Dalam perspektif berbeda, perubahan dan dominasi versi (versi pertama dalam penempatan tulisan ini) narasi kultural mengenai asal-usul orang Minahasa mungkin bisa dimengerti secara positif. Perubahan dan dominasi tersebut dapat dilihat sebagai hasil perjumpaan dan persentuhan narasi Minahasa dan narasi kekristenan. Perjumpaan dan persentuhan yang tidak terelakkan dan memungkinkan terjadi transformasi diantara dua narasi tersebut. Menurut penulis buku agama dan budaya Nusantara, perubahan dan dominasi versi zending, tidak hanya menegaskan tentang pengaruh kekristenan yang kemudian mengonstruksi narasi-narasi identitas yang baru. Lebih dari itu, pengaruh kekristenan cenderung memarginalisasi narasi kultural menjadi asing bagi orang Minahasa. Karenanya, persentuhan dan perjumpaan narasi kultural dan kekristenan lebih tepat dipahami sebagai upaya penetrasi yang tidak hanya merubah makna, tetapi juga mendorong orang Minahasa sebagai pemilik narasi untuk meyakini kebenaran dari penetrasi tersebut. Pluralitas agama di Minahasa semakin mengental karena perjumpaan dengan kekristenan melalui para misionaris Katolik dan Protestan yang datang bersamaan dengan kepentingan perdagangan dan perluasan wilayah kekuasaan oleh Portugis dan Belanda. Di awali dengan penolakan para ukung terhadap upaya pengkristenan, tetapi kemudian secara perlahan pakasa’an dikristenkan secara masal. Setelah di temukan tradisi lisan mengenai pembaptisan para ukung atau para pemimpin taranak yang diikuti dengan pembaptisan masal kepada seluruh anggota taranak. Bahkan Pembaptisan para ukung adalah juga simbolisasi dari turut dikristenkannya budaya Minahasa. Lewat tradisi lisan tersebut, dapat menyimpulkan/menjelaskan tentang mengapa dalam perkembangan selanjutnya, masyarakat di tanah Minahasa mengklaim kekristenan sebagai Minahasa begitu pun sebaliknya. Dalam konteks yang lebih terkini, penetrasi kekristenan merembes ke pelaksanaan ritual-ritual kutural yang dilakukan oleh para pelaku ritual. Seorang tonaas (Taroreh) menjelaskan kuatnya pemahaman Minahasa adalah kristen dan kristen adalah Minahasa dalam masyarakat, juga dialaminya ketika mempersiapkan diri untuk melakukan ritual agama Minahasa, ia yang berlatar-belakang Katolik selalu mengawali ritualnya dengan berdoa secara katolik dan menggunakan Alkitab dalam pelaksanaan ritualnya. Setelah ia memahami secara mendalam keberadaan agama Minahasa, dia kemudian menyimpulkan bahwa kekristenan itu adalah pendatang di tanah Minahasa jauh setelah orang-orang di tanah ini mengenal tentang Opo Empung atau Yang Maha Kuasa, Pencipta Alam Semesta dalam keagamaan lokal Minahasa.