Anda di halaman 1dari 9

Dosen pengampuh

Dr. Ahmad, S. Ag, S.Psi, M.Si

Muhammad Rhesa, S.Psi, M.A

FILSAFAT UMUM

TUGAS KELOMPOK

WIWIK GAZALI

UMMUL ATIKAH

YUSUF MUHAMMAD NUR

WIDI YUDISTIRA

SRI RANA

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR


BAB 1

PENDAHULUAN

A. Rumusan Masalah
 Bagaimana konsep akal badan berdasarkan teori interaksionisme
 Bagaimana konsep akal badan berdasarkan teori paralelisme
 Bagaimana konsep akal badan berdasarkan teori identitas
 Bagaimana situasi actual berdasarkan fenomena parapsiologi

B. Tujuan Masalah
 Menjelaskan tentang konsep akal dan badan berdasarkan teori
interaksionisme
 Menjelaskan tentang konsep akal dan badan berdasarkan teori
paralelisme
 Menjelaskan tentang konsep akal dan badan berdasarkan teori identitas
 Menjelaskan tentang konsep akal dan badan berdasarkan fenomena
Parapsiologi
BAB II

PEMBAHASAN

Pengertian Akal dan Badan

Akal berasal dari bahasa arab al-aql yang secara bahasa berarti pengikatan dan
pemahaman terhadap sesuatu. Akal atau pikiran dapat dikatakan sebagai suatu
peralatan manusia yang berfungsi untuk membedakan yang salah dan yang benar.
Dalam teorinya, Freud membagi manusia menjadi 3 wilayah pokok, antara lain:

 Id, yang mempersamakan dengan instink atau naluri


 Ego, yang merupakan akal fikiran
 Super Ego, yakni adat kebiasan sosial dan kaidah moral
Badan adalah tubuh, jasad manusia keseluruhan tidak termasuk anggota dan kepala
yang merupakan kesatuan untuk mengerjakan sesuatu. Secara umum, banyak
pendapat yang mengatakan akal dan badan secara esensial merupakan sesuatu
yang berbeda. Banyak pertanyaan yang muncul, bagaimana keduanya
berhubungan? Maka dari itu, munculah teori berikut untuk menjawab
pertanyaan tersebut.

A. Teori Interaksionisme

Interaksi Simbolik berfokus pada ‘interpretasi’ dengan arti subjektif yang


diambil dari interaksi antara seseorang dengan orang lain di sekitarnya. Sebagaimana
dinyatakan dengan jelas dalam judul, Interaksi Simbolik menekankan hubungan erat
antara simbol dan interaksi. Pertukaran ini menghasilkan makna serta interaksi
khusus dan unik bagi setiap orang yang terlibat. Simbolis berasal dari kata 'simbol’
yang berarti tanda, disahkan dari consensus Interaksi Simbolis mencoba untuk
‘memasuki’ proses memaknai dan mendefinisikan subjek dengan menggunakan saraf
peserta untuk melihat secara teliti bagaimana subjek mendefinisikan diri mereka
sendiri dan tindakan mereka dengan penuh respek, berdasarkan definisi dan arti yang
telah diberikan oleh orang lain di lingkungan mereka.

Berdasarkan apa yang menjadi dasar dari kehidupan kelompok manusia atau
masyarakat, beberapa ahli dari paham Interaksi Simbolik menunjuk pada
“komunikasi” atau secara lebih khusus “simbol-simbol” sebagai kunci untuk
memahami kehidupan manusia itu. Interaksi Simbolik menunjuk pada sifat khas dari
interaksi antarmanusia. Artinya manusia saling menerjemahkan dan mendefinisikan
tindakannya, baik dalam interaksi dengan orang lain maupun dengan dirinya sendiri.
Proses interaksi yang terbentuk melibatkan pemakaian simbol-simbol bahasa,
ketentuan adat istiadat, agama dan pandangan-pandangan.

Tiga hal yang sangat penting mengenai konstruksi teori Interaksi Simbolik,
adalah (1) fokus pada interaksi antara pelaku dan dunia; (2) pandangan bahwa baik
pelaku maupun dunia sebagai proses yang dinamis dan bukanlah struktur yang statis;
dan (3) nilai yang dilekatkan pada kemaampuan pelaku untuk menginterpretasikan
dunia atau masyarakat sosial.

Awal perkembangan Interaksi Simbolik berasal dari dua aliran. Pertama,


mahzab Chicago, yang di pelopori Herbert Blumer (1962), kemudian melanjutkan
penelitian yang pernah dilakukan oleh George Herbert Mead (1873-1931). Tokoh-
tokoh yang ikut berpartisipasi dalam teori ini adalah Charles Horton Cooley tentang
“diri”, “diri” ala pemikiran William James, Howards S. Brecker dan teori
“labbelling”, “Transformasi Identitas” Anselm Strauss, Norman Denzin, Jack
Douglas. Tokoh ilmuan yang memiliki andil utama sebagai perintis interaksi simbolik
adalah G. Herbert Mead. Gagasanya mengenai interaksi simbolik berkembang dalam
bukunya Mind, self, and society (1934), yang menjadi rujukan teori interaksi
simbolik. Bagi Mead, individu adalah makhluk yang bersifat sensitif, aktif, kreatif,
dan inovatif. Keberadaan sosialnya sangat menentuan bentuk lingkungan sosialnya
dan dirinya sendiri secara efektif (soeprapto, 2002).
Blumer dalam penjelasan konsepnya tentang interaksi simbolik, menunjuk
kepada sifat khas dari tindakan atau interaksi antarmanusia. Kekhasannya bahwa
manusia saling menerjemahkan, mendefinidikan tindakannya, bukan hanya reaksi
dari tindakan seseorang ke orang lain. Blumer mengatakan bahwa individu bukan
dikelilingi oleh lingkungan objek-objek potensial yang mempermainkan dan
membentuk perilakunya, sebaliknya ia membentuk objek-objek itu. dalam perspektif
Blumer teori interaksi simbolik mengandung beberapa ide dasar, yaitu :

1. Masyarakat terdiri atas manusia yang berinteraksi. Kegiatan tersebut


saling bersesuaian melalui tindakan bersama, membentuk struktur sosial.
2. Interaksi terdiri atas berbagai kegiatan manusia yang berkaitan dengan
kegiatan manusia lain. Interaksi nonsimbolis mencakup stimulus respon,
sedangkan interaksi simbolis mencakup penafsiran tindakan-tindakan.
3. Objek-objek tidak memiliki makna yang intrinstik. Makna lebih
merupakan produk interaksi simbolis. Objek-objek tersebut dapat di
klasifikasikan ke dalam tiga kategori, yaitu objek fisik, objek sosial, dan
objek abstrak.
4. Manusia tidak hanya mengenal objek eksternal. Mereka juga melihat
dirinya sebagai objek.
5. Tindakan manusia adalah tindakan interpretasi yang interpreterasi yang
dibuat manusia itu sendiri.
6. Tindakan tersebut saling berkaitan dan disesuaikan oleh anggota-anggota
kelompok. ini merupakan “tindakan bersama”. Sebagian besar “tindakan
bersama” tersebut dilakukan berulang-ulang namun dalam kondisi yang
stabil. Kemudian di saat lain ia melahirkan kebudayaan (Bachtiar,
2006:249-250)

Kesimpulan Blumer bertumpu pada tiga premis utama, yaitu :


1. Manusia bertindak berdasarkan makna-makna yang ada pada sesuatu
bagi mereka
2. Makna itu diperoleh dari hasil interaksi sosial yang dilakukan dengan
orang lain
3. Makna-makna teersebut disempurnakan disaat proses interaksi sosial
sedang berlangsung (seoprapto,2002:123-124)

B. Teori Paralelisme
Teori ini menyatakan bahwa akal dan badan berjalan menurut sistemnya
sendiri, tidak ada hubungan timbal balik, sebab akibat dan interaksi antara
akal dan badan. Kedua bidang ini berjalan sendiri-sendiri sesuai dengan
sistemnya yang semula yang artinya tidak ada hubungan antar keduanya.
Menurut seorang filosof yang bernama Leibniz yang mengatakan terdapat
preestablished harmony, yaitu kecocokan masing-masing yang sudah
diciptakan Tuhan sebelumnya. Contohnya dua buah kereta api yang berjalan
sejajar di atas rel mereka masing-masing. Meskipun terlihat bergerak bersama,
namun keduanya berjalan masing-masing, dan tidak saling mempengaruhi
satu sama lain. Pendapat Liebniz mengenai preestablished harmony dalam
Islam dikenal dengan sebutan sunatullah. Penerapan teori pararelisme dalam
kehidupan saat ini, yaitu ketentuan yang sudah dibuat oleh Tuhan, banyak
yang menyalah artikan. Misalnya kemiskinan, banyak yang membiarkan hal
itu terjadi, karena menganggap itulah takdir mereka sehingga membiarkan
atau tidak peduli terhadap masalah yang ada. Kritikan mengenai teori ini yaitu
dianggap seakan-akan membelah dunia menjadi dua bagian, tidak mencari
penjelasan dan mengingkari adanya permasalahan serta rencana seolah
menjadi tidak ada gunanya.
C. Teori Identitas
Teori Identitas terbagi menjadi dua, yaitu teori aspek ganda dan juga teori
kontemporer.
 Teori Aspek Ganda
Menurut teori ini, baik akal maupun badan, merupakan kesatuan yang
terpisah dan berdiri sendiri, sehingga disebutkan bahwa sifatnya
identik. Jika dianalogikan, seperti sebuah koin mata uang. Dimana
memiliki dua sisi yang bebeda, namun ketika salah satu sisi
dihilangkan, maka tidak bernilai.
 Teori Kontemporer
Teori ini mengatakan bahawa, keadaan-keadaan mental itu sama
dengan keadaan otak. Pembenaran yang diberikan kepada kepada teori
identitas adalah bahwa otak meskipun bersifat fisik, namun memiliki
hubungan yang mungkin cukup rumit dengan akal. Terdapat aliran
materialisme terhadap teori kontemporer. Yaitu rasa sakit, fikiran,
ingatan, kenangan semua itu memang ada, namun merupakan proses
system syaraf saja. Pandangan teori ini menghilangkan pemisah antara
akal dan badan. Namun, terdapat pula kritik mengenai teori ini, yaitu,
kurangnya bukti-bukti yang meyakinkan bahwa keadaan mental itu
sama dengan proses mental.

D. Fenomena Parapsiologi
Dalam pengertian sederhana, parapsiologi hanya menyangkut kajian
mengenai psikokenesis dan persepsi extra sensorik. Psikokenesis secara
harfiah berarti gerakan pikiran, adalah kemampuan fisik untuk mempengaruhi
objek-objek atau kejadian-kejadian dengan menggunakan pengaruh mental
semata. Ini lebih dikenal sebagai kekuatan pikiran atas materi. ESP mengacu
pada tiga fenomena yang berbeda yakni, telepati yang merupakan komunikasi
langsung antara dua pikiran tanpa menggunakan jalur-jalur sensorik yang
umum diketahui. Yang kedua,yaitu clairvoyance merupakan kesadaran akan
berbagai objek dan kejadian yang terjadi pada lokasi yang jauh, tanpa
menggunakan jalur-jalur sensorik yang diketahui pada umumnya. Dan yang
terakhir yaitu, prekognisi yang merupakan pengetahuan tentang kejadian-
kejadian yang belum terjadi, selain apa yang bisa diketahui dengan logika.
Namun dalam prakteknya, parapsiologi sering digunakan dalam paranormal,
yang tidak bisa dijelaskan dengan ilmu pengetahuan.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Akal dan badan belum sepenuhnya dikatakan saling mempengaruhi atau tidak
saling mempengaruhi sama sekali. Semua teori dan penjelasan yang ada,
sebaiknya direnungkan dan dikaji kembali. Dan dengan itu diharapkan dapat
bijaksana dalam menghubungkan akal dan badan.

Referensi:

Hartono, S. (2013, 03 Oktober). Filtsafat : Akal dan Badan. Diakses pada 13

Oktober 2019, dari

https://sasasasen.wordpress.com/2013/10/03/filsafat-akal-dan-badan/

Winandi, M.J. (2013). Akal dan Badan. Tulisan pada

https://winmr.blogspot.com/2013/06/akal-dan-badan.html?m=1

Ahmad, D. (2005). Interaksi Subjek : Suatu Pengantar. Diakses dari

https://ejournal.unisba.ac.id/PDFInteraksi Simbolik - EJournal Unisba

Anda mungkin juga menyukai