Anda di halaman 1dari 13

Jurnal Paraguna

Vol. 4 No.1. 2017


ISSN 240-6716

ASÉP SUNANDAR SUNARYA:


MENJADI DALANG WAYANG GOLÉK YANG POPULER

Masyuning
Prodi Karawitan Fak. Seni Pertunjukan
Institut Seni Budaya Indonesia (ISBI) Bandung
Email: masyuning@isbi.ac.id

Abstract

Not many people knew Asép Sunandar’s journey who became famous dalang in West
Java, Indonesia. The topic of Asép Sunandar led me to research and write this paper. I
began formulating the topic as sinden at Asép Sunandar’s theater troupe. I know that I
was doing ethnomusicology or fieldwork: by getting to know Asép Sunandar who made
the new style of wayang golék performances, studying and performing the music itself,
and talking to whoever had the patience to listen to me. The conclusion of
paperwasAsép Sunandar focused on the innovative nature of the wayang golék
performance.

Keywords: Dalang, Popular, Wayang

A. Pengantar mampu mendekati hasil karya yang


Asép Sunandar Sunarya meru- ditorehkan Asép Sunandar Sunarya se-
pakan salah seorang dalang fenomenal masa hidup.
di Jawa Barat. Keberadaannya telah
Bagi masyarakat awam, nama
memberikan sumbangsih pada jagat
Asép Sunandar Sunarya mungkin tidak
wayang golék di Jawa Barat. Hal itu
asing. Tetapi tidak seluruh masyarakat
begitu terasa ketika dalang ini pergi
yang mengetahui perjalanan sang da-
menghadap Sang Khaliq, menyisakan
lang mengawali karier dan perjuangan-
kesedihan dan kehilangan besar, teru-
nya menghimpun massa yang menjadi
tama bagi para penggemar fanatiknya.
pendukungnya. Ada proses perjalanan
Hingga tulisan ini dibuat, dirasakan
yang dialami oleh sang dalang yang
belum ada sosok dalang yang dapat
‘tersembunyi’ dan belum terungkap,
menggantikannya. Kalau pun ada, ten-
karena tertutup kebesaran namanya.
tunya harus melewati proses seleksi
Oleh karena itu, tulisan ini mencoba
alam yang panjang, di mana yang
mengupas eksistensi Asép Sunandar
bersangkutan mesti menunjukkan lo-
Sunarya, terutama perjuangan pada
yalitas dalam berprofesi, dan ‘keunggu-
awal kemunculannya, dan konsep yang
lan’ yang sepadan atau setidaknya
ia tawarkan sehingga berdampak pada

5
pengakuan sebagai dalang yang dise- tahun 1984 itu, dikutip sebagai beri-
but superstar. kut:

B. Metode Edan: Lewat tengah malam,


ketika kantuk mulai menyerang
Metode yang diterapkan penulis
ribuan pasang mata penonton
untuk mewujudkan artikel mengenai wayang golek di daerah Maja-
laya, tiba-tiba saja mereka terke-
sang dalang dari Jelekong Kabupaten
siap menyaksikan adegan gila-
Bandung, Asép Sunandar Sunarya, gilaan. Salah satu wayang dana-
wa yang baru saja adu kekuatan
berdasarkan pengalaman empiris sela-
dengan Astrajingga, menggele-
ma menjadi juru sinden pada rombo- par-gelepar. Kepalanya beranta-
kan dihantam bandring.1
ngan Giri Harja III yang dipimpin Asép
Sunandar Sunarya. Selain itu tulisan Demikian Surat Kabar Kompas
yang disajikan merupakan hasil pe- mengulas Asép Sunandar Sunarya saat
ngumpulan informasi dari sejumlah menyajikan pentas wayang golék di
literatur, terutama media massa yang tahun 1984, dengan bentuk sajian
mengabadikan ‘sepak terjang’ sang da- yang tidak lazim untuk pertunjukan
lang pada awal kemunculannya. Infor- wayang golék pada masa itu. Boneka
masi yang didapat diidentifikasi seba- wayang yang dikategorikan bukan
gai konsep yang ditawarkan dan diim- bentuk pakeman2, seperti danawa
plementasikan Asép Sunandar, sehing- (raksasa) – oleh Asép Sunandar Sunar-
ga ia tampil berbeda dengan dalang la- ya – diolah melalui sentuhan kreatif,
in. Perbedaan tersebut yang menyebab- agar mewujudkan ‘trik’ tampilan
kan Asép Sunandar Sunarya unik dan boneka yang realistis dan mendukung
fresh bagi aktualisasi pertunjukan wa- dramatisasi lakon. Hal itu terbukti
yang golék. dengan respon positif penonton yang
terkejut menyaksikan pertunjukan
C. Pembahasan wayang yang relatif seperti ‘sung-
Pembahasan dimulai ulasan guhan’, di mana kepala wayang bisa
surat kabar yang meliput Asép Sunan- terbelah berantakan, atau wayang
dar Sunarya, ketika itu masih sebagai yang muntah mie, dan mulut wayang
dalang muda yang mampu menarik yang menghisap dan mengeluarkan
perhatian masyarakat, karena ketidak- asap rokok. Kreativitas Asép Sunandar
laziman (penulis menyebutnya kebaru- pada masa itu, mengindikasikan bah-
an) dalam menyajikan garap wayang wa di kemudian hari, ia menjelma
golék. Surat kabar yang terbit pada menjadi dalang yang sukses mendapat
simpati penonton dan perhatian publik

6
luas karena kemampuannya itu. Asép Asep Sunandar dan Proses Kreatif di
Sunandar dengan kreativitas yang dite- awal Ketenarannya
lorkan, lambat laun membentuk diri- Asép Sunandar Sunarya mulai
nya sebagai dalang yang memiliki iden- ‘nguntit’ ayahnya, dalang Abah Sunar-
titas dan ciri khas tersendiri. Olah kre- ya, sejak berumur 18 tahun. Ia belajar
ativitas yang diaktualisasikan secara dengan cara memperhatikan ayahnya
berbeda, dan mungkin hal itu luput memainkan wayang, menjalin cerita
atau tidak terpikirkan oleh dalang- yang memikat penonton, dan juga
dalang yang lain. mencermati serta memahami konvensi
yang berlaku dalam pertunjukan wa-
Tidak heran, order jadwal pang-
yang golék Sunda. Pelajaran yang seru-
gungan dalang muda yang pada waktu
pa ini pernah diterima ayahnya, Abéng
itu berusia 29 tahun sangat padat.
Sunarya, (yang biasa dipanggil Abah
Untuk bertemu dengan sang dalang
Sunarya) dari kakeknya, yakni Dalang
bisa dikatakan sangat sulit untuk di-
Juhari.4 Di samping itu, Asép Sunan-
lakukan. Asép Sunandar tidak menyi-
dar yang mulai merintis karier sebagai
sakan satu hari pun jadwal panggu-
dalang pada tahun 1973, selalu dipe-
ngan yang kosong. Hal ini ditulis oleh
nuhi keingintahuan yang besar dan
Kompas sebagai berikut:
semangat untuk memperbaiki kompe-

Selama dua bulan terakhir ini, tensinya, ia pun mengikuti Kursus


tidak satu malam pun yang Pedalangan mengenai Teori Pementa-
dilewatkan kosong dalam jadwal
acaranya. Pagi atau siang hari san Wayang Golék selama enam bulan
dijadikan waktu istirahat, mem- di RRI Bandung.
persiapkan diri untuk malam
selanjutnya. “Malam ini di Cikole
Asép Sunandar Sunarya sebagai
Lembang,” kata Mustafa, kakak
iparnya. “Besok di Subang dan dalang muda yang berbakat, kreatif
lusa di Soreang”. Dalam seta-
dengan daya virtousitas tinggi, kerap
hun, hari-hari kosongnya yang
mulus hanya pada bulan Puasa didera polemik terhadap dirinya, ter-
dan Safar. Bulan Puasa pastinya
utama kritikan terhadap sajian penam-
dianggap tidak pantas untuk
kenduri karena umat Islam pilan wayang golék yang dibawakan-
menjalankan ibadah Puasa,
nya. Ada yang menilai dirinya sebagai
sedangkan bulan Safar dianggap
bulan pantangan oleh masya- dalang yang melanggar pakem, muatan
rakat Jawa Barat. “Bulan kawin
lakon lebih condong pada bobodoran
Anjing”, kata Asep Sunandar.3
bukan syiar Islam, atau karena kebe-
ranian memodifikasi bentuk wayang
hingga kepalanya bisa terbelah, nga-

7
roko, muntah mie, calangap dan lain sosial budaya masyarakat pendukung-
sebagainya. nya. Banyak kesenian Jawa Barat yang
tidak mampu beradaptasi dengan di-
Segala bentuk kritikan yang
namika sosial budaya masyarakatnya,
mewarnai perjalanan karier Asép Su-
kini meratapi nasib karena tidak men-
nandar, tidak dipandang sebagai ‘ma-
dapatkan kesempatan untuk tampil di
salah yang besar’, akan tetapi dianggap
ruang publik yang luas, bahkan sedikit
sebagai tantangan yang mesti dijawab
demi sedikit ditinggalkan oleh masya-
melalui karya nyata, bukan sekedar
rakat yang dulunya menjadi pendu-
wacana. Kritikan tersebut juga mem-
kung utama dari kesenian tersebut,
bawa ke arah kematangan diri untuk
contohnya seni pantun5 yang kini bisa
lebih dewasa, wisdom, bijak menyikapi
dikatakan mendekati kepunahan.
permasalahan, dan tidak arogan. Bah-
kan kritikan menjadi motivasi untuk Dewasa ini yang dibutuhkan
konsisten dengan gayanya yang khas, masyarakat adalah hiburan pelepas
fokus, mengasah talenta, kreatif, dan lelah setelah seharian beraktivitas
memperlihatkan kualitas kemampu- mencari nafkah bagi keluarga, salah
annya, serta memberikan kontribusi satunya diakomodir melalui pertunjuk-
berarti bagi dunia pedalangan. an wayang golék. Tidak menutup ke-
mungkinan tema yang dibawakan ter-
Menyikapi hal di atas, dalang
diri atas muatan seperti guyonan, po-
Abah Sunarya, ayahnya Asép Sunan-
litik, da’wah, pendidikan, ekonomi, dan
dar mengemukakan hal-hal yang di-
sosial kemasyarakatan, serta program
pandang tabu untuk dilanggar pada
pemerintah pada masa kemerdekaan.
sajian wayang golék seperti lakon yang
Menurut Abah Sunarya: “yang penting,
kini tidak lagi kental dengan muatan
dalang harus hapal ceritanya serta me-
da’wah seperti pada jaman para wali
nguasai falsafah wayang. Ia pun mesti
bukan menjadi masalah besar, karena
menguasai silsilah wayang, kalau ti-
jaman sudah berubah. Di samping itu,
dak, bisa terjadi Gatotkaca jadi satria
memang mayoritas penduduk Jawa
Astina atau Astrajingga anaknya Pan-
Barat sudah banyak memeluk Islam.
dhita Dorna. Kalau begitu bisa gawat
Konteks tersebut yang harus disikapi
dunia pewayangan kita”.6
dengan cerdas oleh para dalang, ngin-
dung ka waktu mibapa ka jaman, Arti- Di samping konvensi yang ber-
nya, wayang golék mesti menyikapi kaitan dengan garap wayang golék
jaman yang dilaluinya dengan tampil yang mesti dikuasai setiap dalang, ada
dinamis beradaptasi dengan dinamika aspek lainnya yang juga penting untuk

8
dikuasai dalang. Dalang hidup dalam balik ‘etalase’ tersebut (Masu-
nah. 2003:133).
lingkungan sosial budaya Sunda yang
melingkupinya, jelas mereka terikat Tradisi sendiri tidak bisa lepas
sistem nilai dan pranata sosial yang dari proses kreativitas, karena kedua
berlaku dalam masyarakat tersebut. aspek tersebut merupakan ‘dua sisi
Oleh karenanya, dalang yang masagi mata uang logam’ yang saling berkai-
dituntut untuk paham kebudayaan tan dan tidak bisa dipisahkan satu
yang melingkupi kehidupan seni yang sama lain. Konsep tradisi dan hubu-
ditekuninya. Mereka dalam menyajikan ngannya dengan kreativitas dijelaskan
pertunjukan wayang golék tidak dapat Saini KM sebagai berikut:
mengabaikan aspek-aspek sosial dan
Kreativitas adalah kemampuan
budaya dalam kehidupan masyarakat mengidentifikasi masalah secara
Sunda yang senantiasa mengalami tepat dan memberikan jawaban
yang tepat pula terhadapnya.
perkembangan.7 Hasil kreativitas, baik yang
bersifat ragawi maupun jiwani,
Penjelasan di atas merupakan yang terkumpul dalam masa
yang lama dan tersusun dalam
kesimpulan sementara bahwa peru- tatanan (sistem) tertentu, itulah
bahan adalah hal yang wajar dalam yang bernama tradisi (Saini,
1999:10).
setiap sajian kesenian tradisi yang
hidup dalam locus kebudayaan, terma- Inovasi dan perkembangan ga-
suk pertunjukan wayang golék. Berbi- rap yang dilakukan Asép Sunandar
cara mengenai tradisi yang senantiasa dengan proses kreatif terhadap seni
berubah, berikut adalah kutipan me- tradisi yang digelutinya, mendudukan
ngenai tradisi dalam buku Seni dan dirinya sebagai seniman agent of
Pendidikan Seni: Sebuah bunga Rampai change (agen perubahan), dan memang
(2003), sebagai berikut: wajar terjadi pada setiap jaman, di
mana selalu bermunculan seniman-
Sebuah tradisi tidak pernah seniman yang berperan sebagai agen
berhenti. Ia senantiasa berkem-
bang bersama dengan situasi perubahan terhadap jenis kesenian
dan konteks sosial yang meling- yang mereka geluti.8 Seniman yang
kupinya. Tidak pernah ada su-
atu tradisi yang tidak berubah. mampu bertindak sebagai agent of
Jika ada tradisi yang tidak ber-
change, pada umumnya melahirkan
ubah, berarti tradisi tersebut
telah selesai, bahkan mati... karya yang fenomenal, ataupun
dalam konteks ini tradisi harus
memberi tafsir baru terhadap genre
dilihat sebagai ‘kata kerja’ bu-
kannya ‘kata benda’. Bukan eta- kesenian yang telah ada dan berpe-
lase, melainkan proses kinerja di
ngaruh kuat terhadap kehidupan

9
berkesenian pada jamannya (Waridi, nganjurkan dalang agar banyak
membaca untuk bisa mengeta-
2003:356).
hui perkembangan di sekitar-
nya. “Wayang golék, kalau mau
Di tengah-tengah kritikan me- berkembang harus seperti itu.
Jangan kepalang dalam pemen-
ngenai proses kreatif Asép Sunandar
tasannya. Misalnya pakai dekor
Sunarya, dalam menampilkan inovasi dan tata lampu’, katanya ... di
masa datang, demikian selanjut-
garap pada penyajian garap wayang
nya, wayang golék modern
golék yang diusungnya, mendapatkan mungkin tidak hanya menyam-
sambutan positif dari tokoh paikan cerita lama. “Mungkin
saja nantinya, Si Kabayan bisa
budayawan melalui Surat Kabar dipentaskan, atau cerita perjala-
Kompas pada tahun 1984 sebagai nan ke Planet Mars” kata Enoch
(Kompas, 25 Nopember 1984: 7).
berikut:
Pada akhirnya Asép Sunandar
Sikap dan cara dalang Asép mendudukkan diri sebagai dalang
memperlakukan wayang untuk
mengingat dan memikat publik senior yang menjadi trendsetter (kiblat)
penontonnya, agaknya belum para dalang muda. Andrew Weintraub
tentu diterima oleh semua pi-
dalam bukunya berjudul Power
hak. Tetapi tokoh budayawan
Enoch Atmadibrata nampaknya Play:Wayang Golek Puppet Theater of
berpikiran lebih maju. Dia meni-
lai dalang Asép sudah melang- West Java (2004) menyebutnya dengan
kah ke arah yang lebih jauh. istilah superstar dalang. Para dalang
“bahkan seharusnya lebih dari
itu”, katanya. Nampaknya Enoch muda mengimitasi keterampilan yang
menilai positif. Malah ia me- dipraktikkan Asép Sunandar, dari cara
penyajian murwa9, suluk10, kakawen11,
sabet wayang,12 antawacana,13 bodo-
ran14 hingga garap gending dari grup
Giri Harja III pimpinan dalang Asép
Sunandar Sunarya. Bahkan warna
suara dan dialek Astrajingga yang
dibawakan Asép Sunandar menjadi
trademark yang melekat di hati
masyarakat Jawa Barat. Suara Astra-
jingga versi Asép Sunandar menjadi
patokan bagi dalang-dalang muda un-
tuk sepercis mungkin dapat meni-
runya, syarat yang mau tidak mau,
suka atau tidak suka harus dipenuhi
Asep Sunandar Sunarya bersama boneka wayang golék apabila keberadaan mereka ingin
yang menjadi medium kreativitasnya
10
diterima masyarakat Jawa Barat yang Sunarya untuk memberikan lahan
familiar dengan Astrajingga dan pana- garapan bagi para dalang lainnya dan
kawan yang dibawakan Asép Sunandar juga menepis kecurigaan negatif yang
Sunarya. menengarai bahwa ia memonopoli pa-
sar wayang golék di Jawa Barat.
Kepopulerannya mengimbas pa-
da pemasukan yang diterima Asép Penonton yang Meminati Pertunju-
Sunandar untuk satu kali panggungan. kan Wayang Golék Asép Sunandar
Biaya tanggapan di luar kota berkisar Di daerah Jawa Barat, perayaan
60-100 juta rupiah, sedangkan di perkawinan diisi dengan pertunjukan
dalam kota Bandung sebesar 40-50 kesenian yang berlangsung semalam
juta rupiah. Jumlah penghasilan kotor suntuk. Misalnya orkes dangdut atau
yang prestisius untuk penghasilan jaipongan. Tetapi kedua kesenian terse-
dalam satu malam. but acapkali menundang onar akibat
perkelahian anak-anak muda yang ber-
Alasan pematokan harga pang-
joget. Wayang golék biasanya merupa-
gungan yang tinggi, di samping me-
kan pilihan banyak orang, terutama
mang sebanding dengan kualitas Asép
kalangan orang tua. Alasannya bukan
Sunandar sebagai superstar dalang,
hanya karena keamanannya, tetapi un-
juga merupakan kiat yang bersang-
tuk kesenian tradisional yang diperge-
kutan untuk menyaring banyaknya
larkan semalam suntuk itu dinilai me-
jumlah order panggungan. Dapat diba-
riah. Penonton tidak hanya dapat
yangkan apabila biaya panggungan
menikmati nyanyian dari pesinden
terjangkau atau murah meriah, rom-
tetapi bisa mencermati jalannya
bongan Asép Sunandar kebanjiran or-
cerita.15
der dari masyarakat yang
mengadakan kenduri. Apabila
demikian, maka hal ini sama
saja dengan memonopoli pa-sar.
Maka. dengan pematokan harga
yang tinggi, masyarakat yang
tidak sanggup untuk nanggap
Asép Sunan-dar bisa memilih
alternatif dalang-dalang lain
yang ada di Jawa Barat. Hal ini
merupakan kiat Asép Sunandar

11
Asép Sunandar memainkan wayang golék sambil berdialog
dengan Persiden RI ke-6, Susilo Bambang Yudhoyono
Asép Sunandar dengan dari para penonton dan tamu unda-
rombongan Giri Harja III yang ia ngan yang datang.
pimpin, merupakan pilihan favorit yang
Fenomena keramaian penonton
kerap menye-marakkan acara hiburan
dan pedagang di lokasi pertunjukan
wayang golék semalam sun-tuk. Para
Asép Sunandar Sunarya dicatat And-
penonton yang menyaksikan bukan
rew Weintraub, sebagai berikut:
sekedar kalangan orang tua, tetapi di
antaranya adalah anak-anak muda. The road leading in to the village
Mereka berjejal berdesak-desakan was filled with vendors selling
hats, shoes, toys, clothes, and
menyak-sikan pertunjukan hingga many varieties of food. The smell
bertahan sampai subuh. Di sekitar of fried cassava, clove cigarettes,
and grilled skewered meat hung
panggung dan sepanjang jalan menuju heavily in the hot humid evening
tempat pertunjukan, dipenuhi para air. People of all ages had started
gathering to see what was going
pedagang yang menjajakan beraneka on (2004:2).
ragam dagangan, dari jenis makanan
Terjemahannya
kuliner, pakaian, dan mainan anak-
anak. Para pedagang ini, berasal dari Jalan yang menuju ke desa itu
dipenuhi pedagang yang menjual
lokal setempat, dan ada pula yang topi, sepatu, mainan, pakaian,
berasal dari luar daerah (biasanya dan berbagai jenis makanan.
Aroma goreng singkong, rokok
pedagang kelompok terakhir adalah kretek, dan daging panggang
pedagang tetap yang khusus yang ditusuk (sate) membum-
bung tinggi di udara malam
dikoordinir untuk hadir di setiap lokasi yang panas dan lembab. Orang
panggungan Asép Sunandar di pelosok dari segala usia mulai
berkumpul untuk melihat apa
daerah di Jawa Barat). Mereka yang terjadi.
berkerjasama dengan ‘orang dalam’
Pada saat Asép Sunandar
dari rombongan wayang agar bisa
memainkan babak di mana para
mengetahui alamat dan jad-wal
panakawan muncul, celetukan humor
panggungan secara tepat. Keber-adaan
dan dialog para panakawan mengun-
Asép Sunandar dengan jadwal
dang tawa penonton. Perut mereka
panggungan padat, ternyata memberi-
seperti dikocok-kocok, tertawa terping-
kan lahan pendapatan bagi para peda-
kal-pingkal dari awal hingga akhir.
gang untuk bisa memperoleh penghi-
Bahkan ketika dialog para panakawan
dupan bagi keluarga dan menjaga asap
menyentil kondisi pemerintahan negara
dapur tetap mengepul. Karang Taruna
Astina yang carut-marut, secara tidak
di tempat hajatan pun mendapatkan
sadar penonton terbawa emosi, ikut
keuntungan dari pungutan uang parkir

12
merasakan apa yang dirasakan oleh Sangat berbeda ketika
para panakawan, karena ternyata menyaksikan wayang golék garapan
kasusnya sama dengan yang dirasakan Asep Sunandar dan dalang yang lain –
penonton. Mereka pun bertepuk ta- di sini saya tidak bermaksud membuat
ngan riuh ketika Astrajingga dan adik- pendikotomian – terutama jumlah pe-
adiknya menyampaikan kekesalan dan nonton yang hadir menyaksikan per-
kritik membangun aspirasi rakyat kecil tunjukan. Kalau yang manggung ada-
untuk negara Astina. Di sinilah kejeni- lah dalang kondang Asép Sunandar
usan seorang dalang seperti Asép Su- Sunarya, dipastikan penonton tumpah
nandar. Ia pintar membaca peta kon- ruah memadati lokasi pertunjukan,
disi dan situasi masyarakat Indonesia bahkan sepanjang jalan menuju lokasi,
yang diluruhkan dalam lakon wayang. ramai dengan pedagang yang juga di-
Bahkan lakon yang diambil dari cup- penuhi pembeli, dengan jarak tempuh
likan epos Mahabrata dan Ramayana bisa mencapai ½ (setengah) km.17 Hal
yang berusia ribuan tahun, terasa up to ini bertolak belakang ketika dalang
date di jaman sekarang, ketika Asép yang tampil tidak populer, terasa
Sunandar mengemasnya dalam sajian begitu sepi penonton. Semakin larut
cerita (Nugraha 2015). malam, jumlah penonton semakin ber-
kurang, yang bertahan adalah orang
Kecerdikan dalang Asép Sunan-
tua yang memang fanatik terhadap wa-
dar dalam mengemas lakon dengan si-
yang golék. Begitu subuh jumlah
sipan kritikan pedas dan guyunan hu-
penonton sangat coréngcang, jumlah
mor, memang telah terpupuk dari awal
yang minim sekali.
kemunculannya. Hal ini ditulis kompas
(1984) sebagai berikut: Kondisi penonton semacam ini
menandakan bahwa memang ada pem-
Dengan cerita Sanghyang Ajar
bagian tipologi penonton yang menyak-
Sakti, pertengahan April tahun
lalu Asep tampil di hadapan pe- sikan pertunjukan wayang golék. Per-
nonton yang terdiri dari pejabat
tama, penonton apresiatif yang betul-
teras di Jawa Barat yang meme-
nuhi lobby Grand Hotel Preanger betul menikmati tontonan dan larut se-
Bandung, walaupun sindirannya
cara emosional dengan penampil (da-
seringkali membikin merah teli-
nga, Asep mampu mengimbangi lang) bersangkutan (penggemar dan
penampilannya dengan banyolan
yang diidolakan); kedua, penonton
segar sehingga penonton tak
henti-hentinya dikocok perut- yang mengapresiasi pertunjukan wa-
nya. Penonton tak beringsut
yang golék secara rasional tetapi tidak
sampai pagi.16
larut secara emosional dengan penam-

13
pilnya (penonton dengan performer); Selain pertunjukan yang merakyat dan
dan ketiga, penonton yang hadir tanpa gratis, penonton memiliki ruang luas
pretensi dan hadir karena ajakan untuk mengapresiasi pertunjukan se-
teman-teman atau melihat keramaian cara lebih bebas dengan lakon yang
penonton yang hadir (audiens versus dijamin menarik untuk dicermati (bisa
atmosfir). sambil merokok, makan, cari jodoh,
belanja dll); atau juga memburu kese-
Ketiga jenis tipologi penonton ini
nangan semata (hiburan). Mereka seca-
dalam pertunjukan wayang golék Asép
ra langsung mendapatkan kesempatan
Sunandar dan dalang-dalang yang lain,
langsung menikmati alunan gending
dipastikan hadir. Namun perbedaan-
wayang dengan sinden yang hanya
nya, nama besar Asép Sunandar Su-
dikenal melalui kaset komersial atau
narya sebagai ‘dalang kondang’, ba-
televisi. Dengan menonton wayang go-
nyak menghadirkan penonton jenis
lék, mereka mendapatkan suasana per-
tipologi pertama, yakni penonton yang
tunjukan yang memberi ruang-ruang
benar-benar mengidolakan tokoh karis-
pelepasan emotif, tertawa karena ulah
matik dalang tersebut. Tak heran
wayang Panakawan, dan larut dalam
audience yang menonton pertunjukan
jalannya cerita. Weintraub menuliskan
wayang golék dalang Asép Sunandar di
alasan penonton yang ingin menonton
suatu daerah bukan hanya masyarakat
pertunjukan Asep Sunandar sebagai
sekitar atau tamu undangan saja, me-
berikut.
lainkan juga penonton yang berbeda
kampung dan kecamatan, yang sengaja Most of the spectators had come
to hear Asep Sunandar’s bawdy
ingin menonton pertunjukan dalang
Sundanese jokes. Other came to
kondang tersebut. Sudah bukan raha- watch him bring the puppets to
life in tightly choreographed bat-
sia lagi, apabila Asép Sunandar akan
tle scenes. And still others were
manggung di suatu daerah, kabar there to watch and to listen to the
female singers and the powerful
beritanya sudah tersebar di seantero
drumming of jaipongan, a popular
daerah tersebut, yang memang fana- form of Sundanese dance and
music (Andrew Weintraub, 2004:
tisme terhadap dalang Asép Sunandar
4).
‘sangat kuat’ sekali.
Banyaknya peminat atas kepi-
Selain ikatan emosional awaian Asép Sunandar Sunarya dalam
terhadap dalang Asép Sunandar mengolah pertunjukan wayang golék,
Sunarya, ada banyak alasan, mengapa tidak hanya di kalangan masyarakat
penonton banyak ditemui pada pertun- Sunda saja, masyarakat mancanagara
jukan wayang golék Giri Harja III.

14
pun sangat antusias terhadap dalang kalangan usia. Bahkan wayang golék
kondang ini. Beberapa kali Asép diangkat ke level paling atas. Tidak
Sunandar beserta rombongannya diun- hanya pentas di pelosok daerah saja,
dang pentas di luar negeri.18 Bahkan tetapi mampu mempresentasikan diri
pada tahun 1993 Asép Sunandar men- di ruang publik yang lebih luas pada
jadi Honorable Lecturer di Instritut skala nasional dan internasional.
International de La Marionnette, Pran-
Wayang golék masih menjadi
cis, dan mendapatkan gelar kehorma-
kesenian yang paling populer di Jawa
tan profesor. Di samping itu, karena
Barat, walaupun pada dulunya difung-
dipandang memiliki nilai marketable
sikan sebagai media da’wah para wali
tinggi, selain rekaman kaset komersial,
untuk merekrut para penonton meme-
Asép Sunandar juga mengasuh pertun-
luk Islam, kini seiring dengan perkem-
jukan komedi Asép Show di Televisi
bangan jaman, wayang golék menjadi
Pendidikan Indonesia (TPI), wayang As-
multi fungsi, karena mayoritas masya-
tranjingga dan pelawak nasional berko-
rakat Jawa Barat telah menganut
laborasi menghibur masyarakat Indo-
agama Islam, wayang golék tidak seke-
nesia setiap bulan Ramadhan, dari
dar sebagai media da’wah, juga hibu-
tahun 1994-2004. Tahun 2005, Asép
ran, penerang program pemerintah,
Sunandar dan grup Giri Harja III
dan lebih jauhnya lagi mampu men-
dikontrak Televisi Pendidikan Indone-
citrakan (identitas) suatu suku bangsa
sia, 36 episode, untuk tayangan
dan juga bangsa di mata dunia.
pertunjukan wayang golék di layar
Otomatis penikmat wayang golék kini
kaca setiap malam minggu. Produsen
tidak sekedar orang Sunda, Jawa Barat
obat Aladina juga mengontrak Asép
saja, tetapi Indonesia, dan dunia
Sunandar sebagai bintang iklan obat
internasional.
tersebut. Asép Sunandar memang feno-
menal untuk ukuran seniman tradisi.
Ia mampu melebarkan sayapnya dari Catatan Akhir

tingkat regional, nasional, hingga inter-


1
Lihat Kompas, 25 November 1984. Asep
Sunandar Sunarya si “Dalang Sadis” Minggu,
nasional. 25 Nopember 1984. halaman 7. kolom 1.
2
Wayang pakem adalah wayang yang
D. Kesimpulan
menjadi konvensi dan masih dianggap tabu
untuk mendapatkan sentuhan kreativitas yang
Melalui tangan dingin Asép radikal. Wayang pakem ini seperti tokoh-tokoh
dari golongan wayang satria dan dewa.
Sunandar, wayang golek menjadi seni 3
Lihat Kompas, Asep Sunandar Sunarya
pertunjukan yang menarik minat si “Dalang Sadis” Minggu, 25 Nopember 1984.
halaman7. Kolomon 2 & 3.
masyarakat Jawa Barat, dari berbagai

15
4 16
Wawancara dengan Dinar Mustika (36 Lihat Kompas, Asep Sunandar
tahun), anak kandung Asep Sunandar Sunarya, Sunarya si “Dalang Sadis” Minggu, 25
tanggal 6 Mei 2016. Nopember 1984. halaman 7. Kolom 4.
5 17
Seni pantun telah disinggung dalam Penulis menyaksikan sendiri ketika
Sanghyang Siksa Kandang Karesian, naskah Asep Sunandar manggung karena penulis adalah
kuna masyarakat Sunda yang dibuat pada masa juru sinden dari rombongan Giri Harja III.
18
pemerintahan Sri Baduga Maharaja (1482-1521) Asep Sunandar dan rombongan Giri
atau 1518 M, adalah pertunjukan teater tutur, Harja III mengadakan tour ke Amerika Serikat
bercerita sambil bernyanyi dengan iringan (1989), menghadiri Puppet Festivity di Prancis
kacapi. (Nugraha 2007:132) (1992), tour wayang golek keliling Eropa
6
Lihat Kompas, Wayang Golek Berubah (1994), tour wayang golek di 12 kota di Inggris
Istri bisa Serong. Minggu, 25 Nopember 1984. bekerjasama dengan Asian Music Circuit
hal.7. Kolom 1. (2001), pertunjukan wayang golek dengan
7
Wawancara dengan Tutun Hata Saputra, America Music Circuit (AMC) dan selama 40
tokoh pedalangan Jawa Barat. Tanggal 5Mei hari workshop wayang golek di Inggris (2006).
2016. (lihat. http:// en. wikipedia.
8
Seniman Jawa Barat yang berperan org/wiki/Asep_Sunandar_Sunarya)
sebagai agent of Change, di antaranya: Dalem
Pancaniti, R.T.A Soenarya, R. Sambas
Wirakusumah, R. Tjetje Soemantri, Gugum Kepustakaan
Gumbira, Koko Koswara, Ismet Ruhimat, dan
Asep Sunandar Sunarya (Komala 2015).
9
Murwa adalah kata-kata pembukaan Kompas. 1984. “Asep Sunandar Sunarya si
dalang wayang setelah kakawen, biasanya
Dalang Sadis.”Minggu, 25
menggunakan bahasa kawi, tapi ada juga yang
menggunakan bahasa Sunda, diucapkan sambil
Nopember.
diiringi gamelan (Ajip Rosidi, 2000:425).
10
Suluk adalah nyanyian dalang pada –––––––.1984. “Wayang Golek Berubah
setiap awal adegan setelah gamelan berhenti dan Istri bisa Serong.”Minggu, 25
akan memulai percakapan; atau ditengah-tengah Nopember.
adegan setelah ada kejadian atau percakapan
yang menimbulkan reaksi keras pada salah Komala, Icuh. 2015. “Kompetensi Enoch
seorang tokoh (Ajip Rosidi, 2000:614). Atmadibrata Pada Kesenian Jawa
11
Kakawen adalah vokal dalang yang Barat.” Jurnal Ilmiah Seni & Budaya
dibawakan untuk menggambarkan keadaan Pantun Vol. I No. 1. Bandung:
keadaan suatu adegan yang akan atau tengah Pascasarjana ISBI, 16–33.
diceritakan (Asep Nugraha, 2008:72).
12
Sabet wayang adalah keterampilan Nugraha, Asep. 2007. “Pemain Kacapi
dalang dalam memainkan wayang, ketika Indung Seni Tembang Sunda
adegan tari atau perkelahian. Cianjuran: Kajian Peraihan Derajat
13
Antawacana adalah kemampuan
Kompetensi.” Laporan Penelitian
pengaturan timbre/warna suara, diksi, fonasi,
intonasi, dan surupan (nada dasar) sehingga Beasiswa Unggulan. Bandung: STSI
dialog yang terjalin lebih hidup serta Bandung.
harmonisasi suara vokal dalang dengan laras
gamelan menjadi selaras. ———. 2015. “Angklung Tradisional
14
Bodoran adalah kepiawain dalang Sunda: Intangible, Cultural Heritage of
menyusun lawakan yang mengena di hati Humanity, Penerapannya Dan
apresiator. Pengkontribusiannya Terhadap
15
Lihat Kompas, 25 November 1984. Kelahiran Angklung Indonesia.” Awi
Asep Sunandar Sunarya si “Dalang Sadis” Laras Prodi Angklung Dan Musik
Minggu, 25 Nopember 1984. halaman 7. Kolom Bambu. Bandung: ISBI 2 (1).
4.

16
Kosim, Saini. 1999. “Pelik-Pelik Program Pendidikan Pascasarjana
Kebudayaan Sunda”. dalam Jurnal Sekolah Tinggi Seni Indonesia.
Budaya Dangiang: Menggali
Kuburan Orang Sunda.edisi I/Mei- Weintraub, Andrew. 2004.Power Play:
Juli . Jakarta: PT Dunia Pustaka Wayang Golek Puppet Theater of
Jaya. West Java. Ohio University
Research in International Studies.
Masunah, Juju.,& TatiNarawati. 2003.Seni
dan Pendidikan Seni: Sebuah Bunga
Rampai. Bandung: P4STUPI.
Nara Sumber
Nugraha, Asep. 2008. “Penelusuran dan
Perkembangan Kacapi Sunda.” Dinar Mustika (36 tahun), seniman dan anak
Dalam jurnal Paraguna Vol 2 No 1. kandung dalang Asep Sunandar
Bandung: Prodi Karawitan. Sunarya, Jelokong, Ciparay,
Kabupaten Bandung
Rosidi, Ajip. 2000.Ensiklopedi Sunda:
Alam, Manusia, dan Budaya. Tutun Hatta Saputra (58 tahun), Seniman
Jakarta: Pustaka Jaya. dan TFA Jurusan Karawitan
Sekolah Tinggi Seni Indonesia
Waridi. 2003. Seni dalam Berbagai Wacana Bandung, Jelekong, Ciparay,
Mengenang 20 tahun Kepergian Kabupaten Bandung
Gendhon Humardani. Surakarta:

17

Anda mungkin juga menyukai