Anda di halaman 1dari 17

RESUME

OLEH :
KELOMPOK 5
Venni Ficauly 222207104
Fina Fitriana 222207105
Oktavia Devi Permatahati 222207106
Meilyza Yosdianti 222207107
Erlima Boru Sinaga 222207108
Marwa Nafisha 222207109
Ketut Ari Dewi M. 222207110
Cindy Melanita Putri 222207111

PROGRAM STUDI KEBIDANAN S-1


FAKULTAS KESEHATAN
UNIVERSITAS JENDERAL ACHMAD YANI
YOGYAKARTA 2023
A. KELOMPOK 1
1. Pembahasan
a. Pengertian Bidan
Definisi bidan menurut International Confederation Of Midwives (ICM) yang
dianut dan diadopsi oleh seluruh organisasi bidan di seluruh dunia, dan diakui oleh
WHO dan Federation of International Gynecologist Obstetrition (FIGO). Definisi
tersebut secara berkala di review dalam pertemuan Internasional/ Kongres ICM.
Definisi terakhir disusun melalui konggres ICM ke 27, pada bulan Juli tahun 2005
di Brisbane Australia
ditetapkan sebagai berikut: Bidan adalah seseorang yang telah mengikuti program
pendidikan bidan yang diakui di negaranya, telah lulus dari pendidikan tersebut,
serta memenuhi kualifikasi untuk didaftar (register) dan atau memiliki izin yang
sah (lisensi) untuk melakukan praktik bidan (Sari, Yulianti, Sasanti, Sam, &
Sahrir, 2020).
Menurut Kep Menkes RI No. 900/MENKES/SK/VII/2002, Bidan adalah seorang
wanita yang telah mengikuti program pendidikan bidan dan lulus ujian sesuai
persyaratan yang berlaku. Bidan adalah seseorang yang telah mendapatkan lisensi
untuk melaksanakan praktek kebidanan (Sari,Yulianti, Sasanti, Sam, & Sahrir,
2020).
b. Praktik Kebidanan
Penerapan ilmu kebidanan dalam pemberian pelayanan atau asuhan kebidanan
dengan klien menggunakan pendekatan manajemen kebidanan. Manajemen
kebidanan adalah pendekatan yang digunakan oleh bidan dalam menerapkan
metode pemecahan masalah secara sistematis, mulai dari pengkajian, analisis
data, diagnosis kebidanan, perencanaan , pelaksanaan, dan evaluasi.
Praktik kebidanan dilakukan dalam system pelayanan kesehatan yang berorientasi
pada masyarakat, dokter, perawat, dan dokter spesialis dipusat-pusat rujukan (Sari,
Yulianti, Sasanti, Sam, & Sahrir, 2020).
c. Profesionalisme
Profesionalisme berarti memiliki sifat professional/ ahli secara popular
seorang pekerja apapun sering dikatakan professional, seorang professional
dalam Bahasa keseharian adalah seorang pekerja yang terampil atau cakap
dalam kerjanya biarpun keterampilan tersebut produk dari fungsi minat dan
belajar dari kebiasaan (Safrudin, Mulyati, & Lubis, 2018).
2. Berita Terkini Tentang Praktik Profesional Bidan
a. Bidan Praktik Mandiri harus profesi bidan
Bidan adalah seorang perempuan yang lulus dari pendidikan Bidan yang
diakui pemerintah dan organisasi profesi di wilayah Negara Republik Indonesia
serta memiliki kompetensi dan kualifikasi untuk diregister, sertifikasi dan atau
secara sah mendapat lisensi untuk menjalankan praktik kebidanan. Dasar
lahirnya UU No 4 Tahun 2019 tentang Kebidanan salah satunya adalah bahwa
setiap orang berhak memperoleh pelayanan kesehatan agar bisa hidup
sejahtera.
Bidan merupakan salah satu pemberi pelayanan kepada masyarakat dalam
lingkup kesehatan perempuan, bayi dan balita masih terkendala dengan masalah
kompetensi, kewenangan dan profesionalitas. Pengaturan dan pengakuan terhadap
bidan dalam memberikan pelayanan kebidannya belum diatur secara
komprehensif, sehingga bidan belum mendapatkan perlindungan dan kepastian
hukum dalam memberikan pelayanan kebidanannya. (Indonesia, 2022).
3. Pembahasan Tentang Berita Praktik Profesional Bidan
a. Kebijakan kewenangan praktik bidan
Di dalam UU No 4 tahun 2019 dijelaskan terdapat dua jenis bidan yaitu Bidan
Vokasi dan Bidan Profesi. Bidan Vokasi adalah bidan dengan latar belakang
pendidikan Diploma III Kebidanan dengan gelar Ahli Madya Kebidanan,
sedangkan bidan profesi adalah bidan dengan latar belakang pendidikan Diploma
4/Sarjana kebidanan plus pendidikan profesi yang telah ditempuh dengan gelar
bidan.
b. Bidan lulus diploma tidak boleh praktik mandiri
Berdasarkan UU No. 4 tahun 2019, untuk dapat berpraktik mandiri, bidan wajib
mengambil pendidikan profesi. Hal ini wajib dilakukan baik oleh bidan dengan
pendidikan akademik (S1), maupun pendidikan vokasi (D3/D4).
Berdasarkan kebijakan tersebut maka dalam periode peralihan Bidan lulusan
pendidikan D 3 dan Bidan lulusan pendidikan D 4 yang telah melaksanakan
Praktik Kebidanan secara mandiri di Tempat PraktikMandiri Bidan sebelum
Undang- Undang ini diundangkan, dapat melaksanakan Praktik Kebidanan secara
mandiri di Tempat praktik Mandiri Bidan untuk jangka waktu paling lama 7
(tujuh) tahun setelah Undang-Undang ini diundangkan (2026).
c. Jumlah Pendidikan profesi
Dilihat dari jenjang pendidikan sebagian besar bidan yang melakukan praktik
mandiri adalah dengan latar belakang Pendidikan D3 dan D4 Kebidanan. Urgensi
yang terjadi saat ini bahwa jumlah bidan yang banyak dan distribusi institui
penyelenggara pendidikan profesi bidan belum merata maka organisasi profesi
dimana IBI tingkat pusat melaksanakan advokasi kepada Kemendikbud terkait
pelaksanaan Rekognisi Pembelajaran Lampau (RPL).
d. RPL untuk Pendidikan profesi bidan
Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2012 tentang Kerangka
Kualifikasi Nasional Indonesia dan Peraturan Menteri Riset Teknologi dan
Pendidikan Tinggi Nomor 26 Tahun 2016 Tentang Rekognisi Pembelajaran
Lampau telah memberikan akses yang lebih luas kepada masyarakat yang ingin
melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi melalui Rekognisi Pembelajaran
Lampau (RPL).

Pemenuhan pelayanan kesehatan merupakan hak setiap orang yang dijamin secara
konstitusional dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Hal ini merupakan tujuan nasional bangsa Indonesia yaitu untuk melindungi segenap
bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan
umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang
berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, serta keadilan sosial. Dalam rangka
mencapai tujuan pembangunan kesehatan dilakukanberbagai upaya kesehatan, salah
satunya dalam bentuk pelayana kesehatan. Pelayanan kesehatan bertujuan untuk
memelihara dan meningkatkan kesehatan, mencegah dan menyembuhkan penyakit, serta
memulihkan kesehatan perorangan, kelompok dan masyarakat. Pelayanan Kebidanan,
yang merupakan salah satu bentuk pelayanan kesehatan ditujukan khusus kepada
perempuan, bayi baru lahir, bayi, balita, dan anak prasekolah termasuk kesehatan
reproduksi perempuan dan keluarga berencana. Pelayanan Kebidanan harus diberikan
secara bertanggung jawab, akuntabel, bermutu, dan aman.
d. Tanggungjawab Bidan Dalam Peraturan
Tanggung jawab seorang bidan dalam menentukan mutu kinerja bidan.
mengarah pada kinerja tindakan dari tugas, mencakup tindakan para staf dalam
memberikan pelayanan kesehatan untuk kesejahteraan pasen. Sedangkan
akontabilitas mengarah pada hasil dari tindakan yang dilakukan. Ini berarti
menerima hasil keria atau tindakan serta tanggung jawab terhadap keputusan
yang diambil, serta tindakan, dan catatan yang dilakukan dalam batas
kewenangannya.
1. Tanggungjawab terhadap peraturan perundang-undangan
2. Tanggungjawab terhadap pengembangan kompetensi
3. Tanggungjawab terhadap penyimpanan pendokumentasian
4. Tanggungjawab terhadap klien dan keluarganya
5. Tanggungjawab terhadap profesi
6. Tanggungjawab terhadap masyarakat
e. Wewenang Bidan
Dalam Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2019 Tentang
Kebidanan telah diatur tentang tugas dan wewenang bidan dalam pasal tersebut
yaitu dalam pasal 46 – pasal 59.
f. Manajemen dan Kepemimpinan yang Dapat Dilakukan Oleh Bidan Sesuai
Pelayanan yang Diberikan
1. Kompetensi Inti
Mampu menerapkan prinsip manajemen dan kepemimpinan dalam
perencanaan, pelaksanaan, monitoring, dan evaluasi dalam pelayanan
kebidanan sehingga mampu menetapkan prioritas dan menyelesaikan
masalah dengan menggunakan sumber daya secara efisien.
2. Lulusan Bidan Mampu
a. Mengembangkan konsep kepemimpinan dalam pelayanan dan
praktik kebidanan sebagai model peran dan mentor.
b. Merancang alternatif pemecahan masalah dalam pelayanan dan
praktik kebidanan.
c. Merencanakan keputusan strategis dalam pelayanan dan praktik
kebidanan.
d. Mengelola pelayanan kebidanan secara mandiri, kolaborasi dan
rujukan.
e. Merancang pembentukan tim (team building) dalam praktik
kebidanan.
f. Membangun kemitraan/jejaring bersama pemangku
kepentingan interprofesional dalam meningkatkan kualitas
asuhan kebidanan.
g. Merancang advokasi untuk memperjuangkan hak-hak kesehatan
reproduksi perempuan dan anak.
h. Merancang advokasi mendukung kebijakan dalam penerapan prinsip
keadilan gender.
i. Mengidentifikasi potensi dalam upaya penggerakan peran serta
masyarakat untuk peningkatan kualitas pelayanan kebidanan .
j. Merancang strategi pemberdayaan perempuan dalam bernegosiasi
dan mengatasi risiko.
k. Melakukan advokasi dan berpartisipasi aktif dalam menentukan
kebijakan pelayanan dan praktik kebidanan terhadap perempuan dan
anak.
l. Merumuskan alternatif pemecahan masalah yang muncul dalam
proses perubahan praktik kebidanan.
m. Menganalisis peluang dalam meningkatkan profesionalitas
bidan.
n. Mengembangkan penelitian kebidanan sebagai sumber
informasi profesi.
o. Melakukan toleransi ambiguitas, untuk dapat berfungsi dengan
nyaman, sabar dan efektif dalam lingkungan yang tidak pasti.
p. Mengelola praktik kebidanan secara mandiri yang berkesinambungan.
q. Menganalisis peluang dan memelopori pembaharuan dalam
pelayanan dan praktik kebidanan.
r. Menerapkan Manajemen Risiko dalam Pelayanan kesehatan dan/atau
Kebidanan
s. Mengembangkan manajemen mutu Pelayanan Kesehatan dan/atau
kebidanan.
t. Mengembangkan kerja sama lintas program dan lintas sector tingkat
nasional, regional, maupun lokal.
u. Menggunakan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam rangka
membangun dan mengembangkan jejaring lintas program dan lintas
sector

KELOMPOK 2
PERMENKES NO. 28 TAHUN 2017 TENTANG IZIN DAN
PENYELENGARAAN PRAKTIK BIDAN
A. Bidan Praktik Mandiri
Bidan Praktek Mandiri (BPM) merupakan bentuk pelayanan kesehatan di
bidang kesehatan dasar. Praktek bidan adalah serangkaian kegiatan pelayanan
kesehatan yang diberikan oleh nidan kepada pasien (individu, keluarga, dan
masyarakat) sesuai dengan kewenangan dan kemampuannya. Bidan yang yang
menjalankan praktek harus memiliki Surat Izin Praktek Bidan (SIPB) sehingga
dapat menjalankan praktek pada saran kesehatan atau program. (Imamah, 2012)
Bidan Praktek Mandiri memiliki berbagai persyaratan khusus untuk
menjalankan prakteknya, seperti tempat atau ruangan praktek, peralatan,
obatobatan. Namun pada kenyataannya BPM sekarang kurang memperhatikan
dan memenuhi kelengkapan praktek serta kebutuhan kliennya. Di samping
peralatan yang kurang lengkaptindakan dalam memberikan pelayanan kurang
ramah dan bersahabat dengan klien. Sehingga masyarakat berasumsi bahwa
pelayanan kesehatan bidan praktek mandiri tersebut kurang memuaskan.
(Rhiea,2011). Menurut Permenkes nomor 28 tahun 2017 tentang izin dan
penyelenggaraan praktik bidan, Bidan memiliki kewenangan untuk meberikan
pelayanan kesehatan ibu, pelayanan kesehatan anak, pelayanan kesehatan
reproduksi perempuan dan keluarga berencana.
B. Tanggungjawab dan Wewenang Bidan
1. Pasal 18
Dalam penyelenggaraan praktik kebidanan dalam pasal 18 bidan memiliki
kewenangan untuk memberikan :
a. Pelayanan kesehatan ibu
b. Pelayanan kesehatan anak dan
c. Pelayanan kesehatan reproduksi perempuan dan keluarga berencana
2. Pasal 19
a. Pelayanan kesehatan ibu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 huruf
a
diberikan pada masa sebelum hamil, masa hamil, masa persalinan,
masa nifas,
masa menyusui, dan masa antara dua kehamilan.
b. Pelayanan kesehatan ibu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi
pelayanan:
a. konseling pada masa sebelum hamil;
b. antenatal pada kehamilan normal;
c. persalinan normal;
d. ibu nifas normal;
e. ibu menyusui; dan
f. konseling pada masa antara dua kehamilan.
c. Dalam memberikan pelayanan kesehatan ibu sebagaimana dimaksud
pada ayat (2), Bidan berwenang melakukan:
a. episiotomi;
b. pertolongan persalinan normal;
c. penjahitan luka jalan lahir tingkat I dan II;
d. penanganan kegawat-daruratan, dilanjutkan dengan perujukan;
e. pemberian tablet tambah darah pada ibu hamil;
f. pemberian vitamin A dosis tinggi pada ibu nifas;
g. fasilitasi/bimbingan inisiasi menyusu dini dan promosi air susu ibu
eksklusif;
h. pemberian uterotonika pada manajemen aktif kala tiga
dan postpartum;
i. penyuluhan dan konseling;
j. bimbingan pada kelompok ibu hamil; dan
k. pemberian surat keterangan kehamilan dan kelahiran.
3. Pasal 20
a. Pelayanan kesehatan anak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 huruf
b diberikan pada bayi baru lahir, bayi, anak balita, dan anak prasekolah.
b. Dalam memberikan pelayanan kesehatan anak sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), Bidan berwenang melakukan:
1) pelayanan neonatal esensial;
2) penanganan kegawatdaruratan, dilanjutkan dengan perujukan;
3) pemantauan tumbuh kembang bayi, anak balita, dan anak
prasekolah; dan
4) konseling dan penyuluhan.
c. Pelayanan noenatal esensial sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf
a meliputi inisiasi menyusui dini, pemotongan dan perawatan tali pusat,
pemberian suntikan Vit K1, pemberian imunisasi B0, pemeriksaan fisik
bayi baru lahir, pemantauan tanda bahaya, pemberian tanda identitas
diri, dan merujuk kasus yang tidak dapat ditangani dalam kondisi stabil
dan tepat waktu ke Fasilitas Pelayanan Kesehatan yang lebih mampu.
d. Penanganan kegawatdaruratan, dilanjutkan dengan perujukan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b meliputi:

1) penanganan awal asfiksia bayi baru lahir melalui pembersihan jalan


nafas, ventilasi tekanan positif, dan/atau kompresi jantung;
2) penanganan awal hipotermia pada bayi baru lahir dengan
BBLR melalui penggunaan selimut atau fasilitasi dengan
cara menghangatkan tubuh bayi dengan metode kangguru;
3) penanganan awal infeksi tali pusat dengan mengoleskan
alkohol atau povidon iodine serta menjaga luka tali pusat
tetap bersih dan kering; dan
4) membersihkan dan pemberian salep mata pada bayi baru
lahir dengan infeksi gonore (GO).
e. Pemantauan tumbuh kembang bayi, anak balita, dan anak
prasekolah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c
meliputi kegiatan penimbangan berat badan, pengukuran lingkar kepala,
pengukuran tinggi badan, stimulasi deteksi dini,
dan intervensi dini peyimpangan tumbuh kembang balita
dengan menggunakan Kuesioner Pra Skrining Perkembangan
(KPSP)
f. Konseling dan penyuluhan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
huruf d meliputi pemberian komunikasi, informasi, edukasi
(KIE) kepada ibu dan keluarga tentang perawatan bayi baru
lahir, ASI eksklusif, tanda bahaya pada bayi baru lahir,
pelayanan kesehatan, imunisasi, gizi seimbang, PHBS, dan
tumbuh kembang.
4. Pasal 21
Dalam memberikan pelayanan kesehatan reproduksi perempuan dan
keluarga berencana sebagaimana dimaksud dalam pasal 18 huruf c, Bidan
berwenang memberikan:
a. penyuluhan dan konseling kesehatan reproduksi perempuan dan
keluarga berencana; dan
b. pelayanan kontrasepsi oral, kondom, dan suntikan
KELOMPOK 3
PERMENKES NO 21 TAHUN 2021 TENTANG PENYELENGGARAAN
PELAYANAN KESEHATAN MASA SEBELUM HAMIL, MASA HAMIL,
PERSALINAN, DAN MASA SESUDAH MELAHIRKAN, PELAYANAN
KONTRASEPSI, DAN PELAYANAN KESEHATAN SEKSUAL
A. Isi Secara Garis Besar Regulasi dan Peraturan
- BAB II Pelayanan Kesehatan Masa Sebelum Hamil, Masa Hamil, dan Masa
Sesudah Melahirkan
1. Bagian Kesatu (Pelayanan Kesehatan Masa Sebelum Hamil) Pasal 5-12
2. Bagian Kedua (Pelayanan Kesehatan Masa Hamil) Pasal 13-15
3. Bagian Kegita (Pelayanan Kesehatan Persalinan) Pasal 16-20
4. Bagian Keempat (Pelayanan Kesehatan Masa Sesudah Melahirkan) Pasal 21-22
- BAB III Pelayanan Kontrasepsi Pasal 23-32
- BAB IV Pelayanan Kesehatan Seksual Pasal 33- 34
B. Tanggungjawab Bidan Dalam Peraturan
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 21 Tahun 2021 tentang
Penyelenggaraan Pelayanan Kesehatan Masa Sebelum Hamil, Masa Hamil,
Persalinan, dan Masa Sesudah Melahirkan, Pelayanan Kontrasepsi, dan
Pelayanan Kesehatan Seksua1, bidan memiliki tanggung jawab dalam
penyelenggaraan pelayanan kesehatan masa sebelum hamil, masa hamil,
persalinan, dan masa sesudah melahirkan, penyelenggaraan pelayanan
kontrasepsi, serta pelayanan kesehatan seksual.
C. Wewenang Bidan
1. Pelayanan Kesehatan Masa Sebelum Hamil
Pelayanan Kesehatan Masa Sebelum Hamil meliputi komunikasi, informasi,
dan edukasi; pelayanan konseling; pelayanan skrining kesehatan; pemberian
imunisasi; pemberian suplementasi gizi; pelayanan medis; dan pelayanan
kesehatan lainnya
2. Pelayanan Kesehatan Masa Hamil
Ibu diwajibkan untuk melakukan pemeriksaan sebanyak 6 kali. Tetapi untuk
trimester pertama kehamilan, ibu harus memeriksakan kondisi kehamilannya
ke dokter. Nantinya dokter akan memeriksakan kondisi kesehatan ibu dan juga
janin. Pemeriksaan kehamilan di trimester pertama wajib dilakukan oleh
dokter. Ini dikarenakan hanya dokterlah yang bisa melakukan deteksi dini.
Deteksi dini dengan dokter bisa melihat apakah ibu hamil dengan risiko atau
tidak. Terkait penggunaan USG dua demensi dengan mengajarkan dua belas
kompetensi dasar of skin terbatas dilayanan primer.
3. Pelayanan Kesehatan Persalinan
Persalinan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh tim paling
sedikit 1 (satu) orang tenaga medis dan 2 (dua) orang tenaga kesehatan yang
memiliki kompetensi dan kewenangan.
Tim sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terdiri dari:
a. dokter, bidan, dan perawat; atau
b. dokter dan 2 (dua) bidan.
Persalinan dilakukan sesuai dengan standar persalinan normal atau standar
persalinan komplikasi. Standar persalinan normal adalah Asuhan Persalinan
Normal (APN) sesuai standard dan memenuhi persyaratan, meliputi:
a. Dilakukan di fasilitas pelayanan kesehatan
b. Tenaga adalah tim penolong persalinan, terdiri dari dokter, bidan dan
perawat apabila ada keterbatasan akses dan tenaga medis, persalinan
dilakukan oleh tim minimal 2 orang tenaga kesehatan yang terdiri dari
bidan- bidan, atau bidan- perawat.
c. Tim penolong mampu melakukan tata laksana awal penanganan
kegawatdaruratan maternal dan neonatal.
Dalam penanganan persalinan telah disebutkan jika bidan hanya memiliki
kewenangan untuk membantu proses persalinan normal tanpa adanya penyulit.
Bidan tidak diperbolehkan memberikan pelayanan kesehatan ibu dan anak
diluar batas kemampuan kompetensi. Bidan tidak boleh melakukan tindakan
jika ada kehamilan atau persalinan yang berisiko.
4. Pelayanan Kesehatan Masa Sesudah Melahirkan)
Pelayanan pasca persalinan dilakukan oleh tenaga kesehatan (dokter, bidan,
perawat) sesuai kompetensi dan kewenangan. Pelayanan pasca persalinan
dilaksanakan minimal 4 (empat) kali dengan waktu kunjungan ibu dan bayi
baru lahir bersamaan yaitu:
a. Pelayanan pertama dilakukan pada waktu 6 jam sampai dengan 2 hari
setelah persalinan.
b. Pelayanan kedua dilakukan pada waktu 3-7 hari setelah persalinan.
c. Pelayanan ketiga dilakukan pada waktu 8-28 hari setelah persalinan.
d. Pelayanan keempat dilakukan pada waktu 29-42 hari setelah persalinan
untuk
ibu.
Berdasarkan hasil anamnesa, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
laboratorium/penunjang lainnya, dokter menegakkan diagnosis kerja atau
diagnosis banding, sedangkan bidan/perawat membuat klasifikasi masa pasca
persalinan normal/ tidak normal pada ibu nifas.
5. Pelayanan Kontrasepsi
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2016 tentang Fasilitas
Pelayanan Kesehatan (Fasyankes), maka pelayanan kontrasepsi dapat
diberikan pada Fasyankes tingkat dasar dan tingkat lanjut sebagai berikut:
a. Tempat praktik mandiri tenaga kesehatan (praktik mandiri dokter/
dokter keluarga dan praktik mandiri bidan);
b. Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas);
c. Klinik;
d. Rumah Sakit.
AKDR : Dokter, Bidan yang telah mendapat pelatihan pemasangan dan
pencabutan
AKDR
Implan : Dokter, Bidan yang telah mendapat pelatihan pemasangan dan
pencabutan
implan
Kontrasepsi Suntik Progestin : Dokter, Bidan, Perawat
Pil : Dokter, Bidan, Perawat*
Kondom : Dokter, Bidan, Perawat, Tenaga non Kesehatan
Konseling : Dokter, Bidan, Perawat
D. Manajemen dan Kepemimpinan yang Dapat Dilakukan Oleh Bidan Sesuai
Pelayanan yang Diberikan
Melakukan pencatatan dan pelaporan sesuai dengan mekanisme yang berlaku
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. digunakan untuk:
1. pemantauan dan evaluasi;
2. kegiatan pengamatan yang sistematis dan terus menerus;
3. advokasi dalam penyelenggaraan pelayanan kesehatan secara efektif dan
efisien; dan
4. perencanaan dan penganggaran terpadu.
Manajemen pelayanan kesehatan reproduksi terpadu merupakan pengelolaan
kegiatan pelayanan kesehatan dengan pendekatan yang mengintegrasikan semua
pelayanan kesehatan dalam lingkup kesehatan reproduksi yang meliputi
kesehatan ibu dan anak, keluarga berencana, kesehatan reproduksi remaja,
pencegahan dan penanggulangan infeksi menular seksual termasuk HIV-AIDS
dan hepatitis B, dan pelayanan kesehatan reproduksi lainnya. Ditujukan untuk
meningkatkan akses dan kualitas pelayanan kesehatan reproduksi melalui upaya
promotif, preventif kuratif, dan rehabilatif. Membantu mempercepat pencapaian
derajat kesehatan masa sebelum hamil, masa hamil, persalinan, dan masa sesudah
melahirkan, Pelayanan Kontrasepsi, dan Pelayanan Kesehatan Seksual yang
optimal, diperlukan pemberdayaan masyarakat. Dimaksudkan untuk
menggerakkan masyarakat agar berperan serta dalam upaya kesehatan dan
mengelola upaya kesehatan bersumber daya masyarakat. dapat dilakukan
melalui:
1. Posyandu, Posyandu remaja, dan Posbindu serta upaya kesehatan
bersumber daya
masyarakat lainnya;
2. program perencanaan persalinan dan pencegahan komplikasi;
3. pemanfaatan Buku Kesehatan Ibu dan Anak;
4. penyelenggaraan kelas ibu;
5. promosi program keluarga berencana;
6. rumah tunggu kelahiran; dan
7. pemberdayaan dukun bayi dalam mendampingi ibu dan bayi baru lahir.
Pemberdayaan masyarakat dapat dilaksanakan dengan memanfaatkan teknologi
informasi. Pelayanan persalinan adalah sebuah sistem penyelenggaraan
pelayanan persalinan yang dapat mengakomodasi kebutuhan ibu hamil,
bersalin dan nifas serta bayi baru lahir untuk mendapatkan luaran kehamilan
yang optimal. Sistem tersebut akan memperhatikan tata kelola klinis, tata kelola
program dan tata kelola manajemen dalam penyelenggaraan pelayanan
persalinan di dalam jejaring pelayanan persalinan di tingkat kabupaten/kota dan
pengampu di tingkat regional. Pelayanan kesehatan maternal dan neonatal di
tingkat masyarakat, FKTP (Puskesmas, klinik, praktik mandiri bidan, dll) dan
FKRTL (RS) sebagai fasilitas kesehatan rujukan diupayakan
agar dilakukan secarakomprehensif dan
berkesinambungan, serta perlu dipantau secara teratur.
KELOMPOK 4
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NO. 33 TAHUN
2012 TENTANG PEMBERIAN AIR SUSU IBU EKSKLUSIF
A. Isi Secara Garis Besar Regulasi dan Peraturan
1. Pasal 1 membahas Air Susu Ibu
2. Pasal 2 Pengaturan Pemberian ASI Ekslusif
3. Pasal 3 Tanggungjawab Pemerintah dalam Program Pemberian ASI Ekslusif
4. Pasal 4 Tanggungjawab Pemerintah daerah Provinsi dalam Program
Pemberian ASI Ekslusif
5. Pasal 5 Tanggungjawab Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota dalam Program
Pemberian ASI Ekslusif
6. Pasal 6 setiap ibu yang melahirkan harus memberikan ASI Ekslusif kepada
bayi yang dilahirkannya
7. Pasal 7 ketentuan bagaimana dimaksud dalam pasal 6 tidak berlaku dalam
hal terdapat : a. indikasi medis, b. ibu tidak ada, c. ibu terpisah dari bayi
B. Tanggungjawab Bidan Dalam Peraturan
Sesuai dengan Pasal 9 bahwa Tenaga Kesehatan dan Penyelenggara Fasilitas
Pelayanan Kesehatan wajib melakukan inisiasi menyusu dini terhadap Bayi yang
baru lahir kepada ibunya paling singkat selama 1 (satu) jam. Inisiasi menyusu
dini sebagai mana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan cara meletakkan
Bayi secara tengkurap didada atau perut ibu sehingga kulit Bayi melekat pada
kulit ibu. Kemudian di Pasal 10 tertera bahwa (1) Tenaga Kesehatan dan
penyelenggara Fasilitas Pelayanan Kesehatan wajib menempatkan ibu dan Bayi
dalam 1 (satu) ruangan atau rawat gabung kecuali atas indikasi medis yang
ditetapkan oleh dokter. (2) Penempatan dalam 1(satu) ruangan atau rawatgabung
sebagaimana dimaksud pada ayat(1) dimaksudkan untuk memudahkan ibu setiap
saatmemberikan ASI Eksklusif kepada Bayi. Selanjutnya sesuai Pasal 13 berisi
informasi dan edukasi yaitu (1) Untuk mencapai pemanfaatan pemberian ASI
Eksklusif secara optimal, Tenaga Kesehatan dan penyelenggara Fasilitas
Pelayanan Kesehatan wajib memberikan informasi dan edukasi ASI Eksklusif
kepada ibu dan/atau anggota Keluarga dariBayi yang bersangkutan sejak
pemeriksaan kehamilan sampai dengan periode pemberian ASI Eksklusif selesai.
(2) Informasi dan edukasi ASI Eksklusif sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
paling sedikit mengenai:a. keuntungan dan keunggulan pemberian ASI; b.gizi
ibu, persiapan dan mempertahankan menyusui; c. akibat negative dari pemberian
makanan botol secara parsial terhadap pemberian ASI ;dan d. kesulitan untuk
mengubah keputusan untuk tidak memberikan ASI. (3)Pemberian informasi dan
edukasi ASI Eksklusif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dapat
dilakukan melalui penyuluhan,konseling dan pendampingan.(4) Pemberian
informasidan edukasi ASI Eksklusif sebagaimanadimaksudpadaayat (1) dapat
dilakukan oleh tenaga terlatih.
C. Wewenang Bidan
Pasal 6 Setiap ibu yang melahirkan harus memberikan ASI Eksklusif kepada Bayi
yang dilahirkannya.
Pasal7 Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 tidak berlaku dalam hal
terdapat : a. indikasi medis, b. ibu tidak ada, atau c. ibu terpisah dari Bayi.
Pasal8
(1)Penentuan indikasi medis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf a
dilakukan oleh dokter. (2) Dokter dalam menentukan indikasi Medis
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus sesuai dengan standar profesi, standar
pelayanan, dan standar prosedur operasional. (3) Dalam hal didaerah tertentu
tidak terdapat dokter, penentuan ada atau tidaknya
indikasimedisdapatdilakukanolehbidanatauperawatsesuaidengan
ketentuanperaturanperundang-undangan.
D. Manajemen dan Kepemimpinan yang Dapat Dilakukan Oleh Bidan Sesuai
Pelayanan yang Diberikan
Pasal 16
Dalam memberikan Susu Formula Bayi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15,
Tenaga Kesehatan harus memberikan peragaan dan penjelasan atas penggunaan
dan penyajian Susu Formula Bayi kepada ibu dan/atau Keluarga yang
memerlukan Susu Formula Bayi.
Pasal 17
(1) Setiap Tenaga Kesehatan dilarang memberikan Susu Formula Bayi dan/atau
produk bayi lainnya yang dapat menghambat program Pemberian ASI Eksklusif
kecuali dalam hal di peruntukkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal15.
(2)Setiap Tenaga Kesehatan dilarang menerima dan/atau mempromosikan Susu
Formula Bayi dan/atau produk bayi lainnya yang dapat menghambat program
pemberian ASI Eksklusif.
Pasal18
(1) Penyelenggara Fasilitas Pelayanan Kesehatan dilarang memberikan Susu
Formula Bayi dan/atau produk bayi lainnya yang dapat menghambat program
pemberian ASI Eksklusif kepada ibu Bayi dan/atau keluarganya, kecuali dalam
hal di peruntukkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal15. (2) Penyelenggara
Fasilitas Pelayanan Kesehatan dilarang menerima dan/atau mempromosikan Susu
Formula Bayi dan/atau produk bayilainnya yang dapat menghambat program
pemberian ASI Eksklusif.(3) Dalam hal terjadi bencana atau darurat,
penyelenggara Fasilitas Pelayanan Kesehatan dapat menerima bantuan Susu
Formula Bayi dan/atau produk bayi lainnya untuk tujuan kemanusiaan setelah
mendapat persetujuan dari kepala dinas kesehatan kabupaten/kota setempat. (4)
Penyelenggara Fasilitas Pelayanan Kesehatan dilarang menyediakan pelayanan
dibidang kesehatan atas biaya yang disediakan oleh produsen atau distributor
Susu Formula Bayi dan/atau produk bayi lainnya.
KELOMPOK 5
PERATURAN PRESIDEN RI NO. 72 TAHUN 2021 TENTANG PERCEPATAN
PENURUNAN STUNTING
A. Regulasi dan Peraturan
Dalam mewujudkan percepatan penurunan stunting di Indonesia dengan target
pencapaian sebesar 14% pada tahun 2024, pemerintah memiliki peran sebagai
pengarah, sebagai regulator, dan sebagai pelaksana. Sebagai pengarah
pemerintah menetapkan, melaksanakan, dan memantau serta mengkoordinasikan
berbagai pihak yang terlibat dalam pelaksanaan percepatan penurunan stunting.
Kerangka regulasi dalam pelaksanaan percepatan penurunan stunting diarahkan
untuk
menjamin terwujudnya pencapaian target/sasaran yang ditetapkan dalam
Peraturan Presiden Nomor 2 Tahun 2021 tentang Percepatan Penurunan Stunting,
Secara umum, sudah terdapat dukungan regulasi yang berdampak pada
pencegahan dan penurunan angka Stunting serta dapat memperkuat pelaksanaan
percepatan penurunan stunting, meliputi:
1. Undang-Undang Dasar 1945 Dalam Undang-Undang Dasar 1945
mengamanatkan bahwa setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin,
bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat
serta berhak memperoleh pelayanan Kesehatan, apabila amanat tersebut
dilaksanakan dan diterapkan dalam program dan kegiatan, angka stunting di
indonesia semestinya dapat menjadi rendah.
2. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 Rencana Pembangunan Jangka
Panjang Nasional Tahun 2005 – 2025, Dalam Rencana Pembangunan Jangka
Panjang Nasional sangat penting dan mendesak bagi bangsa Indonesia untuk
melakukan penataan kembali berbagai langkah-langkah, antara lain di
bidang pengelolaan sumber daya alam, sumber daya manusia, lingkungan
hidup dan kelembagaannya sehingga bangsaIndonesia dapat mengejar
ketertinggalan dan mempunyai posisi yang sejajar serta daya saing yang kuat
di dalam pergaulan masyarakat internasional.
3. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan Dalam Undang-
Undang Nomor 36 Tahun 2009 mengamanatkan bahwa Upaya perbaikan
gizi dilakukan pada seluruh siklus kehidupan sejak dalam kandungan sampai
dengan lanjut usia dengan prioritas kepada kelompok rawan:
a. bayi dan balita
b. remaja perempuan
ibu hamil dan menyusui
4. Undang-Undang Nomor 52 Tahun 2009 tentang Perkembangan
Kependudukan dan Pembangunan Keluarga Dalam Undang-Undang Nomor
52 Tahun 2009 mengamanatkan bahwa Pembangunan keluarga bertujuan
untuk meningkatkan kualitas keluarga agar dapat timbul rasa aman,
tenteram, dan harapan masa depan yang lebih baik dalam mewujudkan
kesejahteraan lahir dan kebahagiaan batin.
B. Tanggungjawab Bidan
Sebagai Tim Percepatan Penurunan Stunting tingkat desa/kelurahan yang
bertugas mengoordinasikan, menyinergikan, dan mengevaluasi penyelenggaraan
Percepatan Penurunan Stunting di tingkat desa/kelurahan. Pada Pasal 23 :
a. mengetahui kemajuan dan keberhasilan pelaksanaan Percepatan Penuru nan
Stunting
b. memberikan umpan balik bagi kemajuan pelaksanaan Percepatan Penurunan
Stunting
c. menjadi pertimbangan perencanaan dan penganggaran serta peningkatan
akuntabilitas Percepatan Penurunan Stunting
d. memberikan penilaian kesesuaian terhadap kegiatan, keluaran, dan target
Strategi Nasional Percepatan Penurunan Sfitnting dan rencana aksi nasional.
e. menjadi pertimbangan pemberian rekomendasi untuk pencapaian keberhasilan
pelaksanaan Percepatan Penuru nan Stunting
C. Wewenang Bidan
Percepatan penurunan stunting sebagai wewenang kebidanan adalah sebagai
berikut ;
1. Menurunkan prevalensi stunting
2. Meningkatkan kualitas pelayanan kehidupan berkeluarga
3. Menjamin pemenuhan asupan gizi
4. Memperbaiki pola asuh
5. Meningkatkan akses dan mutu pelayanan kesehatan
6. Meningkatkan akses air minum dan sanitasi
D. Manajemen dan Kepemimpinan data oleh Bidan
Pemantauan dan Evaluasi pelaksanaan Percepatan Penurunan Stunting
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) didukung dengan:
1. Sistem manajemen data terpadu di pusat, daerah, dan desa dengan
memaksimalkan system informasi yang sudah ada melalui mekanisme Stu
Data Indonesia sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
2. Riset dan inovasi serta pengembangan pemanfaatan hasil riset dan inovasi
Pendampingan keluarga berisiko Stunting sebagaimana dimaksud dalam Pasal
8 ayat (3) huruf b bertujuan untuk meningkatkan akses informasi dan pelayanan
melalui:
a. Penyuluhan
b. Fasilitasi pelayanan rujukan
c. Fasilitasi penerimaan program bantuan social

Anda mungkin juga menyukai