DERMATITIS
Disusun untuk memenuhi salah satu tugas kelompok mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah II
Dosen Pembimbing: Bapak Edi Ruhmadi Skep.,M.Kes
Disusun Oleh:
Kelompok 2
1. Sonia Pebrianti (P20620221051) 6. Syifa Wuriandini (P20620221056)
2. Muhammad Rizky Fadhillah (P20620221052) 7. Aisha Rahmatul Khaliq (P20620221057)
3. Friska Aulia Devani (P20620221053) 8. Diana (P20620221058)
4. Ade Komalasari (P20620221054) 9. Maurilla Khaerunnisa (P20620221059)
5. Putri Syita Anggraeni (P20620221055) 10. Salsabila Eka Putri (P20620221060)
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah “Konsep dan Asuhan Keperawatan Insomnia
Pada Pasien Dermatitis ” ini.
Kami mengucapkan terima kasih kepada bapak Edi Ruhmadi Skep.,M.Kes selaku dosen
mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah II yang telah memberikan tugas ini sehingga dapat
menambah pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang studi yang kami tekuni. Kami juga
mengucapkan terima kasih kepada tim penulis yang sudah ikut serta dalam pembuatan makalah
ini. Kami berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua, aamiin.
KATA PENGATAR……………………………………………………………………………..i
DAFTAR ISI…………………………………………………………………………………….iii
BAB I TEORI
2.1
Pengertian.......................................................................................................................................4
2.2 Etiologi....................................................................................................................................4
2.3 Patofisiologi & Pathway..........................................................................................................5
2.4 Manifestasi Klinis....................................................................................................................6
2.5 Klasifikasi................................................................................................................................8
2.6 Komplikasi...............................................................................................................................9
2.7 Pemeriksaan Diagnostik..........................................................................................................9
2.8 Penatalaksanaan.......................................................................................................................9
2.9 Diagnosa Keperawatan..........................................................................................................10
2.10 Intervensi...............................................................................................................................11
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
TEORI
A. Pengertian
Menurut Rolak (2001), insomnia digolongkan sebagai gejala yang subjektif jika
ditinjau dari persepsi ketidakmampuan tidur atau tidak dapat memulihkan kesehatan.
Menurut Alimul (2006), insomnia adalah suatu keadaan ketidakmampuan mendapat tidur
yang baik, baik kualitas maupun kuantitas, dengan keadaan tidur yang hanya sebentar
atau susah tidur.
Insomnia adalah salah satu gangguan tidur dimana seseorang merasa sulit tidur
atau kuantitas tidur yang tidak sesuai. Selain itu gangguan tidur yang terjadi berhubungan
dengan kualitas tidur seperti tidur yang tidak efektif (Hidayah & Alif, 2016).
Jadi menurut beberapa pengertian diatas tentang insomnia, dapat kami simpulkan
bahwa insomnia merupakan suatu keadaan dimana individu tersebut tidak mendapatkan
dan mempertahankan kualitas dan kuantitas tidur yang baik. Istilah “dermatitis” terdiri
atas dua kata, yakni “derm” yang berarti kulit dan “itis” yang maknanya peradangan.
Dermatitis merupakan salah satu masalah pada sistem integument yang dapat
menyebabkan insomnia. Dermatitis merupakan peradangan kulit yang akut atau kronik
akibat terpajan iritan (dermatitits iritan) atau allergen (dermatitis allergen). (Elizabeth
J.Corwin, 2009).
B. Etiologi
Etiologi dermatitis berdasarkan jenisnya:
1. Dermatitis atopic
a. Penyebab DA belum diketahui, terdapat 2 teori yang menjelaskan etiologi DA.
Teori pertama menyatakan DA merupakan akibat defisiensi imunologik yang
didasarkan pada kadar Imunoglobulin E (Ig E) yang meningkat dan indikasi sel T
yang berfungsi kurang baik. Sedangkan teori kedua menyatakan adanya blokade
reseptor beta adrenegik pada kulit. Namun, kedua teori tersebut tidak adekuat
untuk menjelaskan semua aspek penyakit DA (Mulyono, 1986). Hal ini disebabkan
karena penyakit ini sangat kompleks dan melibatkan
berbagai mekanisme, meliputi genetik, lingkungan, dan imunologi.
b. Faktor yang memperparah: respon terhadap keringat, stres psikologis, suhu dan
kelembapan ekstrem.
c. Alergi makanan (telur, kacang, susu, dan gandum) pada sekitar 10% dari kasus
yang menyerang anak-anak.
d. Predisposisi genetik yang diperburuk dengan alergi makanan, infeksi, zat kimia
yang mengiritasi, suhu dan kelembapan, serta emosi.
e. Penyebab sekunder : iritasi yang terlihat mengubah struktur epidermal, sehingga
menyebabkan peningkatan aktivitas imunoglobulin (Ig) E.
2. Dermatitis kontak
a. Iritan ringan
Paparan kronis detergen atau pelarut
b. Iritan kuat
Kerusakan akibat kontak dengan asam atau alkali
c. Allergen
d. Sensitisasi karena paparan berulang-ulang
3. Dermatitis seboroik
Penyebabnya beum diketahui pasti. Hanya didapati aktivitas kelenjar sebasea yang
berlebihan. Beberapa faktor predisposisinya adalah:
a. Hormone
Dermatitis seboroik dijumpai pada bayi dan pada usia setelah pubertas.
Kemungkinan ada pengaruh hormon. Pada bayi dijumpai hormon
transplasenta
meninggi beberapa bulan setelah lahir dan penyakitnya akan membaik jika
kadar hormon ini menurun.
b. Jamur Pityrosporum ovale (Malassezia ovale)
Jenis jamur lipofilik ini banyak jumlahnya pada penderita dermatitis seboroik.
Pertumbuhan P. Ovale yang berlebihan dapat mengakibatkan reaksi inflamasi,
baik akibat produk metabolitnya yang masuk ke dalam epidermis maupun
karena sel jamur itu sendiri melalui aktivasi sel limfosit T dan sel Langerhans.
c. Perubahan perbandingan komposisi lipid di kulit
Jumlah kolesterol, trigliserida, Paraffin meningkat; dan kadar squelen, asam
lemak bebas dan wax ester menurun
d. Faktor iklim, genetic, lingkungan, hormone, dan neurologik
C. Patofisiologi/Pathway
1. Dermatitis kontak alergi terdiri dari 2 fase, yaitu fase sensitisasi dan elisitasi:
a. Fase sensitisasi
Fase sensitisasi adalah fase dimana terjadinya kontak pertama kali antara alergen
dengan kulit yang selanjutnya alergen tersebut akan dikenal dan direspon oleh
limfosit T atau fase ketika sel T naive dirubah menjadi sel T efektor atau sel T
memori spesifik antigen. Pada fase sensitisasi ini, alergen yang belum diproses atau
yang biasa disebut sebagai hapten akan dipaparkan ke stratum korneum dan
selanjutnya akan berneptrasi ke lapisan bawah epidermis dan akhirnya ditangkap oleh
sel langerhans kemudian akan terjadi beberapa proses, seperti proses endositosis atau
pinositosis, proses degradasi nonlisosomal dari alergen atau proses terjadinya ikatan
antara peptida antigen dnegan HLA-DR
b. Fase elisitasi
Fase ini melibatkan beberapa substansi, seperti sitokin, histamin, serotonin, dan
prostaglandin. Selain itu beberapa neuropeptida juga terlibat seperti calcitonin related
peptidae dan alpha melanocyte stimulating hormon yang dapat menurunkan regulasi
dari fase elisitasi ini yang kemungkinan disebabkan karena adanya pengaruh dari sel
penyaji antigen. Fase elisitasi terjadi pada saat terjadi kontak ulang antara kulit
dengan hapten yang sama atau serupa.
E. Klasifikasi
1. Dermatitis atopic
Dermatitis atopik (ekzema atopik atau infantil) merupakan respons inflamatorik
kronis atau rekuren yang umumnya berkaitan dengan penyakit atopik lain, misalnya
asma bronkial dan rinitis alergik. Dermatitis atopik adalah keadaan peradangan kulit
kronis dan residif, disertai gatal, yang berhubungan dengan atopi, yaitu sekelompok
penyakit pada individu yang mempunyai riwayat kepekaan dalam keluarganya, misal:
asma bronkial, rinitis alergika, konjungtivitis alergika. (Djuanda,2002)
2. Dermatitis kontak
Dermatitis kontak ini terjadi ketika kulit kontak langsung dengan bahan-bahan
atau material atau zat yang menyebabkan ruam. Di dalam dermatitis kontak, dibagi
menjadi 2:
a. Dermatitis kontak iritan, terjadi karena irritant primer dimana reaksi non alergik
terjadi akibat pajanan terhadap substansi iritatif
b. Dermatitis kontak alergika, merupakan manifestasi “Delayed Hypersensitivity”;
hipersensitivitas yang tertunda dan terkena oleh allergen kontak pada orang yang
sensitif
3. Dermatitis seboroik
Jenis dermatitis ini mempengaruhi area kulit yang memproduksi minyak, seperti
kulit kepala, hidung, dan punggung belakang. Dermatitis ini dapat terjadi pada anak-
anak hingga orang dewasa.
Sebagian besar insomnia terbagi menjadi dua macam, yaitu insomnia primer dan
insomnia sekunder (DSM-IV:551).
1. Insomnia primer: merupakan insomnia persisten, yang terjadi selama paling sedikit
satu bulan dan tidak ada sebab yang jelas. Menurut DSM-IV, insomnia primer yang
dialami sebagian seseorang merupakan kombinasi antara kesulitan memulai tidur dan
sangat sering terbangun saat tidur. Sedangkan sebagian nya lagi hanya mengeuhkan
tidur yang tidak memuaskan, dimana individu tersebut merasa tidurnya kurang
berkualitas.
2. Insomnia sekunder: merupakan suatu keadaan insomnia yang berhubungan dengan
gangguan mental atau faktor-faktor organic secara bermakna.
Sedangkan WHO (dalam Santoso, 2003:15) memasukan insomnia kedalam golongan
disorder of intiating and maintining sleeps (DIMS), dan membagi insomnia kedalam tiga
golongan besar:
1. Long term insomnia: kesulitan tidur hamper setiap malam, selama tiga minggu atau
lebih (biasanya diebabkan karena gangguan psikiatrik, alcohol atau penyalahgunaan
obat-obatan).
2. Short term insomnia: insomnia jangka pendek yang berlangsung sampai tiga minggu
yang disebabkan karena trauma atau penyakit.
3. Transient insomnia: insomnia yang berlangsung selama dua atau tiga hari yang
disebabkan oleh faktor dari luar.
F. Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada penderita insomnia:
1. Masalah kejiwaan, seperti kecemasan atau depresi
2. Obesitas
3. Daya tahan tubuh yang rendah
4. Kekurangan tidur akibat insomnia memberi kontribuasi pada timbulnya suatu
penyakit, termasuk penyakit jantung
5. Dampak mengantuk atau ketiduran di siang hari dapat mengancam keselamatan kerja,
termasuk mengemudi kendaraan
6. Dapat menurunkan kemampuan dalam memenuhi tugas harian serta kurang
menikmati aktivitas hidup
Komplikasi pada dermatitis kontak:
Kondisi kronis dapat menyebabkan likenifikasi dan fisura dan skuama. Infeksi
kulit dapat disebabkan oleh garukan berulang dan kerusakan kulit. Respon buruk
terhadap poison ivy atau alergen poten lain dapat menyebabkan kemerahan signifikan
dan pembengkakan pada wajah. Mata bisa tertutup karena edema (Elizabeth J.Corwin,
2009)
Komplikasi pada dermatitis seboroik:
Dermatitis seboroik yang meluas sampai menyerang saluran telinga luar bisa
menyebabkkan otitis eksterna yaitu radang yang terdapat pada saluran telinga bagian luar.
Jika tidak mendapatkan pengobatan yang adekuat, maka DS akan meluas ke daerah
sternal, aerola mamae, umbilikus, lipatan paha dan daerah anogenital. Karena kerontokan
yang berlebihpun dapat menyebabkan kebotakan.
Komplikasi pada dermatitis atopic:
Dermatitis atopik yang tidak ditangani dengan tepat dapat menimbulkan beberapa
komplikasi, yaitu:
1. Neurodermatitis, yaitu kondisi yang menyebabkan gatal kronis, kulit yang menebal dan
bersisik, hingga perubahan warna kulit
2. Timbul bentol-bentol yang sangat gatal (prurigo)
3. Asma
4. Rinitis alergi
5. Gangguan tidur
6. Bekas luka
7. Dermatitis seboroik
8. Infeksi kulit, baik akibat bakteri, virus, maupun jamur
9. Selulitis
G. Pemeriksaan diagnostic
Beberapa pemeriksaan yang dilakukan untuk mendiagnosis insomnia, antara lain:
1. Pemeriksaan riwayat tidur, seperti durasi dan pola tidur yang dialami pasien.
2. Pemeriksaan riwayat pengobatan.
3. Pemeriksaan riwayat penyakit, untuk mengetahui apakah ada kondisi atau penyakit
kronis yanag bisa mengganggu tidur.
4. Polisomnografi, standar utama untuk mengukur tidur pasien dengan insomnia kronis
yang meliputi penggunaan elektroensefalogram (EEG), elektrookulografi (EMG),
elektrokardiografi (EKG).
5. Aktigrafi, berupa alat portable yang dikenakan di pergelangan tangan untuk
mengukur aktivitas fisik pasien
Beberapa pemeriksaan diagnostic pada dermatitis kontak:
Tes tempel (patch test) adalah teknik pemeriksaan utama. Sejumlah alergen
dioleskan pada punggung yang sedang tidak mengalami inflamasi. Tempelantempelan ini
dibuka setelah 48 jam dan reaksinya dibaca. Pasien dilihat kembali setelah 72 jam dan
reaksi lambat dicatat. Interpretasi (negatif palsu, positif palsu, dan kebenaaaran dari hasil
positif).(At a Glance Medicine)
Pemeriksaan diagnostic pada dermatitis atopic:
1. Tes Antibodi
Kadar Ig E biasanya meningkat pada 80 – 90% penderita DA. Peningkatan
kadar Ig E erat hubungannya dengan tingkat keparahan penyakit, dan tidak
mengalami fluktuasi baik pada saat eksaserbasi, remisi, ataupun sedang mendapat
pengobatan. Beberapa tehnik pemeriksaan terhadap kadar Ig E ini dapat dilakukan
dengan metode ELISA (Enzyme-linked immunosorbent assay), ataupun RAST
(Radio allergosorbent test).
2. Bakteriologi
Pada kulit penderita DA yang aktif biasanya sering dijumpai bakteri
patogen seperti
Staphylococcus aureus walaupun tanpa gejala klinis infeksi.
3. Uji tusuk (Skin Prick Test)
Tempat uji adalah pada volar lengan bawah dengan jarak 2 cm dari
pergelangaan tangan dan lipat siku. Setelah meletakkan alergen pada permukaan
kulit kemudian kulit ditusuk dengan kedalaman 1 mm dengan menggunakan
lanset.Sebagai kontrol positif digunakan histamin dan untuk kontrol negatif
digunakan larutan gliserin. Reaksi terhadap alergen dibaca 15 menit kemudian
dan dikatakan positif bila dijumpai rasa gatal, eritema dan urtikaria
4. Uji tempel (Atopy Patch Test)
Uji ini banyak digunakan untuk mengidentifikasi reaksi alergi terhadap
aeroalergen pada DA. Uji dilakukan selama masa remisi penyakit. Sekitar 25
sampai 150 alergen pada plastik uji ditempelkan pada punggung bagian atas
penderita dengan menggunakan bahan perekat yang hipoalergenik. Sebagai
kontrol positif di gunakan histamin sedangkan sebagai kontrol negative digunakan
larutan salin. Hasil pembacaan dilakukan pada 48 jam, 72 jam dan 96 jam
kemudian. reaksi dikatakan positif apabila dijumpai eritema, papul, kulit terasa
gatal, dan pada yang ekstrim dapat dijumpai vesikel,reaksi seperti terbakar dan
kulit melepuh.
5. Uji eliminasi dan provokasi
Uji ini biasanya dilakukan untuk mengidentifikasi reaksi alergi terhadap
makanan sebagai salah satu pencetus terjadinya DA.Eliminasi makanan dilakukan
selama tiga minggu sebelum dilakukan uji provokasi. Uji provokasi makanan
(food challenge) dimulai dengan makanan yang paling tidak dicurigai akan
menimbulkan reaksi alergi. Bila setelah 1 minggu dijumpai gejala alergi maka
makanan tersebut dicurigai sebagai penyebab alergi dan apabila dalam tiga kali
provokasi di waktu yang berbeda dijumpai reaksi yang sama maka makanan
tersebut dinyatakan definitif penyebab alergi
H. Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan pada dermatitis kontak
a. Identifikasi penyebab dermatitis dan menghindari pajanan penyebab rekuren.
b. Kompres dingin untuk mengurangi peradangan. Rendaman mandi bubur
gandum dengan bahan kimia yang menyejukkan dapat meredakan penyakit.
Antihistamin dapat digunakan untuk mengurangi gatal.
c. Terapi anti-inflamasi topikal (kadang-kadang sistemik) jangka pendek,
misalnya steroid dapat digunakan untuk menghentikan peradangan. Bila
serangannya berat, meliputi mata dan wajah, kortikosteroid sistemik dengan
dosis besar sering kali diberikan
d. Istirahatkan kulit yang sakit dan lindungi dari kerusakan lebih lanjut.
e. Bedakan antara tipe alergen dan tipe iritan.Identifikasi iritan yang dapat
menjadi ancaman dan singkirkan.
f. Gunakan losion lembut, tidak mengandung obat untuk bercak eritema kecil;
pasang balutan dingin basah diatas area dermatitis vaskular yang tidak terlalu
luas (Elizabeth J.Corwin, 2009)
2. Pengobatan sistemik
Pengobatan Sistemik Dapat diberikan anti histamin ataupun sedatif.
Pemberian dosis rendah dari terapi oral bromida dapat membantu
penyembuhan. Terapi oral yang menggunakan dosis rendah dari preparat
hemopoetik yang mengandung potasium bromida, sodium bromida, niken
sulfat dan sodium klorida dapat memberikan perubahan yang berarti dalam
penyembuhan DS dan dandruff setelah penggunaan 10 minggu. Pada keadaan
yang berat dapat diberikan kortikosteroid sistemik dengan dosis prednison 20-
30 mg sehari. Jika ada perbaikan, dosis diturunkan perlahan-lahan. Kalau ada
infeksi sekunder dapat diberikan antibiotika.
2. Diagnose keperawatan
1) Gangguan integritas kulit berhubungan dengan bahan kimia iritatif, suhu
lingkungan yang ekstrem, perubahan hormonal dibuktikan dengan kerusakan
jaringan dan/atau lapisan kulit, nyeri, kemerahan
2) Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera kimiawi (bahan kimia iritan)
dibuktikan dengan mengeluh nyeri, sulit tidur
3) Gangguan pola tidur berhubungan dengan restraint fisik dibuktikan dengan
mengeluh sulit, mengeluh pola tidur berubah, mengeluh kemampuan beraktivitas
menurun
4) Risiko infeksi dibuktikan dengan kerusakan integritas kulit
5) Risiko harga diri rendah situasional dibuktikan dengan penyakit fisik
3. Intervensi Keperawatan
No Diagnosa Perencanaan
keperawatan Tujuan Intervensi Rasional
1. Gangguan Setelah dilakukan Perawatan integritas kulit
integritas tindakan
kulit keperawatan Observasi
selama 1x24 jam Identifikasi penyebab Mengetahui
diharapkan gangguan integritas kulit penyebab
integritas kulit (mis. Perubahan sirkulasi, gangguan
dan jaringan penurunan kelembaban integritas kulit
meningkat dengan suhu
kriteria hasil: lingkungan,penurunan
1. Kerusakan mobilitas)
Terapeutik
jaringan
menurun Terapeutik Agar tidak
2. Kerusakan Ubah posisi setiap 2 jam terjadi lesi
lapisan kulit ketika tirah baring Agar kulit
menurun Gunakan produk berbahan pasien lembab
3. Kemerahan petrolium atau minyak
menurun pada kulit kering Agar tidak
4. Nyeri Gunakan produk berbahan terjadi iritasi
menurun alami dan hipoalergik
Agar tidak
untuk kulit sensitif
terjadi iritasi
Hindari produk berbahan
yang dapat
alkohol pada kulit kering.
membahayaka
n pasien
Agar asupan
nutrisi pasien
Anjurkan terpenuhi
meningkatkan asupan
nutrisi
Agar
hygienitas
Anjurkan pasien terjaga
menggunakan sabun
mandi secukupnya
2. Nyeri akut Setelah dilakukan Manajemen Nyeri
tindakan
keperawatan Observasi
selama 1x24 jam Identifikasi Mengetahui
diharapkan lokasi,karakteristik,duras lokasi,karak
tingkat nyeri i,frekuensi,kualitas,itensi teristik,dura
menurun dengan tas nyeri si,frekuensi,
kriteria hasil : kualitas,
1. Keluhan itensitas
nyeri nyeri
menurun Identifikasi skala nyeri Mengetahui
2. Meringis skala nyeri
menurun yang
3. Gelisah dirasakan
menurun pasien
Identifikasi faktor yang Mengetahui
4. Kesulitan
memperberat dan faktor yang
tidur
memperingan nyeri memperbera
menurun
t dan
memperinga
Terapeutik n nyeri
Berikan teknik
nonfarmakologis untuk Mengurangi
mengurangi nyeri nyeri yang
dirasakan
pasien
Kontrol lingkungan yang
memperberat rasa nyeri Mengurangi
nyeri pasien
yang
disebabkan
oleh
lingkungan
Pertimbangkan jenis dan
sumber nyeri dalam Untuk
pemilihan strategi memilih
mengurangi nyeri strategi
yang tepat
untuk
meredakan
nyeri sesuai
dengan
skala nyeri
Edukasi yang
Jelaskan dirasakan
penyebab,periode dan
pemicu nyeri
Agar pasien
mengetahui
penyebab,pe
Anjurkan strategi riode dan
meredakan nyeri pemicu
nyeri
Agar pasien
mengetahui
Ajarkan teknik straegi
nonfarmakologi untuk meredakan
meredakan nyeri nyeri
Agar pasien
mengetahui
teknik
nonfarmako
Kolaborasi logi
Kolaborasi pemberian meredakan
analgetik nyeri
Mengurangi
nyeri
dengan
pemberian
analgetik
3. Gangguan Setelah dilakukan Dukungan tidur
pola tidur tindakan
Observasi
keperawatan Identifikasi pola aktivitas Meantau
selama 1x24 jam dan tidur kualitas dan
diharapkan pola kuantitas
tidur membaik tidur
dengan kriteria Identifikasi faktor Mengetahui
hasil: penganggu tidur(faktor faktor yang
1. Keluhan fisiologis atau psikologis) mempengar
sulit tidur uhi tidur
menurun dari aspek
2. Keluhan psikologis
tidak puas dan
tidur fisiologis
menurun
3. Keluhan Teraputik
pola tidur Mengatur
Modifikasi lingkungan
menurun lingkungan
(mis.pencahayaan,kebisi
berubah yang
ngan,suhu,tempat tidur)
menurun nyaman
Tetapkan jadwal rutin
4. Keluhan untuk tidur
istirahat Lakukan prosedur untuk
mrngatur
tidak meningkatkan
cukup kenyamanan.
menurun (mis.pengaturan posisi)
Edukasi
Jelaskan pentingnya
tidur cukup selama sakit
Anjurkan mnghindari
makanan atau minuman
yang menganggu tidur.
4. Resiko Setelah dilakukan Pencegahan infeksi
infeksi tindakan
keperawatan Observasi
selama 1x24 jam Monitor tanda dan gejala Mengetahui
diharapkan infeksi lokal dan sitemik tanda dan gejala
tingkat infeksi infeksi lokal
menurun dengan dan sistemik
kriteria hasil:
1. Kemeraha Terapeutik Terapeutik
n menurun Berikan perawatan kulit Menurunka
2. Nyeri pada daerah edema n resiko
menurun infeksi pada
3. Demam pasien
menurun
4. Bengkak Cuci tangan sebelum dan Menurunka
menurun sesudah kontak dengan n risiko
5. Kadar sel pasien infeksi pada
darah pasien
putih
membaik Pertahankan teknik aseptik Menurunka
pada pasien beresiko tinggi n risiko
infeksi pada
pasien
tingkat
tinggi
Edukasi
Jelaskan tanda dan gejala Agar Pasien
infeksi mengetahui
tanda dan
gejala
infeksi
Ajarkan cara cuci tangan
dengan benar Agar pasien
mengetahui
bagaimana
cara cuci
tangan
dengan
benar
Ajarkan meningkatkan
asupan nutrisi Agar pasien
tau cara
meningkatk
an
kebutuhan
Ajarkan meningkatkan nutrisi
asupan cairan Agar pasien
mengetahui
cara
meningkatk
an
Kolaborasi kebutuhan
Kolaborasi pemberian cairan
imunisasi,jika perlu
Mengurangi
resiko
infeksi
5. Risiko harga Setelah dilakukan Promosi kesadaran diri
diri rendah tindakan
keperawatan Observasi
selama 1x24 jam Identifikasi keadaan Mengetahui
diharapkan harga emosional saat ini keadaan
emosi
diri meningkat pasien saat
dengan kriteria ini
hasil :
1. Penilaian Terapeutik
diri positif Diskusikan tentang Mengetahui
meningkat pikiran,perilaku atau pikiran,peril
2. Postur respon terhadap kondisi aku serta
tubuh respon
menampa pasien
kan wajah terhadap
meningkat kondisi
3. Kontak pasien saat
mata ini.
Diskusikan dampak
meningkat penyakit pada konsep Agar pasien
4. Perasaan diri. mengetahui
malu dampak
menurun penyakit
terhadap
Edukasi dirinya
Anjurkan menggenali
pikiran dan perasaan Agar pasien
tentang diri dapat
mengenali
pikiran
danperasaan
tentang
dirinya
sendiri
Anjurkan
mengungkapkan Agar pasien
perasaan (mis.marah dapat
atau depresi) mengungka
pkan
perasaan
yang
dirasakanny
a
Latih kemampuan positif
diri yang dimiliki
Agar pasien
mampu
mengemban
gkan
kemampuan
positif yang
dimiliki
DAFTAR PUSTAKA