Oleh:
i
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI..................................................................................................ii
KATA PENGANTAR...................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN................................................................................
1.3 Tujuan.........................................................................................................2.
BAB II PEMBAHASAN.............................................................................
3.1 Kesimpulan................................................................................................40
3.2 Saran..................................................................................................41
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................
ii
KATA PENGANTAR
Penulis
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1
Mekanisme kerja hormon, secara alamiah tanaman sudah mengandung
hormon pertumbuhan seperti Auksin, giberelin dan Sitokin yang dalam
tulisan ini diistilahkan dengan hormon endogen. Pemberian hormon dari luar
2
sistem individu dapat pula dilakukan ("eksogen"). Pemberian secara eksogen
dapat juga melibatkan bahan kimia non-alami (sintetik, tidak dibuat dari
ekstraksi tumbuhan) yang menimbulkan rangsang yang serupa dengan
fitohormon alami. Untuk mengetahui lebih jauh tentang hormon pada
tumbuhan maka di buatlah makalah ini.
1.3 Tujuan
Adapun tujuan penulisan makalah ini yaitu:
1. Mengetahui pengertian hormon pada tumbuhan.
2. Mengetahui mekanisme kerja hormon pada tumbuhan.
3. Mengetahui jenis-jenis hormon pada tumbuhan.
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
Penggunaan istilah zat pengatur tumbuh (ZPT/ Plant Growth Regulator)
digunakan oleh para ahli dibidang fisiologi tumbuhan untuk menyebut
hormon pada tumbuhan. Isilah ini dapat mencakup hormon endogen
maupun hormon eksogen. Hormon pada tumbuhan dapat dihasilkan dari
individu itu sendiri (hormon endogen) maupun dapat diberikan dari luar
individu (hormon eksogen). Bahan kimia sintetik yang dapat memberikan
respon yangs sama dengan fitohormon alami dikenal dengan isitilah hormon
eksogen (Widiyati, 2016).
Hormon – hormon tumbuhan dihasilkan dalam konsentrasi yang sangat
rendah, namun hormon dalam jumlah yang kecil dapat menimbulkan efek
yang besar dalam pertumbuhan dan perkembangan organ tumbuhan. Suatu
hormon bisa bertindak dengan mengubah ekspresi gen – gen,
mempengaruhi enzim–enzim yang sudah ada atau mengubah sifat – sifat
membran. Secara umum hormon–hormon mengontrol pertumbuhan dan
perkembangan tumbuhan dengan mempengaruhi pembelahan, pemanjangan,
dan diferensiasi sel – sel. Beberapa jenis hormon juga mempengaruhi respon
– respon visiologi tumbuhan yang berjangka lebih pendek terhadap stimulus
- stimulus lingkungan. Setiap hormon memiliki efek ganda bergantung pada
tempat kerja, konsentrasi dan tahap perkembangan tumbuhan.
4
(misalnya dalam teknologi semangka tanpa biji), atau menyeragamkan
waktu berbunga (misalnya dalam aplikasi etilena untuk penyeragaman
pembungaan tanaman buah musiman), untuk menyebut beberapa
contohnya.
Hormon tumbuhan tidak dihasilkan oleh suatu kelenjar sebagaimana pada
hewan, melainkan dibentuk oleh sel-sel yang terletak di titik-titik tertentu
pada tumbuhan, terutama titik tumbuh di bagian pucuk tunas maupun ujung
akar. Selanjutnya, hormon akan bekerja pada jaringan di sekitarnya atau,
lebih umum, ditranslokasi ke bagian tumbuhan yang lain untuk aktif bekerja
di sana. Pergerakan hormon dapat terjadi melalui pembuluh tapis, pembuluh
kayu, maupun ruang-ruang antarsel. Hormon dalam menjalankan perannya,
dapat berperan secara tunggal maupun dalam koordinasi dengan kelompok
hormon lainnya.
Penggunaan istilah “hormon” sendiri menggunakan analogi fungsi hormon
pada hewan.Hormon dalam konsentrasi rendah menimbulkan respons
fisiologis. Terdapat 2 kelompok hormon yaitu :
a. Hormon pemicu pertumbuhan (auksin, Giberelin dan sitokinin)
b. Hormon penghambat pertumbuhan (asam absisat, gas etilen, hormon kalin
dan asam traumalin.
5
menyebabkan perubahan metabolik lain yang mengarah pada agen pembawa
hormon.
Adapun komponen dalam jalur transduksi sinyal ini yaitu : molekul sinyal,
reseptor (berupa protein), molekul sinyal intraseluler (second massanger).
Hormon bekerja melalui pengikatan dengan reseptor spesifik. Adapun
tahapan mekanisme kerja hormon tumbuhan dalam jalur transduksi sinyal
yaitu :
6
2.3 Jenis – Jenis Hormon Tumbuhan
1. Auksin
a. Sejarah Hormon Auksin
Pada tahun 1880 , Chrles dan Francis darwin membuat perocbaan
mengenai fototropisme. Mereka mengamati bahwa semaian rumput
dapat memebengkok ke arah cahaya hanya jika terdapat koleoptil. Jika
ujung itu dibuang koleoptil tidak menekuk. Semaian juga gagal
tumbuh kr arah cahya juka ujungnya ditutupi oleh tudung kedap
cahaya, namun tudung transparan diujung koleoptil atau perisai kedap
cahaya yang diletakkan di bawah ujung koleoptil tidak dapat
mencegah respon fototropis. Keduanya berkesimpulan bahwa ujung
keleoptil bertanggung jawab untuk mengindra cahaya. Akan tetapi ,
mereka mengamati bahwa respon pertumbuhan diferensiaL yang
menyebabkan penekukan koleoptil terjadi agak jauh di bawah ujung..
Keduanya mengajukan postulat bahwa beberapa sinyal ditransmisikan
ke bawah dari ujung wilayah koleoptil yang memanjang.
7
Pada 1926, Frits Went, seorang mahasiswa pascasarjana
mengekstraksi pembawa pesan kimia untuk fototropisme. Went
membuang ujung koleoptil dan menempatkan ujung tersebut diatas
kotak agar (material bergelatin), kemudian menyimpannya ditempat
gelap. Kotak yang letaknya di tenagh pucuk koleoptil menyebabkan
batang tumbuh lurus ke atas. Tetapi ketika kotak ditempatkan
menjauhi bagian tengah pucuk, koleoptil mulai membengkok
menjauhi sisi yang terdapt kotak agar seolah ke arah cahaya. Went
menyimpulkan bahwa kotak agar mengandung suatu zat kimia yang
dihasilkan di dalam ujung koleoptil , bahwa zat kimia ini merangsang
pertumbuhan ketka bergerak menuruni koleoptil dan bahwa koleoptil
menekul kearah cahaya akibat adanya zat kimia pendorong
pertumbuhan yang berkonsentrasi tinggi pada sisi koleoptil yang lebih
gelap. Zat kimia tersebut diberi nama auksin.
8
Selain IAA , tiga jenis auksin lainnya yaitu Asam 4
kloroindolasetat (4-kloro IAA), ditemukan pada biji muda berbagai
jenis kacang-kacangan, Asam fenilasetat (PAA), ditemukan pada
berbagai jenis tumbuhan dan Asam indolbutirat (IBA), ditemukan
pada daun jagung dan berbagai jenis tumbuhan dikotil.
b. Biosintesis auksin
Tempat sintesis auksin berada pada meristem apikal, seperti ujung
batang (tunas), dan daun-daun muda. Meristem apikal akar juga
menghasilaka auksin walaupun bergantung pada tunas untuk
memperoleh sebgaian besar auksin, serta pada embrio biji. Dalam
biosintesis IAA secara garis besar dibagi menjadi dua mekanisme.
Dimana kedua mekanisme tersebut berupa penghilangan gugus amino
dan gugus karboksil pada cincin samping triptofan. Struktur kimia dari
IAA mirip dengan struktur kimia dari asam amino triptofan (molekul
asal IAA). Berikut adalah 3 tahapan pengubahan triptofan hingga
menjadi IAA pada mekanisme yng pertama , yaitu :
1. Triptofan diubah menjadi asam indol piruvat melalui reaksi
transaminasi.
2. Asam indol piruvat kemudian diubah menjadi indoleacetaldehyde
melalui reaksi dekarboksilasi.
3. Proses akhir berupa proses oksidasi indolacetaldehyde yang
menghasilkan asam indoleacetic.
9
Gambar Jalur sintesis IAA pada tumbuhan dan bakteri (Taiz and Zenger 2006).
10
Berikut penjelasannya : Polar transport pada auksin (IAA)
merupakan proses kemiosmotik.
1. Ruang antar sel memiliki ph 5,5 , sehingga saat auxin masuk dan
menemui lingkungan asam menyebabakan molekul auksin akan
megikat ion hydrogen (H+) menjadi molekul netral.
2. Sebagai suatu molekul betral yang relatif kecil, auksin akan masuk
melalui membran plasma.
3. Pada bagian sebelah sel, Ph lingkungan 7 menyebabkan auksin
berionisasi menjadi IAA- dan ion H+. Pada waktu yang singkat ini
hormon berada didalam sel, karena membran plasma lebih
permeabel terhadap ion , daripada terhadap molekul yang netral
dengan ukuran yang sama.
4. Pemompaan proton yg dikendalikan ATP, mengatur perbedaan pH
antara disebelah dalam sel dgn di sebelah luar sel.
5. Auksin dapat ke luar dari sel, hanya pd bagian basal sel, tempat
protein karier spesifik terpasang di dlm membran (protein
pembawa auksin).
6. Pemompaan proton, berperan terhadap aliran auksin ini, dengan
cara membuat suatu potensial membran (tekanan) melewati
membran, yang membantu transportasi anion auksin ke luar dari
sel.
d. Fungsi Auksin
Auxin sebagai salah satu hormon tumbuh bagi tanaman mempunyai
peranan terhadap pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Berikut
akan dijelaskan fungsi/ peran dari hormon auksin :
11
- Peran auksin dalam pemanjangan sel
Salah satu fungsi utama auksin yaitu untuk merangsang
pemanjangan sel- sel di dalam tunas – tunas muda yang sedang
berkembang. Meristem apikal dari suatu tunas yang sedang
berkembang. Sewaktu auksin dari pucuk tunas bergerak turun ke
wilayah pemanjangan sel, hormon tersebut merangsang
pertumbuhan sel, barangkali dengan berikatan kesuatu reseptor di
dalam membran plasma. Auksin merangsang pertumbuhan
tanaman hanya dengan kisaran konsentrasi tertentu yaitu sekitar 10 -
8
samapi 10-4 M. Pada konsentrasi yang lebih tinggi , auksin bisa
mneghambat perpanjangan sel, mungkin dengan menginduksi
produksi etilen, sejenis hormon yang umumnya menghambat
pemanjangan sel.
12
Gambar Pemanjangan sel sebagi respon terhadap auksin.
13
- Apikal Dominansi
Apikal dominansi auxin adalah pengaruh auxin dalam merangsang
pertumbuhan tunas apikal. Sebagian besar spesies , pertumbuhan
kuncup apikal akan menghambat kuncup samping. Didalamm pola
pertumbuhan tanaman, pertumbuhan ujung btang yang dilengkapib
dengan daun muda apabila mengalami hambatan , maka
pertumbuhan tunas akan kearah samping yang dikenal dengan
tunas lateral, misalnya terjadi pada pemotongan pada ujung batang
(pucuk), maka akan tumbuh tunas pada ketiak daun. Fenomena ini
kita namakan “apical dominance”.
- Phototropisme
Fototropisme yaitu tumbuhnya tanaman ke arah datangnya sinar.
Suatu tanaman apabila disinari suatu cahaya, maka tanaman
tersebut akan membengkok ke arah datangnya sinar.
Membengkoknya tanaman tersebut adalah karena terjadinya
pemanjangan sel pada bagian sel yang tidak tersinari lebih besar
dibanding dengan sel yang ada pada bagian tanaman yang
tersinari. Perbedaan rangsangan (respon) tanaman terhadap
penyinaran dinamakan phototropisme. Terjadinya phototropisme
ini disebabkan karena tidak samanya penyebaran auxin di bagian
tanaman yang tidak tersinari dengan bagian tanaman yang tersinari.
Pada bagian tanaman yang tidak tersinari konsentrasi auxinnya
lebih tinggi dibanding dengan bagian tanaman yang tersinari.
14
Gambar Gerak fototropisme
15
1. Aktivasi H+-ATPase. Ketika auksin ditambahkan langsung ke
vesikel membras plasma yang terisolasi, langsung menunjukkan
bahwa auksin secara langsung menaktifkan H+-ATPase. Auksin
berikatan dengan protein engikat auksin ABP1 yang terletak di
permukaan sel di sitosol. ABP1- IAA berinteraksi langsung
dengan memebran plasma H ATPase untuk merangsang
pemompaan proton.
2. Sintesis ATPase. Auksin menunjukkan bahwa auksin merangsang
pemompaan proton dengan carameningkatkan sintesis H-ATPase.
Berikut adalah mekanisme pelonggaran didnding sel yang
diinduksi melalui ekstruksi proton.
- induksi IAA Second messenger, mengaktifkan ekpresi gen.
Yang mengkode membran plasma H+-ATPase.
- Kode RNA menuju RE, protein disintesis di RE dan ditandai
dengan jalur sekrotori ke membran sel.
- Peningkatan hasil ektruksi proton dari peningktan jumlah
pompa proton pada membran.
16
ujung akar. Jika ribovlavin menyerap sinar nila maka enzim-enzim
yang berperan dalam membantu pembentukan IAA dan triptophan
akan rusak. Sedangkan rusak/hilangnya betakaroten tidak
berpengaruh terhadap fototropisme.
2. Gravitasi bumi
Bahwa pengaruh gaya berat itu benar-banar ada, dapatlah
dibuktikan sebagai berikut. Kalau pangkasan ujung koleoptil di
letakkan di atas agar-agar, sedang blok agar-agar itu di dekat di
tengah oleh suatu papan plastic maka agar- agar pada ke dua belah
pihak sekat itu akan mengandung auksin yang sama banyak, jadi
masing-masing fihak akan meresap 50% dari auksin yang
merembes dari ujung koleoptil. Akan tetapi, kalau ujung koleoptil
itu diletakkan mendatar pada agar-agar, maka agar-agar yang ada
dibawah sekat itu kemudian mengandung 67% dari auksin yang
merembes dari uujung kolroptil, sedang agar-agar yang ada di atas
sekat hanya mengandung 33% saja. Jelaslah kiranya betapa besar
pengaruh gaya berat terhdap peredaran auksin. Jika kita letakkan
suatu pot berisi kecambah dalam posisi mendatar, maka ujung akar
akan membelok ke pusat bumi (geotropi positif), sedang ujung
batangakan membengkok ke atas (geotropi negative). Kejadian ini
ada hubungannya dengan distribusi auksin juga. Kesimpulan kita
adalah kadar auksin yang tinggi menggiatkan pengembangan sel-
sel batang, akan tetapi menghambat sel-sel akar. Sisi bawah dari
ujung batang menerima lebih banyak auksin daripada sisi sebelah
atas sebagai akibat dari pengaruh gaya berat. Jadi selsel pada sisi
bawah itu lebih giat mengadakan pengembangan daripada sel-sel
sebelah atas. Maka sebagai hasil akhir adalah pembelokan ujung
batang ujung batang ke arah atas (lari/menjauhi pusat bumi).
3. Konsentrasi Auksin
Auksin dapat bekerja secara efeketif pada konsentrasi tertentu.
Konsentrasi/ kadar auksin yang tinggi dapat menghambat
17
pertumbuhan pada sel-sel akar tetapi dapat meningkatkan
pengembangan sel-sel batang.
2. Giberalin
a. Sejarah Hormon Giberalin
Pada awal 1900-an, sejumlah petani di Asia mengamati bahwa
beberapa semaian padi di sawah mereka tumbuh sedemikian tinggi dan
rapuh hingga rebah sebelum sempat matang dan berbunga. Pada tahun
1962, ahli patogi tumbuhan asal Jepang Ewiti Kurosawa menemukan
bahwa suatu fungi dari genus Gibberella menyebabkan penyakit
semaian yang aneh atau penyakit bakane. Guna membuktikan
kebenaran bahwa penyakit bekane tersebut memang disebabkan oleh
Giberella fujikuroi maka Kurosawa mencoba untuk mengisolasi
Giberella fujikuroi dan menginfeksikannya ke tanaman sehat. Hasilnya
tanaman yang sehat tersebut menunjukkan gejala yang sama dengan
penyakit bekane. tahun 1930 Yabuta dan Hayashi berhasil mengisolasi
senyawa aktif yang terdapat pada Giberella fujikuroi. Senyawa
tersebut kemudian diberi nama giberelin. Penelitian lanjutan kemudian
dilakukan pada tahun 1951 oleh Stodola dan kawan-kawannya.
Mereka berusaha mencari tahu substansi yang terdapat pada jamur
Giberella fujikuroi, alhasil mereka berhasil menemukan “Giberelin A”.
Pada mulanya penelitian lanjutan mengenai jamur Giberella fujikuroi
tidak menarik perhatian para ahli di penjuru dunia. Pada akhir perang
dunia ke II barulah para peneliti di luar Jepang tertarik akan penelitian
Giberella fujikuroi. Ketertarikan akan penelitian mengenai jamur
Giberella fujikuroi dimulai saat tim ahli yang berasal dari Inggris dan
Amerika Serikat mengunjungi Jepang. Saat kunjungan tersebutlah
mereka baru menyadari adanya penelitian-penelitian terkait giberelin.
Sejak saat itu, mulailah dilakukan penelitian yang mendalam terkait
hormon giberelin dan didapatkan fakta bahwa banyak sekali jenis
giberelin. Contohnya Giberelin A terdiri atas 6 macam giberelin yakni
GA9, GA7, GA4, GA3, GA2 dan GA1.
18
Giberelin (asam Gibellate/ GA) merupakan senyawa yang tergolong
kedalam diterpenoid tetrasiklik yang memiliki rangka ent-gibberalene
yang disebut ent-kaurene. Struktur dasar dari giberelin berupa
kerangka giban dan kelompok karboksil bebas. Hormon giberelin
memiliki beberapa sifat, diantaranya berbentuk kristal; mudah larut
dalam metanol, etanol, dan aseton; sedikit larut dalam air dan larut
sebagian dalam etil asetat. Giberelin merupakan hormon yang
berpengaruh dalam proses perkembangan dan perkecambahan pada
suatu tanaman saat bekerjasama dengan matahari. Giberelin mampu
mempengaruhi proses perkecambahan sebab giberelin mampu
merangsang pembentukan enzim amilase. Enzim amilase merupakan
enzim yang berperan dalam pemecahan senyawa amilum didalam
endosperm (cadangan makanan) tumbuhan. Energi yang dibutuhkan
oleh benih untuk berkecambah berasal dari hasil perombakan cadangan
makanan tersebut. Berikut adalhs struktur hormon giberalin:
19
Gambar Gibban Skleton
Secara garis besar giberelin terbagi menjadi 2 kelompok besar, yakni
giberelin endogen dan giberelin eksogen (sintetik). Contoh giberalin
endogen pada jagung, tebu, kacang tanah dan pisang. Sedangkan
giberalin sintetik seperti GA3, tetapi ada juga GA4,GA7 dan GA9.
20
dan beberapa yang lain jalur non-13-OH adalah jalur utama.
Jalur dari GA12-aldehide menjadi GA (Giberelin)
Tahap 3 terjadi di sitosol, GA12 atau GA53dikonversi menjadi
GAS lainnya. Proses konversi ini kemudian dilanjutkan dengan
serangkaian oksidasi pada karbon 20. Dalam 13-hidroksilasi jalur
ini mengarah ke produksi GA20. GA20 saat itudioksidasi menjadi
giberelin aktif, GA1, oleh hidroksilasi 3 reaksi (setara non-13-OH
adalah GA4). Akhirnya,hidroksilasi pada karbon 2 mengubah
GA20 dan GA1 menjadimasing-masing bentuk tidak aktif GA29
dan GA8.
21
GA-glukosidasa. GA-glukosida terdapat pada eksudat-eksudat
jaringan floem pada beberapa tanaman, seperti bunga matahari,
kacang kapri, anggur, dan lain sebaginya.
22
Gambar pembelahan sel yang di beri perlakuan dengan GA
- Pertumbuhan Buah
Aplikasi komersial paling penting dari giberalin adalah penyemprotan
terhadap anggur Thompson tak berbiji. Hormon giberalin
menyebabkan internodus anggur memanjang , memungkinkan ruang
yang elbih luas lagi bagi setiap anggur. Dengan meningkatkan
sirkulasi diantara buah – buah anggur, penambahan ruang ini jyga
menyulitkan khamir dan mikroorhanisme lain untuk menginfeksi
buah.
- Germinasi
Germinsasi embrio biji adalah sumbergiberelin yang kaya. Setelah air
aiimbibisi, pelepasan giberalin dari embrio memberi sinyal bagi biji
untuk mengakhiri dormansi dan mulai bergeminansi. Beberapa biji
memerlukan pemaparan terhadap cahaya atau suhu rendah ,
mengakhiri dormansi jika diberi perlakuan dengan giberalin.
Giberalin mendukung pertumbuhan semaian biji-bijian dengan
merangsang sintesis enzim – enzim pencernaan sepert α-amilase yang
memobilisasi simpanan nutrien. Adapun rncian proses mobilisasi
nutrien – nutrien oleh giberelin selama germinasi yaitu :
1. Setelah biji mengimbibasi air, embrio melepaskan GA yang
mengirimkan sinyal ke aleuron, lapisan luar endosperma yang
tipis.
2. Aleuron merespon GA dengan menyintesisi dan mengeksresikan
enxim-enzim digestif yang menghidrolisis nutrien yang tersimpan
dalam endosperma. Contohnya α-amilase yang menghidrolisis
pati.
23
3. Gula dan nutrien nutrien lain yang diserap dari endosperma oleh
kotiledon dikonsumsi selama pertumbuhan embrio menjadi
semaian.
3. Sitokinin
a. Sejarah Hormon Sitokini
Sitokinin mulanya ditemukan oleh Gottlieb Haberalnd di Australia
pada tahun 1914. Beliau mulanya menemukan senyawa yang dapat
mendorong pembelahan sel yang menghasilkan kambium gabus serta
mampu memulihkan luka pada umbi kentang yang telah dipotong.
Senyawa tersebut belum perna diidentifikasi sebelumnya. Senyawa
inilah yang saat ini dikenal dengan nama sitokin yang memicu
sitokinesis. Kemudian di 1940an ditemukan pula senyawa yang
24
memacu sitokinesis yang berasal dari endosperm buah kelapa muda
oleh Johannes Van Overbeek (Kimia, 2011).
Folke Skoog dan beberapa temannya pada awal tahun 1950an berhasil
mempertegas hasil penelitian dari Haberlandt. Mereka awalnya tertarik
melakukan penelitian karena melihat hormon auksin yang dapat
memacu pertumbuhan dari biakan tanaman. Setelah melakukan
penelitian mereka mendapati bahwa sel hasil potongan dari empulur
tembakau melakukan pembelahan lebih aktif dan lebih cepat jika
diberikan potongan jaringan pembuluh dibagian atas jaringan tersebut.
Tidak terhenti sampai disitu, Folke Skoog dan beberapa temannya
kemudian melakukan uji biologi untuk mengetahui lebih lanjut faktor
kimia yang terdapat di dalam jaringan pembuluh. Biakan dari sel
diletakkan dalam media agar yang mengandung IAA, asam amino,
vitamin, mineral dan gula dalam konsentrasi yang diketahui dapat
meningkatkan pertumbuhan dari sel dengan cepat dengan cara
mendorong pembentukan sel dalam jumlah yang banyak. Namun sel-
sel tersebut tidak melakukan pembelahan sehingga akhirnya
mengalami poliplodi (sel yang memiliki banyak inti). Berdasarkan
kasus tersebut, Folke Skoog dan beberapa temannya mencari senyawa
yang dapat memicu sitokinesis pada tumbuhan dan akhirnya mereka
berhasil menemukan senyawa lir-adenin. Senyawa lir-adenin tersebut
berhasil diekstraksi dari khamir. Hal tersebut membuat para penelitian
melakukan penelitian terkait kemampuan DNA dalam memacau
pembelahans sel, sebab DNA mengandung basa adenin (Salisbury and
Ross, 1995).
25
tumbuhan dan bukan merupakan senyawa aktif yang ditemukan pada
jaringan floem (berdasarkan penelitian Hiberlandt), tetapi kinetin
diperkirakan memiliki kedekatan dengan hormon sitokinin. FC Stewar
pada tahun 1950an berhasil menemukan berbagai jenis sitokinin yang
terdapat didalam endoseprm cair kelapa dengan menggunakan teknik
biakan jaringan. Berdasarkan penelitian dari DS Letham (1974) jenis
sitokinin yang paling aktif dalam endosperm cair kelapa adalah zeatin
atau zeatin ribosida. Ciri-ciri dari zeatin pertama kali dikemukakan
oleh Letham dan Carlos Miler secara bersamaan pada tahun 1964.
Mereka berdua menggunakan sitokinin yang berasal endosperm cair
jagung. Sejak saat itu berbagai jenis sitokinin yang memiliki struktur
lir-adenin yang mirip zeatin dan kintetin berhasil dikenali pada
berbagai spesies tumbuhan berbiji.
26
c. Proses Pengangkutan Hormon Sitokinin
Sitokinin umumnya ditemukan pada jaringan yang sel-selnya masih
aktif membelah, organ-organ yang masih muda (misalnya biji, daun
dan buah muda) serta terdapat pula diujung akar. Sitokinin yang
disintesis diakar dan kemudian ditranslokasikan ke pucuk melalui
pembulu xylem. Untuk membuktikan bahwa sitokinin disintesis diakar
dapat dilakukan dengan cara momotong akar secara mendatar
(horizontol). Akar yang dipotong tersebut kemudian akan
mengeluarkan sitokinin melalui pembuluh xylem selama 4 hari.
Adanya tekanan akar menyebabkan hal tersebut terjadi. Tidak akan
ada kemungkinan bagian bawah akar menyimpan pasokan sitokinin
dari sumber lain yang melalui pembuluh xilem dalam interval waktu
cukup lama. Terjadinya penimbunan sitokin di daun, buah dan bji
muda merupakan hasil transportasi melalui xylem.
27
Mendorong terjadinya pembelahan sel merupakan fumgsi utama
dari sitokinin. Dalam memacu pembelahan sel, sitokinin
bekerjasama dengan auksin.
2. Mengatur Dominansi Apikal
Sitokinin dan auksin bekerja secara antagonis (berlawanan)
dalam hal mengatur pertumbuhan tunas aksilar. Sitokinin yang
berasal dari akar akan masuk kedalam sistem tajuk untuk
mengisyaratkan aksilar untuk mulai tumbuh. Sehingga
perbandingan dari sitokinin dan auksin menjadi faktor kritis
dalam mengontrol pertumbuhan tunas aksilar pada tumbuhan.
3. Efek Anti Penuaan
Penuaan pada tanaman terjadi karena adanya pengubahan
protein menjadi asam amino dengan bantuan enzim RNA-ase,
DNA-ase dan protease. Adanya sitokinin menyebabkan kerja
dari enzim-enzim tersebut dapat dihambat sehingga umur
protein menjadi lebih panjang. Penghambatan dalam pemecahan
protein dengan cara menstimulasi RNA dan sintesis protein,
melalui mobilisasi nutrisi disekitar jaringan adalah cara yang
digunakan sitokinin dalam menghambat penuaan (Karimah et al,
2013).
4. Memacu Pembesaran Sel pada Kotiledon
Laju pertumbuhan dari kotiledon yang diberikan sitokinin akan
meningkat 2-3 kali lipat. Pertumbuhan tersebut disebabkan oleh
pengambilan air yang mengakibatkan sel menjadi mengembang
sebab tidak terjadi penambahan bobot kering jaringan.
5. Memacu Perkembangan Kloroplas dan Sintesis Klorofil
Mengetahui kemampuan sitokinin dalam memacu
perkembangan kloroplas dan sintesis klorofil dapat dilakukan
dengan melakukan uji dengan menggunakan daun muda ataupun
kotiledon dari tanaman angiospermae yang ditumbuhkan
ditempat gelap.
28
6. Mengendalikan pembentukan dan perkembangan dari tumor
pada batang
Pada T-DNA terdapat gen yang bertugas mengkode ketersediaan
enzim isopentenil AMP sintase (enzim yang dapat mengubah
triptofan menjadi IAA dan morfologi tajuk). Apabila gen
tersebut tidak aktif akibat dari adanya mutasi, tumor tidak akan
berkembang dan kadar hormon akan tetap rendah. Apabila yang
tidak aktif hanya enzim isopentil AMP sintase, maka kadar dari
sitokinin akan menurun, tumor tumbuh menjadi lambat dan akan
terjadi organogenesis yang menghasilkan banyak akar.
7. Pada beberapa spesies tumbuhan, sitokinin dapat meningkatkan
pembukaan stomata.
8. Mampu memecah masa istirahat biji (dormansi biji) dan
merangsang pertumbuhan embrio.
Sitokinin merupakan salah satu golongan hormon tumbuhan
yang berfungsi dalam mendorong sitokinesis sehingga tunas
akan muncul lebih cepat. Penambahan sitokinin eksogen pada
suatu tumbuhan akan mempengaruhi kadar sitokinin endogen
sehingga masa dormansi tumbuhan dapat dipatahkan.
29
mendorong pemikiran mengenai hormon yang dapat menghambat
pertumbuhan pada tanaman. Contoh kasus seperti batang yang terhenti
pertumbuhannya, biji yang mengalami dormansi pada musim gugur
dan musim dingin, biji masak yang dormansi, daun yang mengalami
penuaan (senesen) dan buah yang telah masak jatuh. Para ahli
kemudian membuat ektrak dari beberapa bagian tumbuhan yang
kemudian diujikan untuk menghambat kuncup istirahat,
perkecambahan pada bji dan semuanya menunjukkan hasil yang
positif.
30
Asam absisat endogen:diproduksi secara alamiah dalam tubuh
tumbuhan
Asam absisat eksogen :diproduksi oleh manusia (sintetik) atau hasil
ekstraksi dari beberapa spesies tumbuhan
31
d. Proses Pengangkutan Hormon Asam Absisat
Pergerakan asam absisat didalam tumbuhan sama seperti pergerakan
dari giberelin, yakni diangkut melalui sel-sel parenkim yang terdapat
diluar pembuluh, pembuluh floem serta pembuluh xilem.
Pengangkutan asam absisat tersebut pada umumnya menuju kedaun
tepatnya dalam penutup stomata. Dekonsentrasi biasanya terjadi di
daun akibat adanya perbedaan yang kegaraman (salinitas) yang
signifikan. Begitupula dari daun ke akar lalu ke batang dalam proses
penghambatannya penambahan panjang dan lebar batang tanaman.
Terdapat perbedaan transporatsi (pengangkutan) asam absisat pada
beberepa spesies tanaman dalam siklus hidupnya. Asam absisat yang
dibawa oleh xylem dan floem biasanya dimanfaatkan oleh daun muda.
Daun tua berfungsi sebagai penghasil asam absisat yang diangkut ke
luar daun.
32
3. Regulasi Stomata
Membuka dan menutupnya stomata sangat dipengaruhi oleh kerja
dari asam absisat. Asam absisat akan menurunkan tekanan osmotik
dalam sel sehingga sel menjadi turgor dan stomata akan tertutup.
Sehingga hilangnya cairan akibat transpirasi dapat dicegah.
Tertutupnya stomata akan berlangsung sesuai dengan lamanya
waktu yang dibutuhkan oleh tumbuhan untuk memetabolisme asam
absisat.
4. Mempengaruhi Perkembangan Embrio
Pada Biji Terdapat 3 fase utama dalam proses perkembangan
embrio, yakni (1) mitosis dan diferensial sel, (2) pembesaran sel
dan penimbunan cadangan makanan dan (3) pematangan, biji
mengering dan mnejadi dorman (istirahat). Jika embrio yang
setengah matang diambil lalu dikembangkan secara invitro ternyata
embrio tersebut tetap dapat tumbuh berkembang menjadi
kecambah. Lalu muncul pertanyaan mengenai penyebab embrio
tidak dapat berkecambah dalam buah yang lembab pada tumbuhan
induk sebelum embrio tersebut kering dan matang. Jawabannya
berkaitan dengan kerja asam absisat. Banyak peneliti yang
kemudian melakukan penelitian terkait hal tersebut dengan cara:
a. Mengukur efek yang ditimbulkan oleh asam abisat terhadap
perkecambahan dan pertumbuhan biakan embrio.
b. Menentukan tingkat asam absisat endogen selama masa
perkembangan berlangsung.
c. Mencari tahu tingkatan asam absisat didalam biji vivipari
jagung dan pada muatan sintesis asam absisat. Terjadinya
arabidopsis menyebabkan konsentrasi asam absisat diseluruh
bagian tumbuhan menjadi rendah.
5. Menghambat GA perantara sintesis α-amilase.
GA dan asam absisat sama-sama tergolong kedalam hormon
tumbuhan yang disintesis diplastida. Kedua hormon ini saling
menghambat kerja satu sama lain. Saat GA mengaktifkan sel-sel
33
aleuron untuk membentuk enzim α-amilase maka asam absisat
akan menghambat proses tersebt dengan cara menghambat proses
penerjemahan mRNA. Selain itu asam absisat juga akan melepasan
asam lemak rantai pendek guna menghambat GA3 dalam
menginduksi amilosis pada endosperm.
6. Mempertahan viabilitas benih pada saat disimpan. Seperti yang
telah diketahui bahwa asam absisat berperan dalm melindungi
(proteksi) bagi mebrio somatik terhadap kehilangan air yang
berlebihan dan mampu meningkatkan angka survial saat digenerasi
membentuk individu baru. Asam absisat yang diberikan dalam
teknik enkapsulasi dapat mempertahankan biji anggrek sintetik
dalam kondisi viabilitas meski disimpan dalam kondisi yang lama.
Biji anggrek yang disimpa teresbut juga mengalami pertumbuhan
panjang tunas (Mulyawati et al, 2016).
5. Etilen
a. Sejarah Hormon Etilen
Hormon etilen pertama kali ditemukan pada abad ke-20 atau sekitar
75 tahun yang lalu. Pada saat itu untuk mematangkan buah jeruk,
petani melakukan pengeraman terhadap buah jeruk dalam lumbung
yang diberi kompor minyak tanah didekatnya. Mulanya para petani
34
yakin jika panas yang muncul berasal dari kompor tersebut yang
menyebabkan buah menjadi matang. Namun saat kompor yang
digunakan diberi pembersih (tanpa polusi) justru buah menjadi tidak
matang. Para ahli fisiologi tumbuhan kemudian melakukan penelitian
dan56 berhasil menemukan bahwa penyebab matangnya buah adalah
etilen. Etilen merupakan gas hasil pembakaran dari minyak tanah.
Kemudian para ahli juga menemukan bahwa setiap tumbuhan
menghasilkan etilen yang merupakan hormon tumbuhan (fitohormon).
35
pematangan. Pada tahun 1934 barulah diketahui bahwa etilen
disintesis pada tumbuhan dan berfungsi dalam mempercepat
pematangan buah yang dibuktikan oleh R. Gane.
Keterangan :
Asam amino metionin adalah prekursor dalam biosintesis etilen
Asam amino methionin diubah menjadi methionel dengan bantuan
cahaya dan Flavin Mono Nucleotida (FMN) pada jaringan tanaman
Senyawa tersebut diubah menjadi etilen, methyl disuphide dan
asam formiat.
ACC merupakan senyawa perantara yang berperan dalam sintesis
etilen.
keberadaan ACC bergantung pada enzim sintesa.
36
akan dihasilkan juga senyawa intermediet yakni ACC. ACC akan
diangkut dan akan mempengaruhi peran etilen di daerah yang jauh
dari asal stimulus .
37
Sheddingg phase. Leaf maintenance phase adalah fase dimana daun
yang aktif tumbuh menghasilkan auksin kemudian ditranspor ke
batang sehingga zona absisi tetap dipertahankan dalam keadaan
tidak aktif. Shedding induction phase adalah fase dimana terjadi
perubahan keseimbangan hormonal pada daun sehinga senitivitas
sel target juga meningkat. Pada fase ini terjadi reduksi transport
auksin yang menyebabkan meningkatkan produksi etilen.
Sheddingg phase adalah fase dimana enzim selulase dan pektinase
disintesis oleh tanaman. Kedua enzim inilah yang memutus
hubungan antar sel-sel di zona absisi dengan cara menghidrolisis
dinding sel. Faktor mekanik lain seperti angin atupun gravitasi juga
menjadi pendorong terjadinya absisi.
38
Gambar Pengaruh Etilen terhadap Epinasti
39
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Adapun kesimpulan dari makalah ini adalah :
1. Hormon merupakan zat pengatur tumbuh, yaitu molekul organik
yang dihasilkan oleh satu bagian tumbuhan dan ditransportasikan
ke bagian lain yang dipengaruhinya.
2. Mekanise kerja hormon yaitu Hormon bekerja melaui pengikatan
dengan reseptor spesifik. Fitohormon dapat bekerja apabila hormon
berada dalam jumlah yang cukup di sel yang tepat, dikenali oleh sel
target, dan protein penerima messenger mengikat hormon harus
dapat menyebabkan perubahan metabolik lain yang mengarah pada
agen pembawa hormon.
3. Jenis-Jenis hormon pada tumbuhan yaitu auksin,giberelin,sitokinin,
asam absisat , dan gas etilen.
3.2 Saran
Diharapkan setelah mempelajari mengenai isi makalah ini embaca
dapat lebih memahami tentang hormon yang terdapat pada tumbuhan,
mekanisme kerja dan jenis-jenisnya.
40
DAFTAR PUSTAKA
.
Anonim. ____. Herbisida . diakses pada https://id.wikipedia.org/wiki/Herbisida.
Liu, F. 2012. Plant hormonal and growth response to soil compaction. Paper
presentatation on Plante Kongres. www.plantekongres.dk
Mustofa, Syazili. 2018. Power Point Hormon dan Fungsinya dalam Transduksi
Sinyal. Unila : Departemen biokimia dan biologi molekular.
Taiz, L. & E. Zeiger. 2006. Plant Physiology. Sinauer Associates, Inc, Sunderland
Wiraatmaja, I Wayan. 2017. Bahan Ajar Zat Pengatur Tunbuh Auksin dan Cara
Penggunaannya Dalam Bidang Pertanian. Universitas Udayana:
Agroekoteknologi.
41