Anda di halaman 1dari 66

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Secara umum pendidikan bertujuan untuk menjadikan “manusia

seutuhnya” yang bermanfaat bagi diri, keluarga, masyarakat dan bagi

negaranya. Hal ini selaras dengan tujuan pendidikan di Indonesia sebagaimana

tercantum dalam UU Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan

Nasional sebagai berikut.

Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana


belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia,
serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan
Negara.

Cara yang ditempuh untuk mewujudkan tujuan tersebut antara lain dengan

mengeluarkan berbagai kebijakan terkait mutu pendidikan di Indonesia, antara

lain UU Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, PP nomor 74 tahun

2008 tentang Guru, PP Nomor 32 Tahun 2013 tentang Standar Nasional

Pendidikan, Permendikbud nomor 54 tahun 2013 tentang Standar Kompetensi

Lulusan, Permendikbud nomor 64 tahun 2013 tentang Standar Isi, dan

Permendikbud nomor 65 tahun 2013 tentang Standar Proses, dan

Permendikbud Nomor 66 Tahun 2013 tentang Standar Penilaian.

Guru merupakan “ujung tombak” pendidikan atau dengan istilah lain

“guru merupakan pilar penting dalam mencetak generasi emas”. Kualitas

generasi yang akan datang sangat dipengaruhi oleh peranan dan kompetensi

1
guru selaku pendidik. Sebagai seorang professional, guru harus benar-benar

kompeten di bidangnya. Guru harus mampu membuat perencanaan

pembelajaran dengan baik dan menerapkannya dalam proses pembelajaran

secara konsisten. Pembelajaran harus didesain dengan sistem active learning

dan student centered. Hal ini sesuai dengan Bab IV Pasal 19 Peraturan

Pemerintah No. 32 tahun 2013.

Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn) memusatkan

perhatian pada pengembangan kecerdasan warganegara (civic Intelligence)

dalam dimensi spiritual, rasional, emosional, dan sosial baik secara individual,

sosial, maupun sebagai pemimpin hari ini dan esok. Sehingga PPKn

merupakan salah satu mata pelajaran wajib. Hal ini ditunjukkan pada pasal 37

Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional

bahwa Kurikulum pendidikan dasar dan menengah wajib memuat pendidikan

kewarganegaraan. PKn memusatkan perhatian pada pengembangan civic

Intellegence dalam dimensi spiritual, rasional, emosional, dan sosial; baik

secara individual, sosial, maupun sebagai pemimpin hari ini dan esok

(Depdiknas, 2005: 32).

PPKn dalam pengertian sebagai citizenship education secara

substantive dan pedagogis didesain untuk mengembangkan warganegara yang

cerdas dan baik (smart and good citizens) untuk seluruh jalur dan jenjang

pendidikan. Agar PPKn dapat mencapai tujuannya, maka ada beberapa aspek

yang perlu mendapatkan perhatian guna keberhasilan pelaksanaan pendidikan

kewarganegaraan di masa mendatang. Pertama, tekanan tujuan pendidikan

2
yang mencakup tiga aspek pengetahuan (civics knowledge), nilai-nilai sikap

(civics virtue), dan partisipasi (civics skill). Kedua, dalam civic terdapat

konsep-konsep penting yang harus dikuasai oleh peserta didik dan dianalisis

serta diimplementasikan ke dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan

bernegara. Ketiga, menyangkut aspek materi dalam proses pembelajaran civic

tidak boleh steril dari kenyataan hidup. Keempat, pelaksanaan civic

memerlukan daya dukung yang memadai.

Salah satu materi PPKn yang diajarkan di kelas X semester 1 adalah materi

tentang Hak Asasi Manusia yang selanjutnya disingkat HAM. Materi tersebut

tertuang dalam Kompetensi Dasar (KD) 2.1. Mengamalkan perilaku toleransi

dan harmoni keberagaman dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan

bernegara Indonesia., Kompetensi Dasar 3.1. Menganalisis kasus-kasus

pelanggaran HAM dalam rangka pelindungan dan pemajuan HAM sesuai

dengan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan

bernegara, dan Kompetensi Dasar 4.1. Menyaji kasus–kasus pelanggaran

HAM dalam rangka perlindungan dan pemajuan HAM sesuai dengan nilai-

nilai Pancasila dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

Pemahaman dan pemaknaan peserta didik tentang HAM sangat diperlukan

agar mereka bisa menghargai hak manusia lain. Materi HAM mendapat porsi

yang cukup besar dalam PPKn. Namun berdasarkan data peneliti sebagai guru

mata pelajaran PPKn di SMK Muhammadiyah 4 Surakarta, peserta didik

khususnya kelas XB kurang berminat dalam mempelajari materi hak asasi

3
manusia (HAM). Dampaknya adalah hasil belajar peserta didik cenderung

rendah dan tidak sesuai dengan harapan guru.

Peningkatan hasil belajar Peserta didik terkait erat dengan pelaksanaan

kegiatan belajar mengajar. Agar peserta didik tertarik mempelajari materi

kasus-kasus pelanggaran HAM dalam rangka pelindungan dan pemajuan

HAM, maka penyampaian materi HAM perlu menerapkan model active

learning dan disajikan dengan metode dan media pembelajaran yang menarik,

menyenangkan, dan merangsang peserta didik untuk belajar. Sebagai

alternative peneliti memilih “SI GOSTER CERIA sebagai upaya dalam

meningkatkan aktifitas dan hasil belajar peserta didik tentang kasus

pelanggaran HAM dalam rangka pemajuan dan penegakan HAM di Indonesia.

Berdasarkan latar belakang tersebut, peneliti tertarik untuk mengkaji lebih

lanjut tentang upaya peningkatan aktifitas dan hasil belajar peserta didik

tentang kasus-kasus pelanggaran HAM dalam rangka pemajuan dan penegakan

HAM di Indonesia pada pembelajaran PPKn melalui penelitian yang berjudul

“SI GOSTER CERIA sebagai Upaya dalam Meningkatkan Aktifitas dan Hasil

Belajar Peserta Didik tentang Kasus Pelanggaran HAM di Kelas XB SMK

Muhammadiyah 4 Surakarta Semester 1 Tahun 2014-2015”.

B. Identifikasi Masalah

Identifikasi masalah merupakan tahap pertama dalam serangkaian tahap-

tahap penelitian karena kualitas penelitian sangat ditentukan oleh masalah yang

diteliti (Subyantoro, 2014: 52). Berdasarkan latar belakang penelitian yang

4
telah diuraikan di atas, maka ada beberapa masalah yang bisa diidentifikasikan

sebagai berikut.

1. Apa yang menyebabkan rendahnya minat peserta didik dalam

mempelajari materi HAM pada mata pelajaran PPKn?

2. Mengapa aktifitas belajar peserta didik dalam mempelajari materi HAM

pada mata pelajaran PPKn rendah?

3. Mengapa hasil belajar peserta didik dalam mempelajari materi HAM

pada mata pelajaran PPKn rendah?

4. Metode apa yang paling tepat dalam meningkatkan aktifitas dan hasil

belajar peserta didik tentang materi HAM?

5. Media apa yang paling tepat dalam meningkatkan aktifitas dan hasil

belajar peserta didik tentang materi HAM?

6. Apakah metode SI GOSTER CERIA dapat meningkatkan aktifitas dan

hasil belajar peserta didik tentang materi HAM?

C. Pembatasan Masalah

Pembatasan masalah berkaitan dengan pemilihan masalah dari berbagai

masalah yang telah diidentifikasikan. Dengan demikian masalah akan dibatasi

menjadi lebih khusus, lebih sederhana dan gejalanya akan lebih mudah kita

amati karena dengan pembatasan masalah maka seorang peneliti akan lebih

focus dan terarah sehingga tahu kemana akan melangkah selanjutnya dan apa

tindakan selanjutnya (Tahir ,2011:19). Masalah dalam penelitian ini dibatasi

pada hal-hal sebagai berikut.

5
1. Objek penelitiannya adalah aktifitas dan hasil belajar peserta didik

selama proses pembelajaran tentang materi HAM.

2. Subjek penelitiannya adalah peserta didik kelas XB SMK

Muhammadiyah 4 Surakarta semester 1 tahun 2014/2015 yang berjumlah

28 orang.

3. Bentuk perlakuannya adalah melalui penerapan metode SI GOSTER

CERIA.

D. Rumusan Masalah

Rumusan masalah adalah rumusan persoalan yang perlu dipecahkan atau

pertanyaan yang perlu dijawab dengan penelitian. Perumusan masalah merupakan

pernyataan yang lengkap dan rinci mengenai ruang lingkup masalah yang akan

diteliti berdasarkan identifikasi dan pembatasan masalah. (Tahir,2012: 20).

Menurut Subyantoro (2014: 58), perumusan masalah yang jelas akan membuka

peluang bagi peneliti dalam menetapkan tindakan perbaikan, jenis data yang

diperlukan, serta cara menginterpretasikannya. Berdasarkan identifikasi dan

pembatasan masalah, maka rumusan masalah dalam penelitian ini sebagai berikut.

1. Bagaimana pelaksanaan pembelajaran melalui metode diskusi dengan

metode SI GOSTER CERIA tentang materi kasus-kasus pelanggaran

HAM pada peserta didik kelas XB SMK Muhammadiyah 4 Surakarta

semester 1 tahun pelajaran 2014/2015?

2. Seberapa banyak peningkatan aktifitas dan hasil belajar peserta didik

kelas XB SMK Muhammadiyah 4 Surakarta semester 1 tahun pelajaran

6
2014/2015 tentang materi kasus-kasus pelanggaran HAM setelah

menerapkan metode SI GOSTER CERIA?

E. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini secara umum adalah untuk meningkatkan aktifitas dan

hasil belajar tentang materi kasus-kasus pelanggaran HAM pada peserta didik

kelas XB SMK Muhammadiyah 4 Surakarta semester 1 tahun pelajaran

2014/2015. Secara khusus tujuan penelitian adalah sebagai berikut.

1. Mendeskripsikan implementasi metode diskusi dengan metode SI

GOSTER CERIA tentang materi kasus-kasus pelanggaran HAM pada

peserta didik kelas XB SMK Muhammadiyah 4 Surakarta semester 1

tahun pelajaran 2014/2015.

2. Mengetahui seberapa banyak peningkatan aktifitas dan hasil belajar

peserta didik kelas XB SMK Muhammadiyah 4 Surakarta semester 1

tahun pelajaran 2014/2015 tentang materi kasus-kasus pelanggaran HAM

setelah menerapkan metode diskusi dengan metode SI GOSTER CERIA.

F. Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian menunjukkan pada pentingnya penelitian dilakukan

,baik untuk pengembangan ilmu dan rferensi penelitian lebih lanjut dengan

kata lain manfaat penelitian berisi uraian yang menunjukkan bahwa masalah

yang dipilih memang layak diteliti (Tahir, 2011: 21). Manfaat penelitian ini

mencakup manfaat teoritis dan praktis sebagai berikut.

7
1. Manfaat teoritis, antara lain: a) mendapatkan teori baru tentang

pembelajaran konstruktivistik dengan diskusi melalui metode SISTER

GOOGLE+ CERIA, dan b) sebagai dasar untuk penelitian selanjutnya.

2. Manfaat praktis, antara lain: a) Bagi peserta didik, diharapkan mampu

meningkatkan motivasi dan minat peserta didik dalam mempelajarai

HAM; b) bagi guru, sebagai bahan masukan tentang implementasi

metode diskusi melalui metode SISTER GOOGLE+ CERIA; c) bagi

sekolah, diharapkan sebagai bahan masukan dalam rangka meningkatkan

mutu sekolah yang bermuara pada peningkatan mutu pendidikan, dan; d)

bagi perpustakaan sekolah dapat menjadi bahan referensi bagi semua

pihak dalam upaya meningkatkan mutu pembelajaran di sekolah.

8
BAB II

LANDASAN TEORI DAN HIPOTESIS TINDAKAN

A. Landasan Teori

Teori yang digunakan sebagai landasan dalam penelitian ini antara lain teori

Konstruktivisme, konsep pembelajaran dengan metode diskusi, konsep media

sosial Google+, , konsep PPKn dan Hak Asasi Manusia (HAM), serta konsep

tentang aktifitas dan hasil belajar PPKN.

1. Teori Konstruktivisme

Teori Konstruktivisme dipelopori oleh Piaget, Vigotsky, dan Bruner.

Piaget menekankan bahwa penciptaan lingkungan belajar menjadi sorotan

penting. Lingkunganlah yang akan menarik peserta didik dalam belajar,

terutama melakukan eksplorasi. Sedangkan Vigotsky menekankan interaksi

antara peserta didik dan guru. Hal ini didukung pendapat Bruner yang

menekankan kepada gambaran proses pikiran peserta didik dalam

mengkonstruksi suatu pengetahuan.

Hatimah (2008: 4) menyatakan bahwa teori konstruksivisme pendidikan

lahir dari gagasan Piaget dan Vygotsky dimana keduanya menekankan bahwa

perubahan kognitif hanya terjadi jika konsepsi-konsepsi yang telah difahami

sebelumnya, diolah melalui suatu proses ketidakseimbangan dalam upaya

memahami informasi-informasi baru. Piaget dan Vygotsky juga menegaskan

adanya kakikat sosial dari belajar, dan keduanya menyarankan untuk

9
menggunakan kelompok-kelompok belajar dengan kemampuan anggota

kelompok yang berbeda-beda untuk mengupayakan perubahan konseptual.

Ide-ide konstruksivisme modern menurut Muhammad Nur dalam

Hatimah (2008: 24) banyak berlandaskan pada teori Vygotsky yang telah

digunakan dalam menunjang metode pembelajaran yang menekankan pada

pembelajaran kooperatif, pembelajaran berbasis proyek dan penemuan. Teori

konstruksivisme modern terbagi atas empat prinsip kunci sebagai berikut.

a. Penekanannya pada hakikat sosial dari pembelajaran.


b. Kedua, ide bahwa belajar paling baik apabila konsep itu berada dalam
zona perkembangan mereka.
c. Adanya penekanan pada keduanya, yaitu hakikat sosial dari pembelajaran
dan zona perkembangan terdekat yang dinamakan dengan pemagangan
kognitif.
d. Proses pembelajaran menekankan kemandirian (scaffolding) atau belajar
menggunakan media (mediated learning).

Menurut Schuman yang dikutip Yulaelawati (2004: 56), konstruksivisme

dikemukakan dengan dasar pemikiran bahwa semua orang membangun

pandangannya terhadap dunia melalui pengalaman individualnya yang

disebut skema. Teori konstruksivisme berpandangan bahwa pengetahuan

bukanlah kumpulan fakta dari suatu kenyataan yang sedang dipelajari,

melainkan sebagai konstruksi kognitif seseorang terhadap objek, pengalaman

maupun lingkungannya. Untuk membangun suatu pengetahuan baru, peserta

didik akan menyesuaikan informasi baru atau pengetahuan yang disampaikan

guru dengan pengetahuan atau pengalaman yang telah dimilikinya melalui

interaksi sosial dengan peserta didik lain atau dengan gurunya (Yulaelawati,

2004: 53).

10
Konstruksivisme, menyiapkan peserta didik untuk menghadapi dan

menyelesaikan masalah dalam situasi yang tidak tentu atau ambigus.

Sedangkan menurut Merrill (1991) dan Smorgansbord (1997) dalam

Yulaelawati (2004: 54) menyatakan beberapa hal tentang faham

konstruksivisme ini, antara lain sebagai berikut.

a. Pengetahuan dibangun berdasarkan pengalaman atau pengetahuan yang


telah ada sebelumnya.
b. Belajar merupakan penafsiran seseorang tentang dunia.
c. Belajar merupakan proses aktif dimana makna dikembangkan
berdasarkan pengalaman.
d. Pengetahuan tumbuh karena adanya perundingan (negosiasi) makna
melalui berbagai informasi atau menyepakati suatu pandangan dalam
berinteraksi atau bekerjasama dengan orang lain.
e. Belajar harus disituasikan dalam latar (setting) yang realistik, penilaian
harus terintegrasi dengan tugas dan bukan merupakan kegiatan yang
terpisah.

Strategi pembelajaran konstruktivistik perlu mengikuti kaidah pedagogik,

yaitu pembelajaran diawali dari yang kongkrit ke yang abstrak, dari yang

sederhana ke yang kompleks, dari mudah ke yang sulit. Peserta didik perlu

belajar secara aktif dengan berbagai cara untuk mengkonstruksi atau

membangun pengetahuannya. Suatu rumus, konsep atau prinsip dalam

pembelajaran tersebut, seyogyanya dibangun pembelajar dalam bimbingan

guru.

2. Konsep Diskusi

Diskusi adalah metode pembelajaran yang menghadapkan kelompok

peserta didik pada suatu permasalahan. Tujuan utama dari metode ini adalah

untuk memecahkan suatu permasalahan, menjawab pertanyaan, menambah

dan memahami pengetahuan peserta didik serta untuk membuat suatu

11
keputusan (Kilsen, 1998). Karena itu diskusi bukanlah debat yang bersifat

mengadu argumentasi. Diskusi lebih bersifat bertukar pengalaman untuk

menentukan keputusan tertentu secara bersama-sama. Pada metode diskusi

materi pembelajaran tidak diorganisir sebelumnya serta tidak disajikan secara

langsung kepada peserta didik, materi pembelajaran ditemukan dan

diorganisir oleh peserta didik sendiri, oleh karena itu tujuan utama metode ini

bukan hanya sekedar hasil belajar, tetapi yang lebih penting adalah proses

belajar.

Secara umum ada dua jenis diskusi yang dilakukan dalam proses

pembelajaran. Pertama, diskusi kelompok, diskusi ini dinamakan diskusi

kelas. Pada diskusi ini permasalahan yang disajikan oleh guru dipecahkan

oleh kelas secara keseluruahan. Kedua, diskusi kelompok kecil. Pada diskusi

ini peserta didik dibagi dalam beberapa kelompok. Setiap kelompok terdiri

dari beberapa orang.

Menurut Bridges (1979: 153) dalam proses pelaksanan diskusi guru harus

mengatur kondisi, sebagai berikut.

a. Setiap peserta didik dapat bicara mengeluarkan gagasan dan


pendapatnya
b. Setiap peserta didik harus saling mendengar pendapat orang lain
c. Setiap peserta didik harus memberikan respon
d. setiap peserta didik harus dapat mengumpulkan atau mencatat ide-ide
yang dianggap penting
e. Melalui diskusi setiap peserta didik harus dapat mengembangkan
pengetahuannya serta memahami isu-isu yang dibicarakan dalam
diskusi.

Kondisi di atas sangat ditekankan oleh Bridges, sebab diskusi merupakan

metode pembelajaran yang dapat digunakan untuk mengimplementasikan

12
strategi pembelajaran berbasis pemecahan masalah, sehingga diharapkan bisa

mendorong peserta didik untuk dapat meningkatkan kemampuan berfikir

ilmiah serta dapat mengembangkan pengetahuan peserta didik.

Metode diskusi mempunyai beberapa kelebihan, namun demikian ada juga

beberapa kelemahan metode diskusi. Kelebihan menerapkan metode diskusi

dalam kegiatan belajar mengajar, antara lain sebagai berikut.

a. Merangsang peserta didik untuk lebih kreatif dalam berfikir

b. Melatih peserta didik untuk membiasakan diri bertukar pikiran dalam

mengatasi setiap masalah

c. Melatih peserta didik untuk berani mengemukakan pendapat secara

verbal

d. Melatih peserta didik untuk bisa memiliki kepercayaan diri yang tinggi

e. Melatih peserta didik untuk menghargai pendapat orang lain.

Sedangkan beberapa kelemahan yang ada pada metode diskusi, antara

lain sebagai berikut.

a. Sering terjadi pembicaraan dalam diskusi didominasi oleh dua atau

tiga orang yang memiliki ketrampilan berbicara

b. Terkadang pembicaraan atau pembahasan dalam diskusi meluas,

sehingga memungkinkan kesimpulan diskusi menjadi kabur

c. Butuh waktu yang relatif panjang, sehingga sering tidak sesuai

dengan yang kita rencanakan

d. Sering terjadi perbedaan pendapat yang kurang terkontrol sehingga

bisa memicu emosi peserta diskusi.

13
Terdapat bermacam-macam jenis diskusi yang bisa digunakan dalam

kegiatan pembelajaran, antara lain: 1) Diskusi kelas atau diskusi kelompok

adalah desain diskusi yang bertujuan untuk memecahkan masalah yang

dilakukan oleh seluruh anggota kelas sebagai peserta diskusi; 2) diskusi

kelompok kecil, yaitu dengan membagi-bagi peserta didik dalam kelompok-

kelompok; 3) Simposium, yaitu metode mengajar dengan membahas suatu

persoalan dipandang dari berbagai sudut pandang berdasarkan keahlian, dan;

4) Diskusi panel yaitu pembahasan suatu masalah yang dilakukan oleh

beberapa orang panelis yang biasanya terdiri dari 4 sampai 5 orang dihadapan

audiens.

Agar penerapan metode diskusi berhasil dengan efektif, maka perlu

dilakukan langkah-langkah berikut.

1) Langkah persiapan, meliputi: a) merumuskan tujuan yang ingin


dicapai yang harus dipahami oleh setiap peserta didik sebagai peserta
diskusi; b) menentukan jenis diskusi yang akan dilaksanakan; c)
menetapkan masalah yang akan dibahas, dan; d) mempersiapkan
segala sesuatu yang berhubungan dengan teknis pelaksanaan diskusi,
misalnya petugas diskusi.
2) Pelaksanaan diskusi, meliputi: a) memeriksa segala persiapan yang
berpengaruh terhadap kelancaran diskusi; b) memberikan pengarahan
sebelum dilaksanakan diskusi; c) melaksanakan diskusi sesuai dengan
aturan main yang telah ditetapkan; d) memberikan kesempatan yang
sama kepada setiap peserta diskusi untuk menyampaikan gagasan,
pendapat dan ide-idenya, dan; e) mengendalikan pembicaraan pada
pokok permasalahan yang sudah ditetapkan.
3) Menutup diskusi, meliputi: a) merangkum pokok-pokok pembahasan
sebagai kesimpulan sesuai dengan hasil diskusi; b) mereview jalannya
diskusi dengan meminta pendapat dari seluruh peserta sebagai umpan
balik untuk perbaikan selanjutnya (Sanjaya, 2007: 157).

14
3. Media Sosial Google+

Pengertian media sosial atau Social Media menurut tata bahasa, terdiri

dari kata Social yang artinya kemasyarakatan atau sebuah interaksi dan

Media yaitu sebuah wadah atau tempat sosial

(http://wibawaadiputra.wordpress.com/2013/01/27/media-sosial-jejaring-

sosial-social-media-social-network/, diunduh pada 16 Oktober 2014). Media

sosial adalah sebuah media online, dengan para penggunanya bisa dengan

mudah berpartisipasi, berbagi, dan menciptakan isi meliputi blog, jejaring

sosial, wiki, forum dan dunia virtual. Blog, jejaring sosial dan wiki

merupakan bentuk media sosial yang paling umum digunakan oleh

masyarakat di seluruh dunia. (http://www.buluxshero.com/keuntungan-social-

media.html, diunduh pada 16 Oktober 2014))

Gambar 1. Media Social

15
Sosial media dikelompokkan dalam beberapa bagian besar sebagai berikut.

a. Social Networks. Jenis sosial media seperti ini banyak digunakan untuk

saling bersosialisasi dan berinteraksi dengan para user lain (Facebook,

Myspace, LinkedIn dll)

b. Social Discuss, yang lebih sering digunakan untuk melakukan obrolan

dengan user lain (Gtalk, Yahoo Messenger, Skype, Hangouts dll)

c. Social Share, yang lebih difokuskan untuk saling berbagi dengan user

lainnya entah dalam bentuk file, musik, photo bahkan video (Youtube,

Slideshare, Flickr, Feedback dll)

d. Sosial Publish, yang juga sering digunakan para blogger didunia maya,

yaitu untuk mempublish dalam bentuk page (Blog, Digg, Wordpress dll)

e. Social Game , yang digunakan antara user satu dengan yang lainnya untuk

bermain game bahkan dilakukan bersama-sama (Koongregate,Pogo,

Doof dll)

f. Social Microblog yang merupakan salah satu social media yang saat ini

sedang happening dikalangan anak muda (Twitter, Plurk, Plazes dll).

Google+ atau Google Plus adalah jejaring sosial yang dioperasikan oleh

Google Inc. Google+ diluncurkan pada 28 Juni 2011 dengan sistem undangan

untuk diuji coba. (Facebook's Newest Challenger: Google Plus). Di hari

tersebut, pengguna Google+ diijinkan untuk mengundang teman di atas 18

tahun, untuk membuat akun. Namun, ini segera dihentikan sehari kemudian

setelah pembuatan akun semakin membeludak.

16
Gambar 2. Logo Google+

Banyak fitur dari Google+ yang mirip dengan situs jejaring sosial seperti

Facebook dan LinkedIn. Cara Google+ menampilkan pemberitahuan,

pemberitahuan belum dibaca, dan link ke posting juga mirip dengan

"Pemberitahuan" di Facebook.

a. Circles memungkinkan pengguna untuk mengatur kontak menjadi

kelompok untuk berbagi, across various Google products and services.

Meskipun pengguna lain dapat melihat daftar orang-orang dalam koleksi

lingkaran pengguna, mereka tidak dapat melihat nama-nama lingkaran

mereka. Pengaturan privasi juga memungkinkan pengguna untuk

menyembunyikan pengguna di kalangan mereka serta yang telah mereka

dalam lingkaran mereka. Organisasi dilakukan dengan menyeret

antarmuka. Sistem ini menggantikan fungsi daftar teman biasa digunakan

oleh situs-situs seperti Facebook.

b. Messenger (sebelumnya dikenal sebagai Huddle) adalah fitur yang

tersedia untuk Android, iPhone, dan perangkat SMS untuk berkomunikasi

melalui pesan instan dalam Circles.

17
c. Hangouts adalah tempat yang digunakan untuk memfasilitasi kelompok

obrolan video (dengan maksimal 10 orang berpartisipasi dalam Hangout

tunggal pada setiap titik waktu). Namun, siapa pun di web ini

berkesempatan untuk bergabung dengan Hangout jika mereka kebetulan

memiliki URL yang unik dari Hangout tersebut.

d. Instant Upload khusus untuk ponsel Android untuk menyimpan foto atau

video dalam album pribadi untuk berbagi nanti.

e. Sparks adalah sebuah front-end untuk Google Search, memungkinkan

pengguna untuk mengidentifikasi topik mereka mungkin akan tertarik

dalam berbagi dengan orang lain; "menampilkan kepentingan" percikan

juga tersedia, berdasarkan topik lain secara global menemukan sesuatu

yang menarik.

f. Streams, pengguna melihat perkembangan terbaru dari orang-orang di

kalangan mereka, perkembangan terbaru mirip dengan news feed di

Facebook. Kotak input memungkinkan pengguna untuk memasukkan

status terbaru atau menggunakan ikon untuk mengunggah dan berbagi foto

dan video.

g. Games, 16 permainan telah dirilis pada bulan Agustus.

4. PPKn dan Hak Asasi Manusia

Hak Asasi Manusia (HAM) merupakan bagian dari materi Pendidikan

Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn). Berikut akan diuraikan konsep PPKn

dan HAM.

a. Hakekat Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn)

18
Pembelajaran adalah suatu sistem yang terdiri atas komponen input,

proses, output dan outcome (Suwarna, 2006: 34). Komponen input sistem

pembelajaran dapat berupa peserta didik, materi, metode, alat, media

pembelajaran, dan perangkat-perangkat pembelajaran yang lain. Corey (1986)

dalam Sagala (2003: 61), mengartikan pembelajaran sebagai suatu proses

dimana lingkungan seseorang secara sengaja dikelola untuk memungkinkan

ia turut serta dalam tingkah laku tertentu dalam kondisi- kondisi khusus atau

menghasilkan respons terhadap situasi tertentu.

Pembelajaran PPKn sebaiknya menggunakan pendekatan the whole

education experience of student artinya pembelajaran harus dikaitkan dengan

seluruh pengalaman pendidikan peserta didik di dalam kelas, kehidupan

sekolah, keluarga, dan masyarakat. Selain itu PPKn memusatkan perhatian

pada civic Intellegence, dalam dimensi spiritual, rasional, emosional dan

social sebagai berikut.

Pendidikan Pendidikan Kewarganegaraan (Civic Education) adalah


merupakan mata pelajaran yang memfokuskan pada pembentukan diri
yang beragam dari segi agama, sosio cultural, bahasa, usia dan suku
bangsa untuk menjadi bangsa Indonesia yang cerdas, trampil, dan
berkarakter yang dilandaskan oleh Pancasila dan UUD 1945 (Depdiknas,
2005: 33).

Visi PPKn adalah “mewujudkan proses pendidikan yang terarah pada

pengembangan kemampuan individu sehingga menjadi warga negara yang

cerdas, partisipatif, dan bertanggung jawab” (Depdiknas, 2005: 33). Ada tiga

misi PPKn, yaitu sebagai berikut.

1) Memanfaatkan kenyataan dan kecenderungan masyarakat yang semakin


transparan, tuntutan kendali mutu yang semakin mendesak, dan proses
demokrasi yang semakin intens dan meluas.

19
2) Memanfaatkan substansi berbagai disiplin ilmu yang relevan.
3) Memanfaatkan berbagai konsep, prinsip dan prosedur pembelajaran yang
memungkinkan para peserta didik mampu belajar demokrasi (Depdiknas,
2005: 33-34).

Secara umum PPKn bertujuan untuk mengembangkan potensi individu

warga negara Indonesia sehingga memiliki wawasan, sikap, dan keterampilan

kewarganegaraan yang memadai. PPKn berfungsi sebagai pembentuk warga

negara cerdas, terampil, dan berkarakter yang setia kepada bangsa dan NKRI

dan merefleksikannya dalam kebiasaan berpikir dan bertindak sesuai dengan

amanat Pancasila dan UUD 1945 (Depdiknas, 2005 : 34-35).


Pembentukan diri
yg beragam
(agama, sosio kultural,
bahasa, usia, suku bangsa)

WN yg cerdas, partisipatif UMUM


& bertanggung jwb Wawasan, sikap &
ketrampilan
kewarganegaraan

KHUSUS
Kenyataan & kecenderungan Kritis, rasional, kreatif dlm
masy semakin transparan, menghadapi isu
tuuntutan kendali mutu, Partisipasi yg cerdas &
demokrasi yg semakin bertanggung jwb
intens & meluas Berkembang positif
Memanfaatkan substansi & demokratis
berbagai ilmu yg relevan Interaksi dg bangsa lain
Memanfaatkan konsep, prinsip
& prosedur pembelj yg tepat
utk belajar demokrasi

Dinamis: Intra & Ekstra


kurikuler

Gambar 3. Fokus, Visi, Misi, Fungsi dan Tujuan PKn

Ruang Lingkup Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan (PPKn)

meliputi delapan aspek.

1) Persatuan dan Kesatuan bangsa, meliputi: Hidup rukun dalam perbedaan,

Cinta lingkungan, Kebanggaan sebagai bangsa Indonesia, Sumpah

Pemuda, Keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia, Partisipasi

20
dalam pembelaan negara, sikap positif terhadap Negara Kesatuan

Republik Indonesia, Keterbukaan dan jaminan keadilan

2) Norma, hukum dan peraturan, meliputi: Tertib dalam kehidupan

keluarga, Tata tertib di sekolah, Norma yang berlaku di masyarakat,

Peraturan-peraturan daerah, Norma-norma dalam kehidupan berbangsa

dan bernegara, Sistem hukum dan peradilan nasional, Hukum dan

peradilan internasional

3) Hak asasi manusia meliputi: Hak dan kewajiban anak, Hak dan

kewajiban anggota masyarakat, Instrumen nasional dan internasional

HAM, Pemajuan, penghormatan dan perlindungan HAM

4) Kebutuhan warganegara meliputi: Hidup gotong royong, Harga diri

sebagai warga masyarakat, Kebebasan berorganisasi, Kemerdekaan

mengeluarkan pendapat, Menghargai keputusan bersama, Prestasi diri,

Persamaan kedudukan warganegara

5) Konstitusi Negara meliputi: Proklamasi kemerdekaan dan konstitusi yang

pertama, Konstitusi-konstitusi yang pernah digunakan di Indonesia,

Hubungan dasar negara dengan konstitusi

6) Kekuasan dan Politik, meliputi: Pemerintahan desa dan kecamatan,

Pemerintahan daerah dan otonomi, Pemerintah pusat, Demokrasi dan

sistem politik, Budaya politik, Budaya demokrasi menuju masyarakat

madani, Sistem pemerintahan, Pers dalam masyarakat demokrasi

7) Pancasila meliputi: kedudukan Pancasila sebagai dasar negara dan

ideologi negara, Proses perumusan Pancasila sebagai dasar negara,

21
Pengamalan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan sehari-hari, Pancasila

sebagai ideologi terbuka

8) Globalisasi meliputi: Globalisasi di lingkungannya, Politik luar negeri

Indonesia di era globalisasi, Dampak globalisasi, Hubungan internasional

dan organisasi internasional, dan Mengevaluasi globalisasi.

Kompetensi yang hendak diwujudkan melalui mata pelajaran Pendidikan

Kewarganegaraan dibagi ke dalam tiga kelompok: 1) civics knowledge; 2)

civics skill, dan; 3) civics virtue (Depdiknas, 2005: 38). Secara ringkas ruang

lingkup PPKn digambarkan sebagai berikut.

1. Persatuan &
kesatuan bangsa

2. Norma, hukum
& peraturan
CIVICS
3. HAM KNOWLEDGE

4. Kebutuhan WN

CIVICS CIVICS
5. Konstitusi negara SKILL VIRTUE

6. Kekuasaan &
Politik

7. Pancasila

8. Globalisasi

Gambar 4
Ruang Lingkup Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan

b. Hakekat Hak Asasi Manusia (HAM)

Pengakuan terhadap Hakekat Hak Asasi Manusia (HAM) pada

hakikatnya merupakan penghargaan terhadap segala potensi dan harga diri

manusia menurut kodratnya. Walaupun demikian, kita tidak boleh lupa bahwa

hakikat tersebut tidak hanya mengundang hak untuk menikmati kehidupan

secara kodrati. Sebab dalam hakikat kodrati itupun terkandung kewajiban

22
pada diri manusia tersebut. Tuhan memberikan hak dasar dengan kewajiban

membina dan menyempurnakannya. (Lubis, Yusnawan, 2014: 5)

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak

Asasi Manusia Pasal 1 menyebutkan bahwa “Hak Asasi Manusia (HAM)

adalah seperangkat hak yang melekat pada manusia sebagai makhluk Tuhan

yang Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati,

dijunjung tinggi, dan dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah dan setiap

orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia”.

Berdasarkan rumusan-rumusan hak asasi manusia tersebut di atas, dapat

disimpulkan bahwa HAM merupakan hak yang melekat pada diri manusia

yang bersifat kodrati dan fundamental sebagai suatu anugerah Tuhan Yang

Maha Esa yang harus dihormati, dijaga, dan dilindungi oleh setiap individu,

masyarakat, atau negara. Pengaturan HAM dalam ketatanegaraan Republik

Indonesia terdapat dalam perundang-undangan yang dijadikan acuan normatif

dalam pemajuan dan perlindungan HAM. Dalam perundang-undangan

Republik Indonesia paling tidak terdapat empat bentuk hukum tertulis yang

menyatakan tentang HAM. Pertama, dalam Undang-undang Dasar Negara

Republik Indonesia Tahun 1945, baik Pembukaan yakni alenia 1 dan

4)maupun batang tubuhyang terdapat dalam pasal 27 sampai dengan 34 .

Kedua, dalam ketetapan MPR (TAP MPR). Ketiga, dalam Undang-Undang.

Keempat, dalam peraturan pelaksanaan perundang-undangan seperti

Peraturan Pemerintah, Keputusan Presiden, dan peraturan pelaksanaan

lainnya.

23
Pemahaman tentang HAM yang paling mendasar dalam Undang-undang

Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia mencakup hak-hak

sebagai berikut.

1) Hak untuk hidup. Setiap orang berhak untuk hidup, mempertahankan

hidup, meningkatkan taraf kehidupannya, hidup tenteram, aman, damai,

bahagia, sejahtera lahir dan batin serta memperoleh lingkungan hidup yang

baik dan sehat. Hak atas kehidupan ini bahkan juga melekat pada bayi

yang belum lahir atau orang yang terpidana mati. Dalam hal atau keadaan

yang sangat luar biasa yaitu demi kepentingan hidup ibunya dalam kasus

aborsi atau berdasarkan putusan pengadilan dalam kasus pidana mati,

maka tindakan aborsi atau pidana mati dalam hal dan atau kondisi tersebut,

masih dapat diizinkan. Hanya pada dua hal tersebut itulah hak untuk hidup

dapat dibatasi.

2) Hak berkeluarga dan melanjutkan keturunan. Setiap orang berhak untuk

membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan melalui perkawinan yang

syah (perkawinan yang dilaksanakan menurut ketentuan peraturan

perundang-undangan), atas kehendak bebas calon suami dan isteri yang

bersangkutan yakni kehendak yang lazim dari niat suci tanpa paksaan,

penipuan atau tekanan apapun dan dari siapapun terhadap calon suami dan

atau calon isteri.

3) Hak mengembangkan diri. Setiap orang berhak untuk memperjuangkan

hak pengembangan dirinya, baik secara pribadi maupun kolektif, untuk

membangun masyarakat, bangsa dan negaranya.

24
4) Hak memperoleh keadilan. Setiap orang, tanpa diskriminasi, berhak untuk

memperoleh keadilan dengan mengajukan permohonan, pengaduan, dan

gugatan, baik dalam perkara pidana, perdata, maupun administrasi serta

diadili melalui proses peradilan yang bebas dan tidak memihak, sesuai

dengan hukum acara yang menjamin pemeriksaan secara obyektifoleh

Hakim yang jujur dan adil untuk memperoleh putusan adil dan benar.

5) Hak atas kebebasan pribadi. Setiap orang bebas untuk memilih dan

mempunyai keyakinan politik, mengeluarkan pendapat di muka umum,

memeluk agama masing-masing, tidak boleh diperbudak, memilih

kewarganegaraan tanpa diskriminasi, bebas bergerak, berpindah dan

bertempat tinggaldi wilayah Republik Indonesia.

6) Hak atas rasa aman. Setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi,

keluarga, kehormatan, martabat, hak milik, rasa aman dan tenteram serta

perlindungan terhadap ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat

sesuatu.

7) Hak atas kesejahteraan. Setiap orang berhak mempunyai milik, baik

sendiri maupun bersama-sama dengan orang lain demi pengembangan

dirinya, bangsa dan masyarakat dengan cara tidak melanggar hukum serta

mendapatkan jaminan sosial yang dibutuhkan, berhak atas pekerjaan,

kehidupan yang layak dan berhak mendirikan serikat pekerja demi

melindungi dan memperjuangkan kehidupannya.

25
5. Aktifitas dan Hasil Belajar PPKn

a. Aktifitas Belajar Peserta Didik

Pada prinsipnya belajar adalah berbuat, tidak ada belajar jika tidak ada

aktivitas. Itulah mengapa aktivitas merupakan prinsip yang sangat penting

dalam interaksi belajar mengajar. Aktivitas belajar adalah aktifitas yang

melibatkan baik fisik dan mental. (Sardiman, 2007: 93-100). Selanjutnya

dijelaskan bahwa aktifitas belajar merupakan kegiatan yang melibatkan

seluruh panca indera yang dapat membuat seluruh anggota tubuh dan pikiran

terlibat dalam proses belajar..Adapun jenis-jenis aktivitas dalam belajar

yang digolongkan oleh Paul B. Diedric (Sardiman, 2007: 101) adalah

sebagai berikut.

1) Visual activities, yang termasuk di dalamnya misalnya membaca,

memperhatikan gambar demonstrasi, percobaan, pekerjaan orang lain.

2) Oral Activities, seperti menyatakan merumuskan, bertanya,

memberi saran, berpendapat, diskusi, interupsi.

3) Listening Activities, sebagai contoh mendengarkan: uraian,

percakapan, diskusi, musik, pidato.

4) Writing Activities, seperti misalnya menulis cerita, karangan,

laporan, menyalin.

5) Drawing Activities, menggambar, membuat grafik, peta, diagram.

6) Motor Activities, yang termasuk di dalamnya antara lain:

melakukan percobaan, membuat konstruksi, model, mereparasi,

berkebun, beternak.

26
7) Mental Activities, sebagai contoh misalnya: menanggapi,

mengingat, memecahkan soal, menganalisis, mengambil keputusan.

8) Emotional Activities, seperti misalnya, merasa bosan, gugup,

melamun, berani, tenang.

Selanjutnya menurut Hamalik (2006: 175) penggunaan asas aktivitas

besar nilainya bagi pengajaran para peserta didik, dengan alas an sebagai

berikut,

1) Para peserta didik mencari pengalaman sendiri dan langsung mengalami

sendiri

2) Berbuat sendiri akan mengembangkan seluruh aspek pribadi peserta

didik secara integral

3) Memupuk kerja sama yang harmonis dikalangan peserta didik

4) Para peserta didik bekerja menurut minat dan kemampuan sendiri

5) Memupuk disiplin kelas secara wajar dan susana belajar menjadi

demokratis

6) Mempererat hubungan sekolah dan masyarakat dan hubungan anatara

orang tua dengan guru

7) Pengajaran diselenggarakan secara relistis dan kongkrit, sehingga

mengembangkan pemahaman dan berfikir kritis serta menghindari

perbalistis

8) Pengajaran di sekolah menjadi hidup sebagaimana aktivitas dalam

kehidupan di masyarakat.

27
b. Hasil Belajar

"Belajar adalah suatu perubahan perilaku, akibat interaksi dengan

lingkungannya" (Ali, 204 : 14). Perubahan perilaku dalam proses belajar

terjadi akibat dari interaksi dengan lingkungan. Interaksi biasanya

berlangsung secara sengaja. Dengan demikian belajar dikatakan berhasil

apabila terjadi perubahan dalam diri individu. Sebaliknya apabila terjadi

perubahan dalam diri individu maka belajar tidak dikatakan berhasil.

Hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki peserta didik

setelah menerima pengalaman belajarnya (Sudjana, 2004: 22). Hasil belajar

mencakup segala kemampuan yang dapat dicapai peserta didik melalui proses

belajar yang berupa pemahaman dan penerapan pengetahuan dan

keterampilan yang berguna bagi peserta didik dalam kehidupannya sehari-

hari serta sikap dan cara berpikir kritis dan kreatif.

Hasil belajar juga diartikan sebagai segala kemampuan yang dapat dicapai

siswa melalui proses belajar yang berupa pemahaman dan penerapan

pengetahuan dan keterampilan yang berguna bagi siswa dalam kehidupannya

sehari-hari serta sikap dan cara berpikir kritis dan kreatif dalam rangka

mewujudkan manusia yang berkualitas, bertanggung jawab bagi diri sendiri,

masyarakat, bangsa dan negara serta bertanggung jawab kepada Tuhan Yang

Maha Esa.

Hasil belajar yang dicapai peserta didik dipengaruhi oleh dua faktor yakni

faktor dari dalam dan faktor dari luar. Faktor tersebut yaitu hasil belajar

peserta didik di sekolah 70 % dipengaruhi oleh kemampuan peserta didik dan

28
30 % dipengaruhi oleh lingkungan. (Clark, 1981: 21 dalam

http://www.sarjanaku.com/ 2011/03/pengertian-definisi-hasil-belajar.html,

diunduh pada 16 Oktober 2014)).

Hasil belajar PPKn adalah hasil belajar yang dicapai peserta didik setelah

mengikuti proses pembelajaran PPKn yang berguna bagi peserta didik untuk

kehidupan sosialnya baik untuk masa kini maupun masa yang akan datang.

Hasil belajar PPKn adalah hasil belajar yang dicapai siswa setelah mengikuti

proses pembelajaran PPKn berupa seperangkat pengetahuan, sikap, dan

keterampilan dasar yang berguna bagi siswa untuk kehidupan sosialnya baik

untuk masa kini maupun masa yang akan datang yang meliputi keragaman

suku bangsa dan budaya Indonesia, keragaman keyakinan (agama dan

golongan) serta keragaman tingkat kemampuan intelektual dan emosional.

Hasil belajar didapat baik dari hasil tes (formatif, subsumatif dan

sumatif), unjuk kerja (performance), penugasan (Proyek), hasil kerja

(produk), portofolio, sikap serta penilaian diri. Namun dalam penelitian ini

hanya akan membahas hasil belajar PPKn siswa yang diperoleh dari ulangan

harian atau tes tertulis (tes formatif).

Untuk meningkatkan hasil belajar PPKn, dalam pembelajarannya harus

menarik sehingga siswa termotivasi untuk belajar. Diperlukan model

pembelajaran interaktif dimana guru lebih banyak memberikan peran kepada

siswa sebagai subjek belajar, guru mengutamakan proses daripada hasil. Guru

merancang proses belajar mengajar yang melibatkan siswa secara integratif

dan komprehensif pada aspek kognitif, afektif dan psikomotorik sehingga

29
tercapai hasil belajar. Agar hasil belajar PPKn meningkat diperlukan situasi,

cara dan strategi pembelajaran yang tepat untuk melibatkan siswa secara aktif

baik pikiran, pendengaran, penglihatan, dan psikomotor dalam proses belajar

mengajar.

B. Penelitian yang Relevan

Beberapa penelitian terdahulu yang relevan dengan penelitian ini antara lain

sebagai berikut.

1. Rahayuningsih (2012) dalam penelitiannya yang berjudul “Pemanfaatan

Facebook sebagai Media Diskusi bagi Peserta Didik” merekomendasikan

guru untuk memanfaatkan beberapa media social yang tersedia untuk

meningkatkan aktifitas dan hasil belajar peserta didik.

2. Rahayuningsih (2011) dalam penelitiannya yang berjudul:“ Implementasi

Teknik IM2 Tipikor (Interactive Mind Mapping) sebagai Upaya dalam

Meningkatkan Partisipasi dan Hasil Belajar PKn Peserta didik Kelas XA

SMK Muhammadiyah 4 Surakarta Tahun 2011/2012. Peneliti

menyarankan pada peneliti selanjutnya untuk mengembangkan penelitian

tersebut dengan berbagai strategy dan model pembelajaran yang lain dan

dapat menggunakan penelitian tersebut sebagai dasar penelitian lebih

lanjut.

3. Winataputra, Udin Saripudin (2001) dalam penelitiannya yang berjudul

“Jatidiri Pendidikan Kewarganegaraan sebagai Wahana Sistemik

Pendidikan Demokrasi”. (Suatu Kajian Konseptual dalam Pendidikan IPS)

berupaya mendapatkan landasan teoritik dan pengalaman yang melandasi

30
pendidikan kewarganegaraan di sekolah, dalam lembaga pendidikan guru,

di masyarakat dan dalam berbagai kegiatan akademik.

C. Kerangka Berpikir

Untuk memperoleh hasil yang optimal dan sesuai dengan tujuan

penelitian, perlu disusun suatu kerangka konseptual yang nantinya dapat

digunakan sebagai petunjuk dan arah bagi kajian-kajian teori yang dilakukan

sebelumnya. Kerangka pikir disusun berdasarkan latar belakang masalah yang

dilandasi oleh kajian teori dan hasil penelitian yang relevan untuk

menghasilkan jawaban sementara atas permasalahan yang ada.

Materi pembelajaran PPKn didasarkan atas bahan ajar yang dipelajari

tidak terbatas hanya pada ilmu-ilmu sosial saja, melainkan juga hal-hal yang

bersifat praksis yang dapat berguna bagi peserta didik untuk diterapkan dalam

kehidupannya sehari-hari dalam hubungannya dengan sesama manusia, alam

lingkungan, Penciptanya dan juga dengan pemerintahnya. Pembelajaran

PPKn bersifat pengembangan pengetahuan, pemahaman, pembentukan sikap

dan peningkatan kemampuan dalam aspek kehidupan ideologi, politik,

ekonomi, sosial budaya dan pertahanan keamanan. Oleh karena itu mata

pelajaran PPKn lebih banyak membahas aktivitas manusia dan warga negara

baik secara individu maupun kelompok dalam kehidupan sehari-hari serta

membahas aktivitas pemerintahan negara ditingkat lokal maupun global.

Dari data yang terkumpul, aktifitas dan hasil belajar PPKn peserta didik

khususnya pada materi kasus-kasus pelanggaran HAM masih relatif rendah.

Hal ini tentu banyak penyebabnya, dan salah satu penyebabnya adalah kurang

31
tepatnya model dan metode pembelajaran yang diterapkan oleh guru dalam

pembelajaran PPKn, demikian juga dengan media pembelajarannya. Oleh

karena itu, perlu diupayakan penerapan model, metode, dan media

pembelajaran yang benar-benar sesuai dengan karakteristik bahan atau materi

ajar mata pelajaran PPKn serta karakteristik peserta didik. Untuk mengatasi

masalah tersebut, penulis mencoba menerapkan pembelajaran konstruktivistik

dengan media Poster dan Google+ dalam pembelajaran PPKn dengan harapan

bahwa dengan media tersebut akan mampu meningkatkan aktifitas dan hasil

belajar PPKn peserta didik khususnya pada materi kasus-kasus pelanggaran

HAM di Indonesia.

Penerapan pembelajaran konstruktivistik dengan media Poster dan

Google+ sesuai dengan teori konstruksivisme yang menyatakan bahwa

pengetahuan bukanlah kumpulan fakta dari suatu kenyataan yang sedang

dipelajari, melainkan sebagai konstruksi kognitif seseorang terhadap objek,

pengalaman maupun lingkungannya. Untuk membangun suatu pengetahuan

baru, peserta didik akan menyesuaikan informasi baru atau pengetahuan yang

disampaikan guru dengan pengetahuan atau pengalaman yang telah

dimilikinya melalui interaksi sosial dengan peserta didik lain atau dengan

gurunya. Selain itu konstruksivisme, menyiapkan peserta didik untuk

menghadapi dan menyelesaikan masalah dalam situasi yang tidak tentu atau

ambigus.

Untuk memberikan gambaran lebih jelas tentang kerangka pikir dalam

penelitian ini, maka dapat penulis sajikan dengan skema berikut ini.

32
Guru belum menerapkan PESERTA DIDIK
KONDISI metode Aktifitas dan hasil belajar
AWAL SI GOSTER CERIA rendah

SIKLUS I
Penerapan metode
SI GOSTER CERIA
Dengan Diskusi Kelas
Guru menerapkan metode
TINDAKAN SI GOSTER CERIA

SIKLUS II
Penerapan metode
SI GOSTER CERIA
Dengan Diskusi Kelompok

Diduga melalui penerapan


KONDISI metode
SI GOSTER CERIA
AKHIR
aktifitas dan hasil belajar
peserta didik meningkat

Gambar 5. Kerangka Pikir


belajar

D. Hipotesis Tindakan

Berdasarkan latar belakang masalah, kajian teori maupun penelitian yang

relevan yang telah diuraikan di atas, maka dapat dirumuskan hipotesis sebagai

berikut: “Implementasi pembelajaran dengan metode SI GOSTER CERIA

pada Pembelajaran PPKn dapat meningkatkan aktifitas dan hasil belajar

peserta didik tentang HAM di kelas XB SMK Muhammadiyah 4 Surakarta

Semester 1 Tahun 2014-2015”.

33
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Setting Penelitian

1. Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan di SMK Muhammadiyah 4 Surakarta, Jl. Slamet

Riyadi Nomor 443 Laweyan Surakarta, Kode Pos 57461, Telepon (0271)

712192 pada program keahlian Farmasi karena penulis adalah guru di SMK

tersebut dan mengajar mata pelajaran PPKn di kelas XB. Penelitian

dilaksanakan pada semester 1 tahun pelajaran 2014/2015.

2. Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan selama 7 bulan yaitu mulai bulan April sampai

bulan Oktober 2014, dengan rincian pada bulan Juli 2013 pra penelitian,

bulan Agustus 2014 siklus I, siklus II pada bulan September 2014, dan bulan

Oktober penyusunan laporan penelitian.

Tabel 1. Pelaksanaan Penelitian

Bulan Ketr.
No. Kegiatan
April Mei Juni Juli Agust Sept. Okt.
1 Penyusunan proposal
2. Pra Siklus
3. Penelitian Siklus I
4. Penelitian Siklus II
5. Penyusunan Laporan

34
B. Subjek Penelitian

Subjek penelitian adalah peserta didik kelas XB SMK Muhammadiyah 4

Surakarta Program Keahlian Farmasi pada semester 1 tahun pelajaran 2014/2015

sebanyak 28 orang.

C. Sumber Data

Sumber data terbagi dalam dua (2) sumber, sumber data primer yang berupa

hasil ulangan harian (post test), dan Sumber data sekunder yang berupa hasil

observasi dan wawancara.

D. Teknik dan Alat Pengumpul Data

Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan teknik test dan non test.

Teknik test digunakan untuk mendapatkan hasil belajar peserta didik, sedang

teknik non test digunakan untuk mendapatkan tingkat partisipasi peserta didik

selama proses pembelajaran serta sikap mereka terhadap pembelajaran PPKn.

Adapun instrument dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :(1) Pedoman

observasi; (2) Pedoman Wawancara; (3) Kisi-kisi, spesifikasi butir soal, dan soal

tes (ulangan harian), dan; (4) Dokumen berupa silabus, RPP, data peserta didik.

E. Validasi Data

PTK bersifat transformative, maka criteria yang cocok adalah validitas

demokratik, validitas hasil, validitas proses, validitas katalitik, dan validitas

dialogis yang harus dipenuhi dari awal hingga akhir penelitian, yaitu refleksi awal

saat kesadaran akan kekurangan muncul sampai pelaporan hasil penelitiannya

(Burn, 1999: 161-162 dalam Subyantoro, 2014: 145). Validasi data dalam

35
penelitian ini juga mengacu pada Borg dan Gall yang meliputi validitas proses dan

validitas hasil (Wiriaatmadja, R., 2005 : 164). Validasi dilakukan selama proses

penelitian hingga berakhirnya penelitian.

Untuk meningkatkan validitas PTK perlu meminimalkan subyektifitas

melalui trianggulasi, baik trianggulasi waktu, trianggulasi ruang, trianggulasi

penelitia, dan trianggulasi teoritis (Burn, 1999: 164 dalam Subyantoro, 2014:

151). Trianggulasi waktu dilakukan dengan mengumpulkan data dalam waktu

yang berbeda, trianggulasi ruang dilakukan dengan mengumpulkan data yang

sama di tempat yang berbeda, dan trianggulasi teoritis dengan cara memaknai

gejala perilaku tertentu.

F. Analisis Data

Analisis data adalah prosess menyeleksi, menyederhanakan, memfokuskan,

mengabstraksikan, mengorganisasikan data secara sistematik dan rasional untuk

menampilkan bahan-bahan yang dapat digunakan untuk menyusun jawaban

terhadap tujuan PTK (Subyantoro, 2014: 77). Analisis data dilakukan melalui tiga

tahap, yaitu reduksi data, paparan data, dan penyimpulan.

Reduksi data dilakukan dengan cara menyeleksi, memfokuskan, dan

mengabstraksikan data mentah menjadi informasi yang bermakna, kemudian

dilanjutkan dengan paparan data, yaitu menampilkan data secara lebih sederhana

dalam bentuk paparan naratif dan representasi grafis. Langkah terakhir adalah

penyimpulan, yaitu mengambil intisari dan sajian data yang telah terorganisasi

dalam bentuk pernyataan kalimat dan/atau fomula yang singkat dan padat tetapi

mengandung pengertian luas.

36
G. Indikator Kinerja

Indikator yang menjadi tolok ukur keberhasilan penelitian ini adalah

sebagaimana nampak dalam tabel berikut.

Table 2. Ukuran Keberhasilan Penelitian

NO. MASALAH UKURAN TARGET TEKNIK


KEBERHASILAN PENGUMPUL
AN DATA
1. Aktifitas Partisipasi aktif Minimal 90% Non Test
Belajar peserta didik dalam peserta didik Observasi
pembelajaran berpartisipasi
aktif dalam
pembelajaran.
2. Hasil Belajar Penguasaan materi Minimal 90% Tes
Kognitif ajar peserta didik
mencapai KKM

H. Prosedur Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas (Classroom Action

Research). Penelitian dilakukan pada mata pelajaran PPKn dengan materi

Kasus-kasus Pelanggaran HAM dalam rangka Pemajuan dan Penegakan HAM di

kelas XB SMK Muhammadiyah 4 Surakarta semester 1 yang dilakukan sebanyak

dua siklus. Setiap siklus terdiri 4 tahapan, yaitu Perencanaan atau planning,

Tindakan atau acting, Pengamatan/Observasi atau observing, dan Refleksi atau

reflecting. Gambaran prosedur penelitian dapat dilihat pada gambar berikut.

37
SIKLUS I SIKLUS II

PERENCANAAN PERENCANAAN KESIMPULAN

REFLEKSI TINDAKAN REFLEKSI TINDAKAN

OBSERVASI OBSERVASI

Gambar 6. Prosedur Penelitian

Berikut diuraikan prosedur penelitian secara keseluruhan yang meliputi siklus I

dan Siklus II.

1. Prosedur Penelitian pada Siklus I

a. Perencanaan Tindakan (Planning)

Perencanaan tindakan meliputi beberapa langkah sebagai berikut.

1) Identifikasi masalah dan penetapan pemecahan masalah

2) Merencanakan pembelajaran yang akan diterapkan dalam

pembelajaran yang tertuang dalam RPP

3) Menyusun lembar kerja peserta didik

4) Mengembangkan format penilaian (tes), pedoman observasi dan

pedoman wawancara

38
b. Melakukan Tindakan (Acting)

Tindakan berupa implementasi metode SI GOSTER CERIA dengan

diskusi kelas pada materi penyebab kasus pelanggaran HAM dalam

pembelajaran PPKN. Tindakan berupa proses pembelajaran dan observasi.

Kegiatan pembelajaran terdiri dari pendahuluan, kegiatan inti dan penutup.

Observasi difokuskan pada kegiatan pembelajaran khususnya partisipasi

peserta didik dalam pembelajaran. Langkah-langkah inti pembelajaran

adalah sebagai berikut.

1) Peserta didik mengamati dan mengkaji artikel pembelajaran tentang

kasus pelanggaran HAM

2) Peserta didik dan guru bertanyajawab tentang artikel HAM

3) Guru menentukan tema/ masalah diskusi yang harus dipecahkan,

4) Guru membagi tugas pelaksana diskusi, meliputi siapa yang menjadi

moderator, siapa yang menjadi penulis (notulis), dan siapa yang

menjadi peserta diskusi

5) Peserta didik diberi kesempatan untuk merespon atau menanggapi

paparan permasalahan.

6) Notulis mencatat semua respon atau tanggapan dari peserta diskusi

7) Guru memberi tanggapan atau jawaban atas semua pertanyaan peserta

didik sebagai peserta diskusi

8) Pada sesi akhir diskusi, moderator merangkum atau menyimpulkan

hasil diskusi.

39
c. Pengamatan (Observasi)

1) Peneliti dibantu kolabolator mengumpulkan data melalui instrument

yang sudah disiapkan, baik instrument tes maupun instrument non tes.

2) Menganalisis data penelitian yang telah terkumpul untuk mengetahui

proses, peningkatan, dan perubahan perilaku peserta didik setelah

mengikuti pembelajaran.

d. Refleksi Tindakan

Refleksi dilakukan berdasarkan data observasi aktifitas peserta didik dalam

proses pembelajaran dan hasil belajar peserta didik dengan cara mengulas

secara kritis (reflective) tentang perubahan yang terjadi pada peserta didik,

guru, dan suasana kelas. Pada tahap ini peneliti menjawab pertanyaan

mengapa (why), bagaimana (how), dan sejauh mana (to what extent)

tindakan telah menghasilkan perubahan secara signifikan.

2. Prosedur Penelitian pada Siklus II

a. Perencanaan Tindakan (Planning)

Perencanaan tindakan meliputi beberapa langkah sebagai berikut.

1) Identifikasi masalah dan penetapan pemecahan masalah

2) Merencanakan pembelajaran yang akan diterapkan dalam

pembelajaran yang tertuang dalam RPP

3) Menyusun lembar kerja peserta didik

4) Mengembangkan format penilaian (tes), pedoman observasi dan

pedoman wawancara

40
b. Pelaksanaan Tindakan (Acting)

Tindakan berupa implementasi metode SI GOSTER CERIA dengan

diskusi kelompok pada materi kasus-kasus pelanggaran HAM dan

solusinya. Tindakan berupa proses pembelajaran dan observasi. Kegiatan

pembelajaran terdiri dari pendahuluan, kegiatan inti dan penutup.

Observasi difokuskan pada kegiatan pembelajaran khususnya partisipasi

peserta didik dalam pembelajaran. Langkah-langkah inti pembelajaran

adalah sebagai berikut.

1) Peserta didik mengamati dan mengkaji video pembelajaran tentang

kasus pelanggaran HAM.

2) Guru membagi peserta didik dalam 5 (lima) kelompok heterogen.

3) Guru menyajikan permasalahan kasus pelanggaran HAM secara

umum.

4) Peserta didik dan guru bertanyajawab tentang kasus pelanggaran

HAM.

5) Guru membagi permasalahan HAM ke dalam 5 (lima) sub masalah

yang harus dipecahkan oleh setiap kelompok kecil.

6) Masing-masing anggota dalam kelompok membuat poster kasus

pelanggaran HAM dan uraian poster sesuai sub masalah masing-

masing.

7) Masing-masing anggota dalam kelompok diskusi mengupload poster

dan uraian poster di media Google+ pada Komunitas PPKN XB 2014.

41
8) Peserta didik berdiskusi di media Google+ pada Komunitas PPKN XB

2014

9) Masing-masing kelompok diskusi secara bergantian menyajikan hasil

diskusi kelompoknya di di depan kelas dan ditanggapi kelompok lain.

10) Guru bersama-sama peserta didik menyimpulkan hasil diskusi.

c. Pengamatan

1) Peneliti dibantu kolabolator mengumpulkan data melalui instrument

yang sudah disiapkan, baik instrument tes maupun instrument non tes.

2) Menganalisis data penelitian yang telah terkumpul untuk mengetahui

proses, peningkatan, dan perubahan perilaku peserta didik setelah

mengikuti pembelajaran.

e. Refleksi Tindakan

Refleksi dilakukan berdasarkan data observasi aktifitas peserta didik dalam

proses pembelajaran dan hasil belajar peserta didik dengan cara mengulas

secara kritis (reflective) tentang perubahan yang terjadi pada peserta didik,

guru, dan suasana kelas. Pada tahap ini peneliti menjawab pertanyaan

mengapa (why), bagaimana (how), dan sejauh mana (to what extent)

tindakan telah menghasilkan perubahan secara signifikan dan selanjutnya

mengambil kesimpulan. Tindakan diakhiri apabila indicator kinerja yang

telah ditetapkan telah tercapai.

42
BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Deskripsi Kondisi Awal

Berdasarkan data yang terkumpul pada kondisi awal diketahui bahwa tingkat

aktifitas peserta didik dalam pembelajaran PPKN pada materi Pemajuan dan

Penghormatan Hak Asasi Manusia masih rendah, demikian juga dengan hasil

belajar peserta didik. Berikut diuraikan aktifitas dan hasil belajar peserta didik

sebelum diadakan tindakan.

1. Aktifitas Belajar

Sebelum diadakan tindakan, guru menerapkan pembelajaran saintific

dengan model Problem Based Learning (PBL) dengan media gambar dan video

pembelajaran. Pada proses pembelajaran, aktifitas belajar peserta didik masih

sangat rendah. Tidak ada peserta didik yang masuk dalam criteria sangat aktif

dalam pembelajaran. Sedangkan yang masuk dalam criteria aktif dalam

pembelajaran hanya 5 peserta didik dengan prosentase 17.9%. Peserta didik yang

cukup aktif dalam pembelajaran sejumlah 23 orang dengan prosentase 82.1%.

Indikator yang digunakan untuk menilai aktifitas peserta didik dalam

pembelajaran adalah sebagau berikut.

Tabel 3. Indikator Aktifitas Belajar

1 Memperhatikan dan merespon dengan antusias (bertanya, menanggapi,


mencatat)
2 Kooperatif dan berpartisipasi aktif dalam kegiatan diskusi kelompok
3 Merespon secara positif terhadap media pembelajaran
4 Melaksanakan tugas individu maupun kelompok
5 Komunikatif selama proses pembelajaran

43
Tabel 4. Indikator Aktifitas Belajar pada Pra Siklus

Jumlah
Peserta
Peserta Kriteria Prosentase
Didik
Didik
28 Sangat Aktif 0 0.0%
28 Aktif 5 17.9%
28 Cukup Aktif 23 82.1%
28 Kurang Aktif 0 0.0%
100.0%

Peserta didik kurang komunikatif dalam pembelajaran serta kurang

memperhatikan dan merespon pembelajaran dengan antusias seperti bertanya, dan

menanggapi pertanyaan. Mereka Nampak belum terbiasa dalam bertanya ataupun

menjawab pertanyaan. Guru harus selalu memberi “umpan” dulu agar peserta

didik berani berbicara/bertanya/menanggapi pertanyaan. Aktifitas peserta didik

pada pra siklus Nampak pada diagram berikut.

Diagram 1.
Aktifitas Belajar pada Pra Siklus

25

20

15
Peserta Didik
10 Prosentase

0
Sangat Aktif Cukup Kurang
Atif Aktif Aktif

44
2. Hasil Belajar

Hasil belajar pada KD. 3.2. yaitu materi tentang pemajuan dan

penghormatan Hak Asasi Manusia juga masih rendah. Kriteria Ketuntasan

Minimal yang telah ditetapkan yakni 75 (skala 1-100) atau 3.0 (skala 1-4)

hanya dicapai oleh 9 peserta didik atau 32.1%. Sedangkan 19 peserta didik

atau 67.9% masih belum tuntas.

Tabel 5. Ketercapaian KKM pada Pra Siklus

Ketercapaian
No Peserta Didik Prosentase
KKM
1 Tuntas 9 32.1
2 Tidak Tuntas 19 67.9

Jumlah 28 100.0

Sebagian besar peserta didik kesulitan dalam menjawab soal yang sifatnya

analisis atau evaluasi. Mereka masih kesulitan dalam memaknai soal dan

jawabannya. Ketercapaian hasil belajar peserta didik dapat dilihat pada

diagram berikut.

Diagram 2. Hasil Belajar pada Pra Siklus

70
60
50
40 Tuntas
30 Tidak Tuntas
20
10
0
Peserta Didik Prosentase

45
B. Deskripsi Siklus I

Pada siklus I peneliti menerapkan pembelajaran saintific model Discovery

Learning dengan metode SI GOSTER CERIA yang merupakan singkatan dari

diskuSI dengan media GOogle+ dan poster yang CERia dan InterAltif. Pada

siklus I peneliti menggunakan model diskusi kelas, yaitu peserta didik secara

bersama-sama mendiskusikan masalah dengan dibantu guru sebagai fasilitator.

Materi pembelajaran pada siklus I adalah KD. 3.3. Menganalisis kasus-kasus

pelanggaran HAM dalam rangka pelindungan dan pemajuan HAM sesuai dengan

nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

dan KD. 4.3. Menyaji kasus-kasus pelanggaran HAM dalam rangka pelindungan

dan pemajuan HAM sesuai dengan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan

bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara dengan indicator: 1) Mendeskripsikan

perlindungan dan pemajuan HAM; 2) Menjelaskan dasar hukum hak asasi

manusia di Indonesia, dan; 3) Menganalisis upaya pemerintah dalam menegakkan

HAM.

1. Perencanaan tindakan (Planning)

Pada perencanaan tindakan peneliti melakukan langkah- langkah

sebagai berikut.

a. Identifikasi masalah dan penetapan pemecahan masalah

b. Merencanakan pembelajaran yang tertuang dalam RPP

c. Menyusun lembar kerja peserta didik

d. Mengembangkan format evaluasi (tes) dan observasi.

46
2. Melakukan Tindakan (Acting)

Tindakan dilakukan dengan menerapkan pembelajaran saintific dengan

model Discovery Learning dengan metode SI GOSTER CERIA yang

merupakan singkatan dari diskuSI dengan media GOogle+ dan poster yang

CERia dan InterAltif. Pada siklus I peneliti menggunakan model diskusi

kelas. Tindakan berupa proses pembelajaran dan observasi. Kegiatan

pembelajaran terdiri dari pendahuluan, kegiatan inti dan penutup. Observasi

difokuskan pada kegiatan pembelajaran khususnya partisipasi peserta didik

dalam pembelajaran. Langkah-langkah pembelajaran saintific dengan model

Discovery Learning dengan metode SI GOSTER CERIA selama siklus I

tergambar dalam table berikut.

Tabel 6.
Penerapan metode SI GOSTER CERIA
Model Diskusi Kelas

KEGIATAN TINGKAH LAKU TINGKAH LAKU


PENELITI PESERTA DIDIK

Kegiatan Inti PERTEMUAN I

Mengamati Mengamati
 Menyajikan artikel tentang  Membaca artikel tentang
kasus pelanggaran HAM kasus pelanggaran HAM
serta upaya penegakan dan serta upaya penegakan dan
penghormatan HAM. penghormatan HAM.

Menanya Menanya
 Menjawab pertanyaan  Bertanya tentang tentang
peserta didik. kasus pelanggaran HAM
serta upaya penegakan dan
penghormatan HAM yang
terjadi dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa
dan bernegara.

47
Mengeksperimenkan/ Mengeksperimenkan/
mengeksplorasi mengeksplorasi
 Menjelaskan scenario  Menyimak dan
pembelajaran. mengumpulkan informasi
yang berkaitan dengan
upaya penegakan dan
penghormatan HAM oleh
pemerintah dan
masyarakat.

Mengasosiasikan Mengasosiasikan
 Mengamati dan membantu  Peserta didik membuat
peserta didik yang analisis terkait dengan
mengalami kesulitan. upaya penegakan dan
penghormatan HAM oleh
pemerintah dan
masyarakat.

Mengkomunikasikan Mengkomunikasikan
 Mengamati dan  Mengkomunikasikan
membantu peserta didik secara lisan hasil analisis
yang mengalami kasus tersebut dan
kesulitan.. mengumpulkan hasil
analisis secara tertulis.
PERTEMUAN II
Mengamati Mengamati
 Menyajikan video tentang  Mengamati video tentang
kasus pelanggaran HAM kasus pelanggaran HAM
”Tri Sakti”. ”Tri Sakti”.

Menanya Menanya
 Menjawab pertanyaan  Bertanya tentang video
peserta didik. tentang kasus pelanggaran
HAM ”Tri Sakti”.dalam
upaya pemajuan dan
penghormatan HAM yang
terjadi dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa
dan bernegara.

Mengeksperimenkan/ Mengeksperimenkan/
mengeksplorasi mengeksplorasi
 Menjelaskan scenario  Menyimak dan
pembelajaran dan mengumpulkan informasi
memaparkan secara yang berkaitan dengan
singkat upaya pemajuan kasus pelanggaran HAM

48
dan penghormatan HAM ”Tri Sakti”.
di Indonesia

Mengasosiasikan Mengasosiasikan
 Mengamati dan membantu  Membuat poster tentang
peserta didik yang upaya penegakan HAM di
mengalami kesulitan. Indonesia beserta
penjelasannya.
PERTEMUAN III
Mengkomunikasikan Mengkomunikasikan
 Bersama peserta didik  Bersama guru menentukan
menentukan aturan diskusi aturan diskusi kelas,
kelas, menentukan menentukan moderator,
moderator, sumber sumber masalah, dan
masalah, dan notulis. notulis.
 Mengamati dan membantu  Secara bergantian
peserta didik. memaparkan secara lisan
poster tentang upaya
penegakan HAM di
Indonesia ditanggapi oleh
peserta diskusi.
PERTEMUAN IV
Ulangan Harian

3. Observasi

a. Hasil Observasi

Dari hasil analisis data observasi diketahui bahwa aktifitas peserta

didik dalam pembelajaran dengan menerapkan metode SI GOSTER CERIA

dengan model Diskusi Kelas sudah meningkat dari kondisi awal. Namun

berdasarkan kriteria keberhasilan tindakan, peningkatan itu belum sesuai

dengan harapan yang sudah ditetapkan dalam indicator kinerja. Rekapitulasi

aktifitas belajar peserta didik pada Siklus I bisa dilihat pada table berikut.

49
Tabel 7.
Rekapitulasi Aktifitas Belajar Peserta Didik pada Siklus I

Peserta
Jumlah Kriteria Didik Prosentase
28 Sangat Aktif 0 0.0%
28 Aktif 22 78.6%
28 Cukup Aktif 6 21.4%
28 Kurang Aktif 0 0.0%
JUMLAH 100.0%

Peserta didik yang aktif dalam pembelajaran sebanyak 22 orang

dengan prosentase 78.6% dengan rerata aktifitas 69.1 (skala 1-100) atau 2.8

(Skala 1-4) dengan criteria aktifitas cukup aktif. Berikut adalah table

aktifitas belajar peserta didik pada Siklus I.

Diagram 3. Aktifitas Belajar pada Siklus I

25

20

15
Peserta Didik
10 Prosentase

0
SA A CA KA

b. Hasil Belajar Pesrta Didik

Berdasarkan skor tes akhir pada siklus 1 disimpulkan bahwa hasil

belajar peserta didik sudah mengalami peningkatan namun belum sesuai

harapan. Prosentase anak yang menguasai materi sebanyak 20 dari total 28

50
peserta didik atau 71.4% dengan rerata 74.8 (Skala 1-100) atau 3.0 (Skala

1-4). Rekapitulasi hasil belajar pada siklus I bisa dilihat pada table berikut.

Tabel 8.
Rekapitulasi Hasil Belajar Peserta Didik pada Siklus I

Peserta
No KKM Prosentase
Didik
1 Tuntas 20 71.4
Tidak
2 Tuntas 8 28.6

Jumlah 28 100.0

Ketercapaian atau hasil belajar peserta didik pada Siklus I digambarkan

pada diagram berikut.

Diagram 4. Ketercapaian Hasil Belajar pada Siklus I

80

60

40 Tuntas
Tidak Tuntas
20

0
Peserta Prosentase
Didik

4. Refleksi

Berdasarkan data observasi aktifitas peserta didik dalam proses

pembelajaran dan hasil belajar peserta didik pada post test, dapat

direfleksikan sebagai berikut.

a. Aktifitas peserta didik dalam proses pembelajaran sudah mengalami

peningkatan dari sebelum siklus I, yakni dari 17.9% peserta didik

51
yang aktif dengan rerata keaktifan 58.5 (skala 1-100) dan 2.3 (Skala 1-

4) dengan predikat C+, menjadi 69.1% peserta didik yang aktif dengan

rerata keaktifan 69.1 (skala 1-100) dan 2.6 (Skala 1-4) dengan

predikat C+.

b. Tindakan ini belum dikatakan berhasil, karena pada tndikator

keberhasilan tindakan ditentukan bahwa tindakan berhasil bila

sekurang-kurangnya 90% peserta didik berpartisipasi aktif dalam

pembelajaran.

c. Hasil belajar peserta didik pada siklus I sudah meningkat, dari 32.1%

peserta didik yang mencapai KKM dengan rerata hasil belajar 64.8

(skala 1-100) dan 2.6 (Skala 1-4) dengan predikat B- menjadi 71.4%

peserta didik yang mencapai KKM dengan rerata hasil belajar 74.8

(skala 1-100) dan 3.0 (Skala 1-4) dengan predikat B.

d. Tindakan ini juga belum berhasil, karena pada kriteria keberhasilan

tindakan ditentukan bahwa tindakan dikategorikan berhasil bila

sekurang-kurangnya 90% peserta didik mencapai ketuntasan belajar

(KKM).

e. Pada aktifitas belajar, sebagian peserta didik belum berani

komunikatif dan kooperatif.

f. Pada hasil belajar, sebagian peserta didik masih kesulitan dalam

memaknai materi ajar.

g. Perlu dilanjutkan ke siklus II dengan fokus pada temuan masalah di

siklus I.

52
C. Deskripsi Siklus II

1. Perencanaan Tindakan

Pada perencanaan tindakan Siklus II peneliti melakukan langkah-

langkah sebagai berikut.

a. Identifikasi masalah dan penetapan pemecahan masalah

b. Merencanakan pembelajaran yang tertuang dalam RPP

c. Menyusun lembar kerja peserta didik

d. Mengembangkan format evaluasi (tes) dan observasi.

2. Melakukan Tindakan (Acting)

Tindakan dilakukan dengan menerapkan pembelajaran saintific dengan

model Discovery Learning dengan metode SI GOSTER CERIA yang

merupakan singkatan dari diskuSI dengan media GOogle+ dan poster yang

CERia dan InterAltif. Pada siklus II peneliti menggunakan model diskusi

kelompok. Tindakan berupa proses pembelajaran dan observasi. Kegiatan

pembelajaran terdiri dari pendahuluan, kegiatan inti dan penutup. Observasi

difokuskan pada kegiatan pembelajaran khususnya partisipasi peserta didik

dalam pembelajaran. Langkah-langkah pembelajaran saintific dengan model

Discovery Learning dengan metode SI GOSTER CERIA dengan model

diskusi kelompok selama siklus II tergambar dalam table berikut.

53
Tabel 9.
Pembelajaran dengan metode SI GOSTER CERIA
Model Diskusi Kelompok

KEGIATAN TINGKAH LAKU TINGKAH LAKU


PENELITI PESERTA DIDIK

Kegiatan Inti PERTEMUAN I


Mengamati Mengamati
 Menyajikan video kasus  Mengamati poster dan
pelanggaran HAM cerita tentang kasus
“Marsinah”. Seorang pelanggaran HAM
buruh yang menuntut “Marsinah”.
kenaikan upah minimum
regional (UMR) pada
perusahaan tempat dia
bekerja.

Menanya
 Menjawab pertanyaan Menanya
peserta didik.  Bertanya tentang poster
dan cerita tentang kasus
pelanggaran HAM
“Marsinah” dalam upaya
pemajuan dan
penghormatan HAM yang
terjadi dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa
dan bernegara.

Mengeksperimenkan/ Mengeksperimenkan/
mengeksplorasi mengeksplorasi
 Menjelaskan scenario  Menyimak dan
pembelajaran dengan mengumpulkan informasi
membentuk 5 kelompok yang berkaitan dengan
belajar secara heterogen kasus pelanggaran HAM
untuk membuat poster dan sesuai dengan tugas
penjelasannya. kelompok belajar masing-
masing.

Mengasosiasikan Mengasosiasikan
 Mengamati dan  Membuat poster tentang

54
membantu peserta didik kasus pelanggaran HAM
yang mengalami di Indonesia sebagaimana
kesulitan. kasus Marsinah beserta
penjelasannya:
 Kelompok 1: tentang
Peranan Sekolah dalam
Mencegah Pelanggaran
Hak Asasi Manusia
 Kelompok 2: tentang
Peranan Masyarakat
dalam Mencegah
Pelanggaran Hak Asasi
Manusia
 Kelompok 3: tentang
Kasus Pelanggaran Hak
Asasi Manusia dalam
Masyarakat bidang
pendidikan
 Kelompok 4: tentang
Pelanggaran Hak Asasi
Manusia dalam
Masyarakat bidang
hukum
 Kelompok 5: tentang
Proses hokum
Pelanggaran Hak Asasi
Manusia dalam
Masyarakat
PERTEMUAN II
Mengasosiasikan Mengasosiasikan
 Mengamati dan membantu  Menganalisis kasus
peserta didik yang pelanggaran HAM dalam
mengalami kesulitan. poster yang telah dibuat
sesuai tugasnya masing-
masing
 Masuk ke Komunitas
PPKN XB-2014 di
Google+.

Mengkomunikasikan Mengkomunikasikan
 Mengamati dan membantu  Mengupload poster dan
peserta didik yang penjelasannya pada
mengalami kesulitan. Komunitas PPKN XB-
2014 di Google+.
 Berdiskusi di Komunitas.

55
PERTEMUAN III
Mengkomunikasikan Mengkomunikasikan
 Mengamati dan membantu  Bersama guru menentukan
peserta didik. aturan diskusi kelompok
dan urutan kelompok yang
memaparkan kasus.
 Kelompok diskusi secara
bergantian memaparkan
kasus pelanggaran HAM
yang tergambar dalam
poster dan ditanggapi oleh
kelompok lain.
PERTEMUAN IV
Ulangan Harian

3. Observasi

a. Hasil Observasi

Berdasarkan hasil analisis data observasi diketahui bahwa aktifitas

peserta didik dalam pembelajaran dengan menerapkan metode SI GOSTER

CERIA dengan model Diskusi Kelompok sudah meningkat dari Siklus I.

Rekapitulasi aktifitas belajar peserta didik pada Siklus II bisa dilihat pada

table berikut.

Tabel 10.
Rekapitulasi Aktifitas Belajar Peserta Didik pada Siklus II
Peserta
Jumlah Kriteria Prosentase
Didik
28 Sangat Aktif 5 17.9%
28 Aktif 23 82.1%
28 Cukup Aktif 0 0.0%
28 Kurang Aktif 0 0.0%
100.0%

Semua peserta didik (28) aktif dalam pembelajaran. Sebanyak 23

peserta didik (82.1%) Aktif dalam pembelajaran dan sebanyak 5 orang

peserta didik (17.9%) Sangat Aktif dalam pembelajaran, dengan rerata

56
aktifitas 83.9 (skala 1-100) atau 3.35 (Skala 1-4) dengan criteria aktufitas

aktif. Berikut adalah table aktifitas belajar peserta didik pada Siklus II.

Diagram 5. Aktifitas Belajar pada Siklus II

25

20

15
Peserta Didik
10 Prosentase

0
SB B CB KB

b. Hasil Belajar Pesrta Didik

Berdasarkan skor tes akhir pada siklus II disimpulkan bahwa hasil

belajar peserta didik sudah mengalami peningkatan dari Siklus I. Prosentase

anak yang menguasai materi sebanyak 28 dari total 28 peserta didik (100%)

dengan rerata 89.6 (Skala 1-100) atau 3.6 (Skala 1-4). Rekapitulasi hasil

belajar pada siklus II bisa dilihat pada table berikut.

Tabel 11.
Rekapitulasi Hasil Belajar Peserta Didik pada Siklus II

Ketercapaian
No Peserta Didik Prosentase
KKM
1 Tuntas 28 100.0
2 Tidak Tuntas 0 0.0
Jumlah 28 100.0

Ketercapaian atau hasil belajar peserta didik pada Siklus II digambarkan

pada diagram berikut.

57
Diagram 6. Ketercapaian Hasil Belajar pada Siklus II

100
80
60
Tuntas
40
Tidak Tuntas
20
0
Peserta Prosentase
Didik

4. Refleksi

Berdasarkan data observasi aktifitas peserta didik dalam proses

pembelajaran dan hasil belajar peserta didik pada post test, dapat

direfleksikan sebagai berikut.

a. Aktifitas peserta didik dalam proses pembelajaran sudah mengalami

peningkatan dari siklus I, yakni dari 69.1% peserta didik yang aktif

dengan rerata keaktifan 69.1 (skala 1-100) dan 2.8 (Skala 1-4) dengan

predikat B-, menjadi 100% peserta didik yang aktif dengan rerata

keaktifan 83.9 (skala 1-100) dan 3.35 (Skala 1-4) dengan predikat B+

pada siklus II.

b. Tindakan sudah berhasil, karena indikator keberhasilan sekurang-

kurangnya 90% peserta didik berpartisipasi aktif dalam pembelajaran

sudah tercapai.

c. Hasil belajar peserta didik pada siklus I sudah meningkat, dari 71.4%

peserta didik yang mencapai KKM dengan rerata hasil belajar 74.8

58
(skala 1-100) dan 3.0 (Skala 1-4) dengan predikat B menjadi 100%

peserta didik yang mencapai KKM dengan rerata hasil belajar 89.6

(skala 1-100) dan 3.6 (Skala 1-4) dengan predikat A-.

d. Tindakan sudah berhasil, karena sudah memenuhi indikator kinerja

yang ditetapkan.

e. Peserta didik sudah aktif, komunikatif dan kooperatif dan memaknai

materi ajar dengan baik.

f. Tindakan sudah berhasil sehingga tidak perlu dilanjutkan ke siklus III.

Gambar 7.
Upload Poster dan Deskripsi di Komunitas Google+

59
Gambar 6. Tampilan Komunitas PPKN XB-2014

60
Gambar 9.
Contoh Tampilan Poster dan Deskripsinya di Google+

D. Pembahasan Tiap dan Antar Siklus

1. Pembahasan

Aktifitas maupun hasil belajar peserta didik dalam pembelajaran PPKn

mengalami peningkatan hingga tercapainya indicator kinerja. Dari hasil

penelitian, diperoleh data bahwa partisipasi peserta didik terus meningkat.

Aktifitas peserta didik dalam pembelajaran PPKn terus meningkat dari pra siklus I

sebesar 17.9% (5 dari 28 peserta didik), siklus I sebesar 78.6% (22 dari 28

peserta didik), dan siklus II sebesar 100% (28 peserta didik dari 28 peserta didik).

Rekapitulasi pencapaian target bisa dilihat pada table dan diagram berikut.

Tabel 12.
Rekapitulasi pencapaian target Aktifitas peserta didik

Jumlah Ketercapaian Target


No. Siklus Peserta Sangat Cukup Kurang
Didik Aktif
Aktif Aktif Aktif
1 Sebelum Siklus 1 28 0 5 23 0

2 Siklus 1 28 0 22 6 0
3 Siklus 2 28 5 23 0 0

Diagram 7.
Rekapitulasi pencapaian target Aktifitas peserta didik

61
30
25
20
15 Sebelum Siklus 1

10 Siklus 1

5 Siklus 2

0
Sangat Aktif Aktif
JUMLAH KETERCAPAIAN TARGET
SISWA

Hasil belajar peserta didik juga terus meningkat dari sebelum siklus I, peserta

didik yang tuntas sebesar 32.1% (9 dari 28 peserta didik), siklus I sebesar 71.4%

(20 dari 28 peserta didik), dan siklus II sebesar 100% (28 dari 28 peserta didik).

Rekapitulasi pencapaian target partisipasi peserta didik dalam pembelajaran PKn

bisa dilihat pada tabel berikut.

Tabel 13.
Rekapitulasi Pencapaian Target Hasil Belajar Peserta Didik

KETERCAPAIAN TARGET
No. SIKLUS JUMLAH
TUNTAS PROSENTASE
SISWA
Sebelum
1
Siklus 1 28 9 32.1%
2 Siklus 1 28 20 71.4%
3 Siklus 2 28 28 100.0%

Diagram 8.
Rekapitulasi Pencapaian Target Hasil Belajar Peserta Didik

62
30

25

20
Sebelum Siklus 1
15
Siklus 1
10
Siklus 2
5

0
JUMLAH SISWA TUNTAS PROSENTASE
KETERCAPAIAN TARGET

2. Hasil Penelitian

a. Secara empiric penelitian ini berhasil membuktikan bahwa

implementasi pembelajaran saintific model Discovery Learning dengan

metode SI GOSTER CERIA berhasil meningkatkan aktifitas dan hasil

belajar peserta didik tentang kasus pelanggaran HAM di kelas XB SMK

Muhammadiyah 4 Surakarta semester 1 Tahun 2014-2015.

b. Secara teoritik, penelitian ini menguatkan pendapat bahwa

pembelajaran saintific model Discovery Learning dengan metode SI

GOSTER CERIA berhasil meningkatkan aktifitas dan hasil belajar

peserta didik tentang kasus pelanggaran HAM.

c. Hipotesis tindakan “Penerapan metode SI GOSTER CERIA berhasil

meningkatkan aktifitas dan hasil belajar peserta didik tentang kasus

pelanggaran HAM di kelas XB SMK Muhammadiyah 4 Surakarta

semester 1 Tahun 2014-2015” dapat dibuktikan kebenarannya.

63
BAB V

PENUTUP

A. Simpulan

1. Implementasi metode SI GOSTER CERIA berhasil meningkatkan aktifitas

dan hasil belajar peserta didik tentang kasus pelanggaran HAM di kelas

XB SMK Muhammadiyah 4 Surakarta semester 1 Tahun 2014-2015.

2. Aktifitas peserta didik dalam pembelajaran tentang materi kasus

pelanggaran HAM terus meningkat dari pra siklus I sebesar 17.9% (5 dari

64
28 peserta didik), siklus I sebesar 78.6% (22 dari 28 peserta didik), dan

siklus II sebesar 100% (28 peserta didik dari 28 peserta didik).

3. Hasil belajar peserta didik tentang materi kasus pelanggaran HAM terus

meningkat dari sebelum siklus I, peserta didik yang tuntas sebesar 32.1%

(9 dari 28 peserta didik), siklus I sebesar 71.4% (20 dari 28 peserta

didik), dan siklus II sebesar 100% (28 dari 28 peserta didik).

B. Rekomendasi

1. Mutu pembelajaran sangat ditentukan oleh ketepatan guru dalam memilih,

merancang dan menerapkan pendekatan pembelajaran sesuai dengan

karakteristik materi ajar dan kondisi pembelajar. Karena itu guru harus

cerdas dalam merancang dan menerapkan model pembelajaran dengan

berbagai media yang menarik

2. Salah satu alternative dalam upaya meningkatkan mutu pembelajaran

PPKn adalah dengan implementasi metode SI GOSTER CERIA.

C. Saran

1. Bagi Sekolah

Penelitian ini dapat dijadikan dasar pertimbangan bagi sekolah dalam

menyusun kebijakan terkait upaya peningkatan mutu pembelajaran

sebagai upaya dalam meningkatkan mutu sekolah yang bermuara pada

peningkatan mutu pendidikan.

2. Bagi Guru

Implementasi pembelajaran metode SI GOSTER CERIA bisa

diimplementasikan pada semua mata pelajaran dengan model

65
pembelajaran yang beragam dan dikemas dalam suatu pembelajaran

yang menyenangkan, menenangkan, aktif dan interaktif, khususnya

dalam pembelajaran PPKn.

3. Bagi Peserta didik

Implementasi metode SI GOSTER CERIA akan memberikan hasil yang

optimal bila ada interaksi aktif antara guru dan peserta didik. Guru

hendaklah berperan sebagai fasilitator yang menempatkan peserta didik

sebagai subjek pembelajaran.

4. Bagi Peneliti selanjutnya

Peneliti selanjynya dapat mengembangkan penelitian ini dengan

berbagai model dan media pembelajaran yang lain dan dapat

menggunakan penelitian ini sebagai dasar penelitian.

66

Anda mungkin juga menyukai