Anda di halaman 1dari 24

MAKALAH

HORMON DAN ZAT PENGHAMBAT TUMBUH PADA


TUMBUHAN

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah “Fisiologi Tumbuhan II”


Dosen Pengampu : Suyamto, S.Si., M.Si

Disusun Oleh :
FIRDAUSI HALIMATUN FADILAH [615200008]

PRODI BIOLOGI
FAKULTAS SAINS, FARMASI DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS MATHLA’UL ANWAR BANTEN
2023
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum. Wr. Wb.

Ucapan puji syukur kepada Allah SWT atas rahmat, hidayah dan inayah-
Nya, sehingga saya dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya. Tidak
lupa saya ucapkan terima kasih kepada Bapak Suyamto, S.Si., M.Si. selaku dosen
mata kuliah Fisiologi Tumbuhan II, yang telah memberikan kesempatan kepada
saya untuk menyusun makalah ini yang berjudul “Hormon dan zat penghambat
tumbuh pada tumbuhan”.

Dan juga saya ucapkan terima kasih kepada teman-teman yang telah
membantu memberikan materi dan masukannya sehingga terselesainya makalah
ini. Dengan keseriusan dan ketekunan dalam pembuatan makalah karya ilmiah ini,
harapan saya dapat memberikan manfaat bagi teman-teman dan para pembaca,
khususnya memotivasi untuk memulai menulis karya ilmiah. Serta dapat menjadi
pembelajaran bagi saya dalam pembuatan sebuah makalah.

Terlepas dari semua itu, saya menyadari masih banyak kekurangan dan
kesalahan dalam penyusunan makalah ini, baik dari segi materi maupun dari tata
bahasa. Oleh karena itu dengan tangan terbuka saya menerima kritik dan saran
demi perbaikan makalah ini.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Pandeglang, 31 Maret 2023

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................................i
DAFTAR ISI............................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1
1.1 Latar Belakang............................................................................................1
1.2 Rumusan masalah.......................................................................................1
1.3 Tujuan.........................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN.........................................................................................3
2.1 Sejarah Penemuan Hormon........................................................................3
2.2 Pengertian Hormon Tumbuhan (Fitohormon)............................................3
2.3 Mekanisme Kerja Hormon.........................................................................5
2.4 Macam-macam Hormon pada Tumbuhan..................................................7
2.5 Pengaruh Hormon pada Tumbuhan..........................................................10
2.6 Faktor - Faktor Hormon pada Tumbuhan.................................................17
BAB III PENUTUP...............................................................................................19
3.1 Kesimpulan...............................................................................................19
3.2 Saran.........................................................................................................19

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Tumbuhan juga mengalami pertumbuhan dan perkembangan seperti
memanjangnya batang, akar dan sebagainya. Pemekaran bunga, pemasakan buah
adalah slaah satu perkembngan yang dialami oleh tumbuhan.Pemekaran bunga dan
pemasakan buah kalau kita teliti lebih lanjut sangatlah bervariasi sesuai dengan
lingkungan dan jenis pohon itu sendiri. Kalau kita amati, pada saat musim-musim
tertentu pertumbuhan bunga sangat pesat dan begitu juga dengan pematangan
buahnya. Sebenarnya apa yang mengatur semua pemekaran bunga, pemanjangan
atau pertumbuhan tunas-tunas baru pada tumbuhan tersebut.
Pertumbuhan, perkembangan, dan pergerakan tumbuhan dikendalikan
beberapa golongan zat yang secara umum dikenal sebagai hormon tumbuhan atau
fitohormon. Penggunaan istilah "hormon" sendiri menggunakan analogi fungsi
hormon pada hewan; dan, sebagaimana pada hewan, hormon juga dihasilkan dalam
jumlah yang sangat sedikit di dalam sel. Beberapa ahli berkeberatan dengan istilah
ini karena fungsi beberapa hormon tertentu tumbuhan (hormon endogen,
dihasilkan sendiri oleh individu yang bersangkutan) dapat diganti dengan
pemberian zat-zat tertentu dari luar, misalnya dengan penyemprotan (hormon
eksogen, diberikan dari luar sistem individu). Mereka lebih suka menggunakan
istilah zat pengatur tumbuh (bahasa Inggris plant growth regulator). Untuk
mengetahui lebih jauh tentang hormon pada tumbuhan maka di buatlah makalah
ini.

1.2 Rumusan masalah


1. Bagaimana Sejarah Penemuan Hormon?
2. Apa yang dimaksud dengan Hormon pada Tumbuhan ?
3. Bagaimana mekanisme kerja hormon pada tumbuhan
4. Apa saja Macam-macam hormon pada tumbuhan ?

1
1.3 Tujuan
1. Adapun tujuan penyusunan makalah ini adalah:
2. Untuk mengetahui Sejarah Penemuan Hormon?
3. Untuk mengetahui pengertian Hormon pada Tumbuhan?
4. Untuk mengetahui mekanisme kerja hormon pada tumbuhan
5. Untuk mengetahui Macam-macam hormon pada tumbuhan ?

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Sejarah Penemuan Hormon


Terdapatnya atau peran zat pengatur tumbuh di tumbuhan pertama kali
dikemukan oleh Charles Darwin dalam bukunya “The Power of movement in
plants.” Beliau melakukan percobaan dengan rumput Canari (Phalaris canariensis)
dengan memberinya sinar dari samping dan ternyata terjadi pembengkokan ke arah
datangnya sinar . Bagian yang tidak mendapat sinar terjadi pertumbuhan yang
lebih cepat daripada yang mendapat sinar sehingga terjadi pembengkokkan. Tetapi
jika ujung kecambah dari rumput Canari dipotong akan tidak terjadi
pembengkokan. Sehingga dianalisa bahwa jika ujung kecambah mendapat cahaya
dari samping akan menyebabkan terjadi pemindahan “pengaruh atau sesuatu zat”
dari atas ke bawah yang menyebabkan terjadinya pembengkokkan.
Boysen-jemsen (1913) melakukan penelitian dengan koleoptil Avena (kecambah
dari biji rumput-rumputan) menyatakan “pemindahan pengaruh adalah pemindahan
zat alami yang dihasilkan dalam koleoptil Avena. Paal (1919) menguatkan
pendapat dengan menyatakan bahwa “ujung batang adalah merupakan pusat
pertumbuhan.

2.2 Pengertian Hormon Tumbuhan (Fitohormon)


Hormon merupakan zat pengatur tumbuh, yaitu molekul organik yang
dihasilkan oleh satu bagian tumbuhan dan ditransportasikan ke bagian lain yang
dipengaruhinya. Hormon pada tumbuhan (fitohormon) adalah sekumpulan
senyawa organik bukan hara (nutrien), baik yang terbentuk secara alami maupun
dibuat oleh manusia, yang dalam kadar sangat kecil (di bawah satu milimol per
liter, bahkan dapat hanya satu mikromol per liter) mendorong, menghambat, atau
mengubah pertumbuhan, perkembangan, dan pergerakan (taksis)
tumbuhan. Hormon tumbuhan merupakan bagian dari sistem pengaturan
pertumbuhan dan perkembangan tumbuhan. Kehadirannya di dalam sel pada kadar

3
yang sangat rendah menjadi prekursor (“pemicu”) proses transkripsi RNA.
Hormon tumbuhan sendiri dirangsang pembentukannya melalui signal berupa
aktivitas senyawa-senyawa reseptor sebagai tanggapan atas perubahan lingkungan
yang terjadi di luar sel. Kehadiran reseptor akan mendorong reaksi pembentukan
hormon tertentu. Apabila konsentrasi suatu hormon di dalam sel telah mencapai
tingkat tertentu, atau mencapai suatu nisbah tertentu dengan hormon lainnya,
sejumlah gen yang semula tidak aktif akan mulai berekspresi. Dari sudut pandang
evolusi, hormon tumbuhan merupakan bagian dari proses adaptasi dan pertahanan
diri tumbuh-tumbuhan untuk mempertahankan kelangsungan hidup jenisnya.
Hormon tumbuhan merupakan bagian dari proses regulasi genetik dan
berfungsi sebagai prekursor. Rangsangan lingkungan memicu terbentuknya
hormon tumbuhan. Bila konsentrasi hormon telah mencapai tingkat tertentu,
sejumlah gen yang semula tidak aktif akan mulai ekspresi. Dari sudut pandang
evolusi, hormon tumbuhan merupakan bagian dari proses adaptasi dan pertahanan
diri tumbuh-tumbuhan untuk mempertahankankelangsungan hidup
jenisnya.Pemahaman terhadap fitohormon pada masa kini telah membantu
peningkatan hasil pertanian dengan ditemukannya berbagai macam zat sintetis
yang memiliki pengaruh yang sama dengan fitohormon alami. Aplikasi zat
pengatur tumbuh dalam pertanian modern mencakup pengamanan hasil (seperti
penggunaan cycocel untuk meningkatkan ketahanan tanaman terhadap lingkungan
yang kurang mendukung), memperbesar ukuran dan meningkatkan kualitas produk
(misalnya dalam teknologi semangka tanpa biji), atau menyeragamkan waktu
berbunga (misalnya dalam aplikasi etilena untuk penyeragamanpembungaan
tanaman buah musiman), untuk menyebut beberapa contohnya. Hormon tumbuhan
tidak dihasilkan oleh suatu kelenjar sebagaimana pada hewan, melainkan dibentuk
oleh sel-sel yang terletak di titik-titik tertentu pada tumbuhan, terutama titik
tumbuh di bagian pucuk tunas maupun ujung akar. Selanjutnya, hormon akan
bekerja pada jaringan di sekitarnya atau, lebih umum, ditranslokasi ke bagian
tumbuhan yang lain untuk aktif bekerja di sana. Pergerakan hormon dapat terjadi
melalui pembuluh tapis, pembuluh kayu, maupun ruang-ruang antarsel. Hormon

4
dalam menjalankan perannya, dapat berperan secara tunggal maupun dalam
koordinasi dengan kelompok hormon lainnya.  
Penggunaan istilah “hormon” sendiri menggunakan analogi fungsi hormon
pada hewan. Hormon dalam konsentrasi rendah menimbulkan respons fisiologis.
Terdapat 2 kelompok hormon yaitu :
a) Hormon pemicu pertumbuhan (auksin, Giberelin dan sitokinin)
b) Hormon penghambat pertumbuhan (asam absisat, gas etilen, hormon kalin
dan asam traumalin.

2.3 Mekanisme Kerja Hormon


Tanaman secara alamiah tanaman sudah mengandung hormon pertumbuhan
seperti Auksin, giberelin dan Sitokin yang dalam tulisan ini diistilahkan dengan
hormon endogen. Kebanyakan hormon endogen di tanaman berada pada jaringan
meristem yaitu jaringan yang aktif tumbuh seperti ujung-ujung tunas/tajuk dan
akar. Tetapi karena pola budidaya yang intensif yang disertai pengelolaan tanah
yang kurang tepat maka kandungan hormon endogen tersebut menjadi
rendah/kurang bagi proses pertumbuhan vegetatif dan generatif tanaman.
Akibatnya sering dijumpai pertumbuhan tanamaman lambat, kerontokan bunga/
buah, ukuran umbi/buah kecil yang merupakan sebagian tanda kekurangan hormon
(selain kekurangan zat lainnya seperti unsur hara). Oleh karena itu penambahan
hormon dari luar (hormon eksogen) seperti produk hormonik yang mengandung
hormon Auksin, Giberelin dan Sitokinin organik (Non sintetik/kimia) mutlak
diperlukan untuk menghasilkan pertumbuhan vegetatif dan generatif tanaman yang
optimal.
Untuk mengetahui bagaimana mekanisme kerja hormonik (Auksin,
giberelin dan Sitokinin) pada tanaman, berikut diuraikan secara global dan
sederhana. Pemberian Auksin eksogen (hormonik) akan meningkatkan
permeabilitas dinding sel yang akan mempertinggi penyerapan unsur , diantaranya
unsur N, Mg, Fe, Cu untuk membentuk chlorofil yang sangat diperlukan untuk
mempertinggi fotosintesis. Dengan fotosintesis yang semakin meningkat akan
dihasilkan hasil fotosintesis yang meningkat dan bersama dengan auxin akan

5
bergerak ke akar untuk memacu pembentukan giberelin dan Sitokinin di akar yang
akan membantu pembentukan dan perkembangan akar . Penambahan kandungan
Auksin eksogen di akar akan meningkatkan tekanan turgor akar sehingga giberelin
dan Sitokinin endogen di akar akan diangkut ke atas/ bagian tajuk tanaman.
Adanya penambahan Sitokinin dan giberelin eksogen maka terjadi
peningkatan kandungan Sitokinin dan giberelin ditanaman (tajuk) dan akan
meningkatkan jumlah sel (oleh hormon Sitokinin) dan ukuran sel (oleh hormon
giberelin) yang bersama-sama dengan hasil fotosintat yang meningkat di awal
penanaman akan mempercepat proses pertumbuhan vegetatif tanaman (termasuk
pembentukan tunas-tunas baru) selain juga mengatasi kekerdilan tanaman.
Seiring dengan pertumbuhan vegetatif tanaman, hasil fotosentesis akan meningkat
terus dan ditambah kandungan giberelin dan sitokinin eksogen akan meningkatkan
perbandingan C/N yang menyebabkan peralihan dari masa vegetatif ke generatif
dengan terbentuknya kuncup bunga/buah atau umbi. Pada saat terbentuk bunga
atau buah, jika kandungan auksin rendah maka sel-sel antara tangkai bunga/buah
dengan ranting/cabang akan berubah menjadi jaringan mati yaitu jaringan gabus
sehingga bunga/buah mudah rontok. Dengan penambahan Auxin Eksogen akan
menghambat perubahan sel-sel tersebut menjadi jaringan gabus sehingga
kerontokkan dapat dicegah/dikurangi.  Pada fase generatif ini penambahan hormon
sitokinin dan giberelin eksogen akan meningkatkan kapasitas jaringan
penyimpanan hasil fotosintesa yang dipanen (umbi, buah dll) yaitu sitokinin akan
memperbanyak sel jaringan penyimpanan dan giberelin akan memperbesar sel
jaringan penyimpanan sehingga mampu menerima hasil-hasil fotosintesa lebih
banyak yang berakibat ukuran jaringan penyimpanan (buah) lebih besar
(semangka, kentang, dll) atau bernas (padi, jagung dll).
Hormon bekerja melalui pengikatan dengan reseptor spesifik pengikatan
dari hormone ke reseptor ini pada umumnya memicu suatu perubahan penyesuaian
pada reseptor, ini memicu suatu perubahan penyesuaian dari pada reseptor
sedemikian rupa sehingga menyampaikan informasi kepada unsur spesifik lain dari
sel. Reseptor ini terletak pada permukaan sel atau intraselular. Interaksi permukaan
hormone reseptor memberikan sinyal pembentukan dari "messenger kedua"

6
Interaksi hormon-reseptor ini menimbulkan pengaruh pada ekspresi gen (3,7)
Distribusi dari reseptor hormon memperlihatkan variabilitas yang besar sekali.
Reseptor untuk beberapa hormon, seperti insulin dan glukokortikoid, terdistribusi
secara luas, sementara reseptor untuk sebagian besar hormone mempunyai
distribusi yang lebih terbatas.
Adanya reseptor merupakan determinan (penentu) pertama apakah jaringan
akan memberikan respon terhadap hommon. Namun, molekul yang berpartisipasi
dalam peristiwa pasca-reseptor juga penting, hal ini tidak saja menentukan apakah
jaringan akan memberikan respon terhadap hormon itu tetapi juga kekhasan dari
respon itu. Hal yang terakhir ini memungkinkan hormon yang sama memiliki
respon yang berbeda dalam jaringan yang berbeda.

2.4 Macam-macam Hormon pada Tumbuhan


Macam hormon yang terdapat pada tumbuhan, antara lain auksin,
giberelin, sitokinin, etilen, asam traumalin, asam absisat, kalin.
a) Auksin
Aukin merupakan senyawa asetat (gugus indol) yang terdapat pada indol,
contohnya pada tanaman bawang merah (Allium cepa).Konsentrasi auksin lebih
banyak terdapat pada daerah yang tidak terkena cahaya. Bagi tanaman (batang)
yang tidak terkena cahaya akan mengalami pertumbuhan yang lebih cepat
dibandingkan bagian lain yang terkena cahaya matahari akibat adanya auksin ini.
Pada tumbuhan, auksin dapat ditemukan di embrio biji, meristem tunas apical, dan
daun-daun muda.
Selain berpengaruh menigkatkan laju pemanjangan sel pada pertumbuhan
seperti di uraikan di atas, auksin juga merupakan hormone pengatur fisiologi yang
dapat digunakan untuk memacu pembentukan buah tanpa penyerbukan (disebut
partenokarpi).
b) Giberelin
Giberelin merupakan hormon yang mirip dengan auksin. Hormone ini
ditemukan Oleh P. kurosawa (tahun 1926, di Jepang) pada jamur Giberella

7
fujikuroi.  Giberelin di produksi oleh tumbuhan di meristem tunas apical, akar,
daun muda, dan embrio. Fungsi giberelin :
1) Memacu pertumbuhan buah tanpa biji (partenokarpi)
2) Menyebabkan tanaman mengalami pertumbuhan raksasa
3) Meyebabkan tanaman berbunga sebelum waktunya (tidak pada musimnya)
4) Memacu pembentukan cambium pada tanaman dikotil
5) Mematahkan dormansi buah dan biji

c) Sitokinin
Sitokinin ditemukan pada batang tembakau Oleh Skoog dan Miller.Struktur
kimia sitokinin mirip dengan adenine (basa nitrogen yang terdapat pada DNA dan
ATP). Selain dapat  ditemukan di batang, sitokinin juga dapat di hasilkan di dalam
akar dan akan diangkut ke organ yang lain. Fungsi Sitokinin, antara lain :
1) Memacau pembelahan sel
2) Mempercepat pelebaran daun
3) Mempercepat tumbuhnya akar
4) Memacu pertunasan lateral pada pucuk batang
5) Menunda pengguguran daun, Bungan, dan buah.

d) Etilen
Etilen merupakan satu-satunya hormone tumbuhan yang berbentuk gas.
Gas etilen mempercepat pemasakan buah, contohnya pada buah tomat, pisang,
apel, dan jeruk. Buah-buah tersebut dipetik dalam keadaan masih mentah dan
berwarna hijau. Selanjutnya, buah-buah tersebut dikemas dalam bentuk kotak
berventilasi dan diberi gas etilen untuk mempercepat pemasakan buah sehingga
buah sampai ditempat tujuan dalam keadaan masak. Selain itu, gas etilen juga
menyebabkan penebalan batang dan memacu pembungaan. Oleh karena itu, etilen
dapat ditemukan pada jaringan buah yang sedang matang, buku batang, daun, dan
bunga yang menua.

e) Asam Traumalin

8
Seperti florigen, asam traumalin sebenarnya merupakan hormon hipotetik 
yaitu merupakan gabungan beberapa aktivitas hormone yang ada (auksin,
giberelin, sitokinin, etilen, dan asam absisat). Apabila tumbuhan mengalami luka
atau perlukaan karena gangguan fisik maka akan segera terbentuk cambium gabus.
Pembentukan cambium gabus itu terjadi karena adanya pengaruh hormone luka
(asam traumalin). Sebenarnya, peristiwa ini merupakan hasil kerja sama antar
hormone pada tumbuhan yang di sebut restitusi (regenerasi). Awalnya luka pada
tumbuhan akan memacu pengeluaran hormone luka yang kemudian merangsang
pembentukan cambium gabus. Pembentukan cambium gabus dilakukan oleh
hormone giberelin, selanjutnya, karena pengaruh hormone sitokinin, terbentuklah
sel-sel baru yang akan membentuk jaringan penutup luka yang disebut kalus. Asam
traumalin ini dapat ditemukan pada dinding sel tumbuhan.

f) Asam Absisat
Salah satu fungsi asam absisat adalah menghambat pertumbuhan tumbuhan.
Pada musim tertentu pertumbuhan akan terhambat. Hal itu merupakan adaptasi
pertumbuhan terhadap perubahan linkungan yang tidak memungkinkan bagi
tumbuhan untuk tumbuh. Asam absisat dapat ditemukan pada daun, batang, akar ,
dan buah biji.
Fungsi lain asam absisat adalah membantu tumbuhan mengatasi dan
bertahan pada kondisi lingkungan yang tidak menguntungkan (masa dormansi).
Dalam keadaan dorman, tumbuhan terlihat seperti mati, tetapi setelah kondisi
lingkungan menguntungkan, ia akan tumbuh lagi dan mucul tunas-tunas baru.
Contohnya adalah pohon jati yang meranggas pada musim kemarau.

g) Kalin
Kalin adalah hormone tumbuhan yang mempengaruhi pembentukan organ
pada tumbuhan. Berdasarkan organ yang dipengaruhinya, kalin dapat dibedakan
atas :
1. Rizokalin, mempengaruhi pertumbuhan akar
2. Kaulokalin, mempengaruhi pertumbuhan batang
3. Filokalin, mempengaruhi pertumbuhan daun

9
4. Antokalin atau florigen, mempengaruhi pertumbuhan bunga

10
2.5 Pengaruh Hormon pada Tumbuhan
Sinyal kimia interseluler untuk pertama kali ditemukan pada tumbuhan.
Konsentrasi yang sangat rendah dari senyawa kimia tertentu yang diproduksi oleh
tanaman dapat memacu atau menghambat pertumbuhan atau diferensiasi pada
berbagai macam sel-sel tumbuhan dan dapat mengendalikan perkembangan
bagian-bagian yang berbeda pada tumbuhan. Dengan menganalogikan senyawa
kimia yang terdapat pada hewan yang disekresi oleh kelenjar ke aliran darah yang
dapat mempengaruhi perkembangan bagian-bagian yang berbeda pada tubuh,
sinyal kimia pada tumbuhan disebut hormon pertumbuhan. Namun, beberapa
ilmuwan memberikan definisi yang lebih terperinci terhadap istilah hormon yaitu
senyawa kimia yang disekresi oleh suatu organ atau jaringan yang dapat
mempengaruhi organ atau jaringan lain dengan cara khusus. Berbeda dengan yang
diproduksi oleh hewan senyawa kimia pada tumbuhan sering mempengaruhi sel-
sel yang juga penghasil senyawa tersebut disamping mempengaruhi sel lainnya,
sehingga senyawa-senyawa tersebut disebut dengan zat pengatur tumbuh untuk
membedakannya dengan hormon yang diangkut secara sistemik atau sinyal jarak
jauh.

a) Hormon Sitokinin
            Hormon Sitokinin berfungsi mempengaruhi pertumbuhan dan diferensiasi
akar, mendorong pembelahan sel dan pertumbuh-an secara umum, mendorong
perkecambahan, dan menunda penuaan. Cara kerja hormon Sitokinin yaitu dapat
meningkatkan pembelahan, pertumbuhan dan perkembangan kultur sel tanaman.
Sitokinin juga dapat menunda penuaan daun, bungan, dan buah dgn cara
mengontrol dgn baik proses kemunduran yg menyebabkan kematian sel-sel
tanaman. Hormon Sitokinin diproduksi pada akar. Sitokinin sering juga dengan
kinin, merupakan nama generik untuk substansi pertumbuhan yang khususnya
merangsang pembelahan sel (sitokinesis) (Gardner, dkk., 1991).  Selanjutnya
dijelaskan kinin disintesis dalam akar muda, biji dan buah yang belum masak dan
jaringan pemberi makan (misalnya endosperm cair).  Buah jagung, pisang, apel, air

11
kelapa muda dan santan kelapa yang belum tua merupakan sumber kinin yang
kaya.
Kinin terbentuk dengan cara fiksasi suatu rantai beratom C – 5, ke suatu
molekul adenin.  Rantai beratom C – 5 dianggap berasal dari isoprena.  Basa purin
merupakan penyusun kimia yang umum pada kinin alami maupun kinin sintetik 
(Millers, 1955 dalam Wilkins, 1989).  Biosintesis sitokinin dengan bahan dasar
mevalonic acid. Sebenarnya sudah sejak tahun 1892 ahli fisologi I. Wiesner,
menyatakan bahwa aktivitas pembelahan sel membutuhkan zat yang spesifik dan
adanya keseimbangan antara faktor-faktor endogenous.  Secara pasti baru tahun
1955 sitokinin ditemukan oleh C.O. Miller, Falke Skoog, M.H. Von Slastea dan
F.M. Strong dinyatakan sebagai isolasi zat yang disebut kinetin dari DNA yang
diautoklap,  sangat  aktif  sebagai  promotor    mitosis  dan  pembelahan  sel  kalus
(Moree, 1979). 
Selanjutnya dijelaskan  bahwa kata sitokinin berasal dari pengertian
cytokinesis yang berarti pembelahan sel.  Sitokinin alami ditemukan oleh D.S.
Lethan dan C.O. Miller tahun 1963 diisolasi dalam bentuk kristal dari biji jagung
yang belum matang disebut zeatin.  Sitokini alami terjadi dari derivat isopentenyl
adenine. Sitokinin sintetik yang paling umum dimanfaatkan di bidang pertanian
seperti BA, kinetin dan PBA.  Kinin menimbulkan kisaran respons yang luas,
tetapi kinin bertindak secara sinergis dengan auxin dan juga hormon lain.

Sebagian besar tumbuhan memiliki pola pertumbuhan yang kompleks yaitu


tunas lateralnya tumbuh bersamaan dengan tunas terminalnya. Pola pertumbuhan
ini merupakan hasil interaksi antara auksin dan sitokinin dengan perbandingan
tertentu. Sitokinin diproduksi dari akar dan diangkut ke tajuk, sedangkan auksin
dihasilkan di kuncup terminal kemudian diangkut ke bagian bawah tumbuhan.
Auksin cenderung menghambat aktivitas meristem lateral yang letaknya
berdekatan dengan meristem apikal sehingga membatasi pembentukan tunas-tunas
cabang dan fenomena ini disebut dominasi apikal. Kuncup aksilar yang terdapat di
bagian bawah tajuk (daerah yang berdekatan dengan akar) biasanya akan tumbuh
memanjang dibandingkan dengan tunas aksilar yang terdapat dekat dengan kuncup

12
terminal. Hal ini menunjukkan ratio sitokinin terhadap auksin yang lebih tinggi
pada bagian bawah tumbuhan.
Interaksi antagonis antara auksin dan sitokinin juga merupakan salah satu
cara tumbuhan dalam mengatur derajat pertumbuhan akar dan tunas, misalnya
jumlah akar yang banyak akan menghasilkan sitokinin dalam jumlah banyak.
Peningkatan konsentrasi sitokinin ini akan menyebabkan sistem tunas membentuk
cabang dalam jumlah yang lebih banyak. Interaksi antagonis ini umumnya juga
terjadi di antara ZPT tumbuhan lainnya.

b) Hormon Auksin
            Auksin adalah zat yang di temukan pada ujung batang, akar, pembentukan
bunga yang berfungsi untuk sebagai pengatur pembesaran sel dan memicu
pemanjangan sel di daerah belakang meristem ujung. Hormon auksin adalah
hormon pertumbuhan pada semua jenis tanaman.nama lain dari hormon ini adalah
IAA atau asam indol asetat. Letak dari hormon auksin ini terletak pada ujung
batang dan ujung akar.

Fungsi dari hormon auksin ini dalah membantu dalam proses mempercepat
pertumbuhan, baik itu pertumbuhan akar maupun pertumbuhan batang,
mempercepat perkecambahan, membantu dalam proses pembelahan sel,
mempercepat pemasakan buah, mengurangi jumlah biji dalam buah. kerja hormon
auksin ini sinergis dengan hormon sitokinin dan hormon giberelin.tumbuhan yang
pada salah satu sisinya disinari oleh matahari maka pertumbuhannya akan lambat
karena kerja auksin dihambat oleh matahari tetapi sisi tumbuhan yang tidak
disinari oleh cahaya matahari pertumbuhannya sangat cepat karena kerja auksin
tidak dihambat.sehingga hal ini akan menyebabkan ujung tanaman tersebut
cenderung mengikuti arah sinar matahari atau yang disebut dengan fototropisme.

Untuk membedakan tanaman yang memiliki hormon yang banyak atau


sedikit kita harus mengetahui bentuk anatomi dan fisiologi pada tanaman sehingga
kita lebih mudah untuk mengetahuinya. sedangkan untuk tanaman yang diletakkan
ditempat yang terang dan gelap diantaranya untuk tanaman yang diletakkan

13
ditempat yang gelap pertumbuhan tanamannya sangat cepat selain itu tekstur dari
batangnya sangat lemah dan cenderung warnanya pucat kekuningan.hal ini
disebabkan karena kerja hormon auksin tidak dihambat oleh sinar matahari.
sedangkan untuk tanaman yang diletakkan ditempat yang terang tingkat
pertumbuhannya sedikit lebih lambat dibandingkan dengan tanaman yang
diletakkan ditempat gelap,tetapi tekstur batangnya sangat kuat dan juga warnanya
segar kehijauan, hal ini disebabkan karena kerja hormon auksin dihambat oleh
sinar matahari.

Cara kerja hormon Auksin adalah menginisiasi pemanjangan sel dan juga
memacu protein tertentu yg ada di membran plasma sel tumbuhan untuk memompa
ion H+ ke dinding sel. Ion H+ mengaktifkan enzim ter-tentu sehingga memutuskan
beberapa ikatan silang hidrogen rantai molekul selulosa penyusun dinding sel. Sel
tumbuhan kemudian memanjang akibat air yg masuk secara osmosis.

Auksin merupakan salah satu hormon tanaman yang dapat meregulasi


banyak proses fisiologi, seperti pertumbuhan, pembelahan dan diferensiasi sel serta
sintesa protein. Auksin diproduksi dalam jaringan meristimatik yang aktif (yaitu
tunas , daun muda dan buah) (Gardner, dkk., 1991). Kemudian auxin menyebar
luas dalam seluruh tubuh tanaman, penyebarluasannya dengan arah dari atas ke
bawah hingga titik tumbuh akar, melalui jaringan pembuluh tapis (floom) atau
jaringan parenkhim (Rismunandar, 1988).

Auksin atau dikenal juga dengan IAA = Asam Indolasetat (yaitu sebagai
auxin utama pada tanaman), dibiosintesis dari asam amino prekursor triptopan,
dengan hasil perantara sejumlah substansi yang secara alami mirip auxin (analog)
tetapi mempunyai aktifitas lebih kecil dari IAA seperti IAN = Indolaseto
nitril,TpyA = Asam Indolpiruvat dan IAAld = Indolasetatdehid. Proses biosintesis
auxin dibantu oleh enzim IAA-oksidase (Gardner, dkk., 1991).

Auksin pertama kali diisolasi pada tahun 1928 dari biji-bijian dan tepung
sari bunga yang tidak aktif, dari hasil isolasi didapatkan rumus kimia auksin (IAA
= Asam Indolasetat) atau C10H9O2N. Setelah ditemukan rumus kimia auksin,
maka terbuka jalan untuk menciptakan jenis auksin sintetis seperti Hidrazil atau 2,

14
4 - D (asam -Nattalenasetat), Bonvel Da2, 4 - Diklorofenolsiasetat), NAA (asam
(asam 3, 6 - Dikloro - O - anisat/dikambo), Amiben atau Kloramben (Asam 3 -
amino 2, 5 – diklorobenzoat) dan Pikloram/Tordon (asam 4 – amino – 3, 5, 6 –
trikloro – pikonat).

Auksin sintetis ini sudah digunakan secara luas dan komersil di bidang
pertanian, dimana batang, pucuk dan akar tumbuh-tumbuhan memperlihatkan
respon terhadap auksin, yaitu peningkatan laju pertumbuhan terjadi pada
konsentrasi yang optimal dan penurunan pertumbuhan terjadi pada konstrasi yang
terlalu rendah atau terlalu tinggi. Setelah pemanjangan ini, sel terus tumbuh dengan
mensintesis kembali material dinding sel dan sitoplasma. Selain memacu peman-
jangan sel, hormon Auksin yg di kombinasikan dengan Giberelin dapat memacu
pertumbuhan jaringan pembuluh dan mendorong pembelahan sel pada kambium
pembuluh sehingga mendukung pertumbuhan diameter batang.

c) Asam absisat (ABA)


Musim dingin atau masa kering merupakan waktu dimana tanaman
beradaptasi menjadi dorman (penundaan pertumbuhan). Pada saat itu, ABA yang
dihasilkan oleh kuncup menghambat pembelahan sel pada jaringan meristem
apikal dan pada kambium pembuluh sehingga menunda pertumbuhan primer
maupun sekunder. ABA juga memberi sinyal pada kuncup untuk membentuk sisik
yang akan melindungi kuncup dari kondisi lingkungan yang tidak menguntungkan.
Dinamai dengan asam absisat karena diketahui bahwa ZPT ini menyebabkan
absisi/rontoknya daun tumbuhan pada musim gugur. Nama tersebut telah popular
walaupun para peneliti tidak pernah membuktikan kalau ABA terlibat dalam
gugurnya daun.
Pada kehidupan suatu tumbuhan, merupakan hal yang menguntungkan
untuk menunda/menghentikan pertumbuhan sementara. Dormansi biji sangat
penting terutama bagi tumbuhan setahun di daerah gurun atau daerah semiarid,
karena proses perkecambahan dengan suplai air terbatas akan mengakibatkan
kematian. Sejumlah faktor lingkungan diketahui mempengaruhi dormansi biji,
tetapi pada banyak tanaman ABA tampaknya bertindak sebagai penghambat utama

15
perkecambahan. Biji-biji tanaman setahun tetap dorman di dalam tanah sampai air
hujan mencuci ABA keluar dari biji. Sebagai contoh, tanaman dune primroses
(bunga putih) dan tanaman matahari (bunga kuning) di gurun Anza – Borrego
(California), biji-bijinya akan berkecambah setelah hujan deras .
Sebagamana telah dibahas di atas bahwa giberelin juga berperan dalam
perkecambahan biji. Pada banyak tumbuhan, rasio ABA terhadap giberelin
menentukan apakah biji akan tetap dorman atau berkecambah. Hal yang sama juga
terdapat pada kasus dormansi kuncup yang pertumbuhannya dikontrol oleh
keseimbangan konsentrasi antar ZPT. Sebagai contoh pada pertumbuhan kuncup
dorman tanaman apel, walaupun konsentrasi ABA pada kenyataannya lebih tinggi,
tetapi gibberellin dengan konsentrasi yang tinggi pada kuncup yang sedang tumbuh
menunjukkan pengaruh yang sangat kuat pada penghambatan pertumbuhan tunas
dorman.
Selain perannya pada dormansi, ABA berperan juga sebagai “ stress plant growth
hormon” yang membantu tanaman tersebut menghadapi kondisi yang tidak
menguntungkan, misalnya pada saat tumbuhan mengalami dehidrasi, ABA
diakumulasikan di daun dan menyebabkan stomata menutup. Hal ini walaupun
mengurangi laju fotosintesis, tumbuhan akan terselamatkan dari kehilangan air
lebih banyak melalui proses transpirasi.

d) Giberelin
Gambar 5 menunjukkan 2 kelompok tanaman padi yang sedang tumbuh.
Kelompok di sebelah kiri adalah tanaman padi dengan pertumbuhan normal;
sedangkan tanaman di sebelah kiri adalah tanaman padi dengan tinggi tanaman
yang lebih besar tetapi memiliki daun yang berwarna kuning. Tanaman padi ini
telah terinfeksi oleh cendawan Gibberella fujikuroi. Bibit padi yang telah terinfeksi
akan rebah dan mati sebelum sempat menjadi dewasa dan berbunga. Selama
berabad-abad petani padi di Asia mengalami kerugian akibat kerusakan yang
ditimbulkan oleh cendawan ini. Di Jepang, pola pertumbuhan yang menyimpang
ini disebut juga dengan “bakanae” atau “foolish seedling disease” atau “penyakit
rebah anakan/kecambah“ .

16
Pada tahun 1926, ilmuwan Jepang (Eiichi Kurosawa) menemukan bahwa
cendawan Gibberella fujikuroi mengeluarkan senyawa kimia yang menjadi
penyebab penyakit tersebut. Senyawa kimia tersebut dinamakan Giberelin.
Belakangan ini, para peneliti menemukan bahwa giberelin dihasilkan secara alami
oleh tanaman yang memiliki fungsi sebagai ZPT. Penyakit rebah kecambah ini
akan muncul pada saat tanaman padi terinfeksi oleh cendawan Gibberella fujikuroi
yang menghasilkan senyawa giberelin dalam jumlah berlebihan.
Pada saat ini dilaporkan terdapat lebih dari 110 macam senyawa giberelin
yang biasanya disingkat sebagai GA. Setiap GA dikenali dengan angka yang
terdapat padanya, misalnya GA6 . Giberelin dapat diperoleh dari biji yang belum
dewasa (terutama pada tumbuhan dikotil), ujung akar dan tunas , daun muda dan
cendawan. Sebagian besar GA yang diproduksi oleh tumbuhan adalah dalam
bentuk inaktif, tampaknya memerlukan prekursor untuk menjadi bentuk aktif. Pada
spesies tumbuhan dijumpai kurang lebih 15 macam GA. Disamping terdapat pada
tumbuhan ditemukan juga pada alga, lumut dan paku, tetapi tidak pernah dijumpai
pada bakteri. GA ditransportasikan melalui xilem dan floem, tidak seperti auksin
pergerakannya bersifat tidak polar.
Asetil koA, yang berperan penting pada proses respirasi berfungsi sebagai
prekursor pada sintesis GA. Kemampuannya untuk meningkatkan pertumbuhan
pada tanaman lebih kuat dibandingkan dengan pengaruh yang ditimbulkan oleh
auksin apabila diberikan secara tunggal. Namun demikian auksin dalam jumlah
yang sangat sedikit tetap dibutuhkan agar GA dapat memberikan efek yang
maksimal. Sebagian besar tumbuhan dikotil dan sebagian kecil tumbuhan
monokotil akan tumbuh cepat jika diberi GA, tetapi tidak demikian halnya pada
tumbuhan konifer misalnya pinus. Jika GA diberikan pada tanaman kubis tinggi
tanamannya bisa mencapai 2 m. Banyak tanaman yang secara genetik kerdil akan
tumbuh normal setelah diberi GA.
Efek giberelin tidak hanya mendorong perpanjangan batang, tetapi juga
terlibat dalam proses regulasi perkembangan tumbuhan seperti halnya auksin
(Gambar 4). Pada beberapa tanaman pemberian GA bisa memacu pembungaan dan
mematahkan dormansi tunas-tunas serta biji. Disintesis pada ujung batang dan

17
akar, giberelin menghasilkan pengaruh yang cukup luas. Salah satu efek utamanya
adalah mendorong pemanjangan batang dan daun. Pengaruh GA umumnya
meningkatkan kerja auksin, walaupun mekanisme interaksi kedua ZPT tersebut
belum diketahui secara pasti. Demikian juga jika dikombinasikan dengan auksin,
giberelin akan mempengaruhi perkembangan buah misalnya menyebabkan
tanaman apel, anggur, dan terong menghasilkan buah walaupun tanpa fertilisasi.
Diketahui giberelin digunakan secara luas untuk menghasilkan buah anggur tanpa
biji pada varietas Thompson. Giberelin juga menyebabkan ukuran buah anggur
lebih besar dengan jarak antar buah yang lebih renggang di dalam satu gerombol
Giberelin juga berperan penting dalam perkecambahan biji pada banyak
tanaman. Biji-biji yang membutuhkan kondisi lingkungan khusus untuk
berkecambah seperti suhu rendah akan segera berkecambah apabila disemprot
dengan giberelin. Diduga giberelin yang terdapat di dalam biji merupakan
penghubung antara isyarat lingkungan dan proses metabolik yang menyebabkan
pertumbuhan embrio. Sebagai contoh, air yang tersedia dalam jumlah cukup akan
menyebabkan embrio pada biji rumput-rumputan mengeluarkan giberelin yang
mendorong perkecambahan dengan memanfaatkan cadangan makanan yang
terdapat di dalam biji. Pada beberapa tanaman, giberelin menunjukkan interaksi
antagonis dengan ZPT lainnya misalnya dengan asam absisat yang menyebabkan
dormansi biji.

2.6 Faktor - Faktor Hormon pada Tumbuhan


a) Faktor Regulasi
Faktor regulasi adalah senyawa kimia yang mengontrol produksi sejumlah
hormon yang memiliki fungsi penting bagi tubuh.Senyawa tersebut dikirim ke
lobus anterior kelenjar pituitari oleh hipotalamus.Terdapat 2 faktor regulasi, yaitu
faktor pelepas (releasing factor) yang menyebabkan kelenjar pituitari
mensekresikan hormon tertentu dan faktor penghambat (inhibiting factor) yang
dapat menghentikan sekresi hormon tersebut. Sebagai contoh adalah FSHRF
(faktor pelepas FSH) dan LHRF (faktor pelepas LH) yang menyebabkan
dilepaskannya hormon FSH dan LH.

18
b) Hormon Antagonistik
Hormon antagonistik merupakan hormon yang menyebabkan efek yang
berlawanan, contohnya glukagon dan insulin. Saat kadar gula darah sangat
turun, pankreas akan memproduksi glukagon untuk meningkatkannya lagi. Kadar
glukosa yang tinggi menyebabkan pankreas memproduksi insulin untuk
menurunkan kadar glukosa tersebut.

19
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
            Berdasarkan makalah yang telah dibuat, hormone pada tumbuhan terdiri
dari beberapa hormon dan fungsi yang berbeda-beda. Hormon dapatmempengaruhi
pertumbuhan dan perkembangan pada tanaman.

3.2 Saran
Beberapa saran yang dapat penulis berikan, antara lain agar makalah ini
dapat menjadi sumber referensi dan ini dapat bermanfaat bagi yang membaca. Jika
terdapat kesalahan dalam penulisannya diharapkan dapat memperbaikinya untuk
lebih baik kedepannya.

20
DAFTAR PUSTAKA

 Gardner, F. P., R. B. Pearce, dan R. L. Mitchell. 1991. Fisiologi Tanaman


Budidaya. Universitas Indonesia Press. Jakarta.
Goldsworthy, P. R. dan N. M. Fisher. Fisiologi Tanaman Budidaya Tropika.
Gadjah Mada University Press. Yogyakarata. Goldsworthy, P. R. dan N. M.
Fisher. Fisiologi Tanaman Budidaya Tropika. Gadjah Mada University
Press. Yogyakarata.
 Heddy, S. 1996. Hormon Tumbuhan. Grapindo Persada. Jakarta.
Irwanto. 2001. Pengaruh Hormon IBA (Indole Butyric Acid) Terhadap Persen Jadi
Stek Pucuk Meranti Putih (Shorea montigena). Jurusan Kehutanan Fakultas
Pertanian Universitas Pattimura. Ambon.
 Kartikawati, N. K. dan H. A. Adinugraha. 2003. Teknik Persemaian dan Informasi
Benih Sukun. Pusat Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan
Pemuliaan Tanaman Hutan. Yogyakarta. Koswara, dan Sutrisno. 2006.
Sukun Sebagai Cadangan Pangan
Alternatif. http://www.ebookpangan.com [14 Agustus 2009].
Salisbury, F. B. dan C. W. Ross. 1995. Fisiologi Tumbuhan. ITB. Bandung.
Siregar, A. S. 2009. Inventarisasi Tanaman Sukun (Arthocarpus communis) pada
Berbagai Ketinggian di Sumatera Utara. Skripsi. Departemen Kehutanan
Universitas Sumatera Utara. Medan. Sitompul, S. M., dan B. Guritno.
1995. Analisis Pertumbuhan Tanaman. Gadjah Mada Universitas Press.
Yogyakarta.

21

Anda mungkin juga menyukai