru yang perlu kita terapkan ketika menuntut ilmu:
2. Selalu berdoa
Dalam menuntut ilmu hendaknya kita selalu berdoa agar diberi kemudahan dalam
menyerap ilmu dan mengamalkannya.
ب ِز ْديِن ِع ْل ًما
ِّ َوقُ ْل َر
Adapun doa yang biasa dipanjatkan oleh Rasul dalam menuntut ilmu adalah,
ًاَللَّ ُه َّم ا ْن ًف ْعيِن ْ َما َعلَّ ْمتَيِن ْ َو َعلِّ ْميِن ْ َما َيْن َفعُيِن ْ َو ِز ْديِن ْ ِع ْلما
Ya Allah, berilah manfaat atas apa yang Engkau ajarkan kepadaku, ajarilah aku hal-hal
yang bermanfaat bagiku, dan tambahilah aku ilmu [HR. at-Tirmidzi dan Ibnu Mâjah,
dishahihkan al-Albâni]
3. Selalu bersungguh-sungguh
Ketika menuntut ilmu hendaknya kita bersungguh-sungguh dan selalu antusias untuk
mendapatkan ilmu yang bermanfaat. Seolah-olah tidak pernah kenyang dengan ilmu yang
didapatkan, hendaknya kita selalu berkeinginan untuk menambah ilmu kita.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam barsabda, “ Dua orang yang rakus yang tidak
pernah kenyang: yaitu (1) orang yang rakus terhdap ilmu dan tidak pernah kenyang
dengannya dan (2) orang yang rakus terhadap dunia dan tidak pernah kenyang
dengannya.” (HR. Al-Baihaqi)
4. Menjauhi maksiat
Untuk bisa mendapatkan ilmu yang bermanfaat dan berkah, maka jauhkanlah diri dari
berbagai macam maksiat. Maksiat akan membuat otak menjadi sulit untuk berkonsentrasi
sehingga ilmu sangat sulit dimengerti.
ِ ِ قَ َال « ِإ َّن الْعب َد ِإذَا َأخطََأ خ ِطيَئةً نُ ِكتَ ىِف-صلى اهلل عليه وسلم- ول اللَّ ِه ِ َعن َأىِب هريرةَ َعن رس
ُت َق ْلبه نُكْتَةٌ َس ْو َداء ْ َ ْ َْ ُ َ ْ َْ َ ُ ْ
الرا ُن الَّ ِذى ذَ َكَر اللَّهُ ( َكالَّ بَ ْل َرا َن
َّ يد فِ َيها َحىَّت َت ْعلَُو َق ْلبَهُ َو ُه َو
َ اب ُس ِق َل َق ْلبُهُ َوِإ ْن َع َاد ِز
َ َاسَت ْغ َفَر َوت َ فَِإذَا ُه َو َنَز
ْ ع َو
ِ » علَى ُقلُوهِبِم ما َكانُوا يك
)ْسبُو َن َ َْ َ
Dari Abu Hurairah, dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda,
“Seorang hamba apabila melakukan suatu kesalahan, maka dititikkan dalam hatinya
sebuah titik hitam. Apabila ia meninggalkannya dan meminta ampun serta bertaubat,
hatinya dibersihkan. Apabila ia kembali (berbuat maksiat), maka ditambahkan titik
hitam tersebut hingga menutupi hatinya. Itulah yang diistilahkan “ar raan” yang Allah
sebutkan dalam firman-Nya (yang artinya), ‘Sekali-kali tidak (demikian), sebenarnya
apa yang selalu mereka usahakan itu menutupi hati mereka’.”
Baca juga:
رِب ِ
ٌ الَ َيَت َعلَّ ُم الْع ْل َم ُم ْستَ ْح ٍى َوالَ ُم ْستَ ْك
“Dua orang yang tidak belajar ilmu: orang pemalu dan orang yang sombong” (HR.
Bukhari secara muallaq)
6. Memperhatikan penjelasan
Jika ingin mendapatkan ilmu dengan mudah, maka konsentrasilah ketika guru atau ustadz
menjelaskan. Fokuslah untuk menyerap ilmu yang disampaikan. Sebagaimana
Allah Ta’ala berfirman,
“… sebab itu sampaikanlah berita gembira itu kepada hamba-hambaKu, (yaitu) mereka
yang mendengarkan perkataan lalu mengikuti apa yang paling baik diantaranya. Mereka
itulah orang-orang yang diberi petunjuk oleh Allah dan merekalah orang-orang yang
mempunyai akal sehat.” (QS. Az-Zumar: 17-18)
7. Diam menyimak
Salah satu adab dalam menuntut ilmu yang banyak ditinggalkan adalah diam ketika guru
atau ustadz menjelaskan. Jangan berbicara atau bahkan mengobrol hal yang sama sekali
tidak penting bahkan tidak berhubungan dengan pelajaran yang disampaikan.
Sebagaimana telah Allah firmankan dalam Al A’raf ayat 204,
8. Menghafal
Setelah berhasil memahami ilmu yang disampaikan, maka hendaknya hafal lah ilmu
tersebut agar lebih mudah diingat. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Semoga Allah memberikan cahaya kepada wajah orang yang mendengar perkataanku,
kemudian ia memahaminya, menghafalkannya, dan menyampaikannya. Banyak orang
yang membawa fiqih kepada orang yang lebih faham daripadanya…” (HR. At-Tirmidzi).
9. Mengamalkan
Akan percuma setiap ilmu yang didapatkan jika tidak diamalkan. Sudah seharusnya kita
mengamalkanilmu yang kita dapatkan agar mendapatkan keberkahan dari Allah SWT.
10. Mendakwahkan
Tidak ada ilmu yang bermanfaat jika tidak dibagikan kepada orang lain. Maka
sebarkanlah ilmu tersebut kepada mereka yang belum mengetahuinya.
Allah Ta’ala berfirman, “Wahai orang-orang yang beriman! Peliharalah dirimu dan
keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu;
penjaganya malaikat-malaikat yang kasar dan keras, yang tidak durhaka kepada Allah
terhadap apa yang Dia perintahkan kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang
diperintahkan.” (QS. At-Tahriim: 6).
Itulah 10 adab menuntut ilmu yang perlu diketahui. Semoga setiap ilmu yang kita
dapatkan bermanfaat dan menjadi berkah bagi diri kita sendiri maupun orang lain.
Aamiin.