Anda di halaman 1dari 22

KONSEP DAN ASUHAN KEPERAWATAN INSOMNIA PADA PASIEN

DERMATITIS
Disusun untuk memenuhi salah satu tugas kelompok mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah II
Dosen Pembimbing: Bapak Edi Ruhmadi Skep.,M.Kes

Disusun Oleh:
Kelompok 2
1. Sonia Pebrianti (P20620221051) 6. Syifa Wuriandini (P20620221056)
2. Muhammad Rizky Fadhillah (P20620221052) 7. Aisha Rahmatul Khaliq (P20620221057)
3. Friska Aulia Devani (P20620221053) 8. Diana (P20620221058)
4. Ade Komalasari (P20620221054) 9. Maurilla Khaerunnisa (P20620221059)
5. Putri Syita Anggraeni (P20620221055) 10. Salsabila Eka Putri (P20620221060)

PRODI D-III KEPERAWATAN CIREBON


POLTEKKES KEMENKES TASIKMALAYA WILAYAH CIREBON
TAHUN AJARAN 2023/2024
Jl. Pemuda No. 38 Kota Cirebon 45132
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah “Konsep dan Asuhan Keperawatan Insomnia
Pada Pasien Dermatitis ” ini.
Kami mengucapkan terima kasih kepada bapak Edi Ruhmadi Skep.,M.Kes selaku dosen
mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah II yang telah memberikan tugas ini sehingga dapat
menambah pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang studi yang kami tekuni. Kami juga
mengucapkan terima kasih kepada tim penulis yang sudah ikut serta dalam pembuatan makalah
ini. Kami berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua, aamiin.

Cirebon, 15 Maret 2023


DAFTAR ISI

KATA PENGATAR……………………………………………………………………………..i
DAFTAR ISI…………………………………………………………………………………….iii
BAB I TEORI
2.1
Pengertian.......................................................................................................................................4
2.2 Etiologi....................................................................................................................................4
2.3 Patofisiologi & Pathway..........................................................................................................5
2.4 Manifestasi Klinis....................................................................................................................6
2.5 Klasifikasi................................................................................................................................8
2.6 Komplikasi...............................................................................................................................9
2.7 Pemeriksaan Diagnostik..........................................................................................................9
2.8 Penatalaksanaan.......................................................................................................................9
2.9 Diagnosa Keperawatan..........................................................................................................10
2.10 Intervensi...............................................................................................................................11

DAFTAR PUSTAKA
BAB I
TEORI

A. Pengertian
Menurut Rolak (2001), insomnia digolongkan sebagai gejala yang subjektif jika
ditinjau dari persepsi ketidakmampuan tidur atau tidak dapat memulihkan kesehatan.
Menurut Alimul (2006), insomnia adalah suatu keadaan ketidakmampuan mendapat tidur
yang baik, baik kualitas maupun kuantitas, dengan keadaan tidur yang hanya sebentar
atau susah tidur.
Insomnia adalah salah satu gangguan tidur dimana seseorang merasa sulit tidur
atau kuantitas tidur yang tidak sesuai. Selain itu gangguan tidur yang terjadi berhubungan
dengan kualitas tidur seperti tidur yang tidak efektif (Hidayah & Alif, 2016).
Jadi menurut beberapa pengertian diatas tentang insomnia, dapat kami simpulkan
bahwa insomnia merupakan suatu keadaan dimana individu tersebut tidak mendapatkan
dan mempertahankan kualitas dan kuantitas tidur yang baik. Istilah “dermatitis” terdiri
atas dua kata, yakni “derm” yang berarti kulit dan “itis” yang maknanya peradangan.
Dermatitis merupakan salah satu masalah pada sistem integument yang dapat
menyebabkan insomnia. Dermatitis merupakan peradangan kulit yang akut atau kronik
akibat terpajan iritan (dermatitits iritan) atau allergen (dermatitis allergen). (Elizabeth
J.Corwin, 2009).

B. Etiologi
Etiologi dermatitis berdasarkan jenisnya:
1. Dermatitis atopic
a. Penyebab DA belum diketahui, terdapat 2 teori yang menjelaskan etiologi DA.
Teori pertama menyatakan DA merupakan akibat defisiensi imunologik yang
didasarkan pada kadar Imunoglobulin E (Ig E) yang meningkat dan indikasi sel T
yang berfungsi kurang baik. Sedangkan teori kedua menyatakan adanya blokade
reseptor beta adrenegik pada kulit. Namun, kedua teori tersebut tidak adekuat
untuk menjelaskan semua aspek penyakit DA (Mulyono, 1986). Hal ini disebabkan
karena penyakit ini sangat kompleks dan melibatkan
berbagai mekanisme, meliputi genetik, lingkungan, dan imunologi.
b. Faktor yang memperparah: respon terhadap keringat, stres psikologis, suhu dan
kelembapan ekstrem.
c. Alergi makanan (telur, kacang, susu, dan gandum) pada sekitar 10% dari kasus
yang menyerang anak-anak.
d. Predisposisi genetik yang diperburuk dengan alergi makanan, infeksi, zat kimia
yang mengiritasi, suhu dan kelembapan, serta emosi.
e. Penyebab sekunder : iritasi yang terlihat mengubah struktur epidermal, sehingga
menyebabkan peningkatan aktivitas imunoglobulin (Ig) E.

2. Dermatitis kontak
a. Iritan ringan
Paparan kronis detergen atau pelarut
b. Iritan kuat
Kerusakan akibat kontak dengan asam atau alkali
c. Allergen
d. Sensitisasi karena paparan berulang-ulang

3. Dermatitis seboroik
Penyebabnya beum diketahui pasti. Hanya didapati aktivitas kelenjar sebasea yang
berlebihan. Beberapa faktor predisposisinya adalah:
a. Hormone
Dermatitis seboroik dijumpai pada bayi dan pada usia setelah pubertas.
Kemungkinan ada pengaruh hormon. Pada bayi dijumpai hormon
transplasenta
meninggi beberapa bulan setelah lahir dan penyakitnya akan membaik jika
kadar hormon ini menurun.
b. Jamur Pityrosporum ovale (Malassezia ovale)
Jenis jamur lipofilik ini banyak jumlahnya pada penderita dermatitis seboroik.
Pertumbuhan P. Ovale yang berlebihan dapat mengakibatkan reaksi inflamasi,
baik akibat produk metabolitnya yang masuk ke dalam epidermis maupun
karena sel jamur itu sendiri melalui aktivasi sel limfosit T dan sel Langerhans.
c. Perubahan perbandingan komposisi lipid di kulit
Jumlah kolesterol, trigliserida, Paraffin meningkat; dan kadar squelen, asam
lemak bebas dan wax ester menurun
d. Faktor iklim, genetic, lingkungan, hormone, dan neurologik

Penyebab dari insomnia berbeda-beda berdarakan jenis insomnia yang diderita.


1. Penyebab insomnia akut
 Beradaptasi dengan lingkungan yang baru, seperti pindah ke rumah baru
 Stress
 Jet lag, yaitu gangguan tidur yang disebabkan karena bepergian ke daerah
dengan zona waktu yang berbeda
 Konsumsi obat-obatan tertentu, seperti antidepresan, obat asma, atau obat
tekanan darah
 Konsumsi kafein, nikotin, dan alcohol berlebih
 Konsumsi makanan berlebih sebelum tidur yang menyebabkan tubuh
terasa tidak nyaman saat berbaring
2. Penyebab insomnia kronis
 Gangguan mental, seperti post traumatic stress disorder (PTSD),
gangguan kecemasan, depresi, dan lain sebagainya
 Kondisi medis tertentu, seperti asma, penyakit Parkinson, GERD, kanker,
penyakit jantung, hipertensi dan lain sebagainya
 Menderita gangguan tidur lain, seperti sleep apnea
 Kebiasaan menonton televise atau bekerja di tempat tidur
 Menggunakan ponsel sebelum tidur
Terdapat pula beberapa faktor yang bisa meningkatkan risiko insomnia, diantaranya
adalah:
 Wanita. Hal ini dikarenakan wanita sering mengalami perubahan hormonal
terutama ketika memasuki siklus menstruasi atau menopause, sehingga
berdampak pada siklus tidur
 Berusia 60 tahun ke atas. Risiko insomnia dapat meningkat seiring dengan
bertambahnya usia
 Memiliki pekerjaan yang menerapkan system shift
 Memiliki rutinitas dengan tingkat stress tinggi
 Mengidap kondisi medis tertentu, seperti penyakit jantung, obesitas, dan lain
sebagainya

C. Patofisiologi/Pathway
1. Dermatitis kontak alergi terdiri dari 2 fase, yaitu fase sensitisasi dan elisitasi:
a. Fase sensitisasi
Fase sensitisasi adalah fase dimana terjadinya kontak pertama kali antara alergen
dengan kulit yang selanjutnya alergen tersebut akan dikenal dan direspon oleh
limfosit T atau fase ketika sel T naive dirubah menjadi sel T efektor atau sel T
memori spesifik antigen. Pada fase sensitisasi ini, alergen yang belum diproses atau
yang biasa disebut sebagai hapten akan dipaparkan ke stratum korneum dan
selanjutnya akan berneptrasi ke lapisan bawah epidermis dan akhirnya ditangkap oleh
sel langerhans kemudian akan terjadi beberapa proses, seperti proses endositosis atau
pinositosis, proses degradasi nonlisosomal dari alergen atau proses terjadinya ikatan
antara peptida antigen dnegan HLA-DR
b. Fase elisitasi
Fase ini melibatkan beberapa substansi, seperti sitokin, histamin, serotonin, dan
prostaglandin. Selain itu beberapa neuropeptida juga terlibat seperti calcitonin related
peptidae dan alpha melanocyte stimulating hormon yang dapat menurunkan regulasi
dari fase elisitasi ini yang kemungkinan disebabkan karena adanya pengaruh dari sel
penyaji antigen. Fase elisitasi terjadi pada saat terjadi kontak ulang antara kulit
dengan hapten yang sama atau serupa.

2. Patofisiologi pada dermatitis seboroik


Dermatitis seboroik berhubungan erat dengan keaktifan glandula sebasea.
Glandula tersebut aktif pada bayi baru lahir, kemudian menjadi tidak aktif selama 9-
12 tahun akibat stimulasi hormon androgen dari ibu berhenti. Dermatitis seboroik
pada bayi terjadi pada umur bulan-bulan pertama, kemudian jarang pada usia sebelum
akil balik dan insidensnya mencapai puncaknya pada umur 18-40 tahun,
kadangkadang pada umur tua.
Dermatitis seboroik lebih sering terjadi pada pria daripada pada wanita. Meskipun
kematangan kelenjar sebasea rupanya merupakan faktor timbulnya D.S., tetapi tidak
ada hubungan langsung secara kuantitatif antara keaktifan tersebut dengan
suseptibilitas untuk memperoleh D.S pada orang yang telah mempunyai faktor
predisposisi, timbulnya D.S dapat disebabkan faktor kelelahan, stress, emosional atau
infeksi.

3. Patofisiologi pada dermatitis atopic


Patofisiologi dermatitis atopic (DA) merupakan gabungan dari serangkaian
interaksi rumit antara kerentanan genetic yang menyebabkan sawar epidermis
menjadi tidak sempurna, kelinan sistem imun, dan respon imun yang meningkat
terhadap allergen dan antigen mikroba. Disfungsi dari sawar epidermis (skin barrier)
merupakan faktor patogen utama terjadinya dermatitis atopik. Pada pasien DA, dapat
ditemukan mutasi atau defek dari gen FLG (filaggrin gene) yang akan menyandi
protein (pro)-filaggrin yang berperan penting pada sawar epidermis.
Defek genetik dari FLG akan mengganggu epidermis sehingga meningkatkan
kontak sel imun di dermis dengan antigen dari lingkungan eksternal. Proses ini
menyebabkan rasa gatal yang kuat sehingga pasien menggaruk yang akan
menyebabkan gangguan dan inflamasi pada pembatas kulit epidermal, kondisi ini
dideskripsikan sebagai itchscracth cycle.
D. Manifestasi klinis
1. Pada dermatitis kontak terjadi gejala-gejala:
a. Iritasi ringan dan allergen: eritema dan vesikel kecil yang keluar, bersisik, dan
gatal
b. Iritan kuat: lepuh dan ulserasi. Respon alergik klasik: lesi yang berbatas jelas
dengan garis lurus yang mengikuti titik kontak. Reaksi alergik parah: eritema
khas, lepuh, dan edema di area yang terkena.

2. Pada dermatitis seboroik terjadi gejala-gejala:


a. Kulit kepala, skuama ringan (ketombe) mencerminkan salah satu ujung dari
spektrum klinis, dengan skuama mencolok disertai eritema di ujung yang lain.
b. Lipatan nasolabial, tersebar hingga ke pipi
c. Bentuk fleksur (intertriginosa) di ketiak dan lipatan paha, sering menimbulkan
gambaran yang sangat mirip dengan psoriasis fleksural.
d. Erupsi berupa bercak-bercak kemerahan, berskuama, dan tampak agak
berminyak pada kulit
e. Peradangan kelopak mata (blefaritis)
3. Tanda dan gejala pada dermatitis atopic:
1. Area eritematosa di kulit yang sangat kering : lesi di dahi, pipi, dan
permukaan ekstensor di lengan dan kaki atas, lesi di titik fleksi (antekubital
fossa, areapopliteal, dan leher)
2. Pruritus dan parut dengan edema, kerak, dan sisik.
3. Lesi atopik kronis yang menyebabkan kulit kering dan bersisik, disertai
dermatografia putih, pemucatan dan likenifikasi.
4. Kondisi sekunder : infeksi virus, fungus, atau bakteri dan gangguan okular.
5. Pembengkakan dan hiperpigmentasi di kelopak mata atas, disertai lipatan
ganda yang muncul di bawah kelopak mata bawah.
6. Katarak atopik (jarang terjadi, biasanya hanya pada orang yang berusia 20
sampai 40 tahun).
7. Pasien yang juga terpapar herpes zoster akan mengalami gejala erupsi
variselifor kaposi (ekzema herpetikum), yaitu infeksi virus kutaneus berat
yang berpotensi menyebar

Menurut Rafknowledge (2004:60), insomnia umumnya dimulai dengan muncunya gejala-


gejala seperti:
1. Kesulitan tertidur atau tidak tercapainya tidur nyenyak. Keadaan ini bisa berlangsung
sepanjang malan dan dalam tempo berhari-hari, berminggu-minggu atau lebih
2. Merasa lelah saat bangun tidur dan tidak merasakan kesegaran
3. Sakit kepala di pagi hari
4. Kesulitan berkonsetrasi
5. Mudah marah
6. Mata memerah
7. Mengantuk pada siang hari

E. Klasifikasi
1. Dermatitis atopic
Dermatitis atopik (ekzema atopik atau infantil) merupakan respons inflamatorik
kronis atau rekuren yang umumnya berkaitan dengan penyakit atopik lain, misalnya
asma bronkial dan rinitis alergik. Dermatitis atopik adalah keadaan peradangan kulit
kronis dan residif, disertai gatal, yang berhubungan dengan atopi, yaitu sekelompok
penyakit pada individu yang mempunyai riwayat kepekaan dalam keluarganya, misal:
asma bronkial, rinitis alergika, konjungtivitis alergika. (Djuanda,2002)

2. Dermatitis kontak
Dermatitis kontak ini terjadi ketika kulit kontak langsung dengan bahan-bahan
atau material atau zat yang menyebabkan ruam. Di dalam dermatitis kontak, dibagi
menjadi 2:
a. Dermatitis kontak iritan, terjadi karena irritant primer dimana reaksi non alergik
terjadi akibat pajanan terhadap substansi iritatif
b. Dermatitis kontak alergika, merupakan manifestasi “Delayed Hypersensitivity”;
hipersensitivitas yang tertunda dan terkena oleh allergen kontak pada orang yang
sensitif

3. Dermatitis seboroik
Jenis dermatitis ini mempengaruhi area kulit yang memproduksi minyak, seperti
kulit kepala, hidung, dan punggung belakang. Dermatitis ini dapat terjadi pada anak-
anak hingga orang dewasa.

Sebagian besar insomnia terbagi menjadi dua macam, yaitu insomnia primer dan
insomnia sekunder (DSM-IV:551).
1. Insomnia primer: merupakan insomnia persisten, yang terjadi selama paling sedikit
satu bulan dan tidak ada sebab yang jelas. Menurut DSM-IV, insomnia primer yang
dialami sebagian seseorang merupakan kombinasi antara kesulitan memulai tidur dan
sangat sering terbangun saat tidur. Sedangkan sebagian nya lagi hanya mengeuhkan
tidur yang tidak memuaskan, dimana individu tersebut merasa tidurnya kurang
berkualitas.
2. Insomnia sekunder: merupakan suatu keadaan insomnia yang berhubungan dengan
gangguan mental atau faktor-faktor organic secara bermakna.
Sedangkan WHO (dalam Santoso, 2003:15) memasukan insomnia kedalam golongan
disorder of intiating and maintining sleeps (DIMS), dan membagi insomnia kedalam tiga
golongan besar:
1. Long term insomnia: kesulitan tidur hamper setiap malam, selama tiga minggu atau
lebih (biasanya diebabkan karena gangguan psikiatrik, alcohol atau penyalahgunaan
obat-obatan).
2. Short term insomnia: insomnia jangka pendek yang berlangsung sampai tiga minggu
yang disebabkan karena trauma atau penyakit.
3. Transient insomnia: insomnia yang berlangsung selama dua atau tiga hari yang
disebabkan oleh faktor dari luar.

F. Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada penderita insomnia:
1. Masalah kejiwaan, seperti kecemasan atau depresi
2. Obesitas
3. Daya tahan tubuh yang rendah
4. Kekurangan tidur akibat insomnia memberi kontribuasi pada timbulnya suatu
penyakit, termasuk penyakit jantung
5. Dampak mengantuk atau ketiduran di siang hari dapat mengancam keselamatan kerja,
termasuk mengemudi kendaraan
6. Dapat menurunkan kemampuan dalam memenuhi tugas harian serta kurang
menikmati aktivitas hidup
Komplikasi pada dermatitis kontak:
Kondisi kronis dapat menyebabkan likenifikasi dan fisura dan skuama. Infeksi
kulit dapat disebabkan oleh garukan berulang dan kerusakan kulit. Respon buruk
terhadap poison ivy atau alergen poten lain dapat menyebabkan kemerahan signifikan
dan pembengkakan pada wajah. Mata bisa tertutup karena edema (Elizabeth J.Corwin,
2009)
Komplikasi pada dermatitis seboroik:
Dermatitis seboroik yang meluas sampai menyerang saluran telinga luar bisa
menyebabkkan otitis eksterna yaitu radang yang terdapat pada saluran telinga bagian luar.
Jika tidak mendapatkan pengobatan yang adekuat, maka DS akan meluas ke daerah
sternal, aerola mamae, umbilikus, lipatan paha dan daerah anogenital. Karena kerontokan
yang berlebihpun dapat menyebabkan kebotakan.
Komplikasi pada dermatitis atopic:
Dermatitis atopik yang tidak ditangani dengan tepat dapat menimbulkan beberapa
komplikasi, yaitu:
1. Neurodermatitis, yaitu kondisi yang menyebabkan gatal kronis, kulit yang menebal dan
bersisik, hingga perubahan warna kulit
2. Timbul bentol-bentol yang sangat gatal (prurigo)
3. Asma
4. Rinitis alergi
5. Gangguan tidur
6. Bekas luka
7. Dermatitis seboroik
8. Infeksi kulit, baik akibat bakteri, virus, maupun jamur
9. Selulitis

G. Pemeriksaan diagnostic
Beberapa pemeriksaan yang dilakukan untuk mendiagnosis insomnia, antara lain:
1. Pemeriksaan riwayat tidur, seperti durasi dan pola tidur yang dialami pasien.
2. Pemeriksaan riwayat pengobatan.
3. Pemeriksaan riwayat penyakit, untuk mengetahui apakah ada kondisi atau penyakit
kronis yanag bisa mengganggu tidur.
4. Polisomnografi, standar utama untuk mengukur tidur pasien dengan insomnia kronis
yang meliputi penggunaan elektroensefalogram (EEG), elektrookulografi (EMG),
elektrokardiografi (EKG).
5. Aktigrafi, berupa alat portable yang dikenakan di pergelangan tangan untuk
mengukur aktivitas fisik pasien
Beberapa pemeriksaan diagnostic pada dermatitis kontak:
Tes tempel (patch test) adalah teknik pemeriksaan utama. Sejumlah alergen
dioleskan pada punggung yang sedang tidak mengalami inflamasi. Tempelantempelan ini
dibuka setelah 48 jam dan reaksinya dibaca. Pasien dilihat kembali setelah 72 jam dan
reaksi lambat dicatat. Interpretasi (negatif palsu, positif palsu, dan kebenaaaran dari hasil
positif).(At a Glance Medicine)
Pemeriksaan diagnostic pada dermatitis atopic:
1. Tes Antibodi
Kadar Ig E biasanya meningkat pada 80 – 90% penderita DA. Peningkatan
kadar Ig E erat hubungannya dengan tingkat keparahan penyakit, dan tidak
mengalami fluktuasi baik pada saat eksaserbasi, remisi, ataupun sedang mendapat
pengobatan. Beberapa tehnik pemeriksaan terhadap kadar Ig E ini dapat dilakukan
dengan metode ELISA (Enzyme-linked immunosorbent assay), ataupun RAST
(Radio allergosorbent test).
2. Bakteriologi
Pada kulit penderita DA yang aktif biasanya sering dijumpai bakteri
patogen seperti
Staphylococcus aureus walaupun tanpa gejala klinis infeksi.
3. Uji tusuk (Skin Prick Test)
Tempat uji adalah pada volar lengan bawah dengan jarak 2 cm dari
pergelangaan tangan dan lipat siku. Setelah meletakkan alergen pada permukaan
kulit kemudian kulit ditusuk dengan kedalaman 1 mm dengan menggunakan
lanset.Sebagai kontrol positif digunakan histamin dan untuk kontrol negatif
digunakan larutan gliserin. Reaksi terhadap alergen dibaca 15 menit kemudian
dan dikatakan positif bila dijumpai rasa gatal, eritema dan urtikaria
4. Uji tempel (Atopy Patch Test)
Uji ini banyak digunakan untuk mengidentifikasi reaksi alergi terhadap
aeroalergen pada DA. Uji dilakukan selama masa remisi penyakit. Sekitar 25
sampai 150 alergen pada plastik uji ditempelkan pada punggung bagian atas
penderita dengan menggunakan bahan perekat yang hipoalergenik. Sebagai
kontrol positif di gunakan histamin sedangkan sebagai kontrol negative digunakan
larutan salin. Hasil pembacaan dilakukan pada 48 jam, 72 jam dan 96 jam
kemudian. reaksi dikatakan positif apabila dijumpai eritema, papul, kulit terasa
gatal, dan pada yang ekstrim dapat dijumpai vesikel,reaksi seperti terbakar dan
kulit melepuh.
5. Uji eliminasi dan provokasi
Uji ini biasanya dilakukan untuk mengidentifikasi reaksi alergi terhadap
makanan sebagai salah satu pencetus terjadinya DA.Eliminasi makanan dilakukan
selama tiga minggu sebelum dilakukan uji provokasi. Uji provokasi makanan
(food challenge) dimulai dengan makanan yang paling tidak dicurigai akan
menimbulkan reaksi alergi. Bila setelah 1 minggu dijumpai gejala alergi maka
makanan tersebut dicurigai sebagai penyebab alergi dan apabila dalam tiga kali
provokasi di waktu yang berbeda dijumpai reaksi yang sama maka makanan
tersebut dinyatakan definitif penyebab alergi

Pemeriksaan diagnostic pada dermatitis seboroik:


Pemeriksaan diagnostic yang bisa dilakukan pada dermatitis seboroik adalah
Pemeriksaan hispatologi. Gambarnya dating hispatologi tergantung dari stadium
penyakit. Pada dermatitis dijumpai parakeratosis dan akantosis. Pada korium, dijumpai
pembuluh darah melebar. Pada dermatitis akut dan subacut, epidermisnya ekonthoik,
terdapat infiltrat limfosit dan historic dalam jumlah sedikit pada perivaskuler superficial,
spongiosis ringan hingga sedang, hyperplasia psoriasisform ringan, ortokeratosis dan
parakeratosis yang menyumbat folikuker, serta adanya skuama dan krista yang
mengandung netrofil pada ostium folikuler.

H. Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan pada dermatitis kontak
a. Identifikasi penyebab dermatitis dan menghindari pajanan penyebab rekuren.
b. Kompres dingin untuk mengurangi peradangan. Rendaman mandi bubur
gandum dengan bahan kimia yang menyejukkan dapat meredakan penyakit.
Antihistamin dapat digunakan untuk mengurangi gatal.
c. Terapi anti-inflamasi topikal (kadang-kadang sistemik) jangka pendek,
misalnya steroid dapat digunakan untuk menghentikan peradangan. Bila
serangannya berat, meliputi mata dan wajah, kortikosteroid sistemik dengan
dosis besar sering kali diberikan
d. Istirahatkan kulit yang sakit dan lindungi dari kerusakan lebih lanjut.
e. Bedakan antara tipe alergen dan tipe iritan.Identifikasi iritan yang dapat
menjadi ancaman dan singkirkan.
f. Gunakan losion lembut, tidak mengandung obat untuk bercak eritema kecil;
pasang balutan dingin basah diatas area dermatitis vaskular yang tidak terlalu
luas (Elizabeth J.Corwin, 2009)

2. Penatalaksanaan pada dermatitis atopic


1. Eliminasi alergen.
2. Hindari iritan (sabun, pembersih, dan zat kimia lainnya), perubahan suhu
ekstrem dan faktor lain yang mempercepat.
3. Pengolesan salep kortikosteroid topikal, terutama setelah mandi, biasanya
meringankan inflamasi.
4. Pengolesan krim pelembab membantu kulit tetap lembab.
5. Terapi kortikosteroid sistemik bisa dibutuhkan selama masa pemburukan yang
ekstrem.
6. Terapi sinar ultraviolet B digunakan untuk menambah ketebalan
stratum korneum.
7. Antibiotik tepat untuk mengatasi lesi yang berkerak dan basah

3. Penatalaksanaan pada dermatitis seboroik


1. Pengobatan Topikal
Digunakan sampo yang mengandung sulfur atau asam salisil dan silenium
sulfid 2%, 2-3 kali seminggu selama 5-10 menit. Atau dapat diberikan sampo
yang mengandung sulfur, asam salisil, zing pirition 1-2%.
Kemudian dapat diberikan krim untuk tempat yang tidak berambut atau
losio/kortikosteroid untuk daerah yang berambut (jangan yang berpotensi
tinggi
terutama untuk daerah muka). Salep yang mengandung asam salisil 2%, sulfur
4%
dan ter 2%, ketokonazol.Pada bayi diberikan asam salisil 3-5% dalam minyak
mineral. Pada pitiriasis sika dan oleosa, seminggu 2-3 kali scalp dikeramasi
selama 5-
15 menit. Misalnya dengan silenium sulfida (selsun). Jika terdapat skuama
dan
krusta yang tebal hendaknya dilepaskan. Obat lain yang dipakai untuk D.S
ialah:
1) Ter : misalnya likuor karbonas detergens 2-5% atau krim pragmatar.
2) Resorsin 1-3%
3) Sulfur praesipitatum 4-20% dapat digabung dengan asam salisil 3-6%.
4) Kortikosteroid, misalnya krim hidrokortison. Pada kasus inflamasi berat
dapat
dipakai kortikosteroid yang lebih kuat misalnya betametason-valerat. Asalkan
jangan dipakai terlalu lama karena efek sampingnya.

2. Pengobatan sistemik
Pengobatan Sistemik Dapat diberikan anti histamin ataupun sedatif.
Pemberian dosis rendah dari terapi oral bromida dapat membantu
penyembuhan. Terapi oral yang menggunakan dosis rendah dari preparat
hemopoetik yang mengandung potasium bromida, sodium bromida, niken
sulfat dan sodium klorida dapat memberikan perubahan yang berarti dalam
penyembuhan DS dan dandruff setelah penggunaan 10 minggu. Pada keadaan
yang berat dapat diberikan kortikosteroid sistemik dengan dosis prednison 20-
30 mg sehari. Jika ada perbaikan, dosis diturunkan perlahan-lahan. Kalau ada
infeksi sekunder dapat diberikan antibiotika.

I. Konsep asuhan keperawatan


1. Pengkajian
a. Identitas pasien
Nama, tempat, dan tanggal lahir, jenis kelamin, status pernikahan, agama,
pendidikan, pekerjaan, tanggal masuk, alamat, tanggal pengkajian, dan diagnose
medis
b. Identitas penanggung jawab
Penanggung jawab pasien yang bisa dihubungi seama menjalani masa perawatan
di rumah sakit
c. Riwayat kesehatan
a) Riwayat kesehatan sekarang
 Keluhan utama
Keluhan utama pada pasien dermatitis yaitu kulit terasa gatal, panas, kulit
bersisik, integritas kulit jelek, Nampak adanya luka atau jaringan parut
(Price & Wilson, 2012)
 Riwayat kesehatan sekarang
Pasien mengalami gatal yang berkelanjutan, Nampak adanya ruam
 Riwayat kesehatan dahulu
Pengkajian riwayat ini dapat mendukung pengkajian dari riwayat penyakit
sekarang dan merupakan data dasar untuk mengkaji lebih lanjut dan untuk
memberikan tindakan selanjutnya
 Riwayat penyakit penyerta
Seperti alergi atau sensitive terhadap allergen internal atau eksternal
 Riwayat penyakit keluarga
Pengkajian terhadap penyakit di dalam keluarga yang mmeiliki penyakit
yang sama dengan pasien

d. Pola aktivitas sehari-hari (ADL)


a) Pola nutrisi
Porsi makan, menu makanan, frekuensi makan, jenis minuman yang
dikonsumsi, frekuensi minum, kesulitan yang dialami
b) Pola eliminasi
Frekuensi BAB BAK, kesulitan yang dialami, konsistensi BAB, warna, bau
BAB
c) Pola tidur dan istirahat
Waktu istirahat pasien pada saat sebelum dan sesudah sakit (dirawat di rumah
sakit)
d) Pola aktivitas dan latihan
Aktivitas fisik yang dilakukan pasien atau olahraga yang dilakukan oleh
pasien
e. Pemeriksaan fisik
a) Status kesehatan umum
Meliputi kondisi umum pasien, TB, BB, tanda-tanda vital
b) Sistem integument
Mengkaji keutuhan, elastisitas, ruam, kelembaban, kebersihan, eksudat,
pigmentasi kulit. Biasanya pada pasien dermatitis ditemukan lesi likenifikasi
(epidermis tebal dan kasar), erosi adanya lembab, ekskoriasi (abrasi),
kehilangan lapisan epidermis.

2. Diagnose keperawatan
1) Gangguan integritas kulit berhubungan dengan bahan kimia iritatif, suhu
lingkungan yang ekstrem, perubahan hormonal dibuktikan dengan kerusakan
jaringan dan/atau lapisan kulit, nyeri, kemerahan
2) Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera kimiawi (bahan kimia iritan)
dibuktikan dengan mengeluh nyeri, sulit tidur
3) Gangguan pola tidur berhubungan dengan restraint fisik dibuktikan dengan
mengeluh sulit, mengeluh pola tidur berubah, mengeluh kemampuan beraktivitas
menurun
4) Risiko infeksi dibuktikan dengan kerusakan integritas kulit
5) Risiko harga diri rendah situasional dibuktikan dengan penyakit fisik

3. Intervensi Keperawatan
No Diagnosa Perencanaan
keperawatan Tujuan Intervensi Rasional
1. Gangguan Setelah dilakukan Perawatan integritas kulit
integritas tindakan
kulit keperawatan Observasi
selama 1x24 jam  Identifikasi penyebab  Mengetahui
diharapkan gangguan integritas kulit penyebab
integritas kulit (mis. Perubahan sirkulasi, gangguan
dan jaringan penurunan kelembaban integritas kulit
meningkat dengan suhu
kriteria hasil: lingkungan,penurunan
1. Kerusakan mobilitas)
Terapeutik
jaringan
menurun Terapeutik  Agar tidak
2. Kerusakan  Ubah posisi setiap 2 jam terjadi lesi
lapisan kulit ketika tirah baring  Agar kulit
menurun  Gunakan produk berbahan pasien lembab
3. Kemerahan petrolium atau minyak
menurun pada kulit kering  Agar tidak
4. Nyeri  Gunakan produk berbahan terjadi iritasi
menurun alami dan hipoalergik
 Agar tidak
untuk kulit sensitif
terjadi iritasi
 Hindari produk berbahan
yang dapat
alkohol pada kulit kering.
membahayaka
n pasien

Edukasi  Agar kulit


pasien tetap
 Anjurkan lembab
menggunakan
pelembab  Agar pasien
tidak
 Anjurkan minum air mengalami
yang cukup dehidrasi

 Agar asupan
nutrisi pasien
 Anjurkan terpenuhi
meningkatkan asupan
nutrisi

 Agar
hygienitas

Anjurkan pasien terjaga
menggunakan sabun
mandi secukupnya
2. Nyeri akut Setelah dilakukan Manajemen Nyeri
tindakan
keperawatan Observasi
selama 1x24 jam  Identifikasi  Mengetahui
diharapkan lokasi,karakteristik,duras lokasi,karak
tingkat nyeri i,frekuensi,kualitas,itensi teristik,dura
menurun dengan tas nyeri si,frekuensi,
kriteria hasil : kualitas,
1. Keluhan itensitas
nyeri nyeri
menurun  Identifikasi skala nyeri  Mengetahui
2. Meringis skala nyeri
menurun yang
3. Gelisah dirasakan
menurun pasien
 Identifikasi faktor yang  Mengetahui
4. Kesulitan
memperberat dan faktor yang
tidur
memperingan nyeri memperbera
menurun
t dan
memperinga
Terapeutik n nyeri
 Berikan teknik
nonfarmakologis untuk  Mengurangi
mengurangi nyeri nyeri yang
dirasakan
pasien
 Kontrol lingkungan yang
memperberat rasa nyeri  Mengurangi
nyeri pasien
yang
disebabkan
oleh
lingkungan
 Pertimbangkan jenis dan
sumber nyeri dalam  Untuk
pemilihan strategi memilih
mengurangi nyeri strategi
yang tepat
untuk
meredakan
nyeri sesuai
dengan
skala nyeri
Edukasi yang
 Jelaskan dirasakan
penyebab,periode dan
pemicu nyeri
 Agar pasien
mengetahui
penyebab,pe
 Anjurkan strategi riode dan
meredakan nyeri pemicu
nyeri
 Agar pasien
mengetahui
 Ajarkan teknik straegi
nonfarmakologi untuk meredakan
meredakan nyeri nyeri
 Agar pasien
mengetahui
teknik
nonfarmako
Kolaborasi logi
 Kolaborasi pemberian meredakan
analgetik nyeri

 Mengurangi
nyeri
dengan
pemberian
analgetik
3. Gangguan Setelah dilakukan Dukungan tidur
pola tidur tindakan
Observasi
keperawatan  Identifikasi pola aktivitas  Meantau
selama 1x24 jam dan tidur kualitas dan
diharapkan pola kuantitas
tidur membaik tidur
dengan kriteria  Identifikasi faktor  Mengetahui
hasil: penganggu tidur(faktor faktor yang
1. Keluhan fisiologis atau psikologis) mempengar
sulit tidur uhi tidur
menurun dari aspek
2. Keluhan psikologis
tidak puas dan
tidur fisiologis
menurun
3. Keluhan Teraputik
pola tidur  Mengatur
 Modifikasi lingkungan
menurun lingkungan
(mis.pencahayaan,kebisi
berubah yang
ngan,suhu,tempat tidur)
menurun nyaman
 Tetapkan jadwal rutin
4. Keluhan untuk tidur
istirahat  Lakukan prosedur untuk
 mrngatur
tidak meningkatkan
cukup kenyamanan.
menurun (mis.pengaturan posisi)

Edukasi
 Jelaskan pentingnya
tidur cukup selama sakit
 Anjurkan mnghindari
makanan atau minuman
yang menganggu tidur.
4. Resiko Setelah dilakukan Pencegahan infeksi
infeksi tindakan
keperawatan Observasi
selama 1x24 jam  Monitor tanda dan gejala  Mengetahui
diharapkan infeksi lokal dan sitemik tanda dan gejala
tingkat infeksi infeksi lokal
menurun dengan dan sistemik
kriteria hasil:
1. Kemeraha Terapeutik Terapeutik
n menurun  Berikan perawatan kulit  Menurunka
2. Nyeri pada daerah edema n resiko
menurun infeksi pada
3. Demam pasien
menurun
4. Bengkak  Cuci tangan sebelum dan  Menurunka
menurun sesudah kontak dengan n risiko
5. Kadar sel pasien infeksi pada
darah pasien
putih
membaik  Pertahankan teknik aseptik  Menurunka
pada pasien beresiko tinggi n risiko
infeksi pada
pasien
tingkat
tinggi

Edukasi
 Jelaskan tanda dan gejala  Agar Pasien
infeksi mengetahui
tanda dan
gejala
infeksi
 Ajarkan cara cuci tangan
dengan benar  Agar pasien
mengetahui
bagaimana
cara cuci
tangan
dengan
benar
 Ajarkan meningkatkan
asupan nutrisi  Agar pasien
tau cara
meningkatk
an
kebutuhan
 Ajarkan meningkatkan nutrisi
asupan cairan  Agar pasien
mengetahui
cara
meningkatk
an
Kolaborasi kebutuhan
 Kolaborasi pemberian cairan
imunisasi,jika perlu
 Mengurangi
resiko
infeksi
5. Risiko harga Setelah dilakukan Promosi kesadaran diri
diri rendah tindakan
keperawatan Observasi
selama 1x24 jam  Identifikasi keadaan  Mengetahui
diharapkan harga emosional saat ini keadaan
emosi
diri meningkat pasien saat
dengan kriteria ini
hasil :
1. Penilaian Terapeutik
diri positif  Diskusikan tentang  Mengetahui
meningkat pikiran,perilaku atau pikiran,peril
2. Postur respon terhadap kondisi aku serta
tubuh respon
menampa pasien
kan wajah terhadap
meningkat kondisi
3. Kontak pasien saat
mata ini.
 Diskusikan dampak
meningkat penyakit pada konsep  Agar pasien
4. Perasaan diri. mengetahui
malu dampak
menurun penyakit
terhadap
Edukasi dirinya
 Anjurkan menggenali
pikiran dan perasaan  Agar pasien
tentang diri dapat
mengenali
pikiran
danperasaan
tentang
dirinya
sendiri
 Anjurkan
mengungkapkan  Agar pasien
perasaan (mis.marah dapat
atau depresi) mengungka
pkan
perasaan
yang
dirasakanny
a
 Latih kemampuan positif
diri yang dimiliki
 Agar pasien
mampu
mengemban
gkan
kemampuan
positif yang
dimiliki
DAFTAR PUSTAKA

Alo dokter.(2022). “ Komplikasi Dermatitits Atopik”. https://www.alodokter.com/eksim-


atopik/komplikasi , diakses pada 15 Maret 2023.
Evalina, Rita. Dermatitis Atopi.
https://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/69083/Fulltext.pdf?
sequence=1&isAllowed=y , diakses pada 16 Maret 2023.
Universitas 17 Agustus.(2021). “Insomnia menurut ahli”.
https://www.untag-sby.ac.id/web/artikeldetail/insomnia-menurut-
ahli.html#:~:text=Menurut%20PPDGJ%20III%20(Pedoman%20Penggolongan,untuk
%20satu%20kurun%20waktu%20tertentu. Diakses pada 2 Maret 2023
Universitas Kristen Indonesia.(2019). Modul Keperawatan medical Bedah II.
http://repository.uki.ac.id/2750/1/fmodulKMB2.pdf , diakses pada 15 Maret 2023

Anda mungkin juga menyukai