Anda di halaman 1dari 23

Teori Perubahan Sosio-Kultur

Disusun oleh :

Muh. Rudi Wicaksono : 1622200003

Rendy Prayoga : 1622200008

Rachmania Savitri : 1622200023

Aldi Putra Mauladhan : 1622200032

Stevanus : 1622200037

Program Studi Sastra Jepang

Fakultas Ilmu Budaya

Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya

2023
Kata Pengantar

Puji syukur diucapkan kehadirat Tuhan YME. Atas segala rahmat-Nya


sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Teori Perubahan
Sosio-Kultur” dengan tepat waktu. Tidak lupa kami mengucapkan terimakasih
terhadap bantuan dari teman-teman serta dosen yang telah berkontribusi dengan
memberikan bantuan baik pikiran maupun materi.

Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah Masyarakat dan
Budaya Indonesia di Fakultas Ilmu Budaya Jurusan Sasta Jepang Universitas 17
Agustus 1945 Surabaya. Kami menyadari bahwa makalah ini masih memiliki
kekurangan karena keterbatasan ilmu yang kami miliki. Sebagai penulis, kami
berharap pembaca bisa memberikan kritik agar tulisan selanjutnya jauh lebih baik.

Surabaya, 30 Maret 2023

i
Daftar Isi

Kata Pengantar ................................................................................................................ i

Daftar Isi ........................................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN .............................................................................................. 3

A. Latar Belakang ............................................................................................................... 3

B. Rumusan Masalah .......................................................................................................... 3

C. Tujuan ............................................................................................................................ 4

D. Landasan Teori............................................................................................................... 4

BAB II PEMBAHASAN ............................................................................................... 5

A. Pendahuluan ................................................................................................................... 5

B. Teori Evolusi .................................................................................................................. 6

C. Teori Difusi .................................................................................................................. 10

D. Kelebihan dan Kekurangan Teori Evolusi dan Difusi ................................................. 13

E. Perubahan dan Keteraturan .......................................................................................... 15

F. Contoh Teori Evolusi dan Difusi Mengenai Agama dan Kebudayaan Lokal: Upaya
Untuk Memahami Pola Perpaduan Islam dan Budaya Jawa ............................................... 17

BAB III PENUTUP ..................................................................................................... 21

A. Kesimpulan .................................................................................................................. 21

Daftar Pustaka .............................................................................................................. 22

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Teori perubahan sosial culture adalah suatu kerangka pemikiran yang


mengajukan bahwa perubahan sosial terjadi karena adanya pergeseran budaya atau
nilai-nilai yang dipegang oleh masyarakat. Teori ini memandang bahwa perubahan
sosial terjadi ketika masyarakat mulai mempertanyakan atau mengubah nilai-nilai
yang dianggap sebagai norma atau aturan yang sudah mapan sebelumnya.

Teori perubahan sosial culture ini berakar pada pemikiran para tokoh sosiologi
seperti Emile Durkheim, Max Weber, dan Ferdinand Tonnies. Durkheim
mengemukakan bahwa perubahan sosial terjadi ketika masyarakat mengalami anomie
atau ketidakmampuan untuk memahami atau mengikuti norma-norma yang ada di
dalam masyarakat. Sementara itu, Weber menyatakan bahwa perubahan sosial terjadi
ketika nilai-nilai baru muncul dan diadopsi oleh masyarakat, sehingga terjadi
pergeseran dalam sistem nilai.

Teori perubahan sosial culture juga terkait dengan konsep perubahan budaya,
yang menggambarkan bagaimana budaya dapat berubah dari waktu ke waktu.
Perubahan budaya dapat terjadi melalui difusi, yaitu proses penyebaran budaya dari
satu masyarakat ke masyarakat lain, atau melalui inovasi, yaitu pembentukan nilai
atau norma baru yang diadopsi oleh masyarakat.

Dalam konteks kontemporer, teori perubahan sosial culture juga berkaitan


dengan pengaruh teknologi dan globalisasi dalam membentuk budaya baru atau
merubah nilai-nilai yang sudah ada. Hal ini dapat dilihat dari pergeseran nilai-nilai di
masyarakat seperti meningkatnya kesadaran lingkungan atau pentingnya hak asasi
manusia yang dipengaruhi oleh perkembangan teknologi dan informasi.

B. Rumusan Masalah

1. Apa itu Teori Evolusi?


2. Apa itu Teori Difusi?
3. Apa Kelebihan dan Kekurangan Teori dan Teori Difusi?
4. Apa itu Perubahan dan Keteraturan?
5. Contoh Teori Evolusi dan Difusi Mengenai Agama dan Budaya Lokal?

3
C. Tujuan

Makalah ini dibuat bertujuan untuk mendalami tentang materi “Teori Perubahan
Sosio-Kultur” dalam mata kuliah Masyarakat dan Budaya Indonesia.

D. Landasan Teori

Perubahan merupakan proses yang tak pernah berhenti dalam dalam siklus hidup
manusia, baik berdiri sebagai individu atau sebagai kelompok. Perubahan-perubahan pada
masyarakat dapat berupa perubahan norma-norma sosial, nilai-nilai sosial, pola-pola
perilaku dalam organisasi, susunan lembaga yang ada dalam sistem kemasyarakatan,
lapisan-lapisan dalam masyarakat, interaksi sosial, kekuasaan dan wewenang dalam
masyarakat serta perubahan-perubahan yang lainnya (Soekanto, 1999:333).

Lauer (1989: 8) mengatakan bahwa perubahan sosial merupakan prasyarat untuk


memahami struktur masyarakat sebagai setiap yang berada dalam keseimbangan dan
mencoba menganalisis aspek sosial dari sistem itu dan mengakui bahwa keseimbangan itu
hanya dapat dipertahankan melalui perubahan tertentu.

Sementara menurut John Lewis Gillin dan John Philip Gillin dalam (Martono, 2012:
4), perubahan sosial adalah suatu variasi dari cara hidup yang diterima, akibat adanya
perubahan kondisi geografis, kebudayaan material, komposisi penduduk, ideologi,
maupun karena adanya difusi dan penemuan baru dalam masyarakat.

Menurut Selo Soemardjan dan Soelaiman Soemardi, perubahan sosial merupakan


segala bentuk perubahan-perubahan dalam lembaga-10lembaga kemasyarakatan pada
suatu masyarakat yang mempengaruhi sistem sosialnya, termasuk dalam nilai-nilai, sikap-
sikap, dan pola-pola perilaku diantara kelompok-kelompok dalam masyarakat (Soekanto,
1999:337).

4
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pendahuluan

Secara individu dan komunal, manusia dihadapkan pada proses perubahan,


baik langsung maupun tidak langsung. Begitu pula, yang terjadi di masyarakat.
Masyarakat senantiasa dihadapkan pada pola yang berbeda antara generasi satu
terhadap generasi lainnya. Perubahan masyarakat terkait erat dengan kebudayaan,
serta saling memengaruhi. Dapat dikatakan bahwa perubahan merupakan karakteristik
umum dari semua kebudayaan dan masyarakat.

Terkait dengan kebudayaan, perubahan dikatakan sebagai karakteristik umum


dari semua kebudayaan karena secara alamiah:

1. Lingkungan tempat manusia tinggal dan hidup yang tampaknya stabil pada
hakikatnya juga dinamis atau selalu mengalami proses perubahan.
2. Adanya variasi pengetahuan kebudayaan dari para pendukung kebudayaan.
3. Penemuan dari para pendukung kebudayaan sehingga terjadi pembaharuan atau
inovasi.
4. Perubahan juga terjadi karena bermula dari berinteraksi (pertemuan dengan)
kebudayaan asing (misalnya karena proses difusi atau hubungan sosial tertentu)
sehingga terjadi asimilasi atau akulturasi, pembaharuan atau hilangnya unsur-
unsur tertentu dalam kebudayaan.

Lauer (1989: 8) mengatakan bahwa perubahan sosial merupakan prasyarat


untuk memahami struktur masyarakat sebagai setiap yang berada dalam
keseimbangan dan mencoba menganalisis aspek sosial dari sistem itu dan mengakui
bahwa keseimbangan itu hanya dapat dipertahankan melalui perubahan tertentu.

Proses perubahan bisa dilakukan dengan beberapa cara, seperti akulturasi,


asimilasi, dan difusi. Akulturasi adalah proses sosial yang timbul dari suatu kelompok
manusia berhadapan dengan kebudayaan tertentu (Koentjaraningrat, 1976: 143).
Asimilasi adalah proses pencampurbauran unsur-unsur kebudayaan, baik secara
individu maupun kelompok sehingga terbentuk kebudayaan baru dan dapat dirasakan
oleh para pendukungnya tanpa mengalami kecanggungan (Hendropuspito, 1989: 233).
Difusi adalahpenyebaran unsur budaya dari satu kelompok ke kelompok lainnya
(Harton, 1999, 213).

5
Perubahan kebudayaan terjadi melalui mekanisme yang berbeda-beda. Suatu
kebudayaan masyarakat akan berubah melalui mekanisme adanya inovasi atau
penemuan baru dalam masyarakat, sedangkan mekanisme lainnya dapat terjadi
melalui proses difusi, akulturasi, culture loss, genocide, dan perubahan terencana
(direct change).

B. Teori Evolusi

1. Pengertian

Salah satu teori yang dipinjam antropologi adalah teori evolusi dari displin
ilmu biologi. Darwin menyatakan teori evolusi nya adalah bahwa semua bentuk
kehidupan dan jenis-jenis mahluk hidup yang ada di muka bumi ini akan mengalami
proses evolusi. Pemikiran evolusi ini diterapkan untuk mendiskripsikan dan
menganalisis proses-proses evolusi sosial budaya masyarakat.

Herbert Spencer, berpendapat bahwa perkembangan masyarakat dan


kebudayaan tiap-tiap bangsa telah atau akan melalui tingkat-tingkat evolusi yang
sama (evolusi universal). Pengertian perubahan sosial budaya adalah gejala
berubahnya struktur sosial dan pola budaya dalam suatu masyarakat. Perubahan ini
juga bisa merubah perilaku, bertahan (survive) atau mempertahankan diri.

Menurut Cohen (1983:453), perubahan sosial sebagai perubahan sosio kultur


bahwa perubahan sosial akan berlangsung terus menerus dengan daya kecepatan yang
tidak sama. Perubahan sosial merupakan konsekuensi logis dari adanya interaksi antar
komponen dalam masyarakat. Sementara Levi-Strauss (1963:50) perubahan
sosial dapat dimaknai sebagai pergeseran unsur-unsur yang mendapatkan respons dari
seluruh struktur sosial. Ada tiga faktor dominan yang membentuk kesatuan
multidimensional ; kebudayaan, struktur sosial dan struktur kepribadian.

Dari difinisi diatas, perubahan dari satu kondisi ke kondisi berbeda dalam
masyarakat merupakan ukuran adanya perubahan. Baik perubahan struktur maupun
kultur. Prototipe masyarakat secara hirarki disebut struktur. Tapi pemikiran sebagai
acuan masyarakat dalam bentuk norma dan nilai disebut kultur.

2. Evolusionisme Sosio Kultur

Evolusi biologis yang dikemukakan oleh Lamark dan Darwin. Evolusi


manusia terkait evolusi kultur atau budaya dalam kedudukan manusia sebagai

6
makhluk sosial dan berbudaya. Pada abad kesembilan belas, paradigma (cara
pandang) Eropa mengemukakan bahwa gejala-gejala perubahan pada alam,
masyarakat dan kebudayaan yang ada dalam komunitas manusia terjadi secara
rasional. Yang selama ini menjadikan kitab suci sebagai dasar struktur dan dogma-
dogma agama yang mengakar dalam masyarakat diganti dengan cara pandang baru
yang berbeda dan asing bagi masyarakat Eropa Barat. Paradigma evolusi kebudayaan
ini dikemukakan pertama kali oleh Edward Burnnet Tylor (1832-1917). Paparan teori
evolusi kebudayaan Tylor yang sebelumnya dilanjutkan oleh Lewie Henry Morgan.
Sebagai aplikasi dari dukungan dan pengembangannya terhadap terori evolusi
kebudayaan, menghasilkan sebuah buku Ancient Society (1877) yang
menggambarkan proses evolusi masyarakat dan kebudayaan manusia
(Koentjaraningrat,I,2007:41-44).

Morgan mengatakan bahwa setiap bangsa di dunia telah atau sedang


menyelesaikan proses evolusi melalui delapan tingkatan :

1. Era liar tua atau zaman paling awal , manusia menemukan api.
2. Era liar masya, dari api menjadi senjata.
3. Era liar muda, membuat tembikar dan masih berburu.
4. Era barbar tua, menjadi bercocok tanam atau beternak.
5. Era barbar madya, manusia pandai membuat peralatan dari logam.
6. Era barbar muda, zaman manusia mengenal tulisan.
7. Era peradaban purba.
8. Era masa kini.

3. Perspektif Memetik

Ilmu yang mempelajari meme dalam memodelkan evolusi kultural, pada


dasarnya kultur merupakan suatu sistem bertingkat yang bisa berubah secara dinamis
karena adanya perubahan dalam masyarakat melalui proses asimilasi, akulturasi,
komunikasi maupun interaksi antarindividu.

Dawkin menyebutkan meme merupakan suatu unit informasi yang tersimpan


didalam otak dan menjadi unit replikator dalam evolusi kultur manusia. Perdebatan ini
cukup kontraproduktif tatkala melupakan esensi dari memetika sebagai alat analisis
yang berupaya menganalisis perubahan budaya dalam perspektif evolusi.

7
4. Model Evolusi Sosio Kultur

Teori Evolusi adalah proses perubahan kebudayaan yang terjadi secara


perlahan dan bertahap. Setiap individu mengalami perubahan berbeda-beda, ada
masyakat telah maju dan ada yang tergolong belum maju.

Setelah melewati waktu, beberapa pandangan teori evolusi Tylor dan Morgan
terbagi menjadi dua kelompok. Kelompok pertama tidak menolak semua pandangan
teori evolusi, menerima sebagian dan mengganti dengan cara yang lain. Kelompok
kedua menolak semua pandangan teori Tylor dan Morgan dan mengganti semuanya ,
yang kemudian hari dikenal dengan „difusi kebudayaan‟.

Generasi selanjutnya memunculkan dua teori baru, teori evolusi universal oleh
Leslie White dan teori evolusi multilinier oleh Julian Steward.

Teori evolusi universal:

1. Mencakup seluruh budaya yang ada di dunia dan tidak diperuntukkan untuk
budaya tertentu.
2. Teori evolusi bersifat objektif.
3. Bersifat energi, setiap kebudayaan adalah sistem yang menghasilkan
transformasi energi (Heddy Shri Ahimsa Putra,2008:9, Kaplan 2002:63).
4. Kebudayaan yang ada merupakan hasil dampak dari pemakaian dan
penggunaan energi dan teknologi.
5. Hasil dari transformasi energi dan penggunaan teknologi.
6. Rumusan evolusi , C = E x T. C Culture , E energy dan T technology.

Teori evolusi multilinier :

1. Evolusi kebudayaan berhubungan erat dengan kondisi lingkungan.


2. Kebudayaan memiliki culture core, berupa teknologi dan organisasi kerja
(Heddy Shri Ahimsa Putra,2008:10).
3. Memunculkan konsep baru yaitu lingkungan, culture core, adaptasi dan
lingkungan kerja.
4. Inti kebudayaan yang kurang lebih sama akan berevolusi mengikuti rangkaian
evolusi meskipun berbeda secara detail.

Marshal Sahllins mengemukakan teori keduanya saling melengkapi dan tidak


bertentangan. Ada juga pandangan berbeda mengenai evolusi budaya menurut para
ahli antropologi, mereka mengasumsikan bahwa setiap manusia tumbuh dan
berevolusi bersama dan tercipta kebudayaan.

8
5. Faktor Pendorong Perubahan Sosio-Kultur

Perubahan sosial budaya merupakan gejala umum yang terjadi sepanjang masa
dalam setiap masyarakat. Beberapa pendapat perihal pengertian perubahan sosio
kultur dikemukakan. Menurut Hirschamn, perubahan sosial budaya terjadi karena
kebosanan manusia yang dipengaruhi oleh komunikasi, cara dan pola pikir
masyarakat. Ada tiga faktor yang dapat mempengaruhi , tekanan kerja, keefektifan
komunikasi dan perubahan lingkungan alam. Adanya juga pengaruh dari faktor
internal dan eksternal. Faktor internal bisa dipengaruhi oleh konflik, perubahan
jumlah penduduk, revolusi, penemuan baru dan masih banyak lagi. Terjadinya
perubahan sosial budaya yang dipengaruhi oleh faktor eksternal menurut Hirschman
bisa disebabkan oleh faktor bencana alam, pengaruh kebudayaan masyarakat lain,
peperangan dan perubahan iklim sekalipun bisa berpengaruh.

Adanya kontak terus menerus dari budaya luar. Melalui difusi, masyarakat
cenderung mengalami perubahan. Difusi merupakan proses penyebaran perilaku dari
kesatuan sosial yang satu ke kesatuan sosial yang lain. Kemajuan ilmu pengetahuan
dan teknologi membawa perubahan besar dalam hal komunikasi. Lancarnya
transformasi dan komunikasi melahirkan era globalisasi pada akhirnya menyebabkan
kulturisasi. Ogburn (dalam Soekanto,1983:98) bahwa teknologi merupakan faktor
yang mempengaruhi adanya perubahan sosial.

Ki Hajar Dewantara (1994:74-75) perubahan disebabkan karena sifat budaya


yang dinamis. Budaya itu mengalami perubahan, ada waktunya lahir, tumbuh,
berkembang, berbuah, menjadi tua dan mati seperti hidup manusia. Sedangkan para
ahli antropologi mengatakan perubahan budaya terjadi karena seleksi alam, yang kuat
yang bertahan.

Modernisasi juga menjadi faktor perubahan budaya, modernisasi


mempengaruhi segala aspek dalam masyarakat seperti perubahan ekonomi, politik
dan lainnya (Schoorl,1984:1).Modernisasi dijadikan “alat” untuk mengejar
ketinggalan yang sudah dicapai negara maju. Asumsi teori modernisasi….. yang
membawa masyarakat berubah dari tahapan primitif ke tahapan yang lebih maju, dan
membuat berbagai masyrakat memiliki bentuk dan struktur serupa (Suwarsono dan
Alvin, 2000:1). Huntington (1976:30) mengemukakan ciri-ciri modernisasi :

 Modernisasi merupakan proses bertahap.


 Modernisasi merupakan proses homogenisasi.
 Modernisasi merupakan proses kulturisasi Barat terhadap dunia ketiga.

9
 Modernisasi merupakan gerak ke depan dan bersifat progresif. Ini sering kali
terjadi masyarakat melupakan dan meninggalkan paham tradisional.
 Modernisasi memerlukan waktu yang panjang, dilihat sebagai proses
evolusioner dan bukan revolusioner.

Modernisasi sering juga diidentikkan dengan globalisasi. Globalisasi


merupakan perubahan tanpa batas , terjadi secara global di seluruh dunia. Seperti
adanya perjanjinan perdagangan bebas oleh beberapa negara , seperti World Trade
Organization dan Agreement on Tariffs and Trade (GATT) adalah produsen bebas
memasarkan produknya ke negara-negara seluruh dunia yang mendukung
perdagangan bebas.

Faktor lain, Parsons mengatakan teori modernisasi memiliki keterkaitan erat


terhadap penerapan westernisasi pada negara berkembang. Teori ini mendukung
terjadinya modernisasi guna memajukan karakteristik negara berkembang agar
memiliki pola pembangunan seperti di negara eropa barat yang telah maju terlebih
dahulu.

Disamping proses perubahan diatas, keberhasilan perubahan dalam


masyarakat tidak terlepas dari peran saluran-saluran yang ada di masyarakat tersebut.
Saluran-saluran ini berbentuk sebuah institusi. Beberapa institusi yang dapat
menyalurkan proses perubahan sosial dalam segi-segi tertentu adalah institusi
keagamaan, politik, pendidikan, perekonomian dan komunikasi sosial. Institusi
tersebut juga berdampak pada pola masyarakat selanjutnya, positif atau negatifkah
dengan adanya perubahan tersebut.

C. Teori Difusi

1. Pengertian Difusi

Defusi sosial budaya adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan


penyebaran, pengaruh, dan integrasi aspek-aspek sosial dan budaya dari satu
kelompok ke kelompok yang lain. Ini terjadi ketika ada interaksi antara dua atau lebih
kelompok atau individu dari budaya yang berbeda dan mereka mulai bertukar
pengaruh sosial dan budaya.

Contoh dari defusi sosial budaya dapat ditemukan dalam berbagai aspek
kehidupan sehari-hari, seperti dalam musik, makanan, bahasa, pakaian, dan kesenian.
Beberapa contoh yang lebih spesifik termasuk:

10
1. Musik: Banyak genre musik yang memiliki pengaruh dan akar dari budaya
yang berbeda, seperti blues yang berasal dari budaya Afrika-Amerika, atau
samba yang berasal dari budaya Brasil. Melalui defusi sosial budaya, banyak
genre musik telah menyebar ke berbagai negara di seluruh dunia dan telah
mempengaruhi musisi dan penggemar musik di seluruh dunia.
2. Makanan: Makanan adalah aspek penting dari budaya dan sering kali
merupakan hasil dari defusi sosial budaya. Misalnya, masakan Tex-Mex
berasal dari pertemuan antara budaya Meksiko dan Amerika, dan makanan
fusion seperti sushi burrito juga menggabungkan unsur-unsur dari budaya
yang berbeda.
3. Bahasa: Bahasa juga dapat mengalami defusi sosial budaya ketika orang-orang
dari budaya yang berbeda bertemu dan berbicara satu sama lain. Misalnya,
banyak bahasa di seluruh dunia memiliki kata-kata yang berasal dari bahasa
Inggris karena pengaruh dari budaya Inggris yang luas.
4. Pakaian: Defusi sosial budaya dapat terlihat dalam pakaian, seperti ketika
elemen-elemen dari pakaian tradisional suatu budaya diadopsi dan disesuaikan
oleh budaya lain. Misalnya, kaftan dan jubah berasal dari budaya Arab, tetapi
saat ini juga sering digunakan oleh orang-orang di seluruh dunia.
5. Kesenian: Kesenian seperti seni lukis, tari, dan teater juga dapat dipengaruhi
oleh defusi sosial budaya. Misalnya, banyak bentuk tarian modern
menggabungkan gerakan dan gaya dari berbagai budaya.

Dalam defusi sosial budaya, tidak hanya terjadi penyebaran aspek-aspek sosial
dan budaya dari satu kelompok ke kelompok lain, tetapi juga terjadi proses perubahan
dan penyesuaian. Sebagai contoh, ketika makanan atau pakaian dari budaya yang
berbeda diadopsi oleh kelompok lain, mereka sering mengalami perubahan dan
penyesuaian agar sesuai dengan kebutuhan atau preferensi kelompok baru.

Namun, defusi sosial budaya juga dapat menimbulkan konflik dan ketegangan,
terutama jika ada masalah budaya atau agama yang sensitif. Oleh karena itu, penting
bagi kelompok yang berbeda untuk berkomunikasi dan memahami satu sama lain
dengan baik agar proses defusi sosial budaya dapat berjalan dengan damai dan saling
menghormati.

Defusi sosial budaya juga dapat memengaruhi identitas budaya seseorang atau
kelompok. Dalam beberapa kasus, defusi sosial budaya dapat menghasilkan identitas
yang baru yang merupakan gabungan dari budaya yang berbeda. Namun, dalam
beberapa kasus, kelompok dapat merasa terancam oleh pengaruh budaya asing dan
merespon dengan cara yang berbeda, seperti menolak pengaruh tersebut atau
mempertahankan tradisi mereka dengan lebih kuat.

11
Penting untuk diingat bahwa defusi sosial budaya tidak selalu merata dan adil.
Terkadang, kelompok yang lebih kuat dapat memaksakan pengaruhnya pada
kelompok yang lebih lemah, sehingga menghasilkan dominasi budaya. Hal ini dapat
menyebabkan hilangnya warisan budaya dan kerugian sosial dan budaya bagi
kelompok yang lebih lemah.

Secara keseluruhan, defusi sosial budaya adalah fenomena yang kompleks dan
multi-dimensi. Dalam banyak kasus, ia dapat memperkaya budaya dan membawa
manfaat bagi kelompok yang terlibat. Namun, perlu juga diakui bahwa defusi sosial
budaya dapat menimbulkan tantangan dan konflik, sehingga memerlukan pemahaman
dan komunikasi yang baik antara kelompok yang berbeda untuk menjaga kedamaian
dan keragaman budaya.

2. Ragam Teori Difusi

a. Teori difusi rivers

Metode yang diuraikan oleh Rivers dalam karangan berjudul / Genealogical


Method of Anthropological Inquiry menjadi metode pokol dalam sebagian besar
penelitian antropologi yang berdasarkan field work Apabila seorang peneliti datang
kepada suatu masyarakat, sebagian besar dari bahan keterangannya akan diperolehnya
dari para informan, dengan berbagai macam metode wawancara. Dengan demikian,
seorang peneliti harus mengumpulkan sebanyak mungkin daftar asal-usul individu
dalam masyarakat objek penelitiannya itu. Dengan mengajukan pertanyaan mengenai
kaum kerabat dan nenek moyang para individu tersebut, seorang peneliti dapat
mengembangkan wawancara yang luas sekali, mengenai berbagai macam peristiwa
yang menyangkut kaum kerabat dan nenek moyangnya dengan pertanyaan-pertanyaan
yang bersifat konkret.

b. Teori Difusi Smith dan Perry

Mereka mengajukan bahwa dalam sejarah kebudayaan dunia pada zaman


purbakala pernah terjadi peristiwa difusi besar yang berpangkal di Mesir, yang
bergerak ke arah timur dan yang meliputi jarak yang sangat jauh, yaitu ke daerah-
daerah sekitar lautan tengah, ke Afrika, India, Indonesia, Polinesia, dan Amerika.
Teori ini sering disebut Heliolithic Theory.

12
3. Adaptasi Budaya sebagai Bentuk Lain dari Difusi

Adaptasi merupakan proses yang menghubungkan sistem budaya dengan


lingkungannya. Budaya dan lingkungan yang berinteraksi dalam sesuatu sistem
tunggal tidaklah berarti bahwa pengaruh kausal dari budaya ke lingkungan niscaya
sama besar dengan pengaruh lingkungan terhadap budaya. Dengan kemajuan
teknologi, faktor dinamis dalam kepaduan budaya dan lingkungan semakin lama
semakin didominasi oleh budaya dan bukan oleh lingkungan sebagai lingkungannya.
Konsep adaptasi menurut para antropolog adalah bahwa suatu budaya yang sedang
bekerja, dan menganggap bahwa warga budaya itu telah melakukan semacam adaptasi
terhadap lingkungannya secara baik.

D. Kelebihan dan Kekurangan Teori Evolusi dan Difusi

1. Kelebihan Teori Evolusi

 Teori evolusi telah membuka jalan bagi mengemukanya upaya manusia untuk
melihat kebudayaan manusia dari sisinya yang lain secara rasional.
 pandangan revolusionernya mengenai tahapan-tahapan perkembangan yang
dilalui oleh setiap komunitas manusia. Pandangan ini merupakan hal baru,
setelah kajian kebudayaan sekian lama terkekang oleh dogma agama yang
mengikat cara pandang masyarakat.
 Dipakainya untuk pertama kalinya hasil penelitian lapangan yang berasal dari
berbagai tempat sebagai acuan untuk mengungkapkan adanya fase
perkembangan peradaban manusia, sebagaimana yang dikemukakan oleh tylor
dan morgan.
 Digunakannya standar atau tolok ukur untuk melihat adanya perbedaan dalam
setiap fase perkembangan kebudayaan, sebagaimana yang dikemukakan oleh
White dengan standar energinya dan Steward dengan adaptasi lingkungannya.

2. Kekurangan Teori Evolusi

 Menurut analisis Thomas G. Harding. Kelemahan paparan Morgan dalam


pengajuan teori evolusinya terletak pada ketidakpeduliannya terhadap
mekanisme yang dilakukan oleh manusia untuk maju dari satu tahap ke tahap
perkembangan lainnya (Kaplan dan Manners, 2002: 56).
 Sementara itu, menurut catatan Leslie White, kelemahan Morgan adalah
kajian yang dilakukannya menghasilkan rumusan dan kesimpulan yang sangat
subjektif dan tidak memiliki standar atau acuan yang jelas (Heddy Shri
Ahimsa Putra, 2008: 9).

13
 Adapun menurut Julian Steward. Data yang dipakai oleh Morgan, tidak
didapatkan dari hasil kajian lapangan terhadap suatu kebudayaan tertentu
dengan cara yang serius layaknya yang disyaratkan oleh sebuah penelitian
ilmiah. Hal ini dibuktikan dalam penelitian Steward terhadap salah satu suku
Indian di Amerika Serikat yang ternyata tidak lagi mengalami evolusi
sebagaimana yang diungkapkan oleh Morgan.

3. Kelebihan Teori Difusi

 Pandangan awal yang menyatakan bahwa kebudayaan yang ada merupakan


sebaran dari kebudayaan lainnya. Dari sini terdapat cara pandang baru yang
meletakkan dinamika dan perkembangan kebudayaan tidak hanya dalam
bentang waktu, tetapi juga dalam bentang ruang, sebagaimana yang
diperlihatkan oleh Perry dan Smith dalam pemikirannnya.
 Para pengusung teori ini telah menggunakan analisis komparatif yang
berlandaskan standar kualitas dan kuantitas dalam menentukan wilayah
persebaran kebudayaan sebagaimana yang mereka yakini.
 Para penyokong teori ini sangat memerhatikan setiap detail catatan mengenai
kebudayaan sehingga mereka mendapatkan beragam hubungan atau
keterkaitan antara satu kebudayaan dan kebudayaan lainnya.
 Penekanan mereka pada penelitian lapangan untuk mendapatkan data yang
lebih dan akurat, sebagaimana yang diperlihatkan oleh Boas yang kemudian
diikuti oleh para murid yang menjadi pengikutnya selanjutnya.

4. Kekurangan Teori Difusi

 Dari sisi data karena tidak memiliki dukungan data yang cukup dan akurat dan
pengumpulan data pun tidak dilakukan melalui prosedur dan metode
penelitian yang jelas (Heddy Shri Ahimsa Putra, 2008: 9).
 Pada metode yang mereka gunakan dalam melakukan penelitian yang tidak
memperbandingkan kebudayaan- kebudayaan yang saling berdekatan. Dalam
penelitiannya, para pengusung teori ini hanya melakukannya berdasarkan
ketersediaan data yang ada.
 Karena keterikatan mereka dengan catatan sejarah sebagai bagian dari model
teori yang mereka gunakan. Akibatnya, tidak semua sejarah yang berkaitan
dengan suku-suku tertentu dapat diungkapkan karena beragam sebab yang di
antaranya karena belum adanya peneliti yang melakukan kajian terhadap suku
tersebut.

14
E. Perubahan dan Keteraturan

Kebudayaan tampaknya sangat stabil, tetapi sedikit atau banyak, perubahan


merupakan karakteristik utama dari semua kebudayaan, baik kebudayaan dari
masyarakat maju maupun kebudayaan dari masyarakat yang sedang berkembang atau
masyarakat tradisional. Selain itu, karena kebudayaan mempunyai tugas utama untuk
membuat manusia sanggup menghadapi berbagai kemungkinan yang terus-menerus
berubah dalam menjalani hidup ini, semua masyarakat manusia yang masih eksis di
muka bumi ini mempunyai kebudayaan, tanpa kecuali. Di samping itu,sudah
selayaknya apabila dikatakan bahwa kebudayaan tertentu adalah yang paling sesuai
bagi masyarakat pendukungnya. Oleh karena itu pula, tidak ada kebudayaan yang
lebih tinggi atau lebih baik dari kebudayaan lainnya.

Sementara itu, sebuah kebudayaan juga perlu memelihara eksistensi


dirinya.Kebudayaan,dalam menjaga keberlangsungannya adalah dengan cara
menciptakan tradisi-tradisi, seperti yang terdapat pada berbagai pranata sosial yang
ada dalam masyarakat yang bersangkutan.Dengan kata lain, kebudayaan
mengoperasionalkan model-model pengetahuan yang dimilikinya ke dalam pranata-
pranata sosial. Ada pranata perkawinan, pranata agama, pranata pendidikan, pranata
politik,dan sebagainya Hubungannya dengan ”struktur sosial‟” pranata-pranata sosial
ini berfungsi sebagai pengontrol dalam menjaga keberlangsungan struktur-struktur
sosial yang bersumber pada kebudayaan.

Selain itu, kebudayaan memberi ‟warna‟ atau ‟karakter‟ terhadap struktur-


struktur sosial yang ada sehingga struktur-struktur sosial yang terdapat pada
kebudayaan tertentu akan tampak ‟khas‟ apabila dibandingkan dengan struktur-
struktur sosial yang terdapat pada kebudayaan yang berbeda. Dengan demikian,
struktur sosial merupakan ‟operasionalisasi‟ dari pranata-pranata sosial-yang telah
disesuaikan dengan lingkungan sosial yang ada dalam kehidupan nyata pendukung
kebudayaan yang bersangkutan.

Meskipun perubahan merupakan karakteristik kebudayaan, proses perubahan


tersebut selalu berakhir dengan ”keteraturan”, yaitu menuju proses ”keteraturan baru”.
Setelah tercapai posisi ”keteraturan baru,proses perubahan akan berjalan kembali.
Demikian seterusnya. Oleh karena itu, kebudayaan tampak “stabil” dan ”kuat”,
sekaligus bersifat lentur.Sebuah perubahan kebudayaan, khususnya unsur barunya,
sebagaimana organisme, mengalami proses diterima dan ditolak oleh para pengguna
kebudayaan tersebut. Berbagai faktor yang memengaruhi diterima atau tidaknya unsur
kebudayaan baru di antaranya:

1. Terbatasnya masyarakat memiliki hubungan atau kontak dengan kebudayaan


dan dengan orang-orang yang berasal dariluar masyarakat tersebut;

15
2. Jika pandangan hidup dan nilai yang dominan dalam suatu kebudayaan
ditentukan oleh nilai-nilai agama;
3. Corak struktur sosial suatu masyarakat turut menentukan proses penerimaan
kebudayaan baru. Misalnya sistem otoriter akan sukar menerima unsur
kebudayaan baru;
4. Suatu unsur kebudayaan diterima jika sebelumnya sudah ada unsur-unsur
kebudayaan yang menjadi landasan bagi diterimanya unsur kebudayaan yang
baru tersebut;
5. Apabila unsur yang baru itu memiliki skala kegiatan yang terbatas.

Proses perubahan yang berlangsung terus-menerus ini, pada akhirnya


membawa umat manusia masuk dalam peradaban perkotaan seperti yang terjadi saat
ini. Berbicara tentang peradaban kota tentunya tidak lepas dari proses perubahan
karena modernisasi, yang merupakan akibat dan kelanjutan dari keempat faktor di
atas.

Modernisasi adalah suatu proses global ketika masyarakat nonindustri


berusaha mendapatkan ciri-cirinya dari masyarakat industri atau masyarakat ”maju”
sehingga terjadi proses perubahan kultural pada masyarakat nonindustri. Masyarakat
nonindustri mencoba mengejar ketinggalan terhadap apa yang sudah dicapai oleh
masyarakat industri/ maju dalam waktu satu generasi (relatif cepat). Akibatnya,
masyarakat nonindustri banyak yang mengalami ketidaksiapan atau kesulitan untuk
menyesuaikan diri terhadap perubahan yang sedemikian cepat.Akhirnya, tumbuh
kebudayaan ”ketidakpuasan” dan “culture lag”di sebagian besar masyarakat
nonindustri.

Sementara proses modernisasi berlangsung, proses globalisasi pun


terjadi.Masyarakat dunia sedang bergerak ke arah tumbuhnya satu kebudayaan dunia
yang “homogen”. Proses modernisasi dan globalisasi ini mendorong masyarakat
nonindustri (negara-negara sedang berkembang dan dunia ketiga) ke arah
kecenderungan untuk meniru produk,teknologi dan praktik-praktik masyarakat maju.
Sementara itu,reaksi lain juga muncul seperti penolakan unsur-unsur yang berbau
kebudayaan asing, turnbuhnya etnosentrisme baru, evangelisme /dakwahisme, bahkan
yang lebih ekstremn lagi muncul seperti”teror-teror”bom yang banyak terjadi saat ini
(militan).

16
F. Contoh Teori Evolusi dan Difusi Mengenai Agama dan Kebudayaan
Lokal: Upaya Untuk Memahami Pola Perpaduan Islam dan Budaya
Jawa

1. Latar Belakang Kajian

Sejarah membuktikan bahwa perkembangan islam di tanah Jawa tidak


menimbulkan goncangan yang besar dalam kehidupan masyarakat. Padahal, saat
islam datang, masyarakat Jawa telah memiliki kebudayaan yang mengandung nilai-
nilai yang bersumber pada keyakinan animisme, dinamisme, Hindu, dan Budha.
Ajaran islam dan budaya Jawa justru saling terbuka untuk berinteraksi dalam praktik
kehidupan masyarakat. Hal ini tidak terlepas dari pendekatan yang dipakai oleh
penyebar Islam di Jawa. Sikap toleran terhadap budaya lama yang dilakukan Wali
Songo dalam menyebarkan agama Islam di Jawa ternyata cukup berhasil.

Perpaduan Islam Jawa yang telah dilakukan oleh para penyebar agama Islam
di Jawa masa lampau ternyata memberikan sumbangan besar terhadap perkembangan
budaya Jawa. Budaya Jawa semakin diperkaya nilai-nilai ajaran Islam yang menjadi
sumber inspirasi dan pedoman kehidupan bagi masyarakat pendukungnya. Dengan
semakin akulturatif tersebut, ajaran islam semakin lama semakin berkembang serta
mewarnai kebudayaan masyarakat Jawa. Perpaduan islam dan budaya Jawa, tidak
hanya dalam acara ritual keagamaan, tetepi juga dalam kebudayaan material yang
lain, seperti dalam kesenian, tradisi, arsitektur, dan sebagainya.

2. Media Perpaduan Islam dan Budaya Jawa


a. Kesenian Wayang

Menurut J.L. Brandes, wayang merupakan salah satu unsur budaya Jawa yang
paling asli dan menjadi pandangan hidup orang Jawa. Sebelum agama Hindu dan
Budha datang, pertunjukan wayang dilakukan untuk pemujaan kepada roh-roh nenek
moyang yang telah meninggal. Sejak kedatangan agama Hindu, tokoh wayang
diambilkan dari Kisah Mahabarata dan Ramayana. Kisah Mahabarata selalu
menampilkan tokoh Pandhawa dan Kurawa., sedangkan Kisah Ramayana selalu
menampilkan tokoh Rama dan Rahwana. Peranan wayang dalam kehidupan
masyarakat Jawa ternyata sepenuhnya dipahami serta diakui oleh penyebar agama
Islam sesuai dengan adat istiadat yang hidup di Jawa. Para wali menggunakan
fenomena tersebut sebagai alat untuk mendakwahkan islam di tanah Jawa. Sunan
Kalijaga termasuk wali yang paling mamahami wayang untuk menyebarkan agama
Islam. Berbagai upaya dilakukan untuk mencangkokkan konsep-konsep wayang ke
dalam wayang.

17
Pada masa perkembangan Islam di Jawa, berbagai tokoh dan simbol-simbol
wayang ditambah dan diberi makna sesuai dengan ajaran agama Islam. Nama senjata
yang paling sakti milik tokoh Raja Puntadewa dinamakan Kalimasada, yang berarti
Kalimat Syahadhat. Senjata ini dapat memberikan ketenangan, tetentraman, dan
kedamaian dunia. Di samping itu, Kalimasada dapat menghidupkan orang yang telah
meninggal. Pemilik senjata ini, yaitu Raja Puntadewa, diceritakan sebagai raja yang
ideal, berbudi bawa leksana dan sangat melindungi rakyatnya.

Dalam perpaduan Islam dan budaya Jawa tersebut teerlihat bahwa islam
menambahkan dan membeikan makna baru terhadap budaya yang sudah ada. Wayang
sebagai hasil kebudayaan asli Jawa, setelah kedatangan agama Islam kemudian diberi
makna sesuai dengan ajaran Islam. Di samping itu, ditambahkan unsur-unsur baru
yang bernilai dakwah Islam.

b. Arsitektur

Sebelum Islam datang, masyarakat Jawa sudah mengenal teknik arsitektur


yang dijiwai oleh nilai-nilai asli Jawa yang dipengaruhi ajaran Hindu dan Budha.
Buktinya di Jawa sudah banyak berdiri bangunan seperti keratin, benteng, candi,
gapura, makam, dan padepokan. Ketika Islam datang, keberadaan arsitektur Jawa
dengan konsep dan filosofisnya tidak ditinggalkan begitu saja. Akhirnya, muncul
berbagai kreativitas sebagai hasil perpaduan antara kebudayaan Islam dan Jawa dalam
bentuk arsitektur. Keadaan ini banyak dijumpai dalam berbagai bangunan masjid
yang ada di Jawa.

Masjid Kudus merupakan salah satu masjid di Jawa dengan bangunan menara
yang mirip dengan meru, sebuah bangunan suci agama Hindu. Dalam dayaan Hindu,
meru merupakan simbol kayangansebagai tempat para dewa Hindu bersemayam.
Adanya gapura, pagar keliling serta lawangkembar atau kembar yang terdapat dalam
bangunan utama masjid, semuanya mengingatkan pada kompleks kerajaan Hindu.
Bangunan tersebut dimaksudkan untuk menarik simpati warga masyarakat yang
masih percaya pada budaya Hindu untuk memeluk agama Islam.

Dalam perpaduan Islam dan budaya Jawa dalam arsitektur masjid ini terlihat
bahwa Islam melahirkan arsitektur baru, yaitu bangunan masjid yang merupakan
tempat peribadatan umat Islam. Namun, masjid tersebut masih menggunakan pola-
pola arsitektur lama. Pola-pola tersebut terus dipertahankan dalam bangunan masjid
karena untuk menarik masyarakat Jawa yang masih mempunyai kepercayaan lama.
Dalam perkembangannya kemudian pola-pola lama tersebut juga diberi makna baru
agar sesuai dengan nilai-nilai dalam agama Islam.

18
c. Upacara Tradisional

Menurut Koentjaraningrat (1974: 12-13), sistem religi dan upacara keagamaan


merupakan unsur kebudayaan universal yang paling sukar berubah dan paling sukar
dipengaruhi oleh kebudayaan lain. Sebelum agama Islam masuk ke Pulau Jawa, raja-
raja Jawa sudah biasa melaksanakan upacara sedekah raja yang disebut raja wedha
atau raja medha. Raja medha berarti hewan kurban raja yang diberikan raja sebagai
titisan dewa kepada rakyatya. Upacara ini merupakan symbol pemberian berkah
keberhasilan, keselamatan dan kemakmuran dari para dewa kepada manusia melalui
raja. Dalam upacara ini, raja di didatangi oleh banyak rakyatnya atau dalam istilah
Jawa digarebeg rakyatnya untuk mendapatkan berkah. Itulah sebabnya, upcara ini
juga dikenal sebagai upacara garebeg.

Pada masa Islam, pelaksanaan upacara garebeg di kerajaan Jawa justru


dikembangkan menjadi tiga kali dan disesuaikan dengan peringatan hari-hari besar
agama Islam, yaitu Garebeg Pasa, Garebeg Mulud, dan Garebeg Besar.

Upacara Garebeg Pasa merupakan upacara Garebeg yang dilaksanakan pada


setiap tanggal 1 Syawal, bertepatan dengan Hari Raya Idul Fitri. Garebeg Pasa juga
dimaksudkan untuk menyambut dan menghormati malam Lailatul Qadr (malam
kemuliaan). Malam Lailatul Qadr merupakan malam diturunkannya Kitab Suci Al-
Qur‟an yang pertama kali.

Garebeg Mulud dimaksudkan untuk merayakan hari maulid (kelahiran) Nabi


Muhammad SAW. Pada tanggal 12 Rabi‟ul Awwal.tujuan memperingati hari
kelahiran nabi sebenarnya untuk memetik hikmah dari sifat-sifat yang baik dalam
kehidupan Rasulullah. Bagi kerajaan, peringatan mulud sekaligus untuk menyiarkan
agama Islam.

Garebeg ketiga adalah Garebeg Besar yang dirayakan pada setiap tanggal 10
Dzulhijjah. Tujuan Upacara Garebeg Besar adalah merayakan Idul Adha. Upacara
Garebeg Besar bertujuan untuk merayakan keberhasilan umat Islam dalam
menunaikan ibadah haji di tanah suci Mekah. Atas dasar ini, Garebeg Besar sering
dianggap bertujuan untuk merayakan lebaran haji (kaji).

d. Sistem Kalender Jawa

Sebelum Islam datang ke Jawa, masyarakat sudah mempunyai sistem kalender


Saka yang berasal dari tradisi Hindu. Namun seiring perkembangan agama islam di
Jawa, secara berangsur-angsur tarikh Saka mulai ditinggalkan oleh orang Islam. Para
penganut agama Islam di Jawa mulai mengenal tarikh baru, yaitu Kalender Hijriah,
yang dimulai sejak hijrahnya Nabi Muhammad SAW. Dari Mekkah ke Madinah.

19
Untuk mengakhiri dualism penggunaan kalender ini, Sultan Agung sebagai Raja
Kerajaan Islam Mataram di Jawa pada tahun 1555 Saka yang bertepatan dengan 1633
Masehi, memadukan kalender saka dan Hijriah. Kalender tersebut kemudian
dinamakan kalender Jawa. Kalender Jawa menggunakan perhitungan bulan Islam
dengan modifikasi sesuai dengan lidah orang Jawa, sedangkan perhitungan tahun
tidak dimulai dari hijriah Nabi Muhammad SAW, tetapi dari tahun yang digunakan
dalam kalender Saka, yaitu 78 Masehi. Sebagai contoh bulan Muharram dalam tahun
Hijriah berubah menjadi Sura, bulan Ramadhan menjadi Ramalan atau Pasa, Safar
menjadi Sapar, Rajab menjadi Rejeb, dan sebagainya. Tahun kalender Jawa ini
meneruskan tahun Saka ketika itu, yaitu 1555 Saka.

Penamaan 7 hari dalam satu minggu di Jawa juga mengalami perubahan.


Orang Jawa menggunakan Dete, Soma, Anggara, Budha, Respati, Sukra, Tumpak.
Kemudian, diganti dengan hari-hari Islam dengan lidah Jawa, yaitu Isnain manjadi
Senin, Tsalasa‟ menjadi Selasa, Arba‟ menjadi Rabu, Khamis menjadi Kemis, Jum‟at
menjadi Jumat, dan Ahad menjadi Akad. Adapun perhitungan lima hari dalam
masyarakat Jawa tetap dipertahankan untuk perhitungan sirkulasi pasaran, yaitu Pon,
Wage, Kliwon, Legi, dan Pahing.

Dari berbagai bentuk perpaduan Islam dan budaya Jawa tersebut, terdapat dua
pola yang dikembangkan para penyebar agama Islam di Jawa. Pertama, meneruskan
dan menambah budaya yang ada dengan memberi makna dan nama baru sesuai
dengan nilai-nilai Islam, seperti dalam kesenian wayang dan upacara tradisional.
Kedua, memunculkan budaya baru, tetapi tetap mengadopsi unsur-unsur lokal Jawa,
seperti dalam arsitektur masjid di Jawa dan penggunaan Kalender Jawa.

20
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Teori perubahan sosial dan budaya adalah kumpulan pemikiran dan konsep
yang digunakan untuk menjelaskan bagaimana masyarakat dan budaya dapat berubah
dari waktu ke waktu. Beberapa kesimpulan dari teori perubahan sosial dan budaya
meliputi:

 Perubahan sosial dan budaya adalah proses yang berlangsung secara terus-
menerus. Masyarakat dan budaya tidak pernah diam, tetapi selalu mengalami
perubahan.
 Perubahan sosial dan budaya dapat terjadi secara lambat atau cepat, tergantung
pada berbagai faktor seperti teknologi, politik, ekonomi, dan lingkungan.
 Perubahan sosial dan budaya dapat berdampak positif atau negatif pada
masyarakat dan budaya. Contohnya, perubahan teknologi dapat membawa
kemudahan dan kenyamanan, tetapi juga dapat memengaruhi hubungan sosial
dan nilai-nilai budaya.
 Perubahan sosial dan budaya dapat diintervensi dengan cara tertentu.
Contohnya, program pendidikan, program sosial, dan kampanye publik dapat
dirancang untuk membantu masyarakat dan budaya berubah menuju arah yang
lebih positif.
 Perubahan sosial dan budaya adalah fenomena yang kompleks dan tergantung
pada banyak faktor yang saling terkait. Oleh karena itu, teori perubahan sosial
dan budaya terus berkembang untuk mengakomodasi kompleksitas ini dan
memahami perubahan sosial dan budaya yang terjadi.

21
Daftar Pustaka

 Buku Teori - Teori Kebudayaan


 https://deepublishstore.com/blog/materi/perubahan-sosial-budaya/
 https://eprints.uny.ac.id/24764/3/3.BAB%20I.pdf
 https://www.gramedia.com/literasi/teori-modernisasi/amp/
 http://repository.umy.ac.id/bitstream/handle/123456789/31670/BAB%2520I.p
df%3Fsequence%3D5%26isAllowed%3Dy&sa=U&ved=2ahUKEwjiqfDa54r-
AhVM1DgGHRzyDr4QFnoECAAQAg&usg=AOvVaw1_ecO57PwePC0my
Qd_eLPa
 https://dosensosiologi.com/contoh-difusi-kebudayaan/

22

Anda mungkin juga menyukai