Anda di halaman 1dari 12

Penerapan Model Pembelajaran Problem Based Learning Dalam Upaya

Meningkatkan Hasil Belajar Peserta Didik Pada Mata Pelajaran Bahasa


Indonesia Kelas II SD N 11 Pagar Gunung

KUTIPAN LANGSUNG ARTIKEL


1. Artikel 1
Sari (2020, p. 19) dalam penelitiannya menyatakan bahwa

“Pembelajaran Problem Based Learning (PBL) menuntut aktifitas mental siswa


dalam memahami suatu konsep, prinsip dan keterampilan melalui situasi atau
masalah yang disajikan di awal pembelajaran. Jadi dalam pembelajaran
Problem Based Learning (PBL) situasi suatu masalah menjadi titik tolak
pembelajaran untuk memahami konsep, prinsip dan mengembangkan
keterampilan berbeda dengan pembelajaran pada umumnya, biasanya
masalah disajikan setelah pembelajaran konsep, prinsip, dan keterampilan.
Pada pembelajaran Problem Based Learning (PBL) yang disajikan kepada
siswa merupakan situasi atau masalah kehidupan sehari-hari (kontekstual)
yang tidak terdefinisi atau tidak terstruktur.”

Pembelajaran Problem Based Learning sangat mempengaruhi hasil belajar


sebagaimana diungkapkan sari (2019, p.51 ) dalam penelitianya :

“Hasil belajar pada dasarnya adalah suatu kemampuan yang berupa


keterampilan dan prilaku baru akibat dari latihan atau pengalaman yang
diperoleh. Hasil belajar juga dapat diartikan sebagai kemampuan yang dimiliki
oleh siswa setelah mengalami proses pembelajaran dan dapat diukur melalui
pengetahuan, pemahaman, aplikasi analisis dan sintesis yang diraih siswa
dan merupakan tingkat penguasaan setelah menerima pengalaman belajar.
Hasil belajar siswa juga di pengaruhi oleh model pembelajaran yang di berikan
oleh guru serta penggunaan alat bantu dalam prioses pembelajaran dan juga
materi yang di sampaikan harus jelas. Tetapi masi banyak guru yang belum
terlalu memahami penggunaan dan cara guna alat bantu dalam
pembelajaran.”

PBL merupakan solusi untuk mengatasi adanya mata pelajaran yang sulit dan
meningkatkan hasil belajar anak, Sari (2020, p.52) menyatakan bahwa “pada
mata pelajaran IPS siswa itu tidak mudah memahami materi apa yang
disampaikan dan bosan karena masih kebanyakan guru yang menggunakan
model konvensional ceramah, mencatat dan pemberian tugas dan dengan
model problem based learning (PBL) peneliti akan membuat siswa mudah
memahami dan mengerti materi yang disampaikan dan saat proses
pembelajaran siswa juga tidak bosan.”

2. Artikel 2
Sari (2020, p.10) dalam penelitiannya menyatakan bahwa
“Model pembelajaran ialah pola yang digunakan sebagai pedoman dalam
merencanakan pembelajaran di kelas maupun tutorial. Menurut pendapat
Joyce, fungsi model pembelajaran adalah “each model guides us as we design
instruction to help students achieve various objectives” (setiap model
memandu kami saat kami merancanakan pengantar untuk membantu siswa
mencapai berbagai tujuan) melalui model pembelajaran guru dapat membantu
peserta didik mendapatkan informasi, ide, keterampilan, cara berfikir, dan
mengekspresikan ide, dan berfungsi pula sebagai pedoman bagi para
perancang pembelajaran dan para guru dalam merencanakan aktivitas belajar
mengajar”.

PBL (Problem Based Learning) menggunakan pendekatan masalah praktis


dibanding dengan Teori semata, sebagaimana diungkapkan Sari (2020, p.23)
“Pembelajaran Problem Based Learning (PBL) adalah suatu pendekatan
pembelajaran dengan membuat konfrontasi kepada peserta didik dengan
masalah-masalah praktis, berbentuk ill-structured atau Open- ended melalui
stimulus dalam belajar. Di dalam pembelajaran Problem Based Learning (PBL)
pusat pembelajaran adalah peserta didik (student-centered), sementara guru
berperan sebagai fasilitator yang memfasilitasi peserta didik untuk secara aktif
menyelesaikan masalah dan membangun pengetahuannya secara
berpasangan atau berkelompok (kolaborasi antar peserta didik). Peranan guru
dalam model pembelajaran Problem Based Learning (PBL) adalah menyajikan
masalah, mengajukan pertanyaan dan memfasilitasi penyelidikan dan dialog.
Lebih penting lagi adalah guru melakukan scaffolding. Scaffolding merupakan
proses ketika guru membantu peserta didik untuk menuntaskan sustu masalah
melampaui tingkat pengetahuannya saat itu.”

Pembelajaran IPS dengan menerapkan Model Problem Based Learning (PBL)


dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas IV di SD Negeri 71 Kaur. (Sari,
2020. p.102)

3. Artikel 3
penerapan PBL pada pembelajaran siswa seain dapat meningkatkan hasil
pembelajaran akademis juga meningkatkan hasil motivasi siswa,
sebagaimana diungkapkan Dewantara (2014, p.1) dalam penelitiannya
“penerapan pembelajaran model PBL yang dipadukan dengan pendekatan
CTL dapat meningkatkan hasil belajar dan mendorong semangat siswa untuk
berpartisipasi aktif dalam pembelajaran. siswa mendapatkan pengalaman dan
pengetahuan baru melalui proses melihat, mendengar, diskusi, dan kerja
kelompok. Indikator keberhasilan yaitu dengan meningkatnya kesiapan siswa
mengikuti pelajaran, motivasi siswa meningkat, aktif bertanya, berusaha
memecahkan masalah, terjalinnya kerjasama yang baik, penuh rasa percaya
diri, berani mengeluarkan pendapat dan bertanggung jawab.”

PBL memberikan kontribusi positif baik pada aktifitas dan hasil belajar siswa.
Juga diungkapkan oleh Dewanto (2014, p.1)

“penerapan model PBL melalui pendekatan CTL di kelas V SDN


Pengambangan 6 mampu meningkatkan aktivitas dan hasil belajar IPA.
Disarankan untuk diadakannya penelitian lanjutan dengan langkah-langkah: (1)
memberikan petunjuk permasalahan yang dihadapi secara jelas, (2)
menanamkan keterampilan sosial dalam kegiatan pembelajaran sehingga
aktivitas siswa dapat meningkat, (3) meningkatkan efektivitas kerjasama
dalam rangka membantu pemahaman siswa terhadap materi pengajaran
sehingga diperoleh hasil belajar maksimal (4) Guru-guru di Sekolah Dasar
hendaknya mencoba menerapkan model pembelajaran PBL melalui
pendekatan CTL (5) Peneliti lain hendaknya memanfaatkan hasil penelitian ini
sebagai bahan informasi ilmiah tentang model pembelajaran PBL melalui
pendekatan CTL, dimana ini ditandai oleh Aktivitas siswa dari siklus I sampai
siklus II selalu menunjukkan peningkatan dengan indikasi semakin banyak
siswa melakukan aktivitas seperti yang disebutkan pada indikator yang
ditentukan.. Pada evaluasi siklus I sebanyak 60% atau 12 dari 20 siswa
berhasil mendapatkan nilai sama atau diatas kriteria ketuntasan minimum
dengan rentang nilai 70 s/d 100 dengan nilai rata-rata sebesar 69. Pada siklus
II, hasil belajar mencapai 85% atau 17 dari 20 siswa berhasil memperoleh nilai
70 s/d 100 dengan nilai rata-rata sebesar 82.”

4. Artikel 4.
Pembelajaran yang konvensional belum dapat mengoptimalkan hasil belajar
siswa sebagaimana diungkapkan Yusita dlk (2021, p. 174) “Rendahnya hasil
belajar tematik muatan pelajaran Bahasa Indonesia siswa dikarenakan
pembelajaran yang dilaksanakan masih konvensional.
Penggunaan hasil belajar Tematik telah terbukti mampu untuk meningkatkan
hasil belajar siswa, sebagaimana diungkapkan Yusita dkk (2021, p. 174 dalam
penelitiannya :
“Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata hasil belajar tematik (muatan
pelajaran Bahasa Indonesia) pada siklus I adalah 63,93 dengan kategori
rendah, sehingga penelitian dilanjutkan ke siklus II. Pada siklus II rata-rata
hasil belajar tematik muatan Bahasa Indonesia yaitu 79,82, dengan kategori
tinggi. Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa model problem
based learning efektif dalam meningkatkan hasil belajar tematik muatan
Bahasa Indonesia siswa.”

“Problem Based Learning mampu mendorong siswa belajar lebih giat dan
lebih aktif karena siswa dilibatkan langsung untuk mengembangkan
pemahaman dan penugasannya dalam pemecahan suatu masalah. Masalah
yang didasarkan pada masalah kehidupan nyata yang dipilih untuk memenuhi
tujuan Pendidikan dan kriteria . Guru dapat memberikan fasilitas LKPD yang
menarik, khusus dalam muatan Bahasa Indonesia LKPD menyajikan teks,
sehingga siswa melakukan kegiatan pengamatan dan mampu menemukan
informasi penting dari teks tersebut. Peningkatan hasil belajar tematik (muatan
pelajaran Bahasa Indonesia), pembelajaran dengan model Problem Based
Learning dapat meningkatkan keaktifan dan hasil belajar Bahasa Indonesia
siswa. menggunakan model Problem Based Learning dapat meningkatkan
hasil belajar siswa dalam pembelajaran tematik terpadu. Model pembelajaran
Problem Based Learning pada mata pelajaran Bahasa Indonesia secara
efektif dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada materi menulis teks cerita
fantasi (Yustia dkk, 2020, p. 179)

5. Artike 5.
Wahyuni (2023, p.14) dalam penelitiannya menyatakan bahwa “Dalam PBL,
fokus pembelajaran pada masalah yang dipilih sehingga siswa tidak saja
mempelajari konsep-konsep yang berhubungan dengan masalah tetapi juga
metode ilmiah untuk memecahkan masalah tersebut Dengan menggunakan
model PBL siswa mendapatkan pengalaman belajar yang berhubungan
dengan masalah sehari-hari sekaligus pemecahan masalah maka memicu
siswa untuk meningkatkan self confidence dan keterampilan berpikir tingkat
tinggi.”
pembelajaran Model Based Learning berpengaruh terhadap kemampuan
kognitif serta self confidence siswa, sebagaimana diungkapkan Wahyuni (2023,
p. 24)
“ Model problem based learning berpengaruh signifikan terhadap self
confidence siswa pada materi usaha dan energi dengan nilai signifikansi
kurang dari 0,05 dengan skor N-gain self confidence sebesar 0,35 dan nilai
effects size untuk self confidence sebesar 0,836 dengan kategori tinggi.
Model problem based learning berpengaruh signifikan terhadap keterampilan
berpikir tingkat tinggi siswa pada materi usaha dan energi dengan nilai
signifikansi kurang dari 0,05 dengan skor N-gain keterampilan berpikir tingkat
tinggi sebesar 0,41 serta nilai effect size dengan menggunakan kalkulator
cohen’s d untuk keterampilan berpikir tingkat tinggi sebesar 0,55 dengan
kategori sedang.”

BUKU
1. Buku 1
Fajriah (2017, p.10) menyatakan bahwa “Pendidikan memiliki peranan vital
dalam kemajuan bangsa. Pendidikan harus terintegrasi antara pemerintah,
sekolah (guru), dan keluarga (orang tua) untuk menghasilkan SDM yang
berkualitas unggul. Guru merupakan aktor utama dalam pembelajaran dan
harus terus kreatif dan memikirkan berbagai cara untuk menghasilkan
pembelajaran yang bermakna. pembelajaran di kelas dan berusaha
mengaplikasikan berbagai metode pembelajaran untuk mencapai tujuan
pembelajaran. “

2. Buku 2
Xin (2012, p. 25) menyatakan bahwa “model PBLdapat meningkatkan
kemampuan pemecahan masalah siswa dengan kesulitan belajar dalam
matematika. Model ini juga dapat membantu siswa untuk memperoleh
pemahaman konsep yang lebih baik.”

3. Buku 3
Terdapat berbagai masalah yang dihadapi siswa dari berbagai prespektif.
Jonnasen (2011, p. 2) menyatakan bahwa “Masalah, dari perspektif
pemrosesan informasi, terdiri dari set keadaan awal, keadaan tujuan, dan
batasan jalur . Memecahkan masalah berarti menemukan jalur melalui ruang
masalah yang dimulai dengan kondisi awal yang melewati jalur yang
memenuhi batasan jalur dan berakhir di kondisi tujuan, masalah terdiri dari
hal-hal yang diberikan (elemen, hubungan, dan kondisi yang menentukan
keadaan awal), tujuan (solusi yang diinginkan), dan hambatan (karakteristik
pemecah masalah atau masalah). situasi yang membuat sulit untuk mengubah
keadaan awal menjadi keadaan tujuan). Sayangnya konsepsi pemrosesan
informasi ini sebagian besar telah digunakan untuk menggambarkan masalah
yang terstruktur dengan baik”

“Masalah yang paling sering ditemui dalam konteks pendidikan formal adalah
masalah yang terstruktur dengan baik. Biasanya ditemukan di akhir bab buku
teks dan pada ujian, masalah terstruktur dengan baik menyajikan semua
informasi yang diperlukan untuk memecahkan masalah dalam representasi
masalah; mereka membutuhkan penerapan sejumlah aturan dan prinsip
reguler dan terbatas yang diatur dengan cara prediktif dan preskriptif; memiliki
jawaban yang benar dan konvergen; dan memiliki proses solusi yang lebih
disukai dan ditentukan” (Jonnasen, 2011,p. 6)

4. Buku 4.
Thomas (2014, p. 15) dalam penelitiannya menyatakan bahwa
“Pemecahan masalah adalah istilah yang mungkin pernah ditemui setiap
manusia di berbagai kesempatan. Semua orang menyatakan bahwa seorang
manajer atau penyelia harus ahli dalam pemecahan masalah. Tapi ini tidak
benar! Setiap manusia menghadapi banyak masalah dalam hidup yang harus
dia coba selesaikan. Misalnya seorang ibu rumah tangga harus
merencanakan pengeluaran untuk rumahnya dengan hati-hati. Jika dia
menemukan bahwa dia kekurangan keuangan, dia harus bekerja mundur dan
melihat bagaimana dia dapat mengatasi masalah sambil membeli produk
dalam jumlah yang sama untuk rumahnya. Proses pemecahan masalah tidak
hanya relevan bagi manusia. Itu bisa terkait dengan sebagian besar makhluk
hidup. Ditemukan bahwa ada kucing yang hidup di wilayah Arktik. Iklimnya
sangat dingin dan hampir tidak ada kehidupan di wilayah tersebut. Ada kucing
di wilayah ini! Mengejutkan bukan? Kucing ini kurus karena tubuhnya
membakar lemak agar tetap hangat. Itu tidak bisa bertahan selamanya tanpa
makanan. Ada kelinci di Arktik juga. Kelinci ini adalah makanan untuk kucing.
Kucing tidak bisa mengejar kelinci di seluruh wilayah. Ia tidak dapat
kehilangan seluruh energinya untuk mengejar kelinci yang mungkin tidak
dapat ia tangkap. Kucing itu benar-benar menganalisis situasi dan memeriksa
apakah ia harus mengejar kelinci atau tidak. Ini mempertimbangkan jarak
antara kelinci dan dirinya sendiri. Jika ia merasa dapat mengejar dan
menangkap kelinci itu, ia akan melanjutkan perburuannya.”
5. Buku 5
Simon dan Nicol (2016, p.20) menyatakan bahwa
“Pemikiran kritis dipengaruhi oleh tulisan-tulisan Comte yang memandang
positivisme sebagai bagian integral dari masyarakat. Dari teks yang dia
terbitkan dalam 12 tahun mulai dari tahun 1830, terutama The Course in
Positive Philosophy, dia meliput sains di tiga buku pertama dan membahas
ilmu sosial di dua buku terakhir Evolusi sosial membutuhkan evolusi tiga tahap,
katanya. Tahapan ini bersifat teologis, metafisik, dan positif. Dia
menggambarkan tahap teologis dengan perspektif manusia, yang dihakimi
oleh Tuhan, dan kesuksesan serta kemenangannya adalah milik Tuhan. Pada
tahap kedua, dia membawa Aristoteles dan ajarannya bersama dengan para
pemikir Yunani lainnya. Tahap ini merupakan tahap penyelidikan karena
masyarakat mulai berpikir dan bernalar. Tahapan ilmiah ketiga dapat
diwujudkan dan diterapkan pada masalah-masalah sosial,”

KUTIPAN TIDAK LANGSUNG


Artikel 1.
Mode pembelajaran probelm Based Learning mampu meningkatkan hasil
pembelajaran siswa, dimana siswa dalam metode pembelajaran ini terbukti
mengalami peningkatan nilai akademis, Nilai akademik merupakan nilai yang
merujuk pada hasil prestasi akademik. Prestasi akademik menunjukan tingkat
intelektual seseorang yang merupakan perwujudan keberhasilan belajar
peserta didik. (Sari,2020)

Artike 2
Model pembelajaran Problem Based Learning dapat menuntut siswa untuk
dapat secara aktofterlibat dalam pemecahan masalah, sehingga dalam hal ini
guru bertindak sebagai fasilitator saja. Sebagai fasilitator, guru berperan dalam
memberikan pelayanan termasuk ketersediaan fasilitas guna memberi
kemudahan dalam kegiatan belajar bagi peserta didik. Lingkungan belajar
yang tidak menyenangkan, suasana ruang kelas yang kurang kondusif dan
mendukung menyebabkan minat belajar peserta didik menjadi rendah.
(Sari,2021)
Artikel 3
Dede (2016) dalam penelitiannya menemukan bahwa pendekatan metode
pembelajaran PBL dapat meningkatkan aktivitas dan keaktifan siswa dalam
belajar serta meningkatkan hasil belajar mereka, dapt disimpulkan bahwa
metode PBL merupakan metode yang efektif untuk belajar
Artikel 4
Pebri dkk (2021) dalam penelitiannya menyatakan bahwa model pembelajaran
problem based learning efektif dalam meningkatkan hasil belajar siswa pada
muatan pelajaran Bahasa Indonesia. Hasil pembelajaran meningkat secara
optimal dengan penerapan metode PBL ini.
Artikel 5
Selain hasil belajar, metode PBL juga sangat berdampak signifikan terhadap
peningkatan kepercayaan diri siswa, dimana hal ini karena siswa dituntut
untuk aktif dan terlibat dalam pembelajaran sehingga dapat meningkatkan
mental dan pembiasaan siswa

Buku 1
Fajriyah (2017) menyatakan bahwa Pendidikan merupakan instrumen penting
yang dapat membangun kemajuan dan dasar bagi perkembangan Bangsa di
masa depan. Guru harus bersikap kreatif untuk meningkatkan pembelajaran
siswa

Buku 2
David (2011) menyatakan bahwa model pembelajaran terpadu yang terdiri dari
pemahaman konsep, identifikasi masalah, perumusan strategi, implementasi
strategi, dan evaluasi solusiI sangat efektif dalam membantu siswa dalam
belajar
Buku 3
Thomas (2015) mengatakan bahwa Lingkungan pembelajaran berdampak
pada hasil pembelajaran, dimana dalam hal ini berbagai instrumen, bahan dan
metode pembelajaran harus diadopsi secara optimal oleh guru

Buku 4
Strategi problem solving sangat penting untuk diterapkan, adapun metode
yang dapat digunakan untuk mengatasi hal ini adalah dengan meningkatkan
kemampuan problem solving, termasuk keputusan yang tepat, pemikiran kritis,
dan pemikiran positif (Richard,2015)

Buku 5
Kemampuan berpikir dan bertindak kritis penting untuk meningkatkan intuisi
dan kritis dalam bertindak, beberapa metode dalam menungkatkan cara
berpikir kritis yakni mempertanyakan asumsi, mencari bukti, mengidentifikasi
bias, dan mengembangkan argumen yang kuat
(Simon dan Nicol,2016)
Referensi
Ria Novita Sari. (2020). Penerapan Model Pembelajaran Problem Based
Learning (Pbl) Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Pada Mata
Pelajaran Ips Kelas Iv Pada Sdn 71 Kaur. Institut Agama Islam Negeri
(Iain)
Afri Wahyuni. (2023). Pengaruh Model Problem Based Learning Terhadap
Peningkatan Self Confidence Dan Keterampilan Berpikir Tingkat Tinggi.
Skripsi Universitas Lampung
Dede Dewantara. (2016). Penerapan Model Pembelajaran Problem Based
Learning Untuk Meningkatkan Aktivitas Dan Hasil Belajar Siswa Pada
Pelajaran Ipa (Studi Pada Siswa Kelas V Sdn Pengambangan 6
Banjarmasin). Jurnal Paradigma, Volume 11, Nomor 2
N K Pebry Yusita, Dkk. (2021). Model Problem Based Learning Meningkatkan
Hasil Belajar Tematik Muatan Pelajaran Bahasa Indonesia. Journal For
Lesson And Learning Studies
Dian Novita Sari. (2021). Penerapan Problem Based Learning (Pbl) Berbasis
Lingkungan Untuk Meningkatkan Berpikir Reflektif Ditinjau Darigaya
Belajar. Skripsi Universitas Islam Negeri
Fajriyah, dkk. (2017). Raise The Standard. EduRESEARCH
Yan Ping Xin. (2012). Conceptual Model-Based Problem Solving. Purdue
University, West Lafayette, USA
David H. Jonassen. (2011). Learning to Solve Problems: A Handbook for
Designing Problem-Solving Learning Environments. Routledge
Thomas Richards. (2015). Problem Solving: Best Strategies to Decision
Making, Critical Thinking and Positive Thinking.
Simon Bradley & Nicole Price. (2016). Critical Thinking: Proven Strategies To
Improve Decision Making Skills, Increase Intuition And Think Smarter.
CRITICAL THINKING

Anda mungkin juga menyukai