Disusun oleh :
Stevanus : 1622200037
2023
Kata Pengantar
Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah Masyarakat dan
Budaya Indonesia di Fakultas Ilmu Budaya Jurusan Sasta Jepang Universitas 17
Agustus 1945 Surabaya. Kami menyadari bahwa makalah ini masih memiliki
kekurangan karena keterbatasan ilmu yang kami miliki. Sebagai penulis, kami
berharap pembaca bisa memberikan kritik agar tulisan selanjutnya jauh lebih baik.
i
Daftar Isi
C. Tujuan ............................................................................................................................ 4
D. Landasan Teori............................................................................................................... 4
A. Pendahuluan ................................................................................................................... 5
F. Contoh Teori Evolusi dan Difusi Mengenai Agama dan Kebudayaan Lokal: Upaya
Untuk Memahami Pola Perpaduan Islam dan Budaya Jawa ............................................... 17
A. Kesimpulan .................................................................................................................. 21
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Teori perubahan sosial culture ini berakar pada pemikiran para tokoh sosiologi
seperti Emile Durkheim, Max Weber, dan Ferdinand Tonnies. Durkheim
mengemukakan bahwa perubahan sosial terjadi ketika masyarakat mengalami anomie
atau ketidakmampuan untuk memahami atau mengikuti norma-norma yang ada di
dalam masyarakat. Sementara itu, Weber menyatakan bahwa perubahan sosial terjadi
ketika nilai-nilai baru muncul dan diadopsi oleh masyarakat, sehingga terjadi
pergeseran dalam sistem nilai.
Teori perubahan sosial culture juga terkait dengan konsep perubahan budaya,
yang menggambarkan bagaimana budaya dapat berubah dari waktu ke waktu.
Perubahan budaya dapat terjadi melalui difusi, yaitu proses penyebaran budaya dari
satu masyarakat ke masyarakat lain, atau melalui inovasi, yaitu pembentukan nilai
atau norma baru yang diadopsi oleh masyarakat.
B. Rumusan Masalah
3
C. Tujuan
Makalah ini dibuat bertujuan untuk mendalami tentang materi “Teori Perubahan
Sosio-Kultur” dalam mata kuliah Masyarakat dan Budaya Indonesia.
D. Landasan Teori
Perubahan merupakan proses yang tak pernah berhenti dalam dalam siklus hidup
manusia, baik berdiri sebagai individu atau sebagai kelompok. Perubahan-perubahan pada
masyarakat dapat berupa perubahan norma-norma sosial, nilai-nilai sosial, pola-pola
perilaku dalam organisasi, susunan lembaga yang ada dalam sistem kemasyarakatan,
lapisan-lapisan dalam masyarakat, interaksi sosial, kekuasaan dan wewenang dalam
masyarakat serta perubahan-perubahan yang lainnya (Soekanto, 1999:333).
Sementara menurut John Lewis Gillin dan John Philip Gillin dalam (Martono, 2012:
4), perubahan sosial adalah suatu variasi dari cara hidup yang diterima, akibat adanya
perubahan kondisi geografis, kebudayaan material, komposisi penduduk, ideologi,
maupun karena adanya difusi dan penemuan baru dalam masyarakat.
4
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pendahuluan
1. Lingkungan tempat manusia tinggal dan hidup yang tampaknya stabil pada
hakikatnya juga dinamis atau selalu mengalami proses perubahan.
2. Adanya variasi pengetahuan kebudayaan dari para pendukung kebudayaan.
3. Penemuan dari para pendukung kebudayaan sehingga terjadi pembaharuan atau
inovasi.
4. Perubahan juga terjadi karena bermula dari berinteraksi (pertemuan dengan)
kebudayaan asing (misalnya karena proses difusi atau hubungan sosial tertentu)
sehingga terjadi asimilasi atau akulturasi, pembaharuan atau hilangnya unsur-
unsur tertentu dalam kebudayaan.
5
Perubahan kebudayaan terjadi melalui mekanisme yang berbeda-beda. Suatu
kebudayaan masyarakat akan berubah melalui mekanisme adanya inovasi atau
penemuan baru dalam masyarakat, sedangkan mekanisme lainnya dapat terjadi
melalui proses difusi, akulturasi, culture loss, genocide, dan perubahan terencana
(direct change).
B. Teori Evolusi
1. Pengertian
Salah satu teori yang dipinjam antropologi adalah teori evolusi dari displin
ilmu biologi. Darwin menyatakan teori evolusi nya adalah bahwa semua bentuk
kehidupan dan jenis-jenis mahluk hidup yang ada di muka bumi ini akan mengalami
proses evolusi. Pemikiran evolusi ini diterapkan untuk mendiskripsikan dan
menganalisis proses-proses evolusi sosial budaya masyarakat.
Dari difinisi diatas, perubahan dari satu kondisi ke kondisi berbeda dalam
masyarakat merupakan ukuran adanya perubahan. Baik perubahan struktur maupun
kultur. Prototipe masyarakat secara hirarki disebut struktur. Tapi pemikiran sebagai
acuan masyarakat dalam bentuk norma dan nilai disebut kultur.
6
makhluk sosial dan berbudaya. Pada abad kesembilan belas, paradigma (cara
pandang) Eropa mengemukakan bahwa gejala-gejala perubahan pada alam,
masyarakat dan kebudayaan yang ada dalam komunitas manusia terjadi secara
rasional. Yang selama ini menjadikan kitab suci sebagai dasar struktur dan dogma-
dogma agama yang mengakar dalam masyarakat diganti dengan cara pandang baru
yang berbeda dan asing bagi masyarakat Eropa Barat. Paradigma evolusi kebudayaan
ini dikemukakan pertama kali oleh Edward Burnnet Tylor (1832-1917). Paparan teori
evolusi kebudayaan Tylor yang sebelumnya dilanjutkan oleh Lewie Henry Morgan.
Sebagai aplikasi dari dukungan dan pengembangannya terhadap terori evolusi
kebudayaan, menghasilkan sebuah buku Ancient Society (1877) yang
menggambarkan proses evolusi masyarakat dan kebudayaan manusia
(Koentjaraningrat,I,2007:41-44).
1. Era liar tua atau zaman paling awal , manusia menemukan api.
2. Era liar masya, dari api menjadi senjata.
3. Era liar muda, membuat tembikar dan masih berburu.
4. Era barbar tua, menjadi bercocok tanam atau beternak.
5. Era barbar madya, manusia pandai membuat peralatan dari logam.
6. Era barbar muda, zaman manusia mengenal tulisan.
7. Era peradaban purba.
8. Era masa kini.
3. Perspektif Memetik
7
4. Model Evolusi Sosio Kultur
Setelah melewati waktu, beberapa pandangan teori evolusi Tylor dan Morgan
terbagi menjadi dua kelompok. Kelompok pertama tidak menolak semua pandangan
teori evolusi, menerima sebagian dan mengganti dengan cara yang lain. Kelompok
kedua menolak semua pandangan teori Tylor dan Morgan dan mengganti semuanya ,
yang kemudian hari dikenal dengan „difusi kebudayaan‟.
Generasi selanjutnya memunculkan dua teori baru, teori evolusi universal oleh
Leslie White dan teori evolusi multilinier oleh Julian Steward.
1. Mencakup seluruh budaya yang ada di dunia dan tidak diperuntukkan untuk
budaya tertentu.
2. Teori evolusi bersifat objektif.
3. Bersifat energi, setiap kebudayaan adalah sistem yang menghasilkan
transformasi energi (Heddy Shri Ahimsa Putra,2008:9, Kaplan 2002:63).
4. Kebudayaan yang ada merupakan hasil dampak dari pemakaian dan
penggunaan energi dan teknologi.
5. Hasil dari transformasi energi dan penggunaan teknologi.
6. Rumusan evolusi , C = E x T. C Culture , E energy dan T technology.
8
5. Faktor Pendorong Perubahan Sosio-Kultur
Perubahan sosial budaya merupakan gejala umum yang terjadi sepanjang masa
dalam setiap masyarakat. Beberapa pendapat perihal pengertian perubahan sosio
kultur dikemukakan. Menurut Hirschamn, perubahan sosial budaya terjadi karena
kebosanan manusia yang dipengaruhi oleh komunikasi, cara dan pola pikir
masyarakat. Ada tiga faktor yang dapat mempengaruhi , tekanan kerja, keefektifan
komunikasi dan perubahan lingkungan alam. Adanya juga pengaruh dari faktor
internal dan eksternal. Faktor internal bisa dipengaruhi oleh konflik, perubahan
jumlah penduduk, revolusi, penemuan baru dan masih banyak lagi. Terjadinya
perubahan sosial budaya yang dipengaruhi oleh faktor eksternal menurut Hirschman
bisa disebabkan oleh faktor bencana alam, pengaruh kebudayaan masyarakat lain,
peperangan dan perubahan iklim sekalipun bisa berpengaruh.
Adanya kontak terus menerus dari budaya luar. Melalui difusi, masyarakat
cenderung mengalami perubahan. Difusi merupakan proses penyebaran perilaku dari
kesatuan sosial yang satu ke kesatuan sosial yang lain. Kemajuan ilmu pengetahuan
dan teknologi membawa perubahan besar dalam hal komunikasi. Lancarnya
transformasi dan komunikasi melahirkan era globalisasi pada akhirnya menyebabkan
kulturisasi. Ogburn (dalam Soekanto,1983:98) bahwa teknologi merupakan faktor
yang mempengaruhi adanya perubahan sosial.
9
Modernisasi merupakan gerak ke depan dan bersifat progresif. Ini sering kali
terjadi masyarakat melupakan dan meninggalkan paham tradisional.
Modernisasi memerlukan waktu yang panjang, dilihat sebagai proses
evolusioner dan bukan revolusioner.
C. Teori Difusi
1. Pengertian Difusi
Contoh dari defusi sosial budaya dapat ditemukan dalam berbagai aspek
kehidupan sehari-hari, seperti dalam musik, makanan, bahasa, pakaian, dan kesenian.
Beberapa contoh yang lebih spesifik termasuk:
10
1. Musik: Banyak genre musik yang memiliki pengaruh dan akar dari budaya
yang berbeda, seperti blues yang berasal dari budaya Afrika-Amerika, atau
samba yang berasal dari budaya Brasil. Melalui defusi sosial budaya, banyak
genre musik telah menyebar ke berbagai negara di seluruh dunia dan telah
mempengaruhi musisi dan penggemar musik di seluruh dunia.
2. Makanan: Makanan adalah aspek penting dari budaya dan sering kali
merupakan hasil dari defusi sosial budaya. Misalnya, masakan Tex-Mex
berasal dari pertemuan antara budaya Meksiko dan Amerika, dan makanan
fusion seperti sushi burrito juga menggabungkan unsur-unsur dari budaya
yang berbeda.
3. Bahasa: Bahasa juga dapat mengalami defusi sosial budaya ketika orang-orang
dari budaya yang berbeda bertemu dan berbicara satu sama lain. Misalnya,
banyak bahasa di seluruh dunia memiliki kata-kata yang berasal dari bahasa
Inggris karena pengaruh dari budaya Inggris yang luas.
4. Pakaian: Defusi sosial budaya dapat terlihat dalam pakaian, seperti ketika
elemen-elemen dari pakaian tradisional suatu budaya diadopsi dan disesuaikan
oleh budaya lain. Misalnya, kaftan dan jubah berasal dari budaya Arab, tetapi
saat ini juga sering digunakan oleh orang-orang di seluruh dunia.
5. Kesenian: Kesenian seperti seni lukis, tari, dan teater juga dapat dipengaruhi
oleh defusi sosial budaya. Misalnya, banyak bentuk tarian modern
menggabungkan gerakan dan gaya dari berbagai budaya.
Dalam defusi sosial budaya, tidak hanya terjadi penyebaran aspek-aspek sosial
dan budaya dari satu kelompok ke kelompok lain, tetapi juga terjadi proses perubahan
dan penyesuaian. Sebagai contoh, ketika makanan atau pakaian dari budaya yang
berbeda diadopsi oleh kelompok lain, mereka sering mengalami perubahan dan
penyesuaian agar sesuai dengan kebutuhan atau preferensi kelompok baru.
Namun, defusi sosial budaya juga dapat menimbulkan konflik dan ketegangan,
terutama jika ada masalah budaya atau agama yang sensitif. Oleh karena itu, penting
bagi kelompok yang berbeda untuk berkomunikasi dan memahami satu sama lain
dengan baik agar proses defusi sosial budaya dapat berjalan dengan damai dan saling
menghormati.
Defusi sosial budaya juga dapat memengaruhi identitas budaya seseorang atau
kelompok. Dalam beberapa kasus, defusi sosial budaya dapat menghasilkan identitas
yang baru yang merupakan gabungan dari budaya yang berbeda. Namun, dalam
beberapa kasus, kelompok dapat merasa terancam oleh pengaruh budaya asing dan
merespon dengan cara yang berbeda, seperti menolak pengaruh tersebut atau
mempertahankan tradisi mereka dengan lebih kuat.
11
Penting untuk diingat bahwa defusi sosial budaya tidak selalu merata dan adil.
Terkadang, kelompok yang lebih kuat dapat memaksakan pengaruhnya pada
kelompok yang lebih lemah, sehingga menghasilkan dominasi budaya. Hal ini dapat
menyebabkan hilangnya warisan budaya dan kerugian sosial dan budaya bagi
kelompok yang lebih lemah.
Secara keseluruhan, defusi sosial budaya adalah fenomena yang kompleks dan
multi-dimensi. Dalam banyak kasus, ia dapat memperkaya budaya dan membawa
manfaat bagi kelompok yang terlibat. Namun, perlu juga diakui bahwa defusi sosial
budaya dapat menimbulkan tantangan dan konflik, sehingga memerlukan pemahaman
dan komunikasi yang baik antara kelompok yang berbeda untuk menjaga kedamaian
dan keragaman budaya.
12
3. Adaptasi Budaya sebagai Bentuk Lain dari Difusi
Teori evolusi telah membuka jalan bagi mengemukanya upaya manusia untuk
melihat kebudayaan manusia dari sisinya yang lain secara rasional.
pandangan revolusionernya mengenai tahapan-tahapan perkembangan yang
dilalui oleh setiap komunitas manusia. Pandangan ini merupakan hal baru,
setelah kajian kebudayaan sekian lama terkekang oleh dogma agama yang
mengikat cara pandang masyarakat.
Dipakainya untuk pertama kalinya hasil penelitian lapangan yang berasal dari
berbagai tempat sebagai acuan untuk mengungkapkan adanya fase
perkembangan peradaban manusia, sebagaimana yang dikemukakan oleh tylor
dan morgan.
Digunakannya standar atau tolok ukur untuk melihat adanya perbedaan dalam
setiap fase perkembangan kebudayaan, sebagaimana yang dikemukakan oleh
White dengan standar energinya dan Steward dengan adaptasi lingkungannya.
13
Adapun menurut Julian Steward. Data yang dipakai oleh Morgan, tidak
didapatkan dari hasil kajian lapangan terhadap suatu kebudayaan tertentu
dengan cara yang serius layaknya yang disyaratkan oleh sebuah penelitian
ilmiah. Hal ini dibuktikan dalam penelitian Steward terhadap salah satu suku
Indian di Amerika Serikat yang ternyata tidak lagi mengalami evolusi
sebagaimana yang diungkapkan oleh Morgan.
Dari sisi data karena tidak memiliki dukungan data yang cukup dan akurat dan
pengumpulan data pun tidak dilakukan melalui prosedur dan metode
penelitian yang jelas (Heddy Shri Ahimsa Putra, 2008: 9).
Pada metode yang mereka gunakan dalam melakukan penelitian yang tidak
memperbandingkan kebudayaan- kebudayaan yang saling berdekatan. Dalam
penelitiannya, para pengusung teori ini hanya melakukannya berdasarkan
ketersediaan data yang ada.
Karena keterikatan mereka dengan catatan sejarah sebagai bagian dari model
teori yang mereka gunakan. Akibatnya, tidak semua sejarah yang berkaitan
dengan suku-suku tertentu dapat diungkapkan karena beragam sebab yang di
antaranya karena belum adanya peneliti yang melakukan kajian terhadap suku
tersebut.
14
E. Perubahan dan Keteraturan
15
2. Jika pandangan hidup dan nilai yang dominan dalam suatu kebudayaan
ditentukan oleh nilai-nilai agama;
3. Corak struktur sosial suatu masyarakat turut menentukan proses penerimaan
kebudayaan baru. Misalnya sistem otoriter akan sukar menerima unsur
kebudayaan baru;
4. Suatu unsur kebudayaan diterima jika sebelumnya sudah ada unsur-unsur
kebudayaan yang menjadi landasan bagi diterimanya unsur kebudayaan yang
baru tersebut;
5. Apabila unsur yang baru itu memiliki skala kegiatan yang terbatas.
16
F. Contoh Teori Evolusi dan Difusi Mengenai Agama dan Kebudayaan
Lokal: Upaya Untuk Memahami Pola Perpaduan Islam dan Budaya
Jawa
Perpaduan Islam Jawa yang telah dilakukan oleh para penyebar agama Islam
di Jawa masa lampau ternyata memberikan sumbangan besar terhadap perkembangan
budaya Jawa. Budaya Jawa semakin diperkaya nilai-nilai ajaran Islam yang menjadi
sumber inspirasi dan pedoman kehidupan bagi masyarakat pendukungnya. Dengan
semakin akulturatif tersebut, ajaran islam semakin lama semakin berkembang serta
mewarnai kebudayaan masyarakat Jawa. Perpaduan islam dan budaya Jawa, tidak
hanya dalam acara ritual keagamaan, tetepi juga dalam kebudayaan material yang
lain, seperti dalam kesenian, tradisi, arsitektur, dan sebagainya.
Menurut J.L. Brandes, wayang merupakan salah satu unsur budaya Jawa yang
paling asli dan menjadi pandangan hidup orang Jawa. Sebelum agama Hindu dan
Budha datang, pertunjukan wayang dilakukan untuk pemujaan kepada roh-roh nenek
moyang yang telah meninggal. Sejak kedatangan agama Hindu, tokoh wayang
diambilkan dari Kisah Mahabarata dan Ramayana. Kisah Mahabarata selalu
menampilkan tokoh Pandhawa dan Kurawa., sedangkan Kisah Ramayana selalu
menampilkan tokoh Rama dan Rahwana. Peranan wayang dalam kehidupan
masyarakat Jawa ternyata sepenuhnya dipahami serta diakui oleh penyebar agama
Islam sesuai dengan adat istiadat yang hidup di Jawa. Para wali menggunakan
fenomena tersebut sebagai alat untuk mendakwahkan islam di tanah Jawa. Sunan
Kalijaga termasuk wali yang paling mamahami wayang untuk menyebarkan agama
Islam. Berbagai upaya dilakukan untuk mencangkokkan konsep-konsep wayang ke
dalam wayang.
17
Pada masa perkembangan Islam di Jawa, berbagai tokoh dan simbol-simbol
wayang ditambah dan diberi makna sesuai dengan ajaran agama Islam. Nama senjata
yang paling sakti milik tokoh Raja Puntadewa dinamakan Kalimasada, yang berarti
Kalimat Syahadhat. Senjata ini dapat memberikan ketenangan, tetentraman, dan
kedamaian dunia. Di samping itu, Kalimasada dapat menghidupkan orang yang telah
meninggal. Pemilik senjata ini, yaitu Raja Puntadewa, diceritakan sebagai raja yang
ideal, berbudi bawa leksana dan sangat melindungi rakyatnya.
Dalam perpaduan Islam dan budaya Jawa tersebut teerlihat bahwa islam
menambahkan dan membeikan makna baru terhadap budaya yang sudah ada. Wayang
sebagai hasil kebudayaan asli Jawa, setelah kedatangan agama Islam kemudian diberi
makna sesuai dengan ajaran Islam. Di samping itu, ditambahkan unsur-unsur baru
yang bernilai dakwah Islam.
b. Arsitektur
Masjid Kudus merupakan salah satu masjid di Jawa dengan bangunan menara
yang mirip dengan meru, sebuah bangunan suci agama Hindu. Dalam dayaan Hindu,
meru merupakan simbol kayangansebagai tempat para dewa Hindu bersemayam.
Adanya gapura, pagar keliling serta lawangkembar atau kembar yang terdapat dalam
bangunan utama masjid, semuanya mengingatkan pada kompleks kerajaan Hindu.
Bangunan tersebut dimaksudkan untuk menarik simpati warga masyarakat yang
masih percaya pada budaya Hindu untuk memeluk agama Islam.
Dalam perpaduan Islam dan budaya Jawa dalam arsitektur masjid ini terlihat
bahwa Islam melahirkan arsitektur baru, yaitu bangunan masjid yang merupakan
tempat peribadatan umat Islam. Namun, masjid tersebut masih menggunakan pola-
pola arsitektur lama. Pola-pola tersebut terus dipertahankan dalam bangunan masjid
karena untuk menarik masyarakat Jawa yang masih mempunyai kepercayaan lama.
Dalam perkembangannya kemudian pola-pola lama tersebut juga diberi makna baru
agar sesuai dengan nilai-nilai dalam agama Islam.
18
c. Upacara Tradisional
Garebeg ketiga adalah Garebeg Besar yang dirayakan pada setiap tanggal 10
Dzulhijjah. Tujuan Upacara Garebeg Besar adalah merayakan Idul Adha. Upacara
Garebeg Besar bertujuan untuk merayakan keberhasilan umat Islam dalam
menunaikan ibadah haji di tanah suci Mekah. Atas dasar ini, Garebeg Besar sering
dianggap bertujuan untuk merayakan lebaran haji (kaji).
19
Untuk mengakhiri dualism penggunaan kalender ini, Sultan Agung sebagai Raja
Kerajaan Islam Mataram di Jawa pada tahun 1555 Saka yang bertepatan dengan 1633
Masehi, memadukan kalender saka dan Hijriah. Kalender tersebut kemudian
dinamakan kalender Jawa. Kalender Jawa menggunakan perhitungan bulan Islam
dengan modifikasi sesuai dengan lidah orang Jawa, sedangkan perhitungan tahun
tidak dimulai dari hijriah Nabi Muhammad SAW, tetapi dari tahun yang digunakan
dalam kalender Saka, yaitu 78 Masehi. Sebagai contoh bulan Muharram dalam tahun
Hijriah berubah menjadi Sura, bulan Ramadhan menjadi Ramalan atau Pasa, Safar
menjadi Sapar, Rajab menjadi Rejeb, dan sebagainya. Tahun kalender Jawa ini
meneruskan tahun Saka ketika itu, yaitu 1555 Saka.
Dari berbagai bentuk perpaduan Islam dan budaya Jawa tersebut, terdapat dua
pola yang dikembangkan para penyebar agama Islam di Jawa. Pertama, meneruskan
dan menambah budaya yang ada dengan memberi makna dan nama baru sesuai
dengan nilai-nilai Islam, seperti dalam kesenian wayang dan upacara tradisional.
Kedua, memunculkan budaya baru, tetapi tetap mengadopsi unsur-unsur lokal Jawa,
seperti dalam arsitektur masjid di Jawa dan penggunaan Kalender Jawa.
20
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Teori perubahan sosial dan budaya adalah kumpulan pemikiran dan konsep
yang digunakan untuk menjelaskan bagaimana masyarakat dan budaya dapat berubah
dari waktu ke waktu. Beberapa kesimpulan dari teori perubahan sosial dan budaya
meliputi:
Perubahan sosial dan budaya adalah proses yang berlangsung secara terus-
menerus. Masyarakat dan budaya tidak pernah diam, tetapi selalu mengalami
perubahan.
Perubahan sosial dan budaya dapat terjadi secara lambat atau cepat, tergantung
pada berbagai faktor seperti teknologi, politik, ekonomi, dan lingkungan.
Perubahan sosial dan budaya dapat berdampak positif atau negatif pada
masyarakat dan budaya. Contohnya, perubahan teknologi dapat membawa
kemudahan dan kenyamanan, tetapi juga dapat memengaruhi hubungan sosial
dan nilai-nilai budaya.
Perubahan sosial dan budaya dapat diintervensi dengan cara tertentu.
Contohnya, program pendidikan, program sosial, dan kampanye publik dapat
dirancang untuk membantu masyarakat dan budaya berubah menuju arah yang
lebih positif.
Perubahan sosial dan budaya adalah fenomena yang kompleks dan tergantung
pada banyak faktor yang saling terkait. Oleh karena itu, teori perubahan sosial
dan budaya terus berkembang untuk mengakomodasi kompleksitas ini dan
memahami perubahan sosial dan budaya yang terjadi.
21
Daftar Pustaka
22