Anda di halaman 1dari 7

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Pendidikan merupakan dasar yang dimiliki seseorang untuk mengubah dirinya
tentunya pada perubahan yang dimaksud adalah perubahan yang bersifat positif. Bukan
hanya itu, melalui pendidikan seseorang akan mampu untuk mengasah segala
kemampuan yang dimiliki, mulai dari kemampuan kognitif, psikomotorik dan afektif.
Pendidikan yang dijalani oleh seseorang memberikan manfaat yang begitu besar untuk
dirinya sehingga hal itu yang menjadikannya sangat utama.
Pendidikan erat kaitannya dengan proses pembelajaran yang dilaksanakan oleh
guru dan peserta didik di dalam kelas. Sebagai seorang guru yang memiliki peran untuk
membantu peserta didik belajar, maka perlu untuk guru mengetahui konsep dan prinsip
dalam mengajar. Selain itu, guru juga perlu untuk memahami kebutuhan dan karakteristik
peserta didik guna menunjang pembelajaran yang aman dan nyaman.
Kegiatan belajar dan mengajar sering kali mengalami kendala dalam prosesnya
namun sering juga seluruh prosesnya berjalan sesuai dengan yang telah direncanakan
oleh guru. Berdasarkan hal tersebut, kami yang juga saat ini sedang melaksanakan
kegiatan PPL sering mendapati fenomena tersebut. Adapun sekolah yang menjadi tempat
kami melaksanakan kegiatan PPL adalah MAN 2 Kota Makassar.
MAN 2 Kota Makassar merupakan sekolah madrasah yang juga merupakan salah
satu sekolah unggulan di Makassar. Untuk segala sarana dan prasarana yang ada di
madrasah, bisa dikatakan bahwa sudah sangat memenuhi standar untuk menunjang proses
pembelajaran di dalam kelas. Bukan hanya itu, penggunaan teknologi dalam proses
pembelajaran juga telah diterapkan di madrasah sebagai bentuk implementasi
pembelajaran abad 21.
Namun, berdasarkan hasil pengamatan atau observasi yang telah kami lakukan
selama melaksanakan PPL kurang lebih 2 bulan, terdapat beberapa masalah yang bisa
memberikan dampak apabila terus menerus tidak diberikan solusi. Permasalahan atau
fenomena yang diamati yakni kedisiplinan peserta didik, jadwal kegiatan (upacara) tidak
sesuai seharusnya sehingga mempengaruhi agenda setelahnya, jumlah peserta didik
dalam 1 kelas yang tidak sesuai dengan kapasitas kelas yang seharusnya, tempat ibadah
(masjid) tidak luas namun jumlah guru dan peserta didik sangat banyak, dan tidak adanya
batasan dalam penggunaan gadget di dalam kelas.
Maka dari itu, laporan ini akan membahas masalah-masalah tersebut yang
dikaitkan kajian teori yang mendukung. Setiap permasalahan yang dijabarkan akan
disertai solusi sehingga fenomena yang terjadi dapat terselesaikan demi kenyamanan
kegiatan belajar dan mengajar di MAN 2 Kota Makassar
BAB II
ANALISIS PERMASALAHAN SESUAI KAJIAN TEORI

A. Masalah Kedisiplinan Siswa


Kedisiplinan merupakan sifat seseorang yang mendasarkan setiap kegiatan yang
dilakukan berpacu pada waktu. Kedisiplinan ini dibangun dari kebiasaan seseorang sehingga
tidak muncul begitu saja. Perilaku ini sangat penting dibudayakan dalam kehidupan, baik
individu maupun kelompok, terlebih jika status tersebut adalah seorang pelajar (peserta didik
dan mahasiswa) yang perlu ditanamkan sejak usia dini.
Penerapan disiplin yang baik dan kuat dalam proses pendidikan akan menghasilkan
mental, watak dan kepribadian yang kuat. Di sekolah anak didik belajar disiplin, seperti
dalam belajar membaca, belajar mencintai buku, dan belajar bagaimana caranya belajar.
Semua ini akan berhasil apabila guru dapat mendisiplinkan diri (Yamin dan Ansari, 2008)
Permasalahan yang terjadi di sekolah salah satunya adalah peserta didik yang sering
melanggar peraturan sekolah yakni datang tepat waktu sesuai dengan jadwal yang
ditentukan. Pelanggaran ini masuk dalam kategori kedisiplinan peserta didik dan apabila
terus terjadi maka akan berdampak pada perilaku peserta didik itu sendiri, maka dari itu
kedisiplinan penting untuk diajarkan. Hal ini sejalan dengan pendapat Ihsan (2018) yang
menyatakan bahwa disiplin sangatlah penting dalam proses pendidikan. Setiap sekolah pasti
memiliki aturan yang harus dipatuhi oleh guru, siswa dan seluruh aparat sekolah yang ada di
dalamnya. Perangkat aturan yang diberlakukan bagi guru, siswa serta aparat sekolah menjadi
landasan bagi perilaku kedisiplinan di sekolah.
Fenomena ini berlanjut dalam beberapa hari namun jumlah peserta didik yang
terlambat relatif menurun. Berdasarkan hasil observasi, ada beberapa faktor yang
menyebabkan peserta didik terlambat ke sekolah yakni jarak rumah yang jauh dan bangun
terlambat. Kedua faktor ini yang sangat banyak diutarakan oleh peserta didik, namun ada
juga beberapa siswa yang bahkan rumahnya jauh namun bisa tepat waktu ke sekolah.
Sehingga, berdasarkan kondisi tersebut perlu untuk tindak lanjut yang dilakukan oleh
guru dan orang tua peserta didik. Madrasah telah menetapkan sistem poin dalam
pelanggaran maka setiap peserta didik yang terlambat namanya akan ditulis dalam jurnal
keterlambatan yang apabila telah melewati batas maksimal keterlamabatan yakni 10 kali
maka akan diminta memanggil orang tua ke madrasah.
Menurut Ihsan (2018), terdapat anggapan keliru dalam melihat pemberlakuan
kedisiplinan di sekolah. Di antaranya adalah anggapan peserta didik terhadap penerapan
aturan di sekolah. Mereka menganggap bahwa aturan tersebut hanya diberlakukan bagi
mereka saja. Banyak dari siswa tidak memahami pentingnya penegakan aturan yang
diberlakukan terhadap mereka, sehingga para siswa merasa terbebani dan sulit mengikuti
aturan-aturan yang berlaku. Jika siswa memahami akan pentingnya kedisiplinan, maka siswa
tidak akan merasa berat bahkan mereka akan senang mengikuti aturan tersebut.
Maka dari itu, penting sebelumnya dilaksanakan sosialiasi terkait pentingnya sikap
disiplin ini kepada peserta didik sehingga mereka paham bahwa aturan tersebut adalah untuk
kebaikan diri mereka di kemudian hari. Adapun beberapa solusi yang dapat diberikan untuk
menyelesaikan permasalahn tersebut adalah :
1. Melihat kedisiplinan sebagai sesuatu yang positif, yaitu (1) melatih, bukan mengoreksi,
(2) membimbing, dan bukan menghukum, (3) mengatur kondisi belajar, dan bukan hanya
menghalangi dan melarang.
2. Menanamkan sikap disiplin melalui pendidikan karakter hingga menjadi habits
(kebiasaan) untuk peserta didik
3. Peraturan yang ada di sekolah bukan hanya ditujukan oleh peserta didik tetapi kepada
semua guru khususnya terkait pendisiplinan waktu sehingga peserta didik merasa aturan
tersebut memang berlaku untuk pendisplinan di madrasah.
4. Memberikan pemahaman terhadap peserta didik terkait konsep diri
Berdasarkan solusi yang keempat terkait memahami konsep diri menurut Harlock
(2005) menyatakan bahwa konsep diri adalah gambaran yang dimiliki orang tentang dirinya.
Konsep diri ini merupakan gabungan dari keyakinan yang dimiliki orang tentang diri mereka
sendiri seperti, karakteristik fisik, psikologis, sosial, emosional, aspirasi, dan prestasi. Maka
dapat disimpulkan bahwa pandangan atau persepsi dan penilaian seseorang tentang dirinya
sendiri baik dari sisi fisik, sosial, maupun psikologis dengan melihat sisi yang positifnya
maka seseorang akan berupaya untuk mencapai keinginan yang optimal serta berusaha
sungguh-sungguh merealisasikan keinginan atau tujuan hidupnya
Peserta didik yang memiliki konsep diri yang baik akan memandang keberadaan
dirinya secara positif. Siswa akan merasa percaya diri, motivasi belajarnya tinggi, akan
mencoba untuk menyelesaikan setiap tugas walau terasa sulit, tetap optimis walau
mengalami kegagalan, dan merasa terdorong untuk mengatur, merencanakan, memonitor,
mengevaluasi bahkan memanfaatkan lingkungan untuk mendukung aktifitas belajarnya.
Sama halnya dengan kedisiplinan yang merupakan karakter positif. Menurut Ihsan
(2018) menyatakan bahwa terdapat hubungan yang positif antara konsep diri dengan
Kedisiplinan. Fakta ini sekaligus menunjukkan bahwa konsep diri yang positif dari
seseorang mampu memberikan pengaruh yang juga positif terhadap kedisiplinan. Semakin
tinggi konsep diri peserta didik, maka akan semakin tinggi pula kedisiplinannya. Sebaliknya,
semakin rendah konsep diri, maka akan semakin rendah pula kedisiplinan karena persepsi
negative lebih mendominasi.
B. Ketuntasan Nilai Peserta Didik
Ketuntasan nilai peserta didik merupakan ketercapaian nilai yang dicapai oleh peserta
didik dalam suatu mata pelajaran. Nilai ketuntasan dapat dihitung dengan menggunakan
persentase atau skor tertentu yang ditetapkan. Nilai ketuntasan menunjukkan tingkat
kompetensi peserta didik dalam menguasai materi pelajaran. Biasanya, nilai tuntas yang
diterima peserta didik harus minimal 80 persen. Namun, kriteria nilai tuntas ini dapat
berbeda dari satu sekolah ke sekolah lain. Standar nilai ketuntasan yang menjadi acuan
dalam assesmen evaluasi MAN 2 Kota Makassar yaitu 70 sesuai KKM.
Ketidaktuntasan nilai peserta didik dapat didasarkan oleh beberapa faktor yaitu:
1. Kurangnya minat belajar. Beberapa peserta didik cenderung kurang tertarik untuk belajar
sesuai dengan standar yang ditentukan, sehingga menyebabkan nilai akademis mereka
menjadi tidak memuaskan.
2. Kurangnya disiplin. Beberapa peserta didik cenderung untuk tidak mengikuti aturan yang
ditetapkan oleh sekolah, sehingga menyebabkan nilai akademis mereka menjadi tidak
memuaskan.
3. Cemas. Beberapa peserta didik mungkin merasa terlalu cemas saat menghadapi ujian,
sehingga mereka kesulitan untuk mengerjakan soal-soal yang diberikan.
4. Kurangnya pengetahuan. Beberapa peserta didik mungkin memiliki kurang dari
pengetahuan yang diperlukan untuk menyelesaikan soal-soal yang diberikan dengan baik,
sehingga menyebabkan nilai akademis mereka menjadi tidak memuaskan.
5. Kurangnya konsentrasi. Beberapa peserta didik cenderung untuk kurang fokus saat
belajar. Hal ini akan menyebabkan mereka menjadi kurang cermat saat mengerjakan soal-
soal yang diberikan, sehingga menyebabkan nilai akademis mereka menjadi tidak
memuaskan.
Kesimpulan yang dapat ditarik yaitu bahwa nilai ketuntasan peserta didik merupakan
ketercapaian nilai yang dicapai oleh peserta didik dalam suatu mata pelajaran. Standar nilai
ketuntasan yang menjadi acuan dalam assesmen evaluasi MAN 2 Kota Makassar yaitu 70 sesuai
KKM. Ketidaktuntasan nilai peserta didik dapat disebabkan oleh beberapa faktor seperti
kurangnya minat belajar, kurangnya disiplin, cemas, kurangnya pengetahuan, dan kurangnya
konsentrasi.
Peserta didik diharapkan untuk terus berusaha meningkatkan nilai dengan meningkatkan
minat belajar, memiliki disiplin yang baik, mengurangi cemas saat menghadapi ujian, memiliki
pengetahuan yang cukup, serta meningkatkan konsentrasi saat belajar. Dengan begitu, kami
dapat mencapai nilai ketuntasan sesuai dengan standar yang ditentukan.
1. Pastikan bahwa peserta didik memahami materi pelajaran yang diajarkan. Hal ini
dapat dilakukan dengan memberikan tes kecil untuk memastikan bahwa peserta didik
telah memahami materi pelajaran dengan baik.
2. Jika masih ada yang kurang paham, guru dapat memberikan bimbingan tambahan
untuk memastikan bahwa peserta didik telah memahami materi pelajaran.
3. Terakhir, guru dapat mengatur ulang jadwal pelajaran dan mengatur ulang tujuan
belajar bagi peserta didik yang tidak lulus. Dengan cara ini, mereka bisa mengulangi
pelajaran yang mereka tidak lulus dan memperoleh nilai tuntas.
Dahlan, S. (2020). Faktor-Faktor Penyebab Ketidaktuntasan Nilai Peserta Didik. Diakses pada
tanggal 12 Mei 2021 dari https://dahlan.site/faktor-faktor-penyebab-ketidaktuntasan-nilai-
peserta-didik/
Darmawan, D. (2020). Mengerti Apa Itu Nilai Ketuntasan Peserta Didik. Diakses pada tanggal
28 April 2020 dari https://www.duniampendidikan.com/apa-itu-nilai-ketuntasan-peserta-didik/

Anda mungkin juga menyukai