Anda di halaman 1dari 23

KEGIATAN BELAJAR 1

EKSTREMISME
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI..................................................................................................................... 1
CAPAIAN PEMBELAJARAN....................................................................................... 2
SUB CAPAIAN PEMBELAJARAN ............................................................................. 2
POKOK-POKOK MATERI ........................................................................................... 2
URAIAN MATERI .......................................................................................................... 3
URAIAN MATERI .......................................................................................................... 3
A. Pengertian Ekstremisme ........................................................................................ 3
B. Sejarah Extremisme ................................................................................................ 5
C. Contoh Sikap Ekstremisme ................................................................................. 10
1. Takfiri................................................................................................................ 10
2. Al-Walâ’ dan Barâ’ ......................................................................................... 12
3. Bom Bunuh Diri .............................................................................................. 14
D. Ciri-ciri Orang yang Bersikap Ekstrem ............................................................. 18
TINDAK LANJUT ........................................................................................................ 19
REFLEKSI ....................................................................................................................... 20
CONTOH SOAL ........................................................................................................... 21
GLOSARIUM ................................................................................................................ 21
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................... 22

1
KEGIATAN BELAJAR 1
EKSTREMISME

CAPAIAN
CAPAIANPEMBELAJARAN
PEMBELAJARAN

Saudara mahasiswa selamat datang pada pembelajaran modul PAI


kontemporer pada Kegiatan Pembelajaran akan di sajikan atau diuraikan mengenai
konsep Ekstremisme dalam beragama. Dari KB ini akan diuraikan mengenai:
pengertian sejarahnya, dan indikator/ciri-cirinya.
Dari uraian ini diharapkan mahaswa memiliki pemahaman yang
komprehensif tentang konsep Ekstremisme beragama. Mahasiswa bisa bersikap
tawassuth, tawaazun, dan tasaamuh dalam menyikapi isu-isu masa kini pada
kehidupan sehari-hari.

SUBCAPAIAN
SUB CAPAIANPEMBELAJARAN
PEMBELAJARAN

Setelah mempelajari KB 1 di harapakan siswa dapat:


1. Menganalis konsep dasar mengenai Islam secara mendalam
berawawasan rahmatan lil alamîn, moderat dan seimbang;
2. Menganalisis sejarah dan munculnya paham extremesme
3. Menganalisis ciri-ciri/indikator yang dipandang memiliki aliran
extremesme
4. Memecahkan masalah sosial yang timbul akibat pemahaman berbeda
terhadap isu-isu baru dengan bijaksana dengan menggunakan
kaidah-kaidah yang dapat diterima antara oleh semua kalangan.

POKOK-POKOK MATERI
POKOK-POKOK MATERI

1. Pengertian Ekstremisme
2. Sejarah Ekstremisme
3. Bentuk Sikap Ekstremisme

2
URAIAN
URAIANMATERI
MATERI

A. Pengertian Ekstremisme
Secara bahasa ekstrem pada Kamus Besar Bahasa Indonesia mempunyai
makna yaitu paling ujung (paling tinggi, paling keras, dan sebagainya), sangat
keras dan teguh, fanatik1. Dalam bahasa arab istilah ekstrem disamakan arti

dengan beberapa istilah, antara lain: al-tatharruf, al-‘urf, al-guluww, dan


tasyaddud.2 Kata at-tatharruf secara bahasa berasal dari kata al-tharf yang
berarti ujung atau pinggir.3 Maksudnya berada di ujung atau pinggir, baik
di ujung kiri maupun kanan. Karenanya, menurut penelusuran penulis,
dalam aplikasi kamus bahasa arab modern, kata al-tatharruf bermakna
konotasi ekstrimisme, radikalisme, melampaui batas, keterlaluan, berlebih-
lebihan.4 Kata Tatharruf dalam bahasa Arab berarti berdiri di tepi, jauh dari
tengah. Pada mulanya kata tersebut digunakan untuk hal-hal yang bersifat materil
(inderawi), misalnya, jauh menepi dalam duduk, berdiri atau berjalan. Kemudian
digunakan pula untuk hal-hal abstrak seperti menepi (melampaui batas tengah)
dalam agama, pikiran atau kelakuan. Di antara konsekuensi sikap ekstrem adalah
bahwa hal itu lebih dekat kepada kebinasaan dan bahaya serta lebih jauh dari
keamanan dan kesentosaan.5
Al-‘unf adalah antonim dari ar-rifq yang berarti lemah lembut dan kasih
sayang. Abdullah an-Najjar mendefiniskan al-‘unf dengan penggunaan
kekuatan secara ilegal (main hakim sendiri) untuk memaksanakan
kehendak dan pendapat.6 Term ghuluww, berasal dari kata ghalā yaghlû
yang berarti melampaui batas (tajāwuz al-hādd). Di dalam al-Qur’an hanya

1 https://kbbi.web.id/ekstrem
2 Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an, Moderasi Islam, (Jakarta: LPMA Kemenag RI,
2012), hlm. 14.
3 Muchlis M. Hanafi, “Konsep al-Wasathiyyah dalam Islam”, Harmoni: Jurnal Multikultural

dan Multireligius, Volume VIII Nomor 32, Oktober-Desember 2009, hlm. 39.
4 Tim Ristek Muslim, Aplikasi Kamus Arab Indonesia
5 Yusuf Qardhawi, Islam Ekstrem (Bandung: Penerbit Mizan, 1985) hlm 16
6 Dede Rodin, “Islam Dan Radikalisme”, hlm. 34.

3
ditemukan dalam bentuk kata kerja di dua ayat, yaitu Q.S an-Nisā’ [3]: 171
dan Q.S al-Maā’idah [5] :73.7
Pada zaman Rasulullah Saw., kata ghuluww ini digunakan untuk
menyebut praktik pengamalan agama yang ekstrim sehingga melebihi
kewajaran semestinya. Menurut hadis riwayat Ahmad, Rasulullah SAW
pernah berkata kepada kepada Ibnu ‘Abbās di Muzdalifah saat Haji Wada’.
Saat itu Rasulullah saw. minta kepada Ibnu Abbas agar memungutkan
kerikil kecil untuk melempar jumrah. Begitu Ibnu ‘Abbas meletakkan
kerikil itu di tangan Rasul, beliau bersabda, “Ya, yang seperti itu, jangan
berlebihan (guluw) dalam beragama...”8. Maksudnya, jangan berlebihan
mengambil batu yang digunakan untuk melemar jumrah adalah sebesar
kerikil khadzaf (kerikil untuk ketapel) untuk lempar jumrah, sebab batu
yang kecil sudah cukup. Substansi hadis ini sangat penting dalam
mempraktikkan ajaran Islam yang rahmatan li al- ‘alamin.9
Muhammad Abed Al-Jabiri menggunakan istilah ekstremisme Islam
untuk menggambarkan kelompok Islam ekstrem yang biasanya
mengarahkan permusuhan dan perlawanannya pada gerakan-gerakan
Islam tengahatau moderat. Gerakan kaum ekstremis biasanya tertuju pada
upaya merebut kekuasaan dari pemerintahan yang sah dengan
menunggangi isu-isu agama sebagi isu ideologi gerakannya10. Ekstremisme
juga telah dijabarkan sebagai aktivitas-aktivitas (keyakinan, sikap,
perasaan, tindakan, dan strategi-strategi) dari satu karakter yang
melampaui batas kelumrahan. Hal ini menunjukkan perlunya patokan

7 Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an, Moderasi Islam..., hlm. 15.


8 Abu Dawud, Kitab Manasik, Bab Melempar Jumrah, No. Hadits 1677, dalam hadits
tersebut disebutkan besar batu yang digunakan untuk melemar jumrah adalah sebesar
kerikil khadzaf (kerikil untuk ketapel)
9 Junaidi Abdillah, “Dekonstruksi Tafsir Ayat-ayat..., hlm.282
10 Muhammad Abed Al-Jabiri, Agama, Negara dan Penerapan Syariah, (Yogyakarta:

Fajar Pustaka Baru, 2000), hlm. 139-140

4
mengenai apa yang lumrah atau berlaku secara umum sebelum
mengetahui apa yang ekstrem.
Dari penjelasan diatas dapat diketahui bahwa ekstremisme adalah
suatu paham dengan fanatisme yang sangat tinggi, sehingga tidak jarang
penganut dari paham tersebut menggunakan kekerasan terhadap orang
yang tidak sepaham dengannya, untuk mengaktualisasikan paham yang
dipercayainya agar diterima secara paksa.
Sikap berlebihan/ekstrem adalah penyakit semua agama. Tidak hanya
agama Islam, bahkan Nasrani, Budha, Yahudi dan agama lainnya juga
memiliki penyakit ini. Fenomena ekstremisme sering disebut dengan
radikalisme dan fundamentalisme. Radikal keagamaan ialah melakukan
kekerasan atas nama agama. Radikalisme agama juga sering dikaitkan
dengan fundamentalieme yaitu paham dan gerakannya bukan milik satu
agama, tetapi dilakukan oleh banyak pemeluk agama seperti Kristen-
Katolik, Islam, Hindu, Budha dan lainnya11.

B. Sejarah Extremisme
Allah menciptakan segala sesuatu di bumi ini dengan keadaan yang
setimbang. Beragam ayat-ayat yang disebutkan dalam al-Qur’an menjadi
bukti keseimbangan penciptaan Allah SWT. Hal tersebut semestinya bukan
dianggap sebagai fenomena alam biasa, namun juga harus diresapi sebagai
rahmat Allah SWT sebagai Dzat Yang Maha Bijaksana. Nilai moral yang
dapat dipetik dari prinsip keseimbangan di alam raya ini, yakni Allah
mengingatkan agar manusia senantiasa menjaganya dengan tidak
melakukan perilaku-perilaku menyimpang, seperti tidak berlaku adil,
tidak jujur, dan kecurangan-kecurangan lainnya.12 Dalam konteks

11Haedar Nashir, Isis dan Radikalisme di Indonesia (Yogyakarta : Suara Muhammadiyah


19/99, 2014) hlm 12
12 Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an, Moderasi Islam... hlm. 4.

5
keseimbangan juga, Rasulullah melarang umatnya untuk tidak terlalu
berlebihan meski dalam menjalankan agama sekalipun. Beliau lebih senang
jika hal itu dilakukan secara wajar tanpa adanya pemaksaan diri yang
berlebihan. Beberapa gambaran prinsip keseimbangan inilah yang biasa
dikenal dengan moderasi yang biasa diistilahkan wasiat atau wasatiyah.13
Berangkat dari uraian diatas, sejak awal Islam sejatinya memang lahir
dengan asas keadilan, kemanusiaan dan sarat dengan ajaran yang moderat
seperti dalam firmanNya Q.S. al-Baqarah [2]: 143. Islam moderat artinya
Islam yang tidak terlalu kanan, maupun kiri. Tidak keras namun juga tidak
lemah. Islam sebagai agama rahmatan lil ‘alamin haruslah senantiasa
menyebarkan kedamaian tanpa adanya paksaan seperti yang telah
diajarkan Rasulullah saw. Namun citra Islam yang penuh kemudahan dan
kedamaian tersebut, juga tidak bisa diartikan bahwa Islam merupakan
agama yang sepele. Islam sebagai agama yang memiliki dasar hukum yang
tertulis bisa dilihat dari berbagai sudut pandang. Sehingga lahirnya
beragam penafsiran merupakan suatu keniscayaan. Dalam perkembangan
sejarahnya, setelah jauh dari zaman Rasulullah Saw. dan para sahabat,
penafsiran cenderung semakin beragam dan harus disesuaikan dengan
konteks yang ada. Dalam situasi demikian, timbul upaya “penomorsatuan”
jenis penafsiran yang menimbulkan fanatisme. Fanatisme menimbulkan
persoalan yang cukup serius mengingat tak jarang ada berbagai
kepentingan di balik penafasiran tersebut.
Realita teks keagamaan yang multitafsir memberikan peluang kepada
siapa saja yang mempunya kepentingan khusus untuk menafsirkan teks
keagamaan sesuai dengan ideologi maupun kepentingannya masing-
masing. Sebagaimana yang dilakukan oleh sebagian kelompok yang
menafsirkan ayat-ayat al-Qur’an sebagai alat untuk melegalkan aksi-aksi

13 Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an, Moderasi Islam... hlm. 5.

6
kekerasan atas nama agama. Mereka bahkan bersedia mengorbankan apa
saja yang tidak masuk akal; dari berkorban harta sampai jiwa. 14 Dalam
konteks sejarah Islam, tidak dipungkiri adanya peperangan yang pernah
terjadi yang dilakukan oleh Rasulullah Saw., tercatat tidak kurang dari 19
sampai 21 kali terjadi ghazwa (perang besar) atau perang yang langsung
dipimpin oleh Rasulullah saw., bahkan ada yang berpendapat 27 kali
terjadi perang, yang melibatkan pasukan besar dan Rasulullah Saw., sendiri
yang terlibat di dalamnya, atau mengutus pasukan tersebut. Selain dalam
bentuk ghazwa, ada pula istilah lain dalam sejarah Islam yaitu disebut
dengan sariyyah (perang yang tidak dipimpin oleh Rasulullah Saw.) atau
perang kecil yang terjadi hampir 35 sampai 42 kali terjadi.15 Menurut Gamal
al-Banna, usaha untuk memahami ayat qitâl, dan sebagaimana bentuk
penerapannya, tidak akan tercapai dengan baik tanpa memahami kondisi
dan sebab-sebab yang melatarbelakangi ayat tersebut diturunkan,
kepindahan dari Mekah ke Madinah bukanlah semata perpindahan dari
suatu tempat ketempat lain, akan tetapi merupakan kepindahan dari
sebuah model masyarakat ke model masyarakat yang lain yang memiliki
sifat, karakter serta memiliki spesifikasi tersendiri yang sangat berbeda
dibandingkan dengan spesifikasi yang dimiliki oleh masyarakat Quraisy.16
Menurut penulis, dalam sejarah peperangan masa Rasulullah, perlawanan
yang dilakukan kaum muslim bukanlah termasuk tindakan radikalisme.
Sebab mereka lebih memberikan perlawanan setelah mendapatkan
serangan musuh, dan tidak menyerang dengan membabi buta tanpa alasan.
Beberapa literatur menerangkan gerakan radikalisme Islam dimulai pada
masa Kalifah Ali bin Abi Thalib, yakni munculnya kaum khawarij. Berakar
pada sejarah Islam masa lampau, gerakan kaum Khawarij yang muncul

14 Junaidi Abdillah, “Dekonstruksi Tafsir Ayat-Ayat...hlm. 286.


15 A. Lalu Zaenuri. Qitâl Dalam Perspektif Islam, JDIS Vol. 1, No. 1
16 Gamal al-Banna, Jihad, (Jakarta: MataAir Publishing, 2006), hlm. 71.

7
pada masa akhir pemerintahan Ali bin Abi Thalib dengan prinsip-prinsip
radikal dan ekstrim dapat dilihat sebagai gerakan fundamentalisme klasik
dalam sejarah Islam. Langkah radikal mereka diabsahkan dengan
semboyan laa hukma illā li Allah (tidak ada hukum kecuali milik Allah) dan
la hukama illa Allah (tidak ada hakim selain Allah) yang dielaborasi berdasar
Q.S. al-Ma’idah [5]: 44
ٰۤ
‫ْك مف ُرْو َن‬
‫ك ُهم ال ه‬ ‫ه‬ ٰ‫ َوَم ْن مَّلْ ََْي ُك ْم مِبَآ اَنْ َز َل ه‬...
ُ َ ِٕ ‫اّللُ فَاُو‬
‫ى‬‫ل‬
“...Barangsiapa tidak memutuskan dengan apa yang diturunkan Allah, maka
mereka itulah orang-orang kafir”17
Peristiwa mengerikan tersebut terjadi pada 14 Ramadan 40 H, ketika
tiga orang militan yang merencanakan pembunuhan terhadap tiga tokoh
penting kaum muslim di Mekah ketika itu. Mereka adalah ‘Amr bin Bakr,
al-Barak bin Abdullah, dan Abdurrahman bin Muljam yang semuanya
merupakan anggota dari kaum Khawarij (kelompok yang keluar dan
memisahkan diri dari mainstream muslim), yang tidak puas dengan
kepemimpinan umat ketika itu. Mereka pada awalnya adalah pengikut dari
salah seorang dari tiga pemimpin yang sedang mereka rencanakan
pembunuhannya itu, yakni Ali bin Abi Thalib, khalifah yang sah pada saat
itu, tetapi mereka tidak setuju pada kesediaan sang khalifah untuk
menerima tahkīm (arbritasi) antara sang khalifah dengan musuhnya,
Mu’awiyah bin Abi Sufyan, melalui orang yang ditunjuknya, yakni ‘Amr
bin as. Mereka juga menilai Mu’awiyah sebagai pemberontak terhadap
kepemimpinan yang sah (bugāt), sehingga ia pun harus diperangi. Karena
alasan demikian, kelompok Khawarij tidak mau tunduk kepada Ali dan
Mu’awiyah.
Selain sejarah khawarij, di sepanjang sejarah perjalanan Islam, banyak
ditemukan fenomena pemasungan teks-teks keagamaan (al-Qur’an) untuk

17 Azyumardi Azra, Pergolakan Politik Islam, (Bandung: Mizan, 1999), h. 112-113

8
kepentingan politik yang ujung-ujungnya memicu tindakan radikalisme
agama. Sebagai contoh lain adalah peristiwa mihnah yang terjadi pada
masa pemerintah khalifah al-Ma’mun (813-833 H). Dalam peristiwa
tersebut, terjadi pemaksaan pendapat oleh golongan Mu’tazilah, sebuah
golongan dalam Islam yang justru mengaku dirinya sebagai kelompok
yang rasionalis. Tokoh-tokoh Islam dan pemuka masyarakat yang tidak
sependapat dengan sekte tersebut dipenjarakan, disiksa dan bahkan ada
yang dihukum mati.18 Gerakan kaum khawarij yang muncul di akhir masa
pemerintah Ali bin Abi Thalib dan gerakan kaum mu’tazilah ini yang
kemudian sering dijadikan contoh gerakan fundamentalisme klasik yang
melegalkan praktik radikal. Dalam sejarah Islam gerakan-gerakan tersebut
menandai terbentuknya gejala takfirisme dalam Islam. Pada masa pra-
modern, gerakan fundamentalisme radikal muncul pada abad 12 H di
Semenanjung Arabia di bawah pimpinan Muhammad bin ‘Abd al-Wahhab
(1703-1792) yang kemudian dikenal sebagai gerakan Wahabi. Inilah yang
kemudian membentuk salafisme awal yang bersifat takfiri, dengan Ibnu
Taimiyah sebagai tokoh utamanya. Dengan mengusung gerakan yang
bertujuan untuk memurnikan ajaran Islam serta mengajak kembali kepada
ajaran al-Qur’an dan Sunnah Nabi Saw., gerakan ini melakukan tindak
kekerasan dengan membunuh orang-orang yang dianggap bid’ah, tahayul
khurafat. Sejarah juga mencatat gerakan ini juga melakukan tindak
kekerasan dengan menghancurkan monumen-monumen historis di Mekah
dan Madinah.19
Fenomena ekstremisme beragama bukanlah hal yang baru. Sejarah
ekstremisme beragama sudah sangat lama. Ekstremisme juga bukan
monopoli satu agama semata. Kecenderungan sikap berlebih-lebihan
mengamalkan ajaran agama, kolot, keras, kaku dan konservatif ini sudah

18 Junaidi Abdillah, “Dekonstruksi Tafsir Ayat-Ayat..., hlm. 286.


19 Junaidi Abdillah, “Dekonstruksi Tafsir Ayat-ayat..., hlm. 287.

9
ada sejak sebelum Islam datang. Sikap ekstrem telah menjangkiti umat-
umat terdahulu. Orang-orang Yahudi dan Nasrani tercatat dalam Al-Quran
bersikap ekstrem dalam mengagungkan pemimpin mereka. Orang-orang
Yahudi menyatakan Uzair adalah anak Tuhan, begitu pula umat Nasrani
mentasbihkan Isa sebagai anak Tuhan. Mereka juga menciptakan kerahiban
atau kependetaan yang Allah tidak pernah menerangkan tentang hal
tersebut20.
Sejarah agama Islam pun tidak terbebas dari sikap ekstrem, bahkan
sejak awal pertumbuhannya, yaitu sejak era Nabi Muhammad Shallallahu
„alaihi wasallam. Oleh karenanya Allah Subhanahu wata‟ala telah
mengingatkan umat Nabi Muhammad agar jangan meniru perilaku orang-
orang Ahlul Kitab, terkait sikap ekstrem mereka. Bibit-bibit sifat ekstrem
pada sahabat muncul sejak Rasulullah masih hidup. Walaupun generasi
sahabat merupakan generasi terbaik sepanjang sejarah, seperti yang telah
diungkapkan oleh Rasulullah dalam beberapa haditsnya, akan tetapi sikap
berlebihan dalam menjalankan ajaran agama tetap muncul. Sebagaimana
manusia biasa, para sahabat juga berpotensi keliru dan subyektif dalam
memahami pesan hadits

C. Contoh Sikap Ekstremisme


1. Takfiri
Takfiri adalah sebutan bagi seorang muslim yang menuduh muslim
lainya (atau kadang juga mencakup penganut ajaran Agama Samawi lain)
sebagai kafir dan murtad. Tuduhan itu sendiri disebut takfir, berasal dari
kata kafir (kaum tidak beriman), dan disebutkan sebagai “orang yang
mengaku seorang muslim tetapi dinyatakan tidak murni Islamnya dan
diragukan keimanannya. Tindakan menuduh Muslim lain sebagai “kafir”

20Sihabuddin Afroni, Makna Ghuluw dalam Islam: Benih Ekstremisme Beragama, Jurnal
Ilmiah Agama dan Sosial Budaya 1,1 (Januari 2016), hlm. 71

10
telah menjadi suatu bentuk penghinaan sektarian, yaitu seorang Muslim
menuduh Muslim sekte atau aliran lainnya sebagai kafir. Tindak kekerasan
yang berawal dari tuduhan mengkafirkan Muslim lain kian marak dengan
merebaknya ketegangan antara Sunni dan Syiah di Timur Tengah,
khususnya setelah pecahnya Perang Saudara Suriah pada 2011.
Dalam Islam memang ada orang yang boleh dikafirkan, ada juga yang
tidak boleh dikafirkan. Ulama mengklasifikasikan kekufuran menjadi dua
katagori :
a. Kufur akbar yang mengeluarkan (manusia) dari Islam
b. Kufur ashgar, tidak mengeluarkan dari Islam, meskipun diistilahkan
kufur.
Dalam masalah pembagian kufur ini, ada keterangan paling mewakili,
yaitu yang disebutkan oleh Syaikhul Islam Ibnul Qayim dalam kitabnya
Ash-Shalâh. Beliau menuturkan, kufur terbagi (menjadi) dua jenis, :
1) Kufur yang mengeluarkan dari agama. Beliau menerangkan kufur ini
berlawanan dengan iman dalam semua aspek. Maksudnya, ketika ada
seseorang yang melakukannya, maka imannya akan hilang. Misalnya
mencaci Allah, memaki Nabi-Nya, menyakiti Nabi, bersujud kepada
kuburan dan patung, melemparkan mushaf ke tempat kotor, atau
contoh-contoh serupa lainnya yang telah dipaparkan para ulama.
Orang yang terjerumus dalam perbuatan-perbuatan ini dihukumi
sebagai kafir.
2) Kufur yang tidak mengeluarkan dari agama. Namun syari’at Islam
menyebutkannya sebagai tindakan kekufuran, seperti perbuatan-
perbuatan maksiat. Contohnya termaktub dalam beberapa hadits.

‫س ْو ٌق َوقمتَالُهُ ُك ْف ٌر‬ ‫م‬ ‫م‬


ُ ُ‫اب ال ُْم ْسل مم ف‬
ُ َ‫سب‬.
“Mencaci orang muslim adalah kefasikan dan membunuhnya adalah kufur”
[HR Bukhari Muslim]

11
‫ف بمغَ مْي م‬
‫هللا فَ َق ْد َك َف َر أ َْو أَ ْش َر َك‬ ْ َ َ‫َم ْن َحل‬
“Barangsiapa bersumpah dengan menyebut nama selain Allah, maka ia kafir
atau musyrik” [HR Tirmidzi]

َ َ‫ض ُكم مرق‬


ٍ ‫اب بَ ْع‬
.ٍ‫ض‬ ُ ‫ب بَ ْع‬ ْ َ‫الَ تَ ْرمجعُ ْوا بَ ْع مد ْي ُك مف ًارا ي‬
ُ ‫ض مر‬
“Janganlah kalian menjadi kafir sepeninggalkau, yaitu sebagian kalian
membunuh yang lain” [HR Bukhari Muslim]
Ini adalah contoh-contoh kufur ashghar yang tidak mengeluarkan dari
agama, dengan syarat tidak menganggapnya sebagai perbuatan yang halal.
Jika meyakini perbuatan maksiat ini halal, maka ia telah keluar dari Islam,
murtad dan menjadi kafir. Ini adalah istihlal qalbi (penghalalan secara hati).
2. Al-Walâ’ dan Barâ’
Al-Walâ’ dalam bahasa Arab mempunyai beberapa arti, antara lain
mencintai, menolong, mengikuti dan mendekat kepada sesuatu.
Selanjutnya, kata al-muwaalaah (ُ‫ )ال ُْم َواالَة‬adalah lawan kata dari al-mu’aadaah

(ُ‫اداة‬
َ ‫ )ال ُْم َع‬atau al-‘adawaah (ُ‫ )ال َْع َد َواة‬yang berarti permusuhan. Dan kata al-wali

(‫ )ال َْومل‬adalah lawan kata dari al-‘aduww (‫ )ال َْع ُدو‬yang berarti musuh. Kata ini

juga digunakan untuk makna memantau, mengikuti, dan berpaling. Jadi, ia


merupakan kata yang mengandung arti yang saling berlawanan.
Al-Wala' artinya loyalitas dan kecintaan. Wala’ adalah kata mashdar dari
fi’il, waliya yang artiannya dekat. Yang dimaksud dengan wala’ di sini
adalah dekat kepada kaum muslimin dengan mencintai mereka, membantu
dan menolong mereka atas musuh-musuh mereka dan berlokasi tinggal
bersama mereka.
Al-Bara', artianya berlepas diri dan kebencian. Bara’ adalah mashdar dari
bara’ah yang berarti memutus atau memotong. maksudnya di sini ialah
memutus hubungan atau ikatan hati dengan orang-orang kafir, sehingga

12
tidak lagi mencintai mereka, membantu dan menolong mereka serta tidak
tinggal bersama mereka.
Dalam terminologi syari’at Islam, al-Walâ’ berarti penyesuaian diri
seorang hamba terhadap apa yang dicintai dan diridhai Allah berupa
perkataan, perbuatan, kepercayaan, dan orang yang melakukannya. Jadi
ciri utama wali Allah adalah mencintai apa yang dicintai Allah dan
membenci apa yang dibenci Allah, ia condong dan melakukan semua itu
dengan penuh komitmen. Dan mencintai orang yang dicintai Allah, seperti
seorang mukmin, serta membenci orang yang dibenci Allah, seperti orang
kafir.
Sedangkan kata al-bara’ dalam bahasa Arab mempunyai banyak arti,
antara lain menjauhi, membersihkan diri, melepaskandiri dan memusuhi.

َ ‫ )بَ مر‬berarti membebaskan diri dengan melaksanakan


Kata barî’ (‫يء‬

kewajibannya terhadap orang lain. Allah Swt berfirman: “(Inilah


pernyataan) pemutusan hubungan dari Allah dan Rasul-Nya.” [Q.S. At-
Taubah [9]: 1] Maksudnya, membebaskan diri dengan peringatan tersebut.
Dalam terminologi syari’at Islam, al-bara’ berarti penyesuaian diri
seorang hamba terhadap apa yang dibenci dan dimurkai Allah berupa
perkataan, perbuatan, keyakinan dan kepercayaan serta orang. Jadi, ciri
utama al-Bara’ adalah membenci apa yang dibenci Allah secara terus-
menerus dan penuh komitmen.
Walâ’ wal barâ’ merupakan salah satu di antara tuntutan syahadat yang
diikrarkan oleh seorang mukmin. Ia adalah bagian dari makna kalimat
tauhid, yaitu berlepas diri dari setiap sesuatu yang diibadahi selain Allah.
Bagi seorang mukmin, ikatan walâ’ wal barâ’ merupakan ikatan iman yang
paling kokoh yang dimiliki oleh dirinya. Sebagaimana yang ditegaskan
oleh Nabi Saw dalam sabdanya: “Sungguh ikatan keimanan yang paling kokoh
adalah kamu mencintai karena Allah dan membenci karena Allah.” (HR. Ahmad)

13
Namun sayangnya, sebagian umat Islam masih ada yang salah kaprah
dalam menerapkan konsep akidah yang satu ini. Di antara penyebabnya
adalah munculnya penyempitan makna wala’ wal bara’ oleh sebagian
kelompok. Siapa pun yang berada dalam jamaahnya maka harus didekati
dan dicintai. Sebaliknya, siapa pun yang berada di luar jamaahnya maka
berhak untuk dimusuhi dan dijauhi.
3. Bom Bunuh Diri
Bom merupakan sebuah senjata modern yang digunakan untuk
berperang dan dapat membunuh banyak nyawa. Bom bunuh diri
merupakan sebutan atas tindakan yang dilakukan seseorang yang
meledakkan dirinya dengan menggunakan bom. Bunuh diri/intihar
menurut bahasa berasal dari kata naharahu yang berarti menyembelihnya,
dan Intahara ar-rajulu berarti seseorang menyembelih diri sendiri.21 Yang
dimaksud adalah seseorang melakukan bunuh diri. Adapun menurut
istilah syar’i adalah “ Orang yang membunuh dirinya sendiri dengan
menghilangkan ruhnya, melalui salah satu cara yang mengakibatkan
kematian, dikarenakan tertimpa musibah yang tidak kuat ia tanggung, atau
tertimpa ujian yang ia tidak sabar menghadapinya.” Imam al-Qurtubi
mendefinisikan ; Intihar adalah seseorang yang membunuh diri sendiri
dengan sengaja, untuk menghilangkan kerakusan terhadap dunia dan
harta sampai mendorongnya pada bahaya yang membawa pada
kehancuran, atau mungkin saja dikatakan pada ayat “ Dan janganlah kamu
membunuh dirimu” (Q.S. an-Nisa [4] ayat 29) dalam keadaan panik atau
marah.22
Bunuh diri atau intihar adalah tindakan yang dilarang oleh agama. Diri
manusia pada hakekatnya hanyalah barang titipan yang diberikan Allah.

21 Muhammad Tho’mah Al-Qadah, Aksi Bom Syahid dalam Pandangan Hukum Islam,
(Bandung: Pustaka Umat, 2002), hlm. 23
22 Al – Qurtubi, Al-Jami’ li Ahkamil Qur’an, Juz 5, hlm 156 - 157

14
Oleh karena itu titipan itu tidak boleh diabaikan. Dalam melakukan aksi
tersebut para pelaku telah mempersiapkan diri dengan baik. Tindakan
inipun tidak dapat dilakukan oleh semua orang, hanya orang-orang
tertentu saja yang dapat melakukannya. Mengorbankan diri atau al-
Mughammarah bisa berarti as-syiddah (kekerasan). Al-Mughammir berarti
orang yang terjun dalam kekerasan atau hal-hal yang mencelakakan. Maka
al-Mughammir (orang yang berkorban) ialah orang yang menceburkan
dirinya dalam bahaya, atau orang yang berani mengarungi kerasnya
kematian (Syuja’ Mughammir).23
Serangan bunuh diri adalah suatu serangan yang dilakukan (para)
penyerangnya dengan maksud untuk membunuh orang (atau orang-
orang) lain dan bermaksud untuk turut mati dalam proses serangannya,
misalnya dengan sebuah ledakan bom atau tabrakan yang dilakukan oleh
si penyerang. Istilah ini kadang-kadang digunakan secara bebas untuk
sebuah kejadian yang maksud si penyerang tidak cukup jelas meskipun ia
hampir pasti akan mati karena pembelaan diri atau pembalasan dari pihak
yang diserang. Di zaman modern, serangan seperti itu seringkali dilakukan
dengan bantuan kendaraan atau bahan peledak seperti bom (bom bunuh
diri) atau keduanya (misalnya kendaraan yang dimuati dengan bahan
peledak). Bila semua rencana berjalan mulus, si penyerang akan terbunuh
dalam tabrakan atau peledakan.
Allah Swt berfirman: “Dan janganlah kalian membunuh diri kalian,
sesungguhnya Allah Maha menyayangi kalian.” (QS. an-Nisa’ [4]: 29)
RasulullahSaw bersabda, “Barangsiapa yang bunuh diri dengan menggunakan
suatu alat/cara di dunia, maka dia akan disiksa dengan cara itu pada hari
kiamat.” (HR. Bukhari dan Muslim).

23 MT. Al Qadah, op cit, hlm 15 – 16.

15
Adapun bunuh diri tanpa sengaja maka hal itu diberikan udzur dan
pelakunya tidak berdosa berdasarkan firman Allah Swt:

‫اّللُ غَ ُف ْوًرا مر مح ْْ ًما‬ ْ ‫اٌ فم ْْ َمآ اَ ََْْْ ُُْْ بمه َوهلكم ْن ما تَ َع مم َد‬
ٰ‫ت قُلُ ْوبُ ُك ْم َۗوَكا َن ه‬ ٌ ََ‫َ ََلَ ْْ ُك ْم ُج‬
َ َْْ‫ ۗ َول‬...
“...Dan tidak ada dosa atasmu jika kamu khilaf tentang itu, tetapi (yang ada
dosanya) apa yang disengaja oleh hatimu. Allah Maha Pengampun, Maha
Penyayang” (QS. Al-Ahzab [33]: 5).
Dengan demikian aksi bom bunuh diri yang dilakukan oleh sebagian
orang dengan mengatasnamakan jihad adalah sebuah penyimpangan
atau pelanggaran syari’at. Apalagi dengan aksi itu menyebabkan
terbunuhnya kaum muslimin atau orang kafir yang dilindungi oleh
pemerintah muslimin tanpa ada alasan yang dibenarkan syari’at.
Allah berfirman: “Dan janganlah kalian membunuh jiwa yang Allah
haramkan kecuali dengan cara yang benar.” (QS. Al-Isra’: 33)
Rasulullah Saw bersabda, “Tidak halal menumpahkan darah seorang
muslim yang bersaksi tidak ada sesembahan (yang benar) selain Allah dan
bersaksi bahwa aku (Muhammad) adalah Rasulullah kecuali dengan salah satu
dari tiga perkara: [1] nyawa dibalas nyawa (qishash), [2] seorang lelaki beristri
yang berzina, [3] dan orang yang memisahkan agama dan meninggalkan jama’ah
(murtad).” (HR. Bukhari Muslim)
Hal ini menunjukkan bahwa membunuh muslim dengan sengaja
adalah dosa besar. Dalam hal membunuh seorang mukmin tanpa
kesengajaan, Allah mewajibkan pelakunya untuk membayar diyat/denda
dan kaffarah/tebusan. Allah Swt. Berfirman:

ٌ‫َوَما َكا َن لم ُم ْؤمم ٍن اَ ْن يم ْقتُ َل ُم ْؤممًَا ام مال ًَََْا ۚ َوَم ْن قَ تَ َل ُم ْؤممًَا ًَََْا فَ تَ ْح مريْ ُر َرقَ بَ ٍة م ْؤممََ ٍة مو مديَة‬
.... ‫ص مدقُ ْوا‬‫سلم َمةٌ امهٓل اَ ْهلمه ام مالٓ اَ ْن يم م‬َ‫م‬
“Dan tidak patut bagi seorang yang beriman membunuh seorang yang
beriman (yang lain), kecuali karena tersalah (tidak sengaja). Barangsiapa
membunuh seorang yang beriman karena tersalah (hendaklah) dia
memerdekakan seorang hamba sahaya yang beriman serta (membayar)
tebusan yang diserahkan kepada keluarganya (si terbunuh itu), kecuali jika

16
mereka (keluarga si terbunuh) membebaskan pembayaran” (QS. An-Nisa’
[4]: 92).

Adapun terbunuhnya sebagian kaum muslimin akibat tindakan bom


bunuh diri, ini jelas tidak termasuk pembunuhan tanpa sengaja, sehingga
hal itu tidak bisa dibenarkan dengan alasan jihad. Ulama Ahlussunah
tidak merestui aksi terorisme dalam bentuk apapun, dan tidak ada satu
pun ulama yang merestui perbuatan demikian. Adapun yang difatwakan
sebagian ulama mengenai bolehnya melakukan aksi bom bunuh diri itu
dalam kondisi peperangan atau di medan perang melawan kuffar. Bukan
dalam kondisi aman atau di negeri-negeri yang tidak sedang terjadi
peperangan atau yang orang-orang kafir dijamin keamanannya di sana.
Syekh Al-Qardawi mengategorikan bahwa perjuangan rakyat Palestina
dengan meledakkan dirinya sebagai tindakan pengorbanan (‘amaliyyat
fida’iyyah), ketimbang bunuh diri. Meskipun seringkali sasaran
pengeboman adalah warga sipil, tetapi Al-Qardhawi memakai kaidah
hukum al-dharûrât tubîh al-mahdzûrât (keadaan darurat membolehkan yang
diharamkan) atas konsekuensi tersebut.
Pernyataan Syekh Al-Qardawi ini memicu beragam respon dari
berbagai kalangan termasuk diantaranya adalah Professor Hashim Kamali,
seorang pakar hukum internasional. Dalam bukunya yang diterjemahkan
berjudul Membumikan Syariah, Ia menjelaskan bahwa apa yang
diungkapkan Al-Qardawi memang terbatas pada kasus Palestina. Akan
tetapi premis fatwa yang mengatakan bahwa sasaran pengeboman
hanyalah sasaran pengalihan adalah juga kurang tepat. Hashim Kamali
meyakini bahwa pelaku bom tersebut memang menyasar warga sipil
karena tidak bisa menjangkau barak militer Israel dan ini menyalahi prinsip
mubasyarah, pihak pertama yang semestinya jadi sasaran. Oleh karenanya,
Hashim Kamali menyatakan bahwa terlalu simplistik menfatwakan
tindakan bom bunuh diri warga Palestina dan juga dimana pun daerah

17
tinggalnya, disamakan dengan jihad dan pelakunya dihukumi sebagai mati
syahid. Hal ini karena tindakan tersebut menyalahi dua prinsip
fundamental ajaran Islam: pertama keharaman bunuh diri secara mutlak
dan kedua haramnya membunuh orang-orang sipil yang tidak bersalah.

D. Ciri-ciri Orang yang Bersikap Ekstrem


Yusuf Qardhawi dalam bukunya Islam Jalan Tengah‘ menjelaskan ciri-
ciri seorang ekstrimis.
1. Orang-orang yang menutup dirinya dari pandangan orang lain
Orang-orang yang seperti ini cenderung memaksakan pahamnya untuk
diterapkan kepada orang lain. Mereka cenderung mempersulit jalan
orang lain dengan mengharuskan untuk mengikuti jalan mereka.
Mereka berpendapat bahwa pendangannya lah yang palin benar dan
pandangan yang berbeda dari mereka adalah salah. Padahal para salaf
as-shalih bersepakat menyatakan, bahwa setiap orang diambil dan
ditinggalkan pandangannya kecuali Rasulullah SAW.
2. Berburuk sangka kepada orang lain
Berburuk sangka di sini adalah dengan menuduh orang lain dan hanya
melihat keburukan-keburukannya saja tanpa melihat kebaikan-
kebaikan lainnya. Sikap ini muncul karena ia merasa paling benar dan
menjadikan ia berprasangka buruk kepada orang lain.
3. Cenderung mempersulit
Seorang ekstrimis cenderung mempersulit keadaan baik dirinya
maupun orang lain. Sebagai contohnya, boleh saja seseorang beribadah
dengan tidak menggunakan keringanan meskipun itu diperbolehkan.
Akan tetapi, rasanya kurang bijak apabila mengharuskan seseorang
untuk mengikutinya. Rasulullah secara pribadi adalah orang yang
sangat kuat dalam beribadah, namun manakala ia mengimami shalat di

18
masjid maka beliau memperhatikan keadaan jamaah dengan
memperpendek bacaan.
4. Suka mengkafirkan orang lain
Sikap ekstrem yang paling berbahaya adalah tatkala sampai
mengkafirkan orang lain, bahkan menghalalkan darahnya dan
melakukan kekerasan. Hal ini pernah terjadi pada kelompok Khawarij.
Pandangan ini pula yang mngakibatkan terbunuhnya dua orang
khalifah; Utsman bin Affan dan Ali bin Abi Thalib. Apa yang dulu
dilakukan kelompok Khawarij saat ini juga banyak ditemukan yaitu
dengan mengkafirkan para penguasa di negara-negara muslim dengan
alasan tidak menerapkan hukum Tuhan. Bahkan mereka mengkafirkan
para ulama yang enggan mengkafirkan para penguasa tersebut.
Padahal sesuai ajaran Rasulullah Saw, seseorang tidak boleh dengan
mudah mengkafirkan orang lain, sebab berimplikasi hukum yang
panjang seperti halal darahnya, dipisah dari istrinya, tidak saling
mewarisi dan sebagainya.24

TINDAK
TINDAKLANJUT
LANJUT

1. Untuk mengukur kemampuan penguasaan materi Mahasiswa


diwajibakan mengerjakan tes formatif secara mandiri tidak kerjasama
dan membuka catatan/modul.
2. Mahasiswa membaca materi pada KB ini secara berulang-ulang untuk
memperoleh pemahaman yang baik.
3. Mahasiswa bisa membuat catatatan/rangkuman ataupun peta konsep
dari materi ini terkait hal-hal yang dianggap penting.

24Sihabuddin Afroni, ―Makna Ghuluw Dalam Islam: Benih Ekstremisme Beragama‖,


dalam Jurnal Ilmiah Agama dan Sosial Budaya, Vol. 1 No. 1, Januari 2016

19
4. Mahasiswa dianjurkan mengerjakan tugas-tugas dari dosen pengampu
terkait modul ini untuk menambah dalam penguasan materi dari modul
ini.
5. Mahasiswa di anjurkan membaca sumber-sumber lain yang dipandang
relevan dengan materi yang disajikan. Mahasiswa juga dapat
mempelajari video dan artikel yang disajikan di LMS.
6. Mahasiswa yang masih belum lulus pada tes formatif, melakukan
pembelajaran remedial yang disediakan di LMS oleh dosen pengampu.

REFLEKSI
REFLEKSI
Extremisme merupakan sebuah paham atau aliran yang
menginginkan perubahan atau pembaharuan sosial dan politik dengan cara
kekerasan atau drastis. Extremisme juga memiliki penilaian berbeda
terhadap situasi politik yaitu membenarkan bahkan membutuhkan tindak
kekerasan menyangkut politik (political violence) sebagai satu-satunya jalan
untuk mengubah kondisi politik. Dalam ajaran Islam melakukan tindakan
kekerasan atau berlebihan dalam berbagai tidak diperkenankan.
Sikap extremisme ini bertentangan salah satunya dengan nilai
moderasi agama tawassuth (jalan tengah). Tawassuth atau wasathiyyah
adalah memilih jalan tengah di antara dua kutub ideologi keagamaan yang
ekstrem baik terhadap dirinya sendiri ataupun terhadap tatanan sosial.
Ekstremisme adalah doktrin politik atau agama yang membuat aksi untuk
mewujudkan tujuannya dengan berbagai macam cara, seperti gerakan yang
keras dan fanatik terhadap sesuatu. Ini merupakan upaya untuk
memaksakan kehendak yang seringkali menabrak norma atau kesepakatan
yang ada di suatu masyarakat.
Ciri sikap tawassuth ini, antara lain: tidak bersikap ekstrem dalam
menyebarluaskan ajaran agama; tidak mudah mengkafirkan sesama
muslim karena perbedaan pemahaman agama; memposisikan diri dalam

20
kehidupan bermasyarakat dengan senantiasa memegang teguh prinsip
persaudaraan (ukhuwah) dan toleransi (tasamuh); hidup berdampingan
dengan sesama umat Islam maupun warga negara yang memeluk agama
CONTOH SOAL
lain.

CONTOH SOAL

Seseorang yang memahami ayat “…maka bunuhlah orang-orang


musyrikin (non-muslim) itu di mana saja kamu jumpai mereka, dan
tangkaplah mereka. …..” (Q.S. al-Taubah [9]: 5) tanpa mengetahui konteks
ayat itu diturunkan. Lalu ia merasa punya kewajiban melaksanakan
perintah ayat tersebut. Kemudian orang tersebut membom tempat ibadah
non muslim. Maka tindakan orang tersebut tepatnya disebut tindakan:
A. Jihad.
B. Nahi Munkar.
C. Intoleran.
D. Extrimesme.
GLOSARIUM
E. Teror.

GLOSARIUM

Al-‘unf : Abdullah an-Najjar mendefiniskan al-‘unf dengan


penggunaan kekuatan secara ilegal (main hakim
sendiri) untuk memaksanakan kehendak dan pendapat
Al-Bara : Memutus hubungan atau ikatan hati dengan orang-
orang kafir, sehingga tidak lagi mencintai mereka,
membantu dan menolong mereka serta tidak tinggal
bersama mereka
Al-Mughammir : Berarti orang yang terjun dalam kekerasan atau hal-hal
yang mencelakakan
Al-Walâ : Loyalitas dan kecintaan kepada kaum muslimin dengan
mencintai mereka, membantu dan menolong mereka
atas musuh-musuh mereka dan berlokasi tinggal
bersama mereka.
Ghazwah : Menyerang atau menyerbu, gazwan, gazawah, gazawan
yang bermakna penyerbuan, penyerangan dan perang.
Irhab : Rasa takut yang ditimbulkan akibat aksi-aksi kekerasan,
misalnya pembunuhan, pengeboman, dan perusakan.

21
Irhâbî berarti orang yang menempuh jalan teror dan
kekerasan
Istihlal : Merupakan suatu hal yang dihalalkan oleh Allah SWT
Kufur : Mengingkari syariat Islam dan tidak mengakui Allah
sebagai Tuhan dan Muhammad sebagai Nabi-Nya
Radikal : Secara menyeluruh,” “habis-habisan,” dan “maju dalam
berpikir atau bertindak
Radikalisme : Paham atau aliran yang menginginkan perubahan atau
pembaharuan sosial dan politik dengan cara kekerasan
atau drastis
Sariyyah : Kegiatan memata-matai yang dilakukan sekelompok
tentara pada waktu tertentu untuk memantau kegiatan
musuh
Takfîri : Sebutan bagi seorang Muslim yang menuduh Muslim
lainya (atau kadang juga mencakup penganut
ajaran Agama Samawi lain) sebagai kafir dan murtad
Tatharruf : Sikap berlebih-lebihan dalam agama

DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR PUSTAKA

Abdillah, Junaidi, “Dekonstruksi Tafsir Ayat-ayat ‘Kekerasan’ dalam Al-


Qur’an”, Kalam; Jurnal Studi Agama dan Pemikiran Islam, Vol. 8, No. 2
(Desember 2014).
Al-Banna, Gamal, Jihad, Jakarta: MataAir Publishing, 2006.
Al-Qadah, Muhammad Tho’mah, Aksi Bom Syahid dalam Pandangan Hukum
Islam, Bandung: Pustaka Umat, 2002.
Azra, Azyumardi, Islam Reformis: Dinamika Intelektual dan Gerakan, Jakarta:
Raja Grafindo Persada, 1999.
Azra, Azyumardi, Pergolakan Politik Islam, Bandung: Mizan, 1999.
Hanafi, Muchlis M., “Konsep al-Wasathiyyah dalam Islam”, Harmoni: Jurnal
Multikultural dan Multireligius, Volume VIII Nomor 32, Oktober-
Desember 2009.

22
Hanita, Margaretha, “Radikalisme dalam Masyarakat Multikultural:
Ancaman Lokal dan Tantangan Global”, Jurnal, stin.ac,id.
Ibrahim Anis, dkk., Al-Mu‘jam al-Wasith, jilid 1, Kairo: Majma‘ al-Lugah al-
‘Arabiyyah, 1972.
Kung, Hans dan Moltmann, Jurgen (eds.), Fundamentalism as a Ecumanical
Challenge, London: Mac Millan, 1992.
Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an, Moderasi Islam, Jakarta: LPMA
Kemenag RI, 2012.
Nasution, Harun, Islam Rasional, Bandung: Mizan, 1995.
Rodin, Dede, “Islam Dan Radikalisme: Telaah atas Ayat-ayat ‘Kekerasan’
dalam al-Qur’an”, Jurnal ADDIN, Vol. 10, No. 1, 2016.
Shaban, M.A., Islamic History, Cambridge: Cambridge University Press,
1994.
Zaenuri, A. Lalu, Qitâl Dalam Perspektif Islam, JDIS Vol. 1, No. 1.

23

Anda mungkin juga menyukai