(200404501024)
2023
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Penerimaan diri adalah keadaan dimana seseorang memiliki sikap positif terhadap diri
sendiri, pengakuan dan penerimaan berbagai aspek Diri mencakup kualitas baik dan buruk
yang ada dalam diri dan memandang positif terhadap kehidupan yang dijalani . individu yang
menerima dirinya sendiri mengembangkan sikap positif terhadap diri sendiri dan lingkungan
yang telah dijalani. Penerimaan diri merupakan salah satu kemampuan seseorang untuk
menerima segala bentuk tubuh yang dimilikinya serta kelebihan dan kekurangan yang
melekat pada dirinya secara lapang dada. Penerimaan diri ini bermuara pada prinsip syukur
kepada Tuhan yang telah menciptakan setiap individu dengan keunikan yang berbeda-beda.
Penerimaan diri ini juga akan membawa manusia pada pandangan bahwa setiap manusia pasti
berbeda serta memiliki daya tarik tersendiri. Setiap manusia tidak dapat dipisahkan dari
kelebihan dan kekurangannya, sebuah anugerah yang patut disyukuri dan diterima tanpa
memperdulikan perkataan orang lain mengenai tubuhnya. Karena pada dasarnya, manusia
bisa saja tidak sempurna di beberapa bagian karena tidak ada manusia yang benar-benar
sempurna (Wahyu Agustina, 2020).
Setiap individu selalu berusaha mencari dan menemukan apa yang disebut kebahagiaan.
Berkaitan dengan hal tersebut, (Hurlock, 2004) menyatakan bahwa bagian dari hakikat
kebahagiaan atau kesejahteraan, kesenangan atau kepuasan, Diantaranya adalah sikap
penerimaan (acceptance), kasih sayang dan prestasi. Berdasarkan hal tersebut dapat diketahui
bahwa individu harus memiliki penerimaan diri (self-acceptance) untuk menjadi bahagia.
(Pentingnya seseorang memiliki self-acceptance dan akibatnya kalua tidak punya self
acceptance)
Remaja dengan penerimaan diri yang rendah secara langsung memiliki masalah dengan
kehidupan sosial dan pribadinya (menurut siapa).
Penerimaan diri yang rendah dari siswa ini dianggap sebagai fenomena yang
Ditemukan dilapangan oleh peneliti SMP Negeri 49 Makassar khususnya salah satu siswa
Kelas VIII, Gejala penerimaan diri yang rendah ditemukan oleh peneliti dalam fenomena
lapangan, yaitu rasa insecure/minder karena siswa ini dijuluki siswa yang paling tinggi di
SMP Negeri 49 Makassar, sikap menghindar dari teman sekelas dan rasa ragu akan
bagaimana dirinya menghadapi masa depan.
Dari hasil wawancara awal dengan Guru bimbingan dan konseling didapat
informasi yakni ada 1 siswa yang tidak hadir selama satu semester ,setelah guru bimbingan
dan konseling melakukan kunjungan rumah pada siswa tersebut, siswa tersebut mengaku
merasa malu dengan tinggi bandannya yang terlampau jauh dengan teman-teman seusianya,
siswa tersebut juga mengaku sangat ingin memiliki tinggi badan seperti teman-teman lainnya.
Kemudian dalam proses interaksi belajar mengajar, siswa menjadi cenderung pasif dan
menjawab seadanya ketika menjawab pertanyaan yang dilontarkan Guru di kelas.
Berdasarkan hasil wawancara dengan guru bimbingan dan konseling, siswa yang
mengalami masalah rendahnya penerimaan diri setelah diketahui tidak hadir selama satu
semester yang mengakibatkan kegagalan studi perlu segera mendapat penanganan lebih
lanjut,yaitu AA. Peneliti melakukan wawancara dengan AA. Berdasarkan hasil wawancara
diketahui bahwa AA merupakan siswa yang awalnya rajin hadir di Sekolah tetapi setelah
menginjak semester ganjil AA tidak pernah hadir di sekolah selama satu semester yang
mengakibatkan AA hampir tinggal kelas dan saat ini AA duduk di kelas VIII 2 . Di kelasnya
hanya dia siswa yang hampir tinggal kelas dengan nilai terendah. AA merasa sedih, malu dan
menyesal telah membuat orang tuanya kecewa. Dia memiliki kekhawatiran akan mengalami
kegagalan (tinggal kelas). Saat berada di kelas , AA merasa tidak bersemangat dan merasa
kesepian karena tidak memiliki banyak teman.
“orang tua saya kecewa terlihat dari raut wajahnya pada saat dia tahu saya hampir
tinggal kelas karena saya bolos sekolah selama satu semester dikarenakan saya
malu dan tidak percaya diri dengan tinggi badan saya , saya merasa sedikit aneh
dengan tinggi badan yang saya miliki” (DPWL/AA/03-04-2023).
Berdasarkah asil wwc pada AA menunjjak bahwa AA merasa tidak percaya diri
dikarenakan mempersepsi diri memiliki bentuk fisik yang kurang ideal dan mengakibatkn
bolos sekolah karena bentuk fisik tersebut. Data ini didukung oleh hasil wawancara dengan
AA pada …
Sampai pada akhirnya anda bisa menyimpulkan bahwa si AA ini memang mengalami
penerimaan diri yang rendah
Dari pernyataan ini bisa menunjukkan bahwa rendahnya penerimaan diri pada anak
berpengaruh pada keseharian anak-anak. Selain itu hal ini bisa menjadi sebuah hambatan bagi
anak untuk dapat bertumbuh dan mengembangkan potensi yang mereka miliki dengan baik.
Padahal remaja merupakan suatu fase dimana anak diharapkan untuk bisa bertumbuh dan
berkembang ,baik secara mental dan emosi dengan baik tanpa hambatan yang
menghalanginya. Sehingga remaja akan bisa mencapai dan melakukan banyak positif untuk
perkembangan dirinya menuju fase selanjutnya.
Rendahnya penerimaan diri yang dialami oleh siswa tersebut, penelitian tidak hanya
karena rasa ketidakpercayaan diri yang ada pada siswa tersebut. Namun ada beberapa faktor
yang mendukung munculnya penerimaan diri yang rendah. Menurut hasil wawancara yang
sudah peneliti lakukan, siswa tersebut mengatakan bahwa ejekan dari teman menjadi faktor
utama yang mempengaruhi pemikiran mereka dan mengakibatkan munculnya perasaan
menolak bentuk tubuh. Berikut ini adalah kutipan hasil wawancara yang menunjukkan hal
tersebut : “saya malu datang ke sekolah dan bertemu dengan teman-teman saya yang lain
saya sering di ejek dengan mengatakan saya seperti tiang bendera, jangan jalan sama saya
nanti saya terlihat kecil didekatmu ,sudah kurus tinggi juga, rasanya malu kak dikritik seperti
itu” (DPWL/AA/03-04-2023).
B. Fokus Penelitian
Agar penelitian ini dapat terarah dan mencapai tujuan sebagaimana yang diharapkan,
Maka peneliti merumuskan permasalahan yaitu :
1. Bagaimana gambaran penerimaan diri pada siswa kelas Vlll SMPN 49 Makassar
2. Apa penyebab rendahnya penerimaan diri pada siswa kelas Vlll SMPN 49 Makassar
3. Bagaimana bentuk penanganan terhadap kasus penerimaan diri pada siswa kelas VIII
SMPN 49 Makassar
C. Tujuan Penelitian
Sehubungan dengan rumusan masalah, maka tujuan penelitian yaitu :
1. Untuk mengetahui gambaran penerimaan diri pada siswa kelas Vlll SMPN 49
Makassar
2. Untuk mengetahui penyebab rendahnya penerimaan diri pada siswa kelas Vlll SMPN
49 Makassar
3. Untuk mengetahui bentuk penanganan terhadap kasus penerimaan diri pada siswa
kelas VIII SMPN 49 Makassar
D. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini, yaitu :
1. Manfaat teoritis
Hasil penelitian ini dapat menjadi masukan dalam pengembangan ilmu bimbingan dan
konseling khususnya pada bimbingan konseling keluarga.
2. Manfaat praktis
Hasil penelitian ini dapat menjadi masukan bagi masyarakat umum agar mampu
mengatasi sebuah masalah rendahnya penerimaan diri , terutama kepada remaja.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Penerimaan Diri
1. Pengertian Self-Acceptance (jelaskan self acceptance berdasarkan teorinya glasser)
Sejumlah ahli memberikan definisi tentang penerimaan diri, antara lain: Menurut
Leary et al. (Rahman, 2017) self didefinisikan sebagai kesempurnaan psikologis yang
memungkinkan refleksi diri mempengaruhi pengalaman sadar yang mendasari semua
persepsi, keyakinan dan perasaan tentang diri mereka sendiri dan yang memungkinkan
seseorang untuk mengatur dirinya sendiri.
Menurut Hurlock (Wulandari dan Susilawati, 2016), penerimaan diri adalah
tingkat kemampuan dan keinginan individu untuk hidup dengan karakteristik yang ada
pada dirinya. Orang yang menerima dirinya sendiri dipandang sebagai orang yang tidak
memiliki masalah dengan dirinya sendiri, yang tidak memikul beban emosi negatif pada
dirinya sendiri. Dalam hal ini, orang memiliki lebih banyak kesempatan untuk menerima
diri mereka sendiri dan beradaptasi dengan lingkungannya.
Peterson dan Seligman (Hanifah & Ningsih, 2019) juga mengatakan bahwa
kebahagiaan adalah respon menerima karunia. Penerimaan diri adalah sikap menerima
semua kehidupan, dulu dan sekarang, baik fisik maupun non fisik, yang ada dalam diri
tanpa syarat.
Menurut karakter teori humanistik Carl Rogers (Fung, 2011) mendefinisikan
penerimaan diri sebagai penghargaan positif tanpa syarat untuk diri sendiri, termasuk
pengalaman, pikiran, perasaan, dan keberadaan seseorang. Rogers menjelaskan bahwa
penerimaan diri berarti menerima diri sendiri sebagai keadaan diri sendiri, termasuk
pengalaman, pikiran, dan perasaan seseorang.
(Johnson, 2009) Penerimaan diri berarti memandang diri sendiri dan tindakan
seseorang dengan persetujuan atau kepuasan, atau menghargai diri sendiri secara tinggi,
atau sebaliknya, kurangnya sinisme terhadap diri sendiri. Melihat tindakan sendiri
sebagai kepuasan, harga diri atau, sebaliknya, sebagai kurangnya sinisme diri, Tentu
saja, penerimaan diri yang dapat diterapkan oleh individu juga membutuhkan proses
yang bertahap dan panjang. Hal tersebut juga ditekankan oleh Allport (Feist & Feist,
2008) individu yang dewasa menerima diri apa adanya. Pada penjelasan Allport tersebut
menerangkan bahwa individu yang telah mencapai masa dewasa mampu menerima diri
apa adanya. Sehingga dapat dikatakan bahwa penerimaan diri dapat mulai dilakukan
oleh seorang individu bila mulai memasuki masa awal dewasa.
Penerimaan diri yang apa adanya tentu mengakui kekurangan dan kelebihan
yang ada, hal ini juga didukung oleh pengertian yang dijelaskan oleh (Chaplin, 2000)
self acceptance (penerimaan diri) adalah sikap yang pada dasarnya merasa puas dengan
diri sendiri, kualitas-kualitas dan bakat-bakat sendiri, dan pengakuan akan keterbatasan-
keterbatasan sendiri. Penerimaan diri juga dibangun melalui presepsi dari orang lain.
Menurut (A. Supratiknya, 2009) penerimaan diri dibangun melalui pemahaman dari
orang lain. Jika orang lain memandang berharga, maka diri sendiri juga akan
memandang bahwa berharga.
Berdasarkan pendapat para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa penerimaan diri
adalah puas dan positif terhadap diri termasuk kehidupan masa lalu, dapat mengakui
serta menerima kelebihan dan kekurangan diri, terbuka dengan diri termasuk menerima
persepsi atau penilaian orang lain, melihat diri secara realistis.
2. Ciri-ciri Self-Acceptance
Menurut ( Elizabeth B. Hurlock, 1974) orang yang menerima dirinya memiliki ciri-ciri
yaitu : (Nainggolan, 2019)
1. Memiliki kemampuan dan keyakinan dalam menghadapi kehidupannya .
2. Menganggap dirinya berharga dan memiliki derajat yan sama dengan orang lain.
3. Memiliki keberanian dalam memikul tanggung jawab atas perilakunya.
4. Menerima celaan dan pujian secara obyektif.
5. Menerima segala kekurangan maupun kelebihan yang ada pada dirinya.
Menurut ( Endah Puspita Sari dan Sartini Nuryoto, 2002) faktor-faktor yang mempengaruhi
penerimaan diri adalah:
a. Pendidikan
Faktor pendidikan mempengaruhi penerimaan diri dimana individu yang
memiliki pendidikan lebih tinggi akan memiliki tingkat kesadaran yang lebih
tinggi pula dalam memandang keadaan dirinya.
b. Dukungan Sosial
Penerimaan diri akan semakin baik apabila ada dukungan dari lingkungan
sekitar, hal ini dikarenakan individu yang mendapat dukungan sosial akan
mendapat perlakuan yang baik dan menyenangkan.
a. Konsep diri yang stabil individu yang mempunyai konsep diri yang stabil akan
melihat dirinya dari waktu ke waktu secara konstan dan tidak akan berubah-ubah.
6. Penelitian Terdahulu
a. Penelitian yang dilakukan oleh Gharnish Tiara Resty (2015) di Panti Asuhan Yatim
Putri Aisyayah Yogyakarta mengenai “Pengaruh penerimaan diri terhadap harga diri
remaja di panti asuhan yatim putri aisyayah Yogyakarta” hasil penelitian ditemukan
bahwa penerimaan diri pada remaja putri di panti asuhan aisyayah Yogyakarta
berada pada kategori sedang atau cukup. Harga diri pada remaja di panti asuhan
yatim putri aisyayah Yogyakarta berada pada kategori sedang atau cukup (Garnish,
2015).
b. Adapun penelitian yang dilakukan oleh (Fitrie & M As’ad, 2016) mengenai
“Penerimaan diri, dukungan sosial, dan kebahagiaan pada lanjut usia” menunjukan
hasil bahwa tidak ada hubungan antara penerimaan diri dengan kebahagiaan lansia
(Fitrie & M As’ad hlm.15).
c. Penelitian yang dilakukan oleh (Nita Angnia Dewi, 2017) mengenai “hubungan
antara penerimaan diri dengan kebahagiaan diri “ menunjukkan hasil bahwa
kebahagiaan akan menimbulkan keadaan yang mengarah pada kesenangan,
kenyamanan, ketenangan, lebih semangat hidup, optimis serta lebih produktif.
d. Penelitian yang dilakukan oleh (Wildan Isniani Yahya, 2016) mengenai “
penerimaan diri mahasiswa tunanetra total “ menunjukkan hasil bahwa Penerimaan
diri mahasiswa tunanetra total di Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri
Yogyakarta yang meliputi tujuh indikator yaitu: positif terhadap diri, mengakui dan
menerima kekurangan dan kelebihan diri sendiri, positif dengan kehidupan masa
lalu, puas dengan diri sendiri, menerima persepsi orang lain atau penilaian orang
lain, keterbukaan diri, melihat diri secara realistis.
7. Kerangka Berpikir
Penelitian ini melihat bagaimana penerimaan diri siswa kelas VIII secara lebih
mendalam dan difokuskan pada fenomena penerimaan diri yang rendah. Dibalik
rendahnya penerimaan diri pada subyek penelitian, ada beberapa faktor yang
mendukung munculnya perasaan terhadap penerimaan dirinya. Faktor- faktor tersebut
dibagi menjadi dua kelompok yaitu faktor internal yang berasal dari dalam diri
termasuk kepercayaan diri dan faktor eksternal yang berasal dari luar diri termasuk
reaksi teman sebaya, dan lingkungan.
8. Hipotesis
Berdasarkan pendapat beberapa ahli kerangka berpikir diatas, maka hipotesis
dalam penelitian ini adalah :
a. Ada hubungan penerimaan diri (self-acceptance) dengan lingkungan teman sebaya
b. Ada hubungan antara penerimaan diri (self-acceptance) dengan lingkungan teman
sebaya
c. Ada hubungan antara lingkungan teman sebaya dengan kepercayaan diri pada
remaja
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Penelitian ini termasuk dalam penelitian kualitatif dengan pendekatan studi
kasus. Metode penelitian kualitatif, yaitu penelitian yang secara gamblang
menggambarkan dan menganalisis fenomena, peristiwa, aktivitas sosial, sikap,
kepercayaan, persepsi, dan pemikiran individu dan kelompok (Sugiono, 2014).
Penelitian ini menggunakan studi kasus tunggal, artinya hanya ada satu kasus dalam
penelitian ini yaitu penerimaan diri rendah yang dialami oleh satu subjek. Penelitian
kualitatif berarti merupakan proses penelitian yang tidak melibatkan perhitungan
(Rahmat, 2009). Selain itu, penelitian kualitatif merupakan penelitian yang bersifat
alamiah karena dalam penelitian tidak ada hal-hal yang dimanipulasi dan dilakukan
sesuai dengan kondisi yang sebenarnya.
Menurut Strauss dan Corbin, penelitian kualitatif mengacu pada penelitian yang
menghasilkan hasil yang tidak dapat dicapai (diperoleh) dengan menggunakan metode
statistik atau metode kuantifikasi (pengukuran) lainnya. Tujuan utama penelitian
kualitatif adalah untuk memahami fenomena atau gejala sosial dengan cara
memberikan penjelasan berupa gambaran yang jelas tentang fenomena atau gejala
sosial tersebut dalam bentuk rangkaian kata yang pada akhirnya menghasilkan sebuah
teori (Wiratna Sujarweni, 2014).
Metode penelitian studi kasus mengkaji suatu kasus atau fenomena tertentu yang
terjadi di masyarakat, yang dilakukan secara mendalam untuk mengetahui latar
belakang, keadaan dan interaksi yang terjadi. Studi kasus dilakukan dengan
menggunakan satu kesatuan sistem yang dapat berupa program, kegiatan, peristiwa
atau sekelompok orang yang ada dalam kondisi atau keadaan tertentu (Sugiyono,
2014).
B. Kehadiran Peneliti
Kehadiran peneliti dalam penelitian ini berfungsi sebagai instrumen utama dalam
pengumpulan dan pengelolaan informasi tentang kasus yang diteliti. Peneliti harus
terjun langsung ke lapangan untuk mengobservasi, mengamati, dan memahami segala
makna yang berkaitan dengan objek kajian. Hubungan yang baik antara peneliti
dengan subjek penelitian merupakan kunci keberhasilan pengumpulan data, sehingga
informasi yang diinginkan dapat diperoleh dengan mudah dan lengkap. Instrumen
pengumpulan data digunakan untuk mendukung validitas hasil penelitian.
C. Lokasi Penelitian
Peneliti memilih SMPN 49 Makassar sebagai lokasi penelitian. Pemilihan lokasi
didasarkan pada hasil observasi peneliti sebelumnya. Setelah pengamatan awal ini,
ditentukan bahwa ada anak yang nemiliki penerimaan diri rendah dengan bentuk
tubuh (tinggi badan) ,sesuai dengan permasalahan yang hendak diteliti oleh peneliti.
D. Subyek Penelitian
Subyek sendiri dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia dapat berarti orang, tempat
atau hal yang dipelajari, diamati dan dianalisis untuk mendapatkan informasi
sebanyak-banyaknya. Informasi ini akan digunakan untuk menyusun penelitian ini.
Subyek penelitian ini adalah siswa kelas VIII SMP Negeri 49 Makassar yang
menunjukkan penerimaan diri yang rendah. Subyek yang diteliti diberi nama
berinisial AA untuk menyamarkan identitasnya. Namun tetap tidak menutup
kemungkinan peneliti dalam mengumpulkan informasi juga meminta bantuan kepada
orang-orang terdekatnya, dalam hal ini peneliti memilih dua orang informan
tambahan yaitu wali kelas serta guru bimbingan konseling. yang mendukung objek
penelitian. Peneliti memilih wali kelas dan guru bimbingan konseling karena kedua
informan tersebut paling dekat dengan satu subjek penelitian di sekolah tersebut,
sehingga diharapkan dapat memberikan informasi tambahan yang dibutuhkan peneliti
untuk melengkapi data dan juga diperlukan Triangulasi sebagai acuan agar data yang
diperoleh nantinya menjadi data yang valid.
E. Sumber Data
Sumber data yang digunakan oleh peneliti dalam penelitian ini adalah sumber data
primer dan data sekunder.
a. Sumber Data Primer
Sumber data primer adalah sumber data dari hasil informasi tertentu mengenai
suatu data dari seseorang tentang masalah yang sedang diteliti oleh seorang
peneliti (Dewi Sadiah, 2015) . Sumber data primer dalam penelitian ini yaitu
remaja laki-laki yang berjumlah satu orang yaitu AA siswa kelas VIII di SMPN
49 Makassar.Data primer dalam penelitian ini adalah dengan observasi dan
wawancara.
b. Sumber Data Sekunder
Data sekunder adalah sumber data penelitian yang diperoleh dari penelitian secara
tidak langsung melalui perantara. Sumber data sekunder dalam penelitian ini
adalah dokumentasi penelitian yang dilakukan oleh peneliti dan dokumentasi
lainnya.
a. Identifikasi Kasus
Identifikasi kasus bertujuan untuk menemukan masalah dan siswa yang membutuhkan
bantuan. Pada tahap identifikasi kasus, peneliti mencari informasi tentang identitas
siswa yang terlibat dalam penelitian.
b. Mengenali masalah
Identifikasi masalah dalam studi kasus bertujuan untuk mengidentifikasi masalah dan
memahami karakteristik masalah yang dihadapi oleh obyek yang diteliti.
c. Diagnosis
Diagnosis bertujuan untuk mengidentifikasi akar penyebab atau faktor-faktor yang
mempengaruhi masalah yang teridentifikasi pada tahap identifikasi masalah.
d. Prediksi
Prediksi bertujuan untuk memprediksi hasil atau perkembangan dari masalah yang
terdeteksi dan didiagnosis sebelumnya dan untuk merencanakan tindakan yang tepat
untuk memperbaiki masalah yang terdeteksi
e. Pelaksanaan treatment
Tujuan pemberian treatmen atau intervensi adalah untuk mengatasi masalah atau
masalah yang diidentifikasi, didiagnosis, dan diprediksi pada langkah sebelumnya
dengan mengubah perilaku atau keadaan yang tidak diinginkan. Terapi dapat berupa
layanan atau dukungan psikologis, teknik terapi khusus, atau intervensi/ tindakan lain
yang sesuai dengan situasi atau masalah. Pemeriksaan ini harus dilakukan dengan
hati-hati dan sesuai dengan protokol yang ditetapkan untuk meminimalkan risiko dan
memastikan efektivitas prosedur yang dilakukan.
f. Evaluasi
Evaluasi dilakukan untuk mengetahui keberhasilan atau kegagalan dari intervensi
yang dilaksanakan dan untuk mengevaluasi efektivitas strategi pendekatan yang
digunakan. Evaluasi dapat membantu peneliti meningkatkan atau memodifikasi
intervensi yang diterapkan jika ditemukan kelemahan atau masalah dalam
pelaksanaannya.
g. Tindak lanjut
Pemantauan bertujuan untuk memastikan bahwa hasil penelitian yang dilakukan dapat
dilaksanakan dengan baik dan berdampak positif dalam jangka panjang. Tujuan tindak
lanjut juga untuk memantau kemajuan subyek atau kelompok, subyek penelitian,
setelah prosedur atau treatmen dilakukan.
Agustina, W., & Naqiyah, N., 2020, STUDI KASUS PENERIMAAN DIRI RENDAH
SISWA KELAS VIII SMPN 1 SUKODONO, Jurnal BK UNESA, Surabaya.
Arry Avrilya Purnaningtyas. (2013). Penerimaan Diri pada Laki-laki Dewasa Penyandang
Disabilitas Fisik karena Kecelakaan. Jurnal Fakultas Psikologi. Universitas Ahmad
Dahlan.
Burhan Bungin. (2011). Penelitian Kualitatif Komunikasi, Kebijakan Publik, dan Ilmu Sosial.
Jakarta: Kencana Prenama Media Group.
Chaplin, J.P. (2011). Kamus Lengkap Psikologi. Penerjemah: Kartini Kartono. Jakarta: PT.
Raja Grafindo Persada.
Dewi Sadiah., Metode Penelitian Dakwah Pendekatan Kualitatif dan Kuantitatif (Bandung,
PT Remaja Rosdakarya, 2015), 87.
Dina, Lilishanty Eka dan Maryatmi, Anastasia Sri. 2019. “Hubungan Citra Tubuh Dan
Kepercayaan Diri Dengan Psychological Well Being Pada Remaja Kelas 11 SMAN
21 Jakarta”. Jurnal IKRAITH- HUMANIORA. Vol. 3 (1): hal. 1-8.
Endah Puspita Sari dan Sartini Nuryoto. (2002). Penerimaan Diri pada Lanjut Usia Ditinjau
dari Kematangan Emosi. Jurnal Psikologi. No.2. Hlm 73-88. Universitas Gadjah
Mada.
Feist, Jess and Feist, Gregory J. (2008). Theories of Personality. Edisi Keenam. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
Glaser, B. G., 2005. “The grounded theory perspective III: Theoretical Coding”. Mill Valley,
CA: Sociology Press.
Hanifah, M., & Ningsih, Y. T. (2019). Kontribusi Penerimaan Diri Terhadap Kebahagiaan
Orang Tua Yang Memiliki Anak Down Syndrome Di Bukit Tinggi. Jurnal Riset
Psikologi, 2019(4).
Lexy J. Moleong. (2005). Metodologi Penelitian Kualitatif. Edisi Revisi. Bandung: PT.
Remaja Rosdakarya.
Rahmat, Pupu Saeful. 2009. “Penelitian Kualitatif”. Jurnal Equilibrium. Vol. 5 (9): hal.1-8.
Resty, Gharnish Tiara, 2016. “Pengaruh Penerimaan Diri Terhadap Harga Diri Remaja di
Panti Asuhan Yatim Putri Aisyiyah Yogyakarta”. Jurnal Bimbingan dan Konseling.
Vol. 1 (5): hal. 1-12.
Sugiyono. 2014. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatf dan R&D. Bandung: Alfabeta.
Suharsimi Arikunto. (2006). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Prakterk. Edisi V. Jakarta:
Rineka Cipta.
Willis, Sofyan S. 2004. Konseling individual (teori dan praktek), Bandung: Alfabeta
Wulandari, A. R., & Susilawati, L. K. P. A. (2016). Peran penerimaan diri dan dukungan
sosial terhadap konsep diri remaja yang tinggal di panti asuhan di Bali. Jurnal
Psikologi Udayana, Universitas Udayana 135-144
Lampiran :
Observee/subjek :
Observer/peneliti :
Tanggal observasi :
Petunjuk : Berikanlah tanda check (v) pada kolom yang tersedia jika perilaku yang
tercantum yang tercantum dalam kolom indikator perilaku, dimunculkan oleh
observee/subjek.