Revisi 1 - Referat Perawatan Luka
Revisi 1 - Referat Perawatan Luka
PERAWATAN LUKA
DISUSUN OLEH:
Pembimbing Klinik:
AKBP. dr.Benyamin F.L. Sitio, M.Sc., Sp.THT-KL
i
DAFTAR ISI
HALAMAN PENGESAHAN.......................................................................................i
DAFTAR ISI................................................................................................................ii
DAFTAR GAMBAR...................................................................................................iii
DAFTAR TABEL........................................................................................................iv
BAB I PENDAHULUAN.............................................................................................1
1.1. Latar Belakang..............................................................................................1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA..................................................................................2
2.1. Sistem Integumen..........................................................................................2
2.1.1. Anatomi dan Histologi Sistem Integumen...........................................2
2.1.2. Fisiologi Sistem Integumen...............................................................10
2.1.3. Pigmentasi Sistem Integumen............................................................12
2.2. Luka............................................................................................................13
2.2.1. Definisi...............................................................................................13
2.2.2. Klasifikasi Luka.................................................................................14
2.2.3. Penyembuhan Luka............................................................................22
2.3. Penanganan dan Perawatan Luka................................................................27
2.3.1. Tahap Awal Penanganan Luka.........................................................27
2.3.2. Dasar Perawatan Luka.......................................................................29
2.3.3. Pembersihan Luka..............................................................................30
2.3.4. Penjahitan Luka3,26..............................................................................32
2.3.5. Debridement.......................................................................................38
2.3.6. Negative Pressue Wound Therapy.....................................................40
2.3.7. Dressing.............................................................................................42
BAB III PENUTUP....................................................................................................45
3.1. Kesimpulan.................................................................................................45
3.2. Saran...........................................................................................................45
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................46
ii
DAFTAR GAMBAR
iii
DAFTAR TABEL
2.1.1.1. Epidermis
Epidermis sering kita sebut sebagai kuit luar. Epidermis merupakan lapisan
teratas pada kulit manusia dan memiliki tebal yang berbeda-beda : 400-600 μm untuk
kulit tebal (kulit pada telapak tangan dan kaki) dan 75-150 μm untuk kulit tipis (kulit
selain telapak tangan dan kaki, memiliki rambut). Selain sel-sel epitel, epidermis juga
tersusun atas lapisan5,6,7:
a. Melanosit
Sel yang menghasilkan melanin melalui proses melanogenesis. Melanosit
(sel pigmen) terdapat di bagian dasar epidermis. Melanosit menyintesis dan
mengeluarkan melanin sebagai respons terhadap rangsangan hormon hipofisis
anterior, hormon perangsang melanosit (melanocyte stimulating hormone, MSH).
Melanosit merupakan sel-sel khusus epidermis yang terutama terlibat dalam
produksi pigmen melanin yang mewarnai kulit dan rambut. Semakin banyak
melanin, semakin gelap warnanya.. Melanin diyakini dapat menyerap cahaya
ultraviolet dengan demikian akan melindungi seseorang terhadap efek pancaran
cahaya ultraviolet dalam sinar matahari yang berbahaya5,6,7.
b. Sel Langerhans
Sel yang merupakan makrofag turunan sumsum tulang, yang merangsang
sel Limfosit T, mengikat, mengolah, dan merepresentasikan antigen kepada sel
Limfosit T. Dengan demikian, sel Langerhans berperan penting dalam imunologi
kulit.Sel-sel imun yang disebut sel Langerhans terdapat di seluruh epidermis. Sel
Langerhans mengenali partikel asing atau mikroorganisme yang masuk ke kulit
dan membangkitkan suatu serangan imun. Sel Langerhans mungkin
bertanggungjawab mengenal dan menyingkirkan sel-sel kulit displastik dan
neoplastik.
Sel Langerhans secara fisik berhubungan dengan saraf-sarah simpatis ,
yang mengisyaratkan adanya hubungan antara sistem saraf dan kemampuan kulit
melawan infeksi atau mencegah kanker kulit. Stres dapat memengaruhi fungsi sel
Langerhans dengan meningkatkan rangsang simpatis. Radiasi ultraviolet dapat
merusak sel Langerhans, mengurangi kemampuannya mencegah kanker5,6,7.
c. Sel Merkel
Sel yang berfungsi sebagai mekanoreseptor sensoris dan berhubungan
fungsi dengan sistem neuroendokrin difus5,6,7.
d. Keratinosit
Komponen yang secara bersusun dari lapisan paling luar hingga paling
dalam sebagai berikut: 5,6,7
1. Stratum Korneum /lapisan tanduk, terdiri atas 15-20 lapis sel gepeng, tanpa inti
dengan sitoplasma yang dipenuhi keratin. Lapisan ini merupakan lapisan terluar
dimana eleidin berubah menjadi keratin yang tersusun tidak teratur sedangkan
serabut elastis dan retikulernya lebih sedikit sel-sel saling melekat erat.
2. Stratum Lucidum tidak jelas terlihat dan bila terlihat berupa lapisan tipis yang
homogen, terang jernih, inti dan batas sel tak terlihat. Stratum lucidum terdiri
dari protein eleidin. Selnya pipih, bedanya dengan stratum granulosum adalah
sel-sel sudah banyak yang kehilangan inti dan butir-butir sel telah menjadi
jernih sekali dan tembus sinar. Lapisan ini hanya terdapat pada telapak tangan
dan telapak kaki
3. Stratum Granulosum/ lapisan keratohialin, terdiri atas 2-4 lapis sel poligonal
gepeng yang sitoplasmanya berisikan granul keratohialin. Pada membran sel
terdapat granula lamela yang mengeluarkan materi perekat antar sel, yang
bekerja sebagai penyaring selektif terhadap masuknya materi asing, serta
menyediakan efek pelindung pada kulit.
4. Stratum Spinosum/ stratum malphigi / pickle cell layer, tersusun dari beberapa
lapis sel di atas stratum basale. Sel pada lapisan ini berbentuk polihedris dengan
inti bulat/lonjong. Pada sajian mikroskop tampak mempunyai tonjolan sehingga
tampak seperti duri yang disebut spina dan terlihat saling berhubungan dan di
dalamnya terdapat fibril sebagai intercellular bridge.Sel-sel spinosum saling
terikat dengan filamen; filamen ini memiliki fungsi untuk mempertahankan
kohesivitas (kerekatan) antar sel dan melawan efek abrasi. Dengan demikian,
sel-sel spinosum ini banyak terdapat di daerah yang berpotensi mengalami
gesekan seperti telapak kaki.
5. Stratum Basal/Germinativum, merupakan lapisan paling bawah pada epidermis
(berbatasan dengan dermis), tersusun dari selapis sel-sel pigmen basal ,
berbentuk silindris dan dalam sitoplasmanya terdapat melanin. Pada lapisan
basal ini terdapat sel-sel mitosis.
2.1.1.2. Dermis
Lapisan yang mempunyai ketebalan 4kali lipat dari lapisan epidermis (kira-kira
0.25-2.55mm ketebalannya) tersusun dari jaringan penghubung dan penyokong
lapisan epidermis dan mengikatkannya pada lapisan dalam hipodermis. Lapisan ini
terbagi atas : 5,6,7.
a. Lapisan papilari
Merupakan lapisan tipis dan terdiri dari jaringan penghubung yang
longgar menghubungkan lapisan epidermis kelapisan subcutis, banyak terdapat
sel mast dan sel makrofag yang diperlukan untuk menghancurkan
mikroorganisme yang menembus lapisan dermis. Di lapisan ini juga terdapat
sejumlah kecil elastin dan kolagen. Lapisan ini berbentuk gelombang yang
terjulur kelapisan epidermis untuk memudahkan kiriman nutrisi kelapisan
epidermis yang tidak mempunyai pembuluh darah.
b. Lapisan Retikular
Merupakan lapisan tebal dan terdiri dari jaringan penghubung padat
dengan susunan yang tidak merata, disebut lapisan retikular karena banyak
terdapat serat elastin dan kolagen yang sangat tebal dan saling berangkai satu
sama lain menyerupai jaring-jaring. Dengan adanya serat elastin dan kolagen akan
membuat kulit menjadi kuat, utuh kenyal dan meregang dengan baik. Komponen
dari lapisan ini berisi banyak struktur khusus yang melaksanakan fungsi kulit.
Terdiri dari :
1) Kelenjar sebaceous/sebasea (kelenjar lemak)
Menghasilkan sebum, zat semacam lilin, asam lemak atau trigliserida
bertujuan untuk melumasi permukaan kulit dikeluarkan melalui folikel rambut
yang mengandung banyak lipid. pada orang yang jenis kulit berminyak maka
sel kelenjar sebaseanya lebih aktif memproduksi minyak, dan bila lapisan
kulitnya tertutup oleh kotoran,debu atau kosmetik menyebabkan sumbatan
kelenjar sehingga terjadi pembengkakan. pada gambar dibawah terlihat
kelenjar sebasea yang berwarna kuning dan disebelah kanannya terdapat
kelenjar keringat).
3) Pembuluh darah
Dilapisan dermis sangat kaya dengan pembuluh darah yang memberi
nutrisi penting untuk kulit, baik vitamin, oksigen maupun zat-zat penting
lainnya untuk metabolisme sel kulit, selain itu pembuluh darah juga bertugas
mengatur suhu tubuh melalui mekanisme proses pelebaran atau dilatasi
pembuluh darah 5,6,7.
Aliran darah untuk kulit berasal dari subkutan tepat di bawah dermis.
Arteri membentuk anyaman yang disebut retecutaneum yaitu anyaman
pembuluh darah di jaringan subkutan, tepat di bawah dermis. Cabang-cabang
berjalan ke superficial dan ke dalam. Fungsi vaskularisasi yang ke dalam ini
adalah untuk memelihara jaringan lemak dan folikel rambut.Cabang yang
menembus stratum reticulare, memberi cabang ke folikel rambut, kelenjar
keringat dan kelenjar sebasea 5,6,7.
Pada perbatasan Str. Reticullare Str. Papilare membentuk anyaman ke
2 yang disebut Rete Sub Papillare berupa pembuluh darah yang lebih kecil.
Arteriole-arteriole dari rete sub papillare berjalan ke arah epidermis dan
berubah menjadi anyaman kapiler (capilary beds). Pembuluh kapiler ini
terdapat pada tepat di bawah epidermis, sekitar matrik folikel rambut, papila
folikel rambut, sekitar kelenjar keringat dan sebasea. Selain itu di bagian
superfisial di stratum retikulare terdapat anyaman pembuluh darah yang
disebut pleksus papilaris. Pada keadaan temperatur udara lebih rendah dari
tubuh maka kapiler venulae di stratum papilare dan subpapilare menyempit
sehingga temperatur tubuh tidak banyak yang hilang. Bila udara panas
kelenjar keringat aktif memproduksi keringat kapiler dan venulae dilatasi
penguapan keringat 5,6,7.
4) Serat elastin dan kolagen
Semua bagian pada kulit harus diikat menjadi satu, dan pekerjaan ini
dilakukan oleh sejenis protein yang ulet yang dinamakan kolagen. Kolagen
merupakan komponen jaringan ikat yang utama dan dapat ditemukan pada
berbagai jenis jaringan serta bagian tubuh yang harus diikat menjadi satu.
Protein ini dihasilkan oleh sel-sel dalam jaringan ikat yang dinamakan
fibroblast. Kolagen diproduksi dalam bentuk serabut yang menyusun dirinya
dengan berbagai cara untuk memenuhi berbagai fungsi yang spesifik. Pada
kulit serabut kolagen tersusun dengan pola rata yang saling menyilang 5,6,7.
Kolagen bekerja bersama serabut protein lainnya yang dinamakan
elastin yang memberikan elastisitas pada kulit. Kedua tipe serabut ini secara
bersama-sama menentukan derajat kelenturan dan tonus pada kulit. Perbedaan
serat Elastin dan kolagen, adalah serat elastin yang membuat kulit menjadi
elastin dan lentur sementara kolagen yang memperkuat jaring-jaring serat
tersebut. Serat elastin dan kolagen itu sendiri akan berkurang produksinya
karena penuaan sehingga kulit mengalami kehilangan kekencangan dan
elastisitas kulit 5,6,7.
5) Saraf nyeri dan reseptor sentuh
Kulit juga seperti organ lain terdapat cabang-cabang saraf spinal dan
permukaan yang terdiri dari saraf-saraf motorik dan saraf sensorik. Ujung
saraf motorik berguna untuk menggerakkan sel-sel otot yang terdapat pada
kulit, sedangkan saraf sensorik berguna untuk menerima rangsangan yang
terdapat dari luar atau kulit. Pada kulit ujung-ujung, saraf sensorik ini
membentuk bermacam-macam kegiatan untuk menerima rangsangan 5,6,7.
2.1.1.3. Subkutan
Jaringan Subkutan atau hipodermis merupakan lapisan kulit yang paling
dalam. Lapisan ini terutama berupa jaringan adiposa yang memberikan bantalan
antara lapisan kulit dan struktur internal seperti otot dan tulang. Banyak mengandung
pembuluh darah, pembuluh limfe dan syaraf juga terdapat gulungan kelenjar keringat
dan dasar dari folikel rambut. Jaringan ini memungkinkan mobilitas kulit, perubahan
kontur tubuh dan penyekatan panas tubuh. Lemak atau gajih akan bertumpuk dan
tersebar menurut jenis kelamin seseorang, dan secara parsial menyebabkan perbedaan
bentuk tubuh laki-laki dengan perempuan. Makan yang berlebihan akan
meningkatkan penimbunan lemak di bawah kulit. Jaringan subkutan dan jumlah
lemak yang tertimbun merupakan faktor penting dalam pengaturan suhu tubuh. Tidak
seperti epidermis dan dermis, batas dermis dengan lapisan ini tidak jelas 5,6,7.
Pada bagian yang banyak bergerak jaringan hipodermis kurang, pada bagian
yang melapisi otot atau tulang mengandung anyaman serabut yang kuat. Pada area
tertentu yng berfungsi sebagai bantalan (payudara dan tumit) terdapat lapisan sel-sel
lemak yang tipis. Distribusi lemak pada lapisan ini banyak berperan dalam
pembentukan bentuk tubuh terutama pada wanita 5,6,7.
TIPE DESKRIPSI
Proses penyembuhannya terjadi dalam beberapa waktu di mana secara garis besar
tidak memiliki etiologi yang mendasari untuk mengganggu respon peradangan
Akut
normal. Luka akut yang tidak sembuh dalam 4 sampai 6 minggu makan akan
berkembang sebagai luka kronik.
Luka yang masa penyembuhannya lebih dari waktu yang seharusnya. Hal ini
disebabkan oleh terdapatnya penyakit dasar yang menyebabkan luka sulit sembuh
Kronik
seperti tekanan, diabetes, sirkulasi yang rendah, status nutrisi yang buruk, keadaan
immunodefisiensi akibat infeksi.
Tidak Untuk beberapa pasien, penyembuhan luka tidak tercapai, sebagai contoh ulserasi
Sembuh luka keganasan. Oleh karena itu, pencapaian pada keadaan tersebut adalah untuk
memaksimalkan kenyamanan pasien dan mengintrol gejala pasien sepeti eksudat,
bau, dan nyeri.
Complicated Merupakan kasus yang khusus di mana terdapat kombinasi antara infeksi dan
Wounds defek pada jaringan luka.
Rule of 9 kurang tepat untuk menentukan estimasi luas luka bakar pada
anak-anak karena proporsi ukuran kepala dan luas permukaan ekstremitas inferior
pada bayi dan anak tidak sama dengan orang dewasa. Cara menghitung luas luka
bakar berdasar luas permukaan tubuh adalah dengan memperkirakan luas luka
bakar pada tiap regio tubuh kemudian menjumlahkannya3.
Kepala …%
Leher …%
Torso anterior …%
Torso posterior …%
Tangan kanan …%
Tangan kiri …%
Pantat …%
Genitalia …%
Kaki kanan …%
Kaki kiri …%
Luas luka bakar total …%
Luka bakar merupakan luka dinamis yang masih akan berkembang dalam 2-
3 hari pertama, oleh karena itu setelah 2-3 hari perlu dilakukan penilaian luka
kembali. Luka bakar pada satu pasien sering tidak uniform, kedalaman luka di satu
area dapat berbeda dengan area yang lain, sehingga semakin menyulitkan
assessment luka bakar. Penatalaksanaan luka bakar didasarkan pada area dengan
luka paling dalam.Penanganan awal luka bakar menentukan hasil kosmetik dan
fungsional dari penyembuhan luka3.
b. Stadium II
Luka “Partial Thickness” : yaitu hilangnya lapisan kulit pada lapisan
epidermis dan bagian atas dari dermis. Merupakan luka superficial dan adanya
tanda klinis seperti abrasi, blister atau lubang yang dangkal.
c. Stadium III
Luka “Full Thickness” : yaitu hilangnya kulit keseluruhan meliputi
kerusakan atau nekrosis jaringan subkutan yang dapat meluas sampai bawah tetapi
tidak melewati jaringan yang mendasarinya. Lukanya sampai pada lapisan
epidermis, dermis dan fasia tetapi tidak mengenai otot. Luka timbul secara klinis
sebagai suatu lubang yang dalam dengan atau tanpa merusak jaringan sekitarnya.
d. Stadium IV
Luka “Full Thickness” yang telah mencapai lapisan otot, tendon dan tulang dengan
adanya destruksi/kerusakan yang luas.
Gambar 10 Keloid23
a) Fase koagulasi
Pada fase koagulasi awal proses penyembuhan luka dengan melibatkan
platelet. Awal pengeluaran platelet akan menyebabkan vasokontriksi dan terjadi
koagulasi. Proses ini adalah sebagai hemostasis dan mencegah perdarahan yang
lebih luas. Pada tahapan ini terjadi adhesi, agregasi dan degranulasi pada sirkulasi
platelet di dalam pembentukan gumpalan fibrin. Kemudian suatu plethora mediator
dan cytokin dilepaskan seperti transforming growth factor beta (TGFB), platelet
derived growth factor (PDGF), vaskuler endhothelial growth factor (VEGF),
platelet –activating factor (PAF), dan insulinike growth factor -1 (IGF-1), yang
akan mempengaruhi edema jaringn dan awal inflamasi. VEGF, suatu faktor
permeabiltas vaskuler, akan memperngaruhi extravasasi protein plasma untuk
menciptakan suatu struktur sebagai penyokong yang tidak hanya mengaktifkan sel
endhotelial tetapi juga leukosit dan sel epithelial8,9,23.
Untuk proses koagulasi ini ada manfatnya, akan tetapi pada perlukaan yang
berat seperti luka bakar yang luas akan berdampak negatif pada suplai darah yaitu
bila terjadi koagulan dapat mengakibatkan iskemik pada jaringan 8,9,23.
Gambar 12 Hasil radang akut: resolusi, penyembuhan melalui jaringan parut (fibrosis), atau radang
kronik23
b) Fase Inflamasi
Fase inflamasi mulainya dalam beberapa menit setelah luka dan kemudian
dapat berlangsung sampai beberapa hari. Selama fase ini, sel-sel inflammatory
terikat dalam luka dan aktif melakukan pergerakan dengan lekosites
(polymorphonuclear leukocytes atau neuthrophil). Yang pertama kali muncul
dalam luka adalah neuthrophil, karena densitasnya lebih tinggi dalam bloodstrem.
Kemudian neuthrophil akan memfagosit bakteri dan masuk ke matriks fibrin dalam
persiapan untuk jaringan baru 8,9,23.
Dalam waktu yang singkat mensekresi mediator vasodilatasi dan cytokin
yang mengaktifkan fibroblast dan keratinocytes dan mengikat macrofag ke dalam
luka . kemudian macrofag memfagosit phatogen, dan sekresi cytokin, dan growth
factor seperti fibroblast growth factor (FGF), epidermal growth factor (EGF),
vaskuler endhotelial growth factor (VEGF), tumor necrosis factor (TNF-alpa),
interferon gamma (IFN-gamma), dan interleukin-1 (IL-1), kimia ini juga akan
merangsang infiltrasi, dan proliferasi dan migrasi fibroblast dan sel endhothelial
(dalam hal ini, angiogenesis) 8,9,23.
Angiogenisis adalah suatu proses dimana pembuluh-pembuluh kapiler darah
yang baru mulai tumbuh dalam luka setelah injury dan sangat penting perannya
dalam fase proliferasi. Fibroblast dan sel endhothelial mengubah oksigen
moleculer dan larut dengan superoxide yang merupakan senyawa penting dalam
resistensi terhadap infeksi maupun pemebrian isyarat oxidative dalam
menstimulasi produksi growth factor lebih lanjut. Dalam proses inflamatory adalah
suatu perlawanan terhadap infeksi dan sebagai jembatan antara jaringan yang
mengalami injury dan untuk pertumbuhan sel-sel baru 8,9,23.
c) Fase Proliferasi
Apabila tidak ada infeksi dan kontaminasi pada fase inflamasi, maka akan
cepat terjadi fase proliferasi. Pada fase proliferasi ini terjadi proses granulasi dan
kontraksi, fase proliferasi ditandai dengan pembentukan jaringan granulasi dalam
luka, pada fase ini macrofag dan lymphocytes masih ikut berperan, tipe sel
predominan mengalami proliferasi dan migrasi termasuk sel ephitelial, fibroblast
dan sel endotelial. Proses ini tergantung pada metabolik, konsentrasi oksigen dan
faktor pertumbuhan. Dalam beberapa jam setelah injury, terjadi epitelialisasi
dimna epidermal yang mencakup sebagian besar keratinocytes mulai bermigrasi
dan mengalami stratifikasi dan deferensiasi untuk menyusun kembali fungsi barier
epidermis 8,9,23.
Pada proses ini diketahui sebagai epitelialisasi, juga meningkatkan produksi
ekstraseluler matrik (promotes – extracelluler matrik atau disingkat ECM), growth
factor. Sitokin dan angiogenesis melalui pelepasan faktor pertumbuhan seperti
keratinocyte growth factor (KGF). Pada fase proliferasi fibroblast adalah
merupakan elemen sintetik utama dalam proses perrbaikan dan berperan dalam
produk struktur protein yang digunakan selama rekontruksi jaringan. Secara
khusus fibroblast menghasilkan sejumlah kolagen yang banyak. Fibroblast
biasanya akan tampak pada sekeliling luka 8,9,23.
Pada fase ini juga terjadi angiogenesis yaitu suatu proses dimana kapiler-
kapiler pembuluh darah yang baru tumbuh atau pembentukan jaringan baru
(granulation tissue). Secara klinis akan tampak kemerahan pada luka.
Kemudianpada fase kontraksi luka, kontraksi disini adalah berfungsi dalam
mefasiltasi penutupan luka. Menurut Hunt dan Dunphy (1969) kontraksi
merupakan peristiwa fisiologis yang menyebabkan terjadinya penutupn luka pada
luka terbuka. Kontraksi terjadi bersamaan dengan sintesis kolagen. Hasis dari
kontraksi akan tampak ukuran luka akan tampak semakin mengecil atau menyatu
8,9,23
.
d) Fase Remodeling atau maturasi
Pada fase remodeling yaitu banyak terdapat komponen matrik. Komponen
hyaluronic acid, proteoglycan, dan kolagen yang berdeposit selama perbaikan
untuk memudahkan perekatan pada migrasi seluler dan menyokong jaringan.
Serabut-serabut kolagen meningkat secara bertahap dan bertambah tebal kemudian
disokong oleh proteinase untuk perbaikan sepanjang garis luka . kolagen menjadi
unsur yang utama pada matriks. Serabut kolagen menyebar dengan saling terikat
dan menyatu dan berangsur-angsur menyokong pemulihan jaringan. Remodeling
kolagen selama pembentukan skar tergantung pada sintesis dan metabolisme
kolagen secara terus-menerus 8,9,23.
b. Jahitan Matras
1. Jahitan Matras Horizontal
Jahitan dengan melakukan penusukan seperti simpul, sebelum disimpul
dilanjutkan dengan penusukan sejajar sejauh 1 cm dari tusukan pertama.
Memberikan hasil jahitan yang kuat.
c. Jahitan Kontinyu
Simpul hanya pada ujung-ujung jahitan, jadi hanya dua simpul. Bila salah satu
simpul terbuka, maka jahitan akan terbuka seluruhnya. Jahitan ini jarang dipakai
untuk menjahit kulit.
1. Jahitan Jelujur Sederhana (Continous Over and Over)
Jahitan ini sangat sederhana, sama dengan kita menjelujur baju. Biasanya
menghasilkan hasil kosmetik yang baik, tidak disarankan penggunaannya
pada jaringan ikat yang longgar.
Gambar 17 Jahitan Jelujur Sederhana (Continous Over and Over)26
3. Jahitan Intradermal
Memberikan hasil kosmetik yang paling bagus (hanya berupa satu garis saja).
Dilakukan jahitan jelujur pada jaringan lemak tepat di bawah dermis.
2.3.5. Debridement
Debridement yaitu tindakan mempersiapkan penyembuhan luka dengan
mengurangi bioburden. Tanpa debridement yang baik, luka akan terus terpapar
dengan stressor sitotoksik dan akan bersaing dengan bakteri untuk mendapatkan
oksigen serta nutrisi. Oksigen dan nutrisi sangat penting dalam penyembuhan luka.
Akan tetapi, masih banyak yang menganggap remeh pentingnya debridement dan
membiarkan luka sembuh dengan dressing biologis atau eskar. Skar dimulai sebagai
pseudoeskar atau slough, yang merupakan matriks yang dibentuk dari eksudat. Jika
dibiarkan kering, susunan gelatin pada pseudoeskar akan mengering untuk
membentuk skar yang sebenarnya, atau keropeng (scab)13,26.
Komponen protein pseudoeskar merupakan makanan bagi bakteri; sehingga
pseudoeskar sebaiknya dibuang begitu terkumpul. Lapisan ini sulit untuk dilepaskan
karena protein akan menjadi lengket dan biofilm yang dihasilkan oleh bakteri juga
tidak didegradasi oleh protease. Debridement biasanya dianggap sebagai tindakan
pembedahan, namun dapat juga berupa enzimatik, mekanik, atau autolitik. Agen
proautolitik dan enzimatik mencegah ikatan komponen eksudat dan menghalangi
pembentukan pseudoeskar dan biofilm. Beberapa dressing (terutama dressing
hidrokoloid) memiliki kemampuan untuk merehidrasi keropeng yang telah mengeras,
yang lalu difagosit oleh leukosit. Salah satu debrider mekanik adalah pressurized
water jet, yang memiliki kemampuan memasuki celah di dasar luka untuk
mengeluarkan zat tertentu yang terperangkap, termasuk bakteri13,26.
Gambar 20 Kaskade normal penyembuhan luka fase inflamasi (A) pada pasien sehat 13
Pada anggota gerak atau area tubuh dengan perfusi normal terdapat ROS
yang membatu membersihkan bakteri. Karena jumlah bakteri berkurang, ledakan
oksidatif akan self-limited atau sembuh sendiri dengan meminimalkan kerusakan
sel sekitarnya. Luka keluar dari fase inflamasi, membiarkan terjadinya
angiogenesis dengan resolusi hipoksia luka, dan luka menuju tahap penyembuhan
selanjutnya. Pada iskemia regional(B), bakteri tidak dibersihkan dengan baik,
sebagian karena tidak efektifnya ledakan oksidatif. Bakteri berkembang biak
hingga ambang batas kolonisasi tercapai. Tanpa adanya debridement yang adekuat,
bakteri terus berakumulasi dalam biofilm, menyebakan berlipatgandanya dan/atau
memanjangnya respon inflamasi13,26.
2.3.6. Negative Pressue Wound Therapy
Negative-Pressure Wound Therapy (NPWT), atau penutupan luka dengan
vakum, merupakan perkembangan pesat untuk perawatan luka. NPWT terdiri dari
spons penyerap di dalam luka yang ditutup dengan dressing kedap udara, dimana
vakum diterapkan. Metode ini dapat digunakan untuk menutup luka dengan
sempurna, akan tetapi penggunaannya relatif mahal, butuh waktu lama, dan tidak
selalu efektif 3,12,14.
NPWT bekerja dengan beberapa mekanisme. Salah satunya adalah
mengurangi edema. Proses inflamasi penyembuhan luka dan dari mekanisme yang
diperantarai oleh imunologis mengeluarkan beberapa mediator iflamasi yang
menyebabkan dilatasi pembuluh darah dan membuka junction di antara sel endotel
sehingga menyebabkan keluarnya cairan ke ruang perivaskular. Pembuluh darah yang
terganggu serta pembuluh limfe juga cenderung untuk menyebabkan kebocoran darah
dan cairan. NPWT membuang transudat periseluler dan eksudat luka yang kemudian
meningkatkan difusi oksigen interstitial ke sel 3,12,14.
2.3.7. Dressing
Tipe dressing dapat dibagi menjadi dressing film, campuran, hidrogel,
hidrokoloid, alginate, busa, dan dressing absorptif lainnya, termasuk NPWT.
Pemilihan tipe dressing yang digunakan adalah dengan pertimbangan jenis luka dan
tujuan terapi. Tujuan terapi pada luka bersih adalah agar luka dapat tertutup atau
bergranulasi dengan baik untuk menciptakan lingkungan penyembuhan yang lembab
dan memfasilitasi migrasi sel serta mencegah pengeringan luka. Film dapat
digunakan untuk luka insisi, sedangkan hidrogel dan hidrokoloid dapat digunakan
pada luka terbuka. Jumlah dan tipe eksudat yang terdapat pada luka akan menentukan
tipe dressing yang digunakan 3,12,14.
Pada umumnya, hidrogel, film, dan dressing campuran paling baik digunakan
pada luka dengan eksudat sedikit; sedangkan alginate, busa, dan NPWT paling baik
digunakan pada luka dengan eksudat yang lebih banyak. NPWT juga berguna pada
luka dengan kebocoran limfe yang banyak, dan juga fistula. Luka dengan daerah
nekrotik sebaiknya tidak diterapi dengan dressing sampai debridement telah
dilakukan 3,12,14.
Karakteristik dressing yang baik adalah permeabilitas uap tinggi, tidak
lengket, kemampuan absorbsi tinggi, mampu menjadi barrier untuk kontaminan dari
luar, bisa disterilisasi, mampu menempel dengan baik pada kulit sekitar luka,
hipoalergenik, nyaman digunakan. Cost effective 3,12,14.
Dressing semioklusif
Menggunakan lembaran yang tidak dapat ditembus oleh cairan namun dapat
dilewati oleh gas dengan molekul rendah. Biasanya digunakan untuk menjaga
kelembaban luka bersih. Dressing semioklusif biasanya digunakan untuk
menutupi, melindungi insisi yang baru dan daerah donor skin graft, serta akan
meningkatkan epitelisasi ketika digunakan seperti ini. Dressing semioklusif
sebaiknya tidak digunakan pada luka yang terkontaminasi3,12,14.
Dressing hidrogel
Dressing hidrogel terutama berguna untuk menjaga kelembaban dasar luka
dan merehidrasi luka untuk mempermudah penyembuhan luka dan juga
debridement autolisis. Sehingga, dressing jenis ini berguna untuk luka dengan
eskar yang sedikit. Manfaatnya dicapai dengan kandungan lembab dan keadaan
hidrofiliknya. Biasanya terdiri dari kompleks polisakarida. Tidak seperti alginate
dan hidrokoloid, jenis dressing ini tidak bergantung pada sekresi luka untuk
mempertahankan kelembaban lingkungan luka. Sifatnya tidak lengket, sehingga
meminimalkan rasa nyeri saat Ganti Verban. Karena tidak menelpel dengan baik
ke kulit, biasanya membutuhkan dressing sekunder 3,12,14.
Hidrokoloid
Biasanya hidrokoloid berupa pasta, bedak, atau lembaran yang ditaruh di
dalam luka dan ditutupi dengan dressing untuk membentuk barrier oklusif yang
dapat menyerap eksudat sedang. Dapat dibiarkan pada luka selama 3 hingga 5 hari;
selama waktu ini, mereka akan menyediakan lingkungan lembab untuk migrasi sel
dan debridement luka lewat aotulisis. Bagaimanapun, karena sifatnya yang oklusif,
hidrokoloid sebaiknya tidak digunakan pada luka yang terkontaminasi banyak
bakteri, terutama bakteri anaerob. Jenis dressing ini tidak terlalu menyerap,
sehingga sebaiknya tidak digunakan untuk luka dengan eksudat banyak 3,12,14.
Dressing busa
Dressing busa terbuat dari polyurethane yang tidak melekat, yang bersifat
hidrofobik. Polyurethane bersifat sangat menyerap dan bekerja sebagai sumbu
untuk cairan luka, sehingga jenis ini berguna pada luka dengan banyak eksudat.
Akan tetapi, karena sifatnya sebagai sumbu, jenis ini tidak digunakan pada luka
tanpa eksudat atau eksudat minimal3,12,14.
Alginate
Alginate (diperoleh dari gangang cokelat) terutama berguna pada luka
dengan jumlah eksudat banyak. Penggunaannya dapat membuang cairan eksudat
dari lingkungan luka sehingga dressing tidak perlu untuk mengganti dressing
setiap hari. Dressing ini sebaiknya tidak digunakan untuk luka tanpa eksudat,
karena dapat mengeringkan dasar luka. Dressing ini dapat menyerap cairan sekitar
20 kali berat keringnya3,12,14.
Antimikroba
Dressing antimikroba adalah istilah yang digunanakan untuk menyebut
dressing yang mengandung zat antimikroba. Bahan yang digunakan adalah perak.
Perak akan terionisasi pada lingkungan lembab luka, ion perak inilah yang
memiliki efek biologik. Zat ini memiliki efek antimikroba spektru luas dengan
toksisitas rendah pada sel manusia. Dengan tiga efeknya (mampu melewati
membran sel, inhibitor respirasi, dan pendenaturasi asam nukleat) itu berarti bahwa
zat ini aktif melawan mikroorganisme spektrum luas, dan juga dapat melawan
vancomysin-resistant Enterococcus (VRE) dan methicillin-resistant
Staphylococcus aureus (MRSA). Contohnya adalah silver sulfadiazine, mupirocin,
dan antibiotik topikal seperti neomycin, gentamicin, metronidazole, dan salep dan
krim bacitracin3,12,14.
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Kulit terdiri dari 3 lapisan yakni epidermis, dermis dan subkutan yang
memiliki banyak fungsi dalam menjaga homeostasis tubuh. Luka merupakan keadaan
di mana terjadinya gangguan terhadap struktur anatomi dan fungsi pada kulit yang
dapat muncul akibat proses patologis berasal dari faktor internal maupun eksternal
organ.
Luka dapat diklasifikasikan berdasarkan waktu terjadinya, penyebab utama,
dan mekanisme trauma. Penyembuhan luka secara fisiologis terdiri dari 4 tahapan,
diantaranya adalah koagulasi, inflamasi, proliferasi dan remodeling. Tahapan
Penanganan luka harus berdasarkan jenis dan kualitas luka, penanganan yang adekuat
terhadap luka dapat mencegah potensi terjadinya komplikasi berat akibat luka.
3.2. Saran
Penyusun mengharapkan perlu dilakukannya pembaharuan mengenai referat ini
setiap beberapa waktu tertentu guna menambah informasi dan pengetahuan baru
mengenai perawatan luka.
DAFTAR PUSTAKA
1. Wicaksono, A.; Handoko, Willy. Aktivitas fisik dan kesehatan. Jurnal Aktivitas
Fisik Dan Kesehatan, Vol 1(1) 2020.
2. Saputro, Suyatno H, and Nugroho A.W. "Efektivitas Getah Pohon Jarak Cina
Terhadap Perkembangan Kolonisasi Bakteri Luka Insisi Pada Hewan Coba Mus
Musculus Strain Balb/C." Jurnal Muhammadiyah 5.1 (2020).
3. Barus, D. T., Yanti, N., Hadrianti, D., Fitri, G., Faridasari, I., Septiwi, C.,&
Kusumawaty, I. (2023). Manajemen Luka. Global Eksekutif Teknologi.
4. Rahmawati, Ika. "Perbedaan efek perawatan luka menggunakan gerusan daun
petai cina (Leucaena glauca, benth) dan povidon iodine 10% dalam
mempercepat penyembuhan luka bersih pada marmut (cavia porcellus)." Jurnal
wiyata 1.2 (2019): 227-234.
5. Burgess, M.C. Cosmetic Dermatology. New York : Springer. 2015.
6. Eroschenko, R.V. Atlas Of Histology with Functional Correlations. USA :
Williams and Wilkins Company. 2019.
7. Mescher, L.A. Histologi Dasar Junquera Text dan Atlas. Edisi 12. Indonesia :
EGC. 2013.
8. Barret, E.K., Barman, M.S., Boitano, S., Brooks, L.H. Ganong- Buku Ajar
Fisiologi Kedokteran Edisi 24. Amerika Serikat : Mc Graw Hill. 2013.
9. Guyton and Hall. Textbook of Medical Physiology. 14th Edition. Philadelphia :
Elsevier. 2021.
10. Velnar T, T Baileey,V Smrkolj. The Wound Healing Process: an Overview of
the Cellular and Molecular Mechanism. The Journal of International Medical
Research. 2013
11. Thorne, Charles H et al. Grabb & Smith's Plastic Surgery. 6th edition.
Lippincott William & Wilkins. 2014
12. Wound Management Clinical Practice Guideline.September 2015
13. Federal Bureau of Prisons Clinical Practice Guidelines. Prevention and
Management of Acute and Chronic Wounds. 2014
14. Papes, D. (2018). Negative pressure wound therapy for open
fractures. JAMA, 320(16), 1709-1709.
15. Oktaviani, D. J., et al. "Review: Bahan Alami Penyembuh Luka. Farmasetika.
Com (Online), 4 (3), 44." (2019).
16. Lee, Kwan Ho, et al. "Assessing cosmetic results after conventional
thyroidectomy using the EASY-EYE_C: a double-blind randomized controlled
trial." Annals of Surgical Treatment and Research 93.5 (2017): 231-239.
17. Faranita, Precisza Fanny, and Decky Andrea. "Replantasi Jari." Cermin Dunia
Kedokteran 46.4 (2019): 273-278.
18. Kramer, A., Dissemond, J., Kim, S., Willy, C., et al. 2018. Consensus on
Wound Antisepsis: Update 2018. Skin Pharmacology and Physiology, 31(1),
28–58. https://doi.org/10.1159/000481545
19. Hoogewerf, Cornelis J., et al. "Topical treatment for facial burns." Cochrane
database of systematic reviews 7 (2020).
20. Niederstätter, Ines Maria, Jennifer Lynn Schiefer, and Paul Christian Fuchs.
"Surgical strategies to promote cutaneous healing." Medical Sciences 9.2
(2021): 45.
21. Kristianingrum, Niko Dima, Arliek Rio Julia, and Alfrina Hany. "Efek Ekstrak
Daun Binahong Secara Topikal Terhadap Penurunan Derajat Eritema Luka
Terkontaminasi Pada Tikus Putih Galur Wistar." Jurnal Keperawatan
Malang 2.2 (2017): 70-78.
22. Pusta, Alexandra, et al. "Wearable sensors for the detection of biomarkers for
wound infection." Biosensors 12.1 (2021): 1.
23. Kumar, V., Abbas, K..A., Aster, C.J. 2021. Buku Ajar Patologi Robbins.
Canada : Elsevier
24. Mangram, Alicia J. et al. Guideline for Prevention of Surgical Site Infection.
The Hospital Infection Control Practises Advisory Committee.
25. Andersen, Dana K et al. Schwartz's Principles Of Surgery. 10th edition. Mc
Graw Hill. 2015
26. Sjamsuhidajat & De Jong. Buku Ajar Ilmu Bedah. ed 3. EGC. Jakarta. 2010
27. Kaplan NE, Hentz VR, Emergency Management of Skin and Soft Tissue
Wounds, An Illustrated Guide, Little Brown, Boston, USA, 2012.