Anda di halaman 1dari 24

ILMU KEDOKTERAN FISIK DAN REHABILITASI REFERAT

FAKULTAS KEDOKTERAN APRIL 2023


UNIVERSITAS HASANUDDIN

TERAPI ULTRASOUND DIATHERMY PADA CARPAL TUNNEL SYNDROME

DISUSUN OLEH:
Ruqoyyah Hibatullah Alinti
C011191214

SUPERVISIOR PEMBIMBING:
dr. Nuralam Sam, Sp.KFR.,M.S(K).,AIFO-K

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


BAGIAN ILMU KEDOKTERAN FISIK DAN REHABILITASI MEDIK
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR
2023
HALAMAN PENGESAHAN

Yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan bahwa

Nama : Ruqoyyah Hibatullah Alinti


NIM : C011191214
Judul Refferat : Terapi Ultrasound Diathermy pada Carpal Tunnel Syndrome

Telah menyelesaikan tugas referat dalam rangka kepanitraan klinik pada bagian Kedokteran
Rehabilitasi Medik Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin.

Makassar, 18 April 2023


Supervisor Pembimbing

dr. Nuralam Sam, Sp.KFR.,M.S(K).,AIFO-K


DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ............................................................................................................................ 3


DAFTAR TABEL .................................................................................................................... 4
DAFTAR GAMBAR................................................................................................................ 4
BAB I ......................................................................................................................................... 5
BAB II ....................................................................................................................................... 7
2.1 DEFINISI CARPAL TUNNEL SYNDROME ............................................................................. 7
2.3 EPIDEMIOLOGI................................................................................................................... 8
2.4 ETIOLOGI DAN FAKTOR RISIKO ......................................................................................... 8
2.4.1 Etiologi...................................................................................................................... 8
2.4.2 Faktor risiko.............................................................................................................. 8
2.5 PATOFISIOLOGIS ................................................................................................................ 9
2.6 MANIFESTASI KLINIS ....................................................................................................... 10
2.7 DIAGNOSIS KLINIS ........................................................................................................... 10
2.7.1 Anamensis ............................................................................................................... 10
2.7.2 Pemeriksaan fisik .................................................................................................... 10
2.7.3 Pemeriksaan penunjang CTS .................................................................................. 12
2.8 TATALAKSANA ......................................................................................................... 12
2.8.1 Konseveratif ............................................................................................................ 13
2.8.2 Operatif ................................................................................................................... 13
2.8.3 Rehabilitasi .......................................................................................................... 13
BAB III.................................................................................................................................... 15
3.1 DEFINISI .......................................................................................................................... 15
3.2 FUNGSI ............................................................................................................................ 15
3.3 MEKANISME CARA KERJA USD ....................................................................................... 15
3.4 TERMINOLOGI USD ........................................................................................................ 16
3.5 TIPE USD BERDASARKAN PENGARUHNYA ...................................................................... 17
3.6 DOSIS USD BERDASARKAN LOKASI PENGOBATANNYA ................................................... 18
3.7 DOSIS USD BERDASARKAN JENIS LUKANYA ................................................................... 19
3.8 INDIKASI PEMAKAIAN USD ............................................................................................ 19
3.9 KONTRAINDIKASI PEMAKAIAN USD ............................................................................... 20
3. 10 EFEK SAMPING PEMAKAIAN USD ................................................................................. 20
BAB IV .................................................................................................................................... 21
DAFTAR TABEL
TABEL 3. 1 DOSIS USD BERDASARKAN LOKASI SERTA DURASINYA ................... 19
TABEL 3. 2DOSIS USD BERDASARKAN JENIS LUKANYA .......................................... 19
DAFTAR GAMBAR
GAMBAR 3. 1 TRANSDUCER AND ERA LOCATION ..................................................... 16
GAMBAR 3. 2ATTENUATION WITH TISSUES ................................................................ 16
GAMBAR 3. 3PERBANDINGAN FREKUENSI DAN KEDALAMAN JARINGAN ......... 18
BAB I

PENDAHULUAN

Bekerja mengandung arti berupa melakukan suatu aktivitas yang


diakhiri dari sebuah karya yang dapat dinikmati oleh manusia yang melakukannya.
Faktor pendorong penting yang menyebabkan manusia bekerja adalah adanya
kebutuhan yang harus dipenuhi. Aktivitas dalam kerja mengandung unsur suatu
kegiatan sosial, menghasilkan sesuatu, dan pada akhirnya bertujuan untuk
memenuhi kebutuhannya . Pekerjaan juga merupakan sebuah aktivitas yang bersifat
rutinitas. Dalam artian berupa sebagai pengemudi ojek, pekerjaan IRT seperti
mencuci baju, mencuci piring dan sebagainya.

Beberapa pekerjaan yang sudah disebutkan diatas merupakan pekerjaan


yang berulang, hal tersebut dapat mempengaruhi carpal tunnel. Dampaknya berupa
jeratan pada carpal tunnel, biasanya pasien mengeluh nyeri pada lengan bawah dan
pergelangan tangan. Nyeri tersebut memberat pada malam hari(Defi et al., 2013)

Kondisi ketidaknyamanan akibat jeratan di carpal tunnel dinamakan Carpal


Tunnel Syndrome (CTS). Carpal tunnel syndrome adalah gangguan umum dengan
gejala yang melibatkan nervus medianus. Nervus medianus rentan terhadap
kompresi dan cedera di telapak tangan dan pergelangan tangan, di mana dibatasi oleh
tulang pergelangan tangan (karpal) dan ligamentum karpal transversal. CTS
merupakan kombinasi dari kelainan jari, tangan dan lengan dengan gejala yang
mencerminkan kompresi sensoris atau motoris, paling sering terjadi pada orang
dewasa di atas 30 tahun, khususnya perempuan(Salawati & Syahrul, 2014)

Karena nyeri tersebut dapat menyebabkan pekerjaan dan aktivitas penderita


tidak optimal. Nyeri tersebut juga dapat menyebabkan impairment, disability dan
handicap. Selain menimbulkan nyeri dan mengganggu aktivitas, kondisi tersebut
juga menimbulkan ketidaknyamanan. Sehingga penderita biasanya mencari jalan
keluar atau dirujuk ke rehabilitasi.

Perlu dilakukan Rehabilitasi medik pada penderita CTS yang bertujuan untuk
mengurangi nyeri, mengurangi jeratan padan carpal tunnel, redukasi sensorik dan
motorik sehingga fungsi tangan meningkat dan dapat melakukan aktifitas hidup
sehari-hari serta mengurangi dampak disablitas akibat CTS(Subadi et al., 2021)
Terapi CTS terdiri atas konseveratif dan modalitas. Perbedaan tersebut
tergantung dari derajat keparahannya. Berdasarkan pemeriksaan elektrofisiologis,
derajat CTS dapat ditentukan ringan, sedang dan berat. Derajat ringan bila pada
pemeriksaan elektrodiagnostik ditemukan abnormalitas sensorik saraf
medianus; sedang ditemukan pemanjangan LDM terhadap abductor pollicis
brevis dengan CMAP normal, sedangkan berat bila ditemukan menurunnya CMAP
atau EMG abnormal pada otot thenar(Subadi et al., 2021)
Terapi modalitas dilakukan apabila kerusakan saraf sudah ditahap berat.
Salah satu terapi modalitas adalah Ultrasound diathermal therapy. Cara kerja USD
yaitu merubah gelombang suara frekuensi tinggi menjadi thermal(panas) di daerah
inflamasi. USD merupakan terapi yang bertujuan mengurangi nyeri dengan cara
menstimulasi perbaikan saraf, melebarkan pembuluh darah, sehingga oksigen bisa
masuk ke jaringan yang cedera. Kemudian USD juga menimbulkan efek anti-
inflamasi(Mufidati, 2014)
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Carpal Tunnel Syndrome


Carpal tunnel syndrome adalah suatu keadaan dimana dalam perjalanannya
nervus medianus, ketika melalui terowongan di pergelangan tangan mengalami
penekanan. Penekanan pada nervus medianus tersebut mengakibatkan gangguan
motorik dan sensorik pada daerah tangan dan jari. Gangguan motorik yang terjadi
berupa berkurang sampai hilangnya kekuatan genggaman, dan keterampilan tangan
akibat dari kelemahan dan atrofi otot-otot tenar. Gangguan sensorik dapat berupa
kesemutan (paresthesia), kurang sensitif terhadap sentuhan (hypoaesthesia) pada jari
I,II,III dan sisi lateral dari jari IV(Salim, 2017)
Berdasarkan jurnal dari FK Universitas Padjajaran, prevalensi yang
terkena CTS pada 90 sampel, didapatkan 22 orang(24.4%) terkena CTS. Pada
penelitian tersebut, insidensi laki-laki lebih tinggi dari perempuan, dan usia <40 tahun
insidensinya lebih tinggi disbanding yang tidak(Andrian et al., 2017)

2.2 Anatomi
Terowongan karpal terdapat di bagian sentral dari pergelangan tangan
di mana tulang dan ligamentum membentuk suatu terowongan sempit yang
dilalui oleh beberapa tendon dan nervus medianus. Tulang-tulang karpalia
membentuk dasar dan sisi-sisi terowongan yang keras dan kaku sedangkan atapnya
dibentuk oleh fleksor retinakulum (transverse carpal ligament an palmar carpal
ligament) dan melengkung di atas tulang-tulang karpalia tersebut.
Di dalam terowongan tersebut terdapat saraf medianus yang berfungsi
menyalurkan sensori ke ibu jari, telunjuk dan jari manis serta mempersarafi fungsi
otot-otot dasar sisidari ibu jari/otottenar. Selain saraf medianus, di dalam terowongan
tersebut terdapat pula tendon-tendon yang berfungsi untuk menggerakkan jari-jari.
Proses inflamasi yang disebabkan stres berulang, cedera fisik atau
keadaan lain pada pergelangan tangan, dapat menyebabkan jaringan di sekeliling
saraf medianus membengkak. Lapisan pelindung tendon di dalam terowongan karpal
dapat meradang dan membengkak. Bentuk ligamen pada bagian atas terowongan
karpal menebal dan membesar. Keadaan tersebut menimbulkan tekanan pada serat-
serat saraf medianus sehingga memperlambat penyaluran rangsang saraf yang
melalui terowongan karpal. Akibatnya timbul rasa sakit, tidak terasa/kebas, rasa
geli di pergelangan tangan, tangan dan jari-jari selain kelingking.(Salawati & Syahrul,
2014)

2.3 Epidemiologi
Secara epidemiologi yang di teliti oleh The National Health Interview
Study (NHIS) CTS di US sebanyak 1.66%(2.6 juta orang) dari total populasi. Angka
tersebut diprediksi akan bertambah mengingat gaya hidup cosmopolitan yang tidak
diimbangi oleh hidup sehat.
Kemudian prevalensi CTS di Indonesia berdasarkan data dari Bureau of Labor
Statistics (BLS) dari total keseluruhan pekerja di Indonesia, sangat sedikit yang terlapor
ataupun yang terdiagnosa. Di karenakan masyarakat Indonesia masih minim edukasi
terkait CTS. BLS melaporkan di Purbalingga, Jawa Tengah sebanyak 49 dari 72 pekerja
pemetik bunga Melati terkena CTS. Kemudian pada karyawan perkebunan teh
insidensinya naik menjadi 93%, akibat gerakan memetik daun teh yang berulang.
Kemudian prevalensi CTS pada karyawan BNI cabang kota Palu, dari 106 sampel
didapat 96 orang(73.3%) terkena CTS(Hamid et al., 2020).

2.4 Etiologi dan Faktor Risiko


2.4.1 Etiologi
Penyebab pasti terjadinya CTS tidak diketahui, CTS berhubungan dengan
keadaan terkompresinya Nervus medianus sewaktu melalui kanal di bawah
ligamentum fleksorum transversum di daerah artikulasio radiokarpalis. Sedangkan
faktor risiko intrinsik yang menyebabkan nervus medianus terkompresi antara lain
keturunan, obesitas, kehamilan, penyakit seperti diabetes melitus, hipotiroid, dan
rematoid artritis, sedangkan faktor ekstrinsik antara lain tumor jinak (seperti
ganglion, lipoma), kelainan vaskuler, dan pekerjaan dengan alat getar(Salim, 2017)
2.4.2 Faktor risiko
a. Gerakan berulang
Seseorang yang bekerja dengan melakukan aktivitas kerja berulang yang
melibatkan gerakan tangan atau pergelangan tangan atau jari-jari adalah suatu faktor
risiko CTS yang memiliki pengaruh pada faktor beban fisik. Semakin tinggi frekuensi
gerakan berulang semakin tinggi. Pada penelitian Bina di Purbalingga, salah satu
penyebab CTS adalah gerakan berulang, indsidensi faktor risiko ini sebesar 87.5%,
dimana frekuensi gerakan berulang >30x kurang dari semenit(Kurniawan et al., 2008)
b. Lama kerja
Pada penelitian Bina di Purbalingga, karyawan pemetik melati lama
kerja >6 jam(66.6%) dalam sehari, sehingga menaikkan insidensi CTS akibat lama
kerja tanpa istirahat(Kurniawan et al., 2008)
c. Obesitas
CTS terjadi karena kompresi saraf di bawah ligamentum karpal transversal
berhubungan dengan naiknya berat badan dan IMT. American Obesity Association
menemukan bahwa 70% dari penderita CTS memiliki kelebihan berat badan. Setiap
peningkatan nilai IMT 8% risiko CTS meningkat(Andrian et al., 2017)
d. Jenis kelamin perempuan
Perempuan mempuyai risiko tiga kali lebih besar untuk terjadinya, sindrom
terowongan karpal dibandingkan pria. Hal ini disebabkan oleh ukuran terowongan
karpal pada wanita lebih sempit dan pengaruh estrogen yang dimiliki oleh
wanita(Kurniawan et al., 2008)

2.5 Patofisiologis
Patofisiologi CTS melibatkan kombinasi trauma mekanik, peningkatan tekanan,
dan cedera iskemik pada saraf medianus dalam terowongan karpal, kompresi pada CTS
biasanya merupakan tekanan biomekanis yang dikarenakan gerakan berulang, gerakang
menggegam atau menjepit, posisi ekstrim pada pergelangan tangan, tekanan langsung
pada terowongan karpal, dan penggunaan alat-alat yang bergetar(Salsabila et al., 2019)
Carpal tunnel syndrome mengompresi serabut saraf sensorik dan motorik
dari saraf medianus yang terdistribusi pada tangan. Kompresi serabut saraf
menyebabkan selubung mielin rusak sehingga terjadi penundaan konduksi sinya saraf
yang seharusnya bisa terkonduksi dengan kecepatan yang normal. Secara anatomis,
terdapat dua tempat kompresi sarafmedian, yaitu satu pada tingkat batas
proksimal terowongan karpal, disebabkan oleh fleksi pergelangan tangan karena
perubahan ketebalan dan kekakuan fasia lengan bawah dan pada bagian proksimal
retinakulum fleksor, sedangkan yang kedua pada tingkat bagian tersempit, dekat
dengan hamulus (Rizqi Amalia et al., 2019).
Peningkatan isi terowongan karpal menyebabkan peningkatan tekanan di dalam
dan akibatnya meningkatkan tekanan pada saraf. Penyebab utamanya adalah edema dan
jaringan inflamasi pada tenosinovitis sederhana, diperantarai imun atau septik,
perdarahan, seperti pada fraktur, keseleo karpal, dislokasi, atau pengobatan dengan
antikoagulan; endapan material kristal, seperti kristal asam urat pada gout dan kristal
kalsium pirofosfat pada pseudogout, atau deposit material amorf(amiloid); dan lesi
yang menempati ruang, seperti kista ganglion, tumor sel raksasa pada selubung tendon,
lipoma, dan malformasi vaskular(Gervasio et al., 2020)
2.6 Manifestasi klinis
Manifestasi klinis CTS berupa gangguan motoric dan sensorik. Gangguan
sensorik berupa hipostesia sampai anestesia pada bagian telapak (volar) tangan pada
setengah jari I dan jari IV serta seluruh jari II dan jari III yang di innervasi
nervus medianus. Kemudian berkurangnya rasa dan atau hilang rasa di bagian
punggung tangan (dorsal) pada bagian medial jari I, ujung jari II, III, dan
bagian lateral ujung jari IV. Gangguan motoric pada CTS berupa hambatan gerak
oposisi, fleksi, ekstensi, adduksi, abduksi jari I akibat atrofi otot-otot tenar(Salim,
2017)
2.7 Diagnosis klinis
2.7.1 Anamensis
Diagnosis klinis CTS dapat ditegakkan dengan pemeriksaan anamnesis,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Pada anamnesis, biasanya pasien
mengeluhkan nyeri pada jari jempol, telunjuk, jari tengah dan setengah sisi jari
kelingking. Nyeri tersebut juga akan semakin berat jika di malam hari. Rasa nyeri
tersebut juga, disertai kesemutan dan mati rasa. Rasa terbakar dan jari bengkak
juga dirasakan oleh penderita. Beberapa tanda-tanda tersebut merupakan gejala
klinis khas dari CTS.
2.7.2 Pemeriksaan fisik
1. Pemeriksaan Umum :
a. Identifikasi BB, TB, dan IMT Pasien
b. Identifikasi tanda-tanda vital (TTV)
2. Pemeriksaan fisik yang mengarah ke CTS
a. Phalen's test : Penderita diminta melakukan fleksi tangan secara
maksimal. Bila dalam waktu 60 detik timbul gejala seperti CTS, tes ini
menyokong diagnosis. Beberapa penulis berpendapat bahwa tes ini
sangat sensitif untuk menegakkan diagnosis CTS.
b. Torniquet test : Pada pemeriksaan ini dilakukan pemasangan tomiquet
dengan menggunakan tensimeter di atas siku dengan tekanan sedikit di
atas tekanan sistolik. Bila dalam 1 menit timbul gejala seperti CTS, tes
ini menyokong diagnosis.
c. Tinel's sign : Tes ini mendukung diagnosis bila timbul parestesia atau
nyeri pada daerah distribusi nervus medianus jika dilakukan perkusi
pada terowongan karpal dengan posisi tangan sedikit dorsofleksi.
d. Flick's sign : Penderita diminta mengibas-ibaskan tangan atau
menggerakgerakkan jari-jarinya. Bila keluhan berkurang atau
menghilang akan menyokong diagnosis CTS. Harus diingat bahwa
tanda ini juga dapat dijumpai pada penyakit Raynaud.
e. Thenar wasting : Pada inspeksi dan palpasi dapat ditemukan adanya
atrofi otototot thenar.
f. Menilai kekuatan dan ketrampilan serta kekuatan otot secara manual
maupun dengan alat dinamometer
g. Wrist extension test : Penderita diminta melakukan ekstensi tangan
secara maksimal, sebaiknya dilakukan serentak pada kedua tangan
sehingga dapat dibandingkan. Bila dalam 60 detik timbul gejala-gejala
seperti CTS, maka tes ini menyokong diagnosis CTS.
h. Pressure test : Nervus medianus ditekan di terowongan karpal dengan
menggunakan ibu jari. Bila dalam waktu kurang dari 120 detik timbul
gejala seperti CTS, tes ini menyokong diagnosis.
i. Luthy's sign (bottle's sign) : Penderita diminta melingkarkan ibu jari
dan jari telunjuknya pada botol atau gelas. Bila kulit tangan penderita
tidak dapat menyentuh dindingnya dengan rapat, tes dinyatakan positif
dan mendukung diagnosis
j. Pemeriksaan sensibilitas: Bila penderita tidak dapat membedakan dua
titik (two-point discrimination) pada jarak lebih dari 6 mm di daerah
nervus medianus, tes dianggap positif dan menyokong diagnosis
k. Pemeriksaan fungsi otonom: Pada penderita diperhatikan apakah ada
perbedaan keringat, kulit yang kering atau licin yang terbatas pada
daerah inervasi nervus medianus. Bila ada akan mendukung diagnosis
CTS.
l. Dari pemeriksaan provokasi diatas Phalen test dan Tinel test adalah tes
yang patognomonis untuk CTS(Sutarman, 2019)

2.7.3 Pemeriksaan penunjang CTS

1. Pemeriksaan Elektromiografi (EMG)

Pemeriksaan EMG adalah pemeriksaan yang berguna untuk menegakkan diagnosis


penyakit susunan saraf tepi dengan cara merekam gelombang potensial melalui
rangsang elektrik voltase sangat rendah. Pemeriksaan ini merupakan kombinasi
antara pemeriksaan elektroneurografi (ENG) dan elektromiografi (EMG). Pada
CTS, pemeriksaan Elektromiografi (EMG) dapat menunjukkan adanya fibrilasi,
polifasik, gelombang positif dan berkurangnya jumlah motor unit pada otot-otot
thenar.(Wipperman & Goerl, 2016)

2. Pemeriksaan Radiologi
a.Pemeriksaan sinar-X bila kecurigaan fraktur
b.Ultrasonografi USG wrist dapat melihat etiologi CTS seperti soft tissue tumor
oleh karena kista ganglion, bifid median nerve dan rheumatoid artitis. JIka
mengukur diameter sirkuler N.medianus lebih sama dengan 10 mm adalah
CTS(Wipperman & Goerl, 2016)
3. Pemeriksaan Laboratorium
Bila etiologi CTS belum jelas, misalnya pada penderita usia muda tanpa adanya
gerakan tangan yang repetitif, dapat dilakukan beberapa pemeriksaan seperti
kadar gula darah , kadar hormon tiroid ataupun darah lengkap(Wipperman &
Goerl, 2016)

2.8 Tatalaksana
2.8.1 Konseveratif

Tatalaksana konsevetatif diberikan untuk CTS ringan-sedang. Dimana terapi


konservatif ini berupa:

1. Istirahatkan tangan
2. Obat anti inflamasi nonsteroid
3. Pemasangan bidai pada posisi netral pergelangan tangan. Bidai dapat dipasang
terus menerus atau hanya pada malam hari selama 23 minggu
4. Injeksi steroid. Deksametason 14 mg atau hidrokortison 1025 mg atau
metilprednisolon 20 mg atau 40 mg diinjeksikan ke dalam terowongan karpal
5. Kontrol cairan, misalnya dengan pemberian diuretik
6. Fisioterapi. Dianjurkan untuk perbaikan vaskularisasi tangan(Sitompul, 2019)

2.8.2 Operatif

Operasi hanya dilakukan pada kasus yang tidak mengalami perbaikan dengan terapi
konservatif atau bila terjadi gangguan sensorik yang berat atau adanya atrofi
otot-otot thenar(Sitompul, 2019)

2.8.3 Rehabilitasi

1. Terapi Latihan

Latihan median nerve glide mobilization dan tendon glide. Latihan ini
bertujuan untuk memperbaiki mobilisasi saraf, mengurangi edema. Edema
bisa berkurang, karena latihan ini memperbaiki vaskularisasi pada carpal
tunnel yang terkena jeratan, sehingga adhesi dan menimbulkan vaskularisasi
yang tidak lancar. Latihan yang dianjurkan satu sampai lima kali per hari
dengan 5 –10 secara berulang.

2. Low level laser therapy(LLLT)

LLLT merupakan terapi alternatif non pembedahan. Secara umum, LLLT


mempunyai efek meningkatkan produksi endorphin, serotonindan
beberapa mediator yang menurunkan inflamasi
3. Shockwave therapy(SWT)

SWT merupakan tindakan non-invasif dan digunakan untuk terapi CTS.


SWT merupakan gelombang kejut dan mempunyai frekwensi rendah (2
–20 Hz) dengan tekanan 1 –5 bar. Gelombang kejut tersebut diarahkan
ke ligamen carpi transversalis(11). SWT memicu ekspresi adenosine
triphosphate(ATP) untuk aktifasi jalur signal sel, meningkatkan
permeabilitas membran sel, mobilisasi kalsium, angiogenesis dan
menimbulkan efek anti-inflamasi(Subadi et al., 2021)
BAB III

TATALAKSANA CTS DENGAN ULTRASOUND DIATHERMY THERAPY

3.1 Definisi

Ultrasound diathermy terapi adalah modalitas terapi rehabilitasi dengan


menggunakan gelombang suara untuk menghasilkan energi mekanik
frekuensi 1MHz dan 5MHz(Mufidati, 2014)

3.2 Fungsi

Fungsi dari terapi USD adalah untuk mengurangi nyeri, melancarkan


peredaran darah, menimbulkan efek anti-inflamasi dan meningkatkan elastisitas
jaringan(Mufidati, 2014)

3.3 Mekanisme cara kerja USD

Secara prinsip mekanisme mesin dari USD, terapi ini menggunakan arus
gelombang suara 0.8-1MHz yang di transduksikan, lewat transduser yang
mengandung kristal kuarsa. Kristal kuarsa terbuat dari plumbium zirconium
titanat(PZT). Kristal ini dapat mengembang dan berkontraksi. Selain
mengembang dan kontraksi, kristal kuarsa ini dapat memproduksi gelombang
suara yang ditransmisikan ke kulit manusia. Kemudian, gelombang suara
penetrasi ke jaringan dan menyebabkan vibrasi molekul dan menghasilkan
panas. Masuknya thermal ke jaringan menyebabkan vibrasi molekul dan
menghasilkan panas. Karena terjadi reaksi panas, maka menimbulkan
peningkatan suhu dalam terowongan carpal . Sehingga terjadi pelebaran
pembuluh darah. Pelebaran pembuluh darah ini menyebabkan vaskularisasi
menjadi lancar dan oksigenasi menjadi bagus. Kemudian efek dari oksigenasi
tercukupi, menyebabkan pengurangan cidera pada terowongan carpal. Sehingga
dapat memfasilitasi pemulihan dari kompresi nervus medianus.

Secara optimal, lamanya terapi USD adalah sekitar 5-10 menit dengan
dosis terapi 0.1-3.0 watts/cm2. Untuk menghindari efek samping dari USD yang
bisa membahayakan pasien, USD digunakan sesuai dengan durasi yang optima
dan dengan dosis batas rendah.(Mufidati, 2014; Subadi et al., 2021; Tsauri,
2021)

3.4 Terminologi USD


1. Power : Energi per satuan waktu, dinyatakan dalam watts(W)
2. Continous ultrasound: keadaan dimana hantaran yang di berikan akan bernilai
konstan frekuensinya, meskipun durasi waktunya bertambah. Biasanya 100
siklus
3. Pulse ultrasound: keadaan dimana hantaran yang diberikan akan berubah
frekuensinya, dan kedalaman area akan bertambah, hal tersebut sejalan dengan
durasinya yang ikut bertambah. Biasanya 20 siklus.
4. Effective Radiating Area (ERA): adalah tempat dimana hantaran dari
ultrasound yang akan di radiasikan ke dalam jaringan. Biasanya ERA akan
lebih kecil dari transducer(Baker, 2023)

Gambar 3. 1 Transducer and ERA location (Baker, 2023)

5. Attenuation : Jumlah hantaran USD yang hilang setelah dihantarkan. Biasanya


semakin tinggi densitasnya, semakin besar attenuation.

Gambar 3. 2 Attenuation with tissues(Baker, 2023)


3.5 Tipe USD berdasarkan pengaruhnya
Persamaan dari thermal dan non thermal adalah dimana keduanya sama-sama
bertujuan sebagai healing tissues, mengilangkan nyeri, dan memperbaiki fungsi.
Perbedaannya adalah kalau thermal effect lebih kearah system pemanasannya
yang mempengaruhi fungsi utama, sedangkan non thermal kearah mekanikal
yang bisa mempengaruhi sel mencapai fungsi utama dari terapi USD tersebut
1. Thermal effect
Efek thermal pada USD lebih menekan pada system pemanasannya. Di
mana pemanasan ini dipengaruhi oleh absropsi, frekuensi dan intentitas.
• Absropsi adalah konversi dari gelombang ultrasound menjadi panas
ketika ditransmisikan pada jaringan. Sebagai contoh apabila
kepadatan jaringannya tinggi seperti kolagen dengan tingginya nilai
frekeunsi, berarti membutuhkan absropsi yang tinggi juga.
• Frekuensi adalah jumlah kompresi yang dilakukan per detiknya,
dinyatakan dalam satuan Hz(hertz)
• Intensitas adalah kecepatan energi yang dihantarkan per unit area
ultrasound diathermy. Satuan untuk intensitas menggunakan satuan
daya. Yaitu (w/cm2)
Pada thermal effect mempengaruhi peningkatan laju metabolisme,
pengurangan nyeri dan spasme otot, perubahan kecepatan konduksi saraf,
peningkatan sirkulasi dan peningkatan ekstensibilitas jaringan lunak
2. Non thermal effect
Pada efek ini dipengaruhi oleh kavitasi, dan microstreaming, standing
wave, acoustic streaming. Pada efek ini bertujuan untuk penyembuhan
jaringan dan teraktivasinya fungsi sel makrofag akibat dari meningkatanya
intraselular kalsium.
• Kavitas dan microstreaming adalah gelembung kecil yang terbentuk
dari hantaran panas ultrasound dengan gas. Gelembung ini akan
menghasilkan 2 tipe. Tipe yang stable akan terdorong menjadi
microcurrent. Tipe ini akan meningkatkan permeabilitas membran
sel yang memungkinkan ion dan molekul berdifusi, bertujuan untuk
memperbaiki jaringan yang rusak

Sedangkan tipe yang unstable akan terdorong keluar dan pecah.


Keadaan tersebut dipengaruhi oleh radikal bebas dan tekanan
sekitarnya
• Acoustic streaming adalah gerakan yang searah dari cairan yang ada
didalam ultrasound. Gerakan ini dapat menstimulasi aktivitas sel
tersebut, apabila di tepi antar sel terdapat cairan yang
mengelilinginya
• Standing wave adalah gelombang USD yang terjadi akibat
bertemunya kedua permukaan jaringan yang berbeda. Contohnya
antar tulang dan otot(Castel, 1995; Karim et al., 2018)

3.6 Dosis USD berdasarkan lokasi pengobatannya


1. Superfisial
Pada lapisan kulit yang superfisial, contoh pada pergelangan tangan dan
jari. Biasanya menggunakan USD dengan frekuensi tinggi, sekitar 3MHz
2. Profunda
Pada lapisan kulit yang profunda(dalam), seperti pada terapi di m.
quadriceps, m. hamstring. Biasanya menggunakan USD dengan frekuensi
rendah, sekitar 1MHz.

Gambar 3. 3Perbandingan Frekuensi dan Kedalaman jaringan(Castel,


1995; Johns, 2002)
Alasan mengapa terdapat perbedaan antara keduanya. Secara prinsip,
apabila frekuensi ditambahkan nilainya maka akan menyebabkan
pergesekan antar jaringan. Pergesekan tersebut menyebabkan absropsi
energi makin bertambah besar. Hal tersebut berdampak pada gelombang
USD yang akan menembus jaringan, akan berkurang.

Tissue Type Superficial Tissue Deep Tissue


(<2.5 Cm) (2.5-5 Cm)
Otot 3 MHz 1 MHz
1 W/cm2 1.5 W/cm2
100% duty 100% duty
7 min 14 min
Tendon 3 MHz 1 MHz
0.8-1.0 WI cm2 1.5 W/cm2
100% duty 100% duty
4-5 min 10 min
Tabel 3. 1 Dosis USD berdasarkan lokasi serta durasinya(Castel, 1995)

3.7 Dosis USD berdasarkan jenis lukanya

Temperature Increase Indikasi


Non-thermal Trauma akut/penyembuhan
jaringan
Mild thermal(1oC) Trauma sub-akut/Penyembuhan
jaringan
Moderate thermal(2-3oC) Inflamasi kronik, nyeri
Vigorous heating(³4oC) Stretch collagen
Tabel 3. 2Dosis USD berdasarkan jenis lukanya(Castel, 1995)

3.8 Indikasi pemakaian USD


1. Apabila pasien merasakan tidak ada perubahan dengan terapi
konservatif, yaitu: terapi latihan tangan, NSAID, terapi dingin
2. Apabila terapi Shortwave diathermy dan Microwave diathermy tidak
memberikan hasil yang optimal
3. Apabila target pengobatan terletak pada lapisan yang tebal,
mempunyai ukuran otot yang besar dan joint dengan cakupan luas
4. Apabila pasien menolak melakukan operasi(Aziz Yildirim et al.;
Francisco Talavera, 2022)

3.9 Kontraindikasi pemakaian USD


1. Apabila sedang hamil
2. Terdapat tumor di tempat yang akan dilakukan terapi USD
3. Terdapat fraktur di tempat yang akan dilakukan terapi USD
4. Penderita memakai pacemaker(Michael T Andary, 2022)

3. 10 Efek samping pemakaian USD


USD merupakan terapi yang melakukan “deep heating” pada target lokasi
pengobatan. Dimana prinsip pada deep heating ini melakukan terapi panas
dibawah kulit untuk mencapai tujuan dilakukannya terapi ini. Apabila alat dari
USD ini terlalu lama menempel di kulit di lokasi yang sama, akan menyebabkan
kulit terbakar(Milton J Klein, 2022)
BAB IV

KESIMPULAN

Carpal Tunnel Syndrome adalah penyakit yang menyebabkan nervus medianus


terjepit pada terowongan carpal. Karena kondisi ini, menyebabkan rasa nyeri
pada jari jempol, telunjuk, tengah dan sebagian jari kelingking. Sensasi terbakar
dan kebas juga dirasakan, dan biasanya memberat pada malam hari.

CTS dapat terjadi karena aktivitas yang berulang dan gerakan yang berlakukan
dalam rentang waktu yang lama. Seperti contohnya di area perkantoran,
kebiasaan mengetik, tanpa istirahatkan tangan yang cukup dan postur tubuh
yang tidak sesuai menyebabkan CTS. Pada area perkebunan, gerakan memetic
bunga, buah dan daun the, menyebabkan CTS.

Terapi pada CTS tergantung derajat keparahannya. Apabila ringan-sedang bisa


menggunakan terapi konservatif, tetapi jika derajat keparahannya berat
mengggunakan terapi operasi.

Beberapa orang memilih terapi rehab, dikarenakan ketidakinginan dilakukan


operasi, atau memang sudah tidak efektif menggunakan konservatif. Salah
satunya menggunakan terapi Ultrasound Diathermy

Ultrasound Diathermy(USD) dapat merubah hantaran suara menjadi panas,


sehingga menimbulkan rasa anti-inflamasi dan mengurangi nyeri.
DAFTAR PUSTAKA

Andrian, Lailiyya, N., & Novitri. (2017). Carpal Tunnel Syndrome Prevalence and
Characteristics among Administrative Staff at Dr.Hasan Sadikin General Hospital
Bandung. Althea Medical Journal, 4(2), 192–196.
https://doi.org/10.15850/amj.v4n2.1077
Aziz Yildirim, M., Ones, K., & Celik, C. (n.d.). Comparision of Ultrasound Therapy of
Various Durations in the Treatment of Subacromial Impingement Syndrome.
Baker, K. G. (2023). A Review of Therapeutic Ultrasound: Biophysical Effects.
https://academic.oup.com/ptj/article/81/7/1351/2857699
Castel, C. (1995). Rate of Temperature Increase in Human Muscle During 1 MHz and 3 MHz
Continuous Ultrasound. www.jospt.org
Defi, I. R., Moeliono, M. A., & Kusumaningsih, W. L. (2013). Functional Outcome of
Carpal Tunnel Syndrome After Exercise versus Ultrasound Diathermy (Vol. 2).
Francisco Talavera, P. P. (2022). Deep Heat Technique Ultrasound Diathermy.
https://emedicine.medscape.com/article/1829233-technique#c4
Gervasio, A., Stelitano, C., Bollani, P., Giardini, A., Vanzetti, E., & Ferrari, M. (2020).
Carpal tunnel sonography. Journal of Ultrasound, 23(3), 337–347.
https://doi.org/10.1007/s40477-020-00460-z
Hamid, A., Fathur Rahman, Z., Suherdin, S., Widati, S., & Ardyanto Wahyudiono, Y. D.
(2020). Factors Related to Carpal Tunnel Syndrome (CTS) Complaints on Employees in
the Bank BNI Branch of Palu. Jurnal Ilmu Kesehatan Masyarakat, 11(01), 63–74.
https://doi.org/10.26553/jikm.2020.11.1.63-74
Johns, L. D. (2002). by the National Athletic Trainers. In Journal of Athletic Training 293
Journal of Athletic Training (Vol. 37, Issue 3). Association, Inc.
www.journalofathletictraining.org
Karim, L. M., Al-Ani, N. A., & Abbas, M. H. (2018). Comparative Study of Thermal and
Non-Thermal Ultrasound Waves Effects on the Upper Shoulder Joint Therapeutic
Response in the Range of 1-3 MHz ‫ﺳﺢ اﻧﻈﯨٍﺬح ﻓﯨﻖ‬
ٌ ‫ﺸﺎ‬€‫ﺳﺢ وٍﻏﺶ اﻧ‬
ٌ ‫ﺸﺎ‬€‫دﺳﺎﻋﺢ اﻧﻜﺮف ﯾﻔﻈﻢ ﯾ}ﺎﻧﻌﺢ ًف اﻧ‬
‫ ™ﺜﺎط ¡ﺎﻓﻊ ﯾﺸﻮج‬2 ، ‫‫اﻓﻎ‬ ٌ ‫ٍﯾﻜﺎٍھﺸﺬض ﻛ‬. 1-3 ‫ﺳﺢ اﻧ}ﮭﯨﻲ اﻧًﺬٌاخ ًٍػ‬
ٌ ™ ‫ ًَاﻧ}ﺎ‬1 ‫ًﯨﺪ ٍﻧﺲ‬€‫ﺸﻰ ﯾ‬
َ ‫ﻀﺾ‬ َ ‫اﻧًﯨﻈﺎخ ﻧﺮاٍﺷﺶ ﯾﻤﺎ‬
.In University College Journal (Vol. 1, Issue 1) .،
Kurniawan, B., Jayanti, S., Setyaningsih, Y., Kesehatan, B., & Kerja, K. (2008). Faktor
Risiko Kejadian Carpal Tunnel Syndrome (CTS) pada Wanita Pemetik Melati di Desa
Karangcengis, Purbalingga. In Jurnal Promosi Kesehatan Indonesia (Vol. 3, Issue 1).
Michael T Andary, M. M. (2022). Deep Heat Periprocedural Care Preprocedural Planning.
https://emedicine.medscape.com/article/1829233-periprocedure
Milton J Klein, D. M. (2022). Deep Heat Background.
https://emedicine.medscape.com/article/1829233-overview#showall
Mufidati, H. (2014). EFEKTIFITAS PEMBERIAN TERAPI ULTRASOUNDDAN
TRANSCUTANEUS ELECTRICAL NERVE STIMULATIONDENGAN
ULTRASOUNDDAN MOBILISASI SARAF TERHADAP PENGURANGAN NYERI
PADA PASIEN CARPAL TUNNEL SYNDROME.
Rizqi Amalia, D., Srisurani Wiji Astuti, I., & Nurdian, Y. (2019). Faktor Risiko yang
Mempengaruhi Carpal Tunnel Syndrome pada Buruh Perempuan Gudang Tembakau
Kecamatan Ajung Kabupaten Jember Risk Factors Affecting Carpal Tunnel Syndrome
in Women Laborer of Tobacco Warehouse in Ajung, Jember. In Journal of
Agromedicine and Medical Sciences (Vol. 5, Issue 2).
Salawati, L., & Syahrul, D. (2014). CARPAL TUNEL SYNDROME.
Salim. (2017). Penegakan Diagnosis dan Penatalaksanaan Carpal Tunnel Syndrome. In J.
Kedokt Meditek (Vol. 23, Issue 63).
Salsabila, D., Kedokteran, S. P., & Kedokteram, F. (2019). ANALISIS FAKTOR PENYEBAB
CARPAL TUNNEL SYNDROME PADA IBU RUMAH TANGGA DI POLI SARAF RSUD
SOEDONO MADIUN.
Sitompul, Y. Rmb. (2019). RESIKOJENIS PEKERJAAN DENGAN
KEJADIANCARPALTUNNEL SYNDROME(CTS). Fakultas Kedokteran Universitas
Kristen Indonesia, Jakarta.
Subadi, I., Hidayati, H., Fidiana, F., & Sulastri, N. (2021). MEDICAL REHABILITATION
MANAGEMENT OF CARPAL TUNNEL SYNDROME. JPHV (Journal of Pain,
Vertigo and Headache), 2(2). https://doi.org/10.21776/ub.jphv.2021.002.02.3
Sutarman. (2019). PANDUAN PRAKTEK KLINIK CARPAL TUNEL SINDROME.
Tsauri, A. S. (2021). LITERATURE REVIEW: PERBANDINGAN EFEKTIVITAS
TERAPI ULTRASOUND DIATHERMY DAN MICROWAVE DIATHERMY
TERHADAP MOBILITAS PASIEN OSTEOARTRITIS LUTUT. FAKULTAS
KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT, 1–36.
Wipperman, J., & Goerl, K. (2016). Carpal tunnel syndrome: Diagnosis and management.
American Family Physician, 94(12), 993–999.
https://doi.org/10.21776/ub.jphv.2021.002.01.2

Anda mungkin juga menyukai